8
pelatihan dapat dilaksanakan sepenuhnya di perusahaan. Beberapa negara seperti Perancis, Italia, Swedia serta banyak dunia ketiga juga melaksanakan model ini.
3.
Model 3. Pemerintah menyiapkan dan memberikan kondisi yang relatif terpadu dalam
pendidikan kejuruan bagi perusahaan-perusahaan swasta dan sponsor swasta lainnya. Model ini disebut juga model pasar dikontrol pemerintah state controlled market. model ini
disebut model sistem ganda dual system yang sistem pembelajarannya dilaksanakan di dua lokasi, yaitu di sekolah kejuruan dan di mitra kerja dunia usaha dan industri yang keduanya
saling membantu dalam menciptakan kemampuan kerja lulusan yang handal. Negara yang menggunakan sistem ini diantaranya Swiss, Austria, Jerman dan Indonesia.
Kecenderungan yang digunakan di Indonesia adalah “Model 3”, yang pelaksanaan
pendidikan sistem ganda tersebut dilaksanakan di dua lokasi yaitu di sekolah dan di industri sebagai mitra kerja sekolah kejuruan. Menurut Djojonegoro Muliaty, 2007:9 pendidikan sistem
ganda merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dengan program penguasaan
keahlian yang diperoleh.
C. Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching and Learning
Suatu proses pembelajaran akan semakin bermakna pada siswa apabila siswa dapat mengetahui tujuan dan penerapan dari pembelajaran tersebut dalam konteks kehidupan sehari-
hari. Oleh karena itu, diperlukan suatu pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Menurut Wina Sanjaya 2006:109, pembelajaran kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran
yang menekankan proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga siswa dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka. Saat siswa mengetahui relasi materi yang dipelajarinya dengan kehidupan nyata maka materi tersebut akan bermakna secara fungsional dan tertanam erat dalam memori
siswa. Pendekatan kontekstual adalah sebuah pendekatan belajar yang dirancang untuk dapat
membantu siswa memecahkan masalah dengan cara menghubungkan antara materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan sehari-hari. Pendekatan kontekstual merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut Wina Sanjaya 2006:118, kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh asas yang melandasi
pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu: konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian nyata.
Komponen pertama adalah konstruktivisme constructivism. Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
9
pengalaman. Menurut pandangan konstruktivisme, pengetahuan tidak diberikan secara instan kepada siswa, melainkan harus dikonstruksi sendiri oleh siswa melalui keterlibatannya secara
aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran, siswa membangun pengetahuannya setahap demi setahap, melalui langkah-langkah pembelajaran yang dirancang
dengan baik oleh guru. Oleh karena itu, dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual pada dasarnya mendorong siswa agar dapat mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses
pengamatan dan pengalaman. Komponen inkuiri berarti bahwa proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Proses inkuiri menekankan pada proses berpikir secara sistematis dengan diawali adanya kesadaran siswa akan adanya suatu masalah
serta batasan-batasannya, selanjutnya siswa mengajukan hipotesis atau jawaban sementara, observasi dalam pengumpulan data, pengujian hipotesis, serta diakhiri dengan penarikan
kesimpulan.Pembelajaran dirancang sedemikian sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep atau pengetahuannya dengan bimbingan guru. Peran guru dalam asas
ini adalah merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Penemuan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil proses mengingat atau menghafal, melainkan diperoleh siswa melalui proses penemuan terbimbing.
Komponen ketiga CTL adalah bertanya questioning. Bertanya dapat menggambarkan keingintahuan seseorang akan suatu hal sehingga mendapatkan pengetahuan yang baru.
Menjawab pertanyaan menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Oleh karena itu, dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual guru tidak menyampaikan informasi begitu
saja, tetapi memancing siswa agar berpikir dan mampu menemukan sendiri. Bertanya merupakan salah satu proses bagi siswa untuk mengkonstruksi konsep atau pengetahuan. Bagi siswa,
bertanya merupakan bagian penting dalam pembelajaran berbasis inquiry, yakni menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek
yang belum diketahui. Guru hendaknya merancang suatu pertanyaan berkualitas yang dapat merangsang kreativitas siswa dalam upaya membangun pengetahuannya. Sebaliknya, siswa harus
diberikan kesempatan secara bebas untuk mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang akan memungkinkan mereka lebih dapat memahami konsep dengan baik.
Komponen keempat adalah masyarakat belajar learning community. Manusia tercipta sebagai makhluk sosial yang akan saling membutuhkan dan bekerjasama. Demikian halnya
dengan siswa yang saling bekerjasama dalam pemecahan suatu persoalan. Konsep masyarakat belajar dalam pendekatan kontekstual menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui
kerjasama dengan orang lain dengan saling berbagi pengalaman dan ide. Berdasarkan konsep ini, siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya dengan baik melalui interaksi sosial. Melalui
10
interaksi sosial, seperti diskusi kelompok, pengetahuan siswa akan dimantapkan melalui proses diskusi.
Komponen kelima dari CTL adalah pemodelan modeling. Asas permodelan berarti bahwa dalam proses pembelajaran memerlukan suatu peragaan atau model sebagai contoh yang dapat
ditiru oleh setiap siswa. Permodelan tidak harus dilakukan oleh guru, tetapi dapat juga oleh siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Sebagai misal, guru berperan sebagai model yang
memberikan contoh cara mengoperasikan sesuatu, menyelesaikan masalah dengan metode tertentu, dan sebagainya. Dalam pembelajaran, siswa juga dapat berperan sebagai model yang
memberikan contoh kepada teman sekelasnya, yakni ketika siswa berusaha memaparkan ide atau hasil diskusinya kepada teman sekelas.
Komponen keenam adalah refleksi reflection. Refleksi adalah cara berpikir mengenai apa yang baru dipelajari. Refleksi merupakan suatu proses pengendapan pengalaman yang dipelajari
dengan cara mengurutkannya kembali. Refleksi merupakan respon siswa terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang telah dipelajari atau dikuasai siswa. Guru mengimplementasikan
komponen ini dengan cara mereview merangkum bersama siswa mengenai materi pembelajaran yang telah dipelajari, juga mengenai apa yang telah dipahami maupun yang belum dipahami
siswa. Refleksi dilakukan pada setiap akhir pembelajaran oleh siswa dengan bimbingan dari guru. Komponen terakhir, ketujuh, adalah penilaian yang sebenarnya authentic assesment,
yakni proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data ini diambil selama kegiatan pembelajaran berlangsung, tidak hanya ketika
pembelajaran selesai.Proses penilaian nyata tidak hanya menitikberatkan pada hasil belajar siswa saja, tetapi juga meliputi aspek lain yaitu suatu proses dalam pembelajaran.
D. D. Road Map dan Sistematika