4
Kata Kerah yang bermakna ‘hitung’ makna baru yang muncul setelah makna dasar walau hanya sedikit atau pun berupa kiasan dalam konteks pemakaian kalimat.
Bahasa Jawa Ngoko merupakan salah satu bahasa yang digunakan oleh penutur asli bahasa Jawa Ngoko. Bahasa Jawa Ngoko adalah tingkatan bahasa yang terendah di dalam bahasa
Jawa yang dipakai untuk berbicara dengan orang yang sudah akrab, dengan orang yang lebih rendah kedudukkannya, atau dengan orang yang lebih muda. Khususnya bahasa Jawa Ngoko
yang berada di Desa Mangga dua Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai. Pada penelitian polisemi bahasa Jawa Ngoko penulis tertarik untuk meneliti sebab
penelitian polisemi pada bahasa Jawa Ngoko belum pernah diteliti sebelumnya. Untuk itu penulis meneliti polisemi khususnya di Desa Mangga dua Kecamatan Tanjung Beringin
Kabupaten Serdang Bedagai.
1.2 Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk kata polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko?
2. Apa sajakah kategori bentuk kata polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko?
3. Apa penyebab perubahan makna polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko?
Universitas Sumatera Utara
5
1.3 Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada bentuk polisemi kata dasar dan kata kompleks bahasa Jawa Ngoko di Desa Mangga dua Dusun II
Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai, dan tidak menyinggung analisis makna lain dalam relasi makna.
1.4 Tujuan dan Manfaat Peneliti
1.4.1 Tujuan Peneliti
Pada dasarnya peneliti mempunyai tujuan tertentu yang memberi arah dan pelaksanaan tertentu. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1.
Mendeskripsikan bentuk kata polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko. 2.
Mendeskripsikan kategori kata polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko. 3.
Menjelaskan perubahan makna polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko.
1.4.2 Manfaat Peneliti
1
.4.2.1 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis bahasa Jawa Ngoko ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan manfaat dalam upaya pengembangan kajian semantik
2. Memperkaya hasil penelitian-penelitian semantik
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data bagi peneliti lebih lanjut
Universitas Sumatera Utara
6
1.4.2.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dalam bahasa Jawa Ngoko ini dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut:
1. Melestarikan dan mendokumentasikan bahasa Jawa Ngoko
2. Mengadakan penelitian bahasa Jawa Ngoko
3. Sebagai refereninformasi bagi Pemerintah Daerah mengenai hasil penelitian baru tentang
bahasa Jawa Ngoko
Universitas Sumatera Utara
7
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI Konsep merupakan gambaran mental dari objek proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akalbudi untuk
menambah hal-hal yang lain 2007:588. Untuk memahami hal-hal lain yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep
yakni, polisemi yang lazim diartikan sebagai satuan bahasa terutama kata bisa juga frase yang memiliki makna lebih dari satu. Dan bahasa Jawa Ngoko, yaitu salah satu alat komunikasi yang
lazim digunakan oleh penutur suku Jawa Ngoko khususnya yang tinggal di Desa Mangga dua Dusun II Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai.
2.1.1 Semantik
Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ kata benda yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti “menandai”
atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata ‘sema’ itu adalah tanda linguistik, seperti yang dikemukakan oleh De Saussure 1996, yaitu
yang terdiri dari 1 komponen yang mengartikan, yang berwujud benda-benda bunyi bahasa dan 2 komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini
adalah merupakan tanda atau lambang; sedangkan yang ditandai atau yang dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk.
Universitas Sumatera Utara
8
Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguitik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandai,
atau dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa.
Keraf dalam Sibarani,2003:5, mengatakan bahwa semantik adalah bagian tatabahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu, mencari asal mula, dan perkembangan arti kata.
Palmer dalam Sibarani,2003:5, mengatakan bahwa semantik adalah istilah teknis yang digunakan untuk mengacu pada ilmu yang mempelajari makna dan karna makna merupakan
salah satu bagian bahasa, maka semantik termasuk cabang linguistik. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu yang
mempelajari makna kata dalam satu bahasa yang mencakup jenis-jenis makna, perkembangan makna kata, asal mula kata, relasi makna suatu kata dengan makna kata lain dan konteks
pemakaian makna kata. Makna merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna tersebut sangatlah
beragam. Pateda 2001:79, mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata aupun kalimat.
Ulman dalam Pateda, 2001:82, mengemukakan bahwa makna adalah hubungan timbal balik antara nama dengan pengertian. Dalam hal ini De Saussure Chaer, 1994:286 mengungkapkan
pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Universitas Sumatera Utara
9
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Polisemi
Polisemi merupakan hubungan antara bentuk kebahasaan dengan perangkat makna Aminuddin, 2001;123. Misalnya bentuk berjalan yang mempunyai makna “terlaksana”,
berlangsung dan berjalan dengan kaki”. Polisemi sering juga diartikan sebagai satuan bahasa terutama kata, biasanya juga frase
yang memiliki makna lebih dari satu Chaer, 1989 seperti kata kepala dalam Bahasa Indonesia memiliki makana, 1 bagian dari tubuh dari leher ke atas; 2 bagian dari sesuatu yang terletak
di sebelah atas atau depan dan merupakan hal yang penting seperti kepala suku, kepala kerete api; 3 bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat seperti : kepala paku, kepala jarum, 4
pemimpin atau ketua, seperti kepala sekolah, kepala kantor, kepala stasiun, 5 jiwa atau orang seperti dalam kalimat setiap kepala menerima Rp 500.000,00; dan 6 akalbudi seperti dalam
kalimat, badannya besar tetapi kepalanya kosong. Parera 2004:81 mengatakan polisemi ialah suatu ujaran dalam bentuk kata yang
mempunyai makna berbeda-beda tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara makna-makna yang tersebut. Misalnya; kata kepala dapat bermakna kepala manusia, kepala jabatan, dan
kepala sarung’.dari beberapa pendapat para ahli di atas, disimpulkan bahwa makna polisemi adalah bentuk kata yang memiliki makna ganda yang saling berhubungan dan berkaitan meski
sedikit, baik berupa makna sebenarnya denotasi maupun kiasan konotasi. Pada dasarnya setiap kata hanya memiliki satu makna, yakni yang disebut makna leksikal
atau makna yang sesuai dengan referennya. umpamanya makna leksikal dari kata kepala di atas
Universitas Sumatera Utara
10
adalah ‘bagian dari tubuh manusia atau hewan dari leher ke atas’ makna leksikal ini sesuai dngan referennya laim disebut orangmakna dasar, atau makna sebenarnya memiliki banyak unsur atau
komponen makna. Dalam polisemi, makna ganda itu, pada umumnya masih mempnyai hubungan atau
kaitan makna yaitu antara makna dasar dengan makna barunya. Kata yang memiliki makna ganda atau polisemi karena kata itu dimasukan kedalam konteks kalimat. Sebelum sebuah kata
dimasukan ke dalam konteks, baik konteks tekstual maupun konteks situasional, kata itu hanya memiliki satu makna, dan kemudian memiliki makna baru setelah digunakan ke dalam konteks
kalimat. dengan kata lain, sebuah bentuk kata hanya memiliki satu makna makna denotatif secara terpisah dari konteks. timbulnya makna-makna, baik makna asosiatif, makna konotatif,
makna stilistik dan makna yang lain, inilah yang mengakibatkan terjadinya polisemi terhadap sebuah bentuk kata tersebut. Seperti kata kepala yang memiliki makna denotatif ‘bagian tubuh
manusia bagian leher ke atas’ akan tetapi, setelah bentuk kata itu dimasukan ke dalam konteks yang lain dalam bentuk kebahasaan, maka bentuk kata tersebut akan memiliki makna yang
berbeda-beda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi II, misalnya, kata babak memiliki tiga
makna, yaitu 1 bagian besar dari suatu drama atau lakon terdiri dari beberapa adegan seperti dalam pertunjukan drama itu tiga babak; 2 bagian dari suatu keseluruhan proses kejadian atau
peristiwa seperti dalam kalimat babak permulaan perundingan kedua negara yang bersengketa atau akan diadakan di negara ketiga; 3 bagian permainan yang tertentu waktunya; misalnya,
bentuk ronde seperti dalam kalimat pertandingan tinju itu berlangsung duabelas ronde.
Universitas Sumatera Utara
11
Berdasarkan contoh, polisemi itu dapat dillihat dengan jelas dalam konteks pemakaian kalimat. secara terpisah, misalnya kata babak, itu hanya memiliki satu makna dasar atau makna
denotatif yaitu’ bagian dari sesuatu yang lebih besar ‘. Sebuah kata dikatakan bersifat polisemi apabila makna dari kata tersebut tetap tercakup dalam sebuah makna konseptual yang sama atau
pada dasarnya pemakaian sebuah kata dalam konteks yang berbeda-beda sehingga makna yang berbeda itu tetapmempertahankan ciri maka pokok atau arti konsep kata itu.
2.2.2 Bentuk Kata Polisemi
Kata adalah satuan bentuk terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu kata yang
berbentuk tunggal dan kata yang berbentuk turunan atau kompleks. Berdasarkan bentuknya, polisemi dapat dibedakan menjadi dua bentuk:
1. Polisemi Berbentuk Kata Dasar Polisemi berbentuk kata dasar merupakan polisemi yang berupa morfem bebas dan tidak
mengalami proses afiksasi, reduplikasi dan gabungan proses. diantaranya diberikan contoh: kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna: a bagian dari tubuh dari leher ke atas; b
bagian dari sesuatu yang terletak di sebelah atas atau depan dan merupakan hal yang paling penting seperti kepala suku, kepala kereta api; c bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat
seperti: kepala paku, kepala jarum; d pemimpin atau ketua, seperti kepala sekolah, kepala kantor, kepala stasiun; e jiwa atau orang seperti dalam kalimat setiap kepala menerima Rp
5.000,00; dan f akal budi seperti dalam kalimat, badannya besar tetapi kepalanya kosong, dan kata jatuh yang memiliki makna konseptual ‘meluncur ke bawah dengan cepat’ yang kemudian
Universitas Sumatera Utara
12
mengalami perluasan pemakaian seperti: a jatuh cinta yang bermakna ‘menaruh hati kepada’, b jatuh harga ‘turun harga’ c jatuh dalam waktu ujian yang bermakna ‘gagal dalam ujian’.
2. Polisemi Berbentuk Kata Turunan Polisemi berbentuk kata turunan adalah polisemi yang berbentuk kata turunan atau sudah
mengalami proses afiksasi, reduplikasi dan gabungan proses. di dalam bahasa Bali ditemukan polisemi berbentuk kata turunan seperti: kata mencetak pada mulanya hanya digunakan pada
bidang penerbitan buku, majalah, atau koran. Tetapi kemudian maknanya menjadi meluas seperti tampak pada kalimat-kalimat berikut:
- Persija tidak berhasil mencetak gol
- Pemerintah akan mencetak sawah-sawah baru
- Kabarnya dokter akan mencetak uang dengan mudah.
Pada kalimat pertama kata mencetak berarti ‘membuat’ atau ‘menghasilkan’; pada kalimat yang kedua berarti ‘membuat’ dan pada kalimat yang ketiga berarti ‘memperoleh,
mencari, mengumpulkan, dan menghasilkan’ chaer, 1995;142.
2.2.3 Kategori Kata Polisemi
Kridalaksana 1994:51, mengatakan bahwa kata dasar ialah berupa morfem bebas. dan kata turunan ialah kata yang mengalami afiksasi, reduplikasi, gabungan proses, atau berupa
paduan leksem. Selanjutnya, peneliti menggunakan istilah kata kompleks untuk menghindari perbedaan tafsiran.
Universitas Sumatera Utara
13
Ramlan 1991:58 membaginya menjadi duabelas kelas yaitu: kata verbal, nomina, keterangan, tambah, bilangan, penyukat, sandang, tanya, suruh, penghubung, depan dan seru.
Alwi 2003 membagi kata dalam empat kelompok yaitu: 1. Verba kata kerja, yaitu kata yang berfungsi sebagai predikat dalam tataran klausa atau kalimat, misalnya, mandi, makan.
2. Nomina kata benda, yaitu kata yang mengacu kepada manusia, binatang, benda, atau pengertian. misalnya, pedagang, kucing, meja dan ilmu. 3. Adjektiva kata sifat, yaitu: kata
yang dapat bergabung dengan kata tidak, sekali, sangat seperti tidak enak, tidak baik; kata yang dapat didampingi nomina seperti: perempuan cantik, anak baik; kata yang dapat didampingi
partikel sekali, seperti: cantik sekali,baik sekali; 4. Adverbia kata keterangan, selain empat kategori itu, dalam bahasa Indinesia di kenal pula satu kelompok lain yang disebut kata tugas.
Kelompok kata tugas ini adalah preposisi kata depan, konjuktor kata sambung, dan partikel. dari uraian pendapat para ahli di atas, mengenai kelas kata atau kategori kata penulis
menggunakan pendapat Alwi dalam penelitian ini.
2.2.4 Perubahan Makna
Perubahan makna dalam bahasa Indonesia dapat disebabkan oleh dua faktor umum, yaitu 1 faktor linguistik dan 2 faktor non-linguistik. yang dimaksud dengan faktor linguistik adalah
faktor kebahasaan yang mengakibatkan perubahan makna. Jadi, suatu kata berubah maknanya karena mengalami proses kebahasaan, seperti proses pengimbuhan afiksasi dan penggabungan
komposisi. Faktor non-linguistik adalah faktor non-kebahasaan yang mengakibatkan perubahan makna, faktor ini meliputi: 1 perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, 2
perkembangan sosial dan budaya, 3 perbedaan bidang pemakaian, 4 adanya asosiasi, 5
Universitas Sumatera Utara
14
pertukaran tanggapan indra, 6 perbedaan tanggapan pemakaian, 7 adanya penyingkatan, 8 proses gramatikal, dan 9 pengembangan istilah chaer,1995:131-140.
Kata-kata dalam bahasa Indonesia dapat mengalami perubahan makna, di antaranya: berupa perluasan, penyempitan, penghalusan, dan pengasaran makna. 1 perluasan makna
adalah perubahan makna kata dari yang lebih khusussempit ke makna yang lebih umumluas. Jadi, cakupan makna barusekarang lebih luas daripada makna semula. 2 penyempitan makna
adalah perubahan makna kata dari yang lebih umumluas menjadi makna yang lebih khusussempit. 3 makna suatu kata kadang dirasakan kurang pantashalus, kemudian timbullah
bentuk kata dngan makna yang halus untuk menggantikan kata tersebut. Proses ini disebut penghallusan makna. Kebalikan dari penghalusan makna adalah pengasaran makna. Orang yang
marah cenderung menggunakan kata-kata yang maknanya lebih kasarrendah daripada kata yang bermakna halustinggi. 4 pengasaran makna, yaitu mengganti kata yang bermakna halus tinggi
dengan kata yang bermakna kasarrendah.
2.2.4.1 Penyebab Perubahan Makna Polisemi
Berdasarkan pemakaianya, bahasa mengalami perkembangan,pergeseran, atau perubahan makna yang terjadi secara 1 meluas, yakni bila suatu bentuk kebahasaan mengalami berbagai
penambahan makna yang keseluruhannya digunakan secara umum, misalnya: kata menarik yang semula berkaitan dengan tali, maknanya meluas sehingga diartikan cantik, cakap, simpatik,
menyenangkan, baik, maupun menjadikan anggota. 2 menyempit, yakni apabila makna suatu kata semakin memiliki spesifikasi ataupun spesialisasi, misalnya kata guru pada mulanya
diartikan pembimbing rohani, pengajar silat, sehingga dikenal pula kata perguruan akhirnya memiliki pengertian khusus pengajar di sekolah sebagai salah satu bidang profesi. Makna kata
Universitas Sumatera Utara
15
juga dapat mengalami pergeseran atau perubahan akibat adanya sikap dan penilaian tertentu masyarakat pemakaiannya. Dalam hal ini makna dapat mengalami 1 peyorasi yakni apabila
makna suatu kata akhirnya dianggap memiliki nilai rendah atau memiliki konotasi negatif. Misalnya kata ngamar semula mengandung makna berada di kamar, tetapi akhirnya
dapat mengandung pengertian negatif sehingga pemakaiannya pun berusaha dihindari. 2 ameliorasi, yakni bila suatu kata memiliki makna yang mamiliki nilai maupun konotasi lebih
baik dari makna sebelumnya. Kata yang mengalami ameliorasi. Misalnya, kata gambaran yang semula hanya mengandung makna hasil kegiatan menggambar dengan masuknya kata abstraksi
kata gambaran dapat mengandung pengertian pembayangan secara imajinatif, kata wanita yang lebih dekat dengan bentuk betina akhirnya memiliki nilai lebih baik daripada
perempuan,Aminuddin,2001:130
2.2.4.2 Penyebab Polisemi
Dalam pemakaian bahasa, polisemi itu timbul disebabkan oleh beberapa bagian berikut: 1.
1. Perluasan Pemakaian Perluasan pemakain sebuah kata pada mulanya digunakan untuk satu kontekstual
tertentu, tetapi kata itu kemudian mengalami perluasan pemakaian pada konteks lain. misalnya: kata jatuh yang memiliki makna konseptual ‘meluncur ke bawah dengan cepat’ yang kemudian
mengalami perluasan pemakaian seperti: 1 jatuh cinta yang bermakna ‘menaruh hati kepada’, 2 jatuh harga ‘turun harga’ 3 jatuh dalam waktu ujian ‘gagal dalam ujian’.
Universitas Sumatera Utara
16
2. Pemakaian Khas pada Suatu Lingkungan Masyarakat Arti yang berbeda dari sebuah kata timbul karena dipakai oleh lingkungan masyarakat
yang berbeda. Perbedaannya dengan faktor yang pertama adalah faktor kedua itu ditekankan pada lingkungan masyarakat pemakainya, sedangkan faktor pertama ditekankan pada bidang
pemakaian. misalnya, kata operasi pada bidang kedokteran yang bermakna ‘pekerjaan membedah bagian tubuh untuk menyelamatkan nyawa’ pada bidang meliter kata operasi
bermakna ‘kegiatan untuk melumpuhkan musuh atau memberantas kejahatan’ sedangkan bagi departemen tenaga kerja kata operasi bermakna ‘salah satu kegiatan yang akan atau sedang
dilaksanakan’. 3. Pemakaian Kiasan
Faktor yang ketiga, yang menyebabkan polisemi adalah pemakaian kata untuk makna kiasan. Sebuah kata digunakan dengan makna kiasan karena pemakaian bahasa ingin
membandingkan, mengibaratkan, atau memisahkan suatu kejadian tertentu dengan kejadian lain. mislnya: kata bunga yang arti konseptualnya ‘bagian tumbuhan yang bakal buah warnanya
indah dan beragam. namun, bentuk kata tersebut dijadikan sebagai kiasan sepeti pada kata: 1 bunga bibir ‘kata-kata manis’ 2 bunga hati ‘orang yang sangat disayangi’ 3 bunga uang
‘keuntungan dari meminjam dan menabung uang’ 4 bunga kehidupan ‘kesenangan hidup’. 4. Pemberdayaan Bahasa
Faktor lain yang menyebabkan polisemi adalah pemberdayaan sebuah kata pada beberapa konteks berdasarkan pada makna dasarnya atau tetap berhubungan makna dengan
Universitas Sumatera Utara
17
konseptualnya. Terbatasnya kata untuk mengungkapkan banyak hal mengakibatkansebuah kata perlu digunakan untuk beberapa konteks sehingga pada gilirannya mengakibatkan kata itu
memiliki banyak makna. Pada hakikatnya, polisemi atau sebuah kata yang mempunyai makna ganda memberikan
peluang bagi pemakai bahasa untuk berbahasa secara lebih kaya, lebih cermat, lebih bervariasi dengan tidak menimbulkan hambatan-habatan dalam berkomunikasi. Juga mendukung keperluan
berbahasa karena pertimbangan-pertimbangan sosio-kultur tertentu.
2.3.Tinjauan Pustaka
Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan, ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini yakni, sebagai berikut:
Bandana 2002 yang berjudul Polisemi Dalam Bahasa Bali, Banada menyimpulkan bahwa polisemi dalam bahasa Bali dapat ditinjau dari bentuknya, kategori katanya dan
perubahan maknanya. Fahri Lubis 2004, dalam skripsinya yang berjudul Polisemi Dalam Bahasa Mandailing,
menganalisis tentang bentuk kata polisemi, kategori kata polisemi serta perubahan makna polisemi. Dalam penelitiannya, dia menyimpulkan bahwa polisemi dalam bahasa Mandailing
berdasarkan bentuknya kata dasar dan polisemi berbentuk kata kompleks. Berdasarkan katagori kata polisemi dalam bahasa Mandailing ada empat yaitu: polisemi Verba, polisemi Nomina,
polisemi Adjektiva. Berdasarkan perubahan makna, polisemi dalam bahasa Mandailing ada dua yaitu perluasan makna dan pembelahan makna.
Dari uraian di atas, jelas bahwa polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko belum pernah diteliti. Mengingat banyaknya masalah yang akan diuraikan, antara lain: bentuk kata polisemi, kategori
Universitas Sumatera Utara
18
bentuk polisemi, dan penyebab perubahan makna polisem, dengan mengacu pada penelitian sebelumnya diharapkan penelitian polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko dapat terjawab.
Naibaho 2008, dalam skripsinya yang berjudul Analisis Pemakaian Polisemi pada Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007, menganalisis tentang polisemi yang terdapat dalam
Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007, dan jenis kata polisemi dalam Harian Medan Bisnis Edisi Agustus 2007. dalam penelitiannya dia menyimpulkan bahwa dalam Harian Medan Bisnia
Edisi Agustus 2007 terdapat tiga kelas kata polisemi yakni polisemi Verba kata kerja sebanyak 60,57, polisemi Nomina kata benda sebanyak 35,21, polisemi Adjektiva kata
sifatsebanyak 4,22. Rinawaty 1990, dalam skripsinya yang berjudul Tinjauan Pemakaian Polisemi pada
Harian Suara Pembaharuan, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa polisemi dalam harian suara pembaharuan lebih cenderung menggunakan kelas kata kerja serta tidak menimbulkan
interpretasi yang berbeda karena telah digunakan pada kalimat yang tepat, sehingga informasi yang disampaikan dapat dipahami.
Universitas Sumatera Utara
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan pemakai yang tidak diketahui batas-batasnya akibat luasnya daerah dan orang yang menggunakan bahasa tersebut, Sudaryanto, 1993: 36. Populasi
dalam penelitian ini adalah polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko. Sampel adalah sebagian dari pemakaian bahasa yang mewakili dari satu populasi Sudaryanto, 1993:30. Sampel dalam
penelitian ini hanyalah polisemi dalam bahasa Jawa Ngoko yang dipergunakan di Desa Mangga dua Dusun II Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai.
3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode adalah cara yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode, Sudaryanto, 1993:9. Data pada penelitian ini adalah data
lisan dan tulis. Data lisan di proleh dari penutur bahasa Jawa Ngoko yang ada di Desa Mangga dua Dusun II. Data tulis di proleh dari buku memuat tentang bahasa Jawa Ngoko. Judul referensi
buku bahasa Jawa yang berjudul Morfosintaksis Bahasa Jawa. Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak, Sudaryanto,1993:133. Teknik
dasarnya adalah teknik sadap, yaitu dengan menyadap pembicara penutur bahasa Jawa Ngoko dan buku-buku yang berisi tulisan bahasa Jawa Ngoko. Sebagai teknik lanjutannya adalah teknik
simak libat cakap, yaitu dengan menyimak sekaligus ikut berpatisipasi dalam pembicaraan.
Universitas Sumatera Utara
20
Keikutsertaan di sini bukan dalam masalah yang dibicarakan, melainkan memperhatikan bahasa yang digunakan oleh mitra wicara. Teknik selanjutnya adalah teknik catat, yaitu mencatat semua
data yang diproleh dari sumber data ke dalam kartu data. Data-data yang telah di proleh kemudian diklasifikasikan dalam bentuk kata dan dalam kategori katanya. Pengklasifikasian
bentuk kata ini adalah untuk memudahkan dalam menganalisis data tersebut.
3.3 Metode dan Analisis Data