Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Bab I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk yang padat di dunia, akan tetapi dalam hal kualitas sumberdaya manusia yang dapat diandalkan Indonesia masih sangat kurang. Kualitas sumberdaya manusia agar dapat bersaing, perlu adanya dengan lembaga-lembaga atau badan-badan yang bertujuan untuk mencetak tenaga kerja yang berkualitas karena pembangunan membutuhkan tenaga kerja yang memiliki ketrampilan yang dapat diandalkan dan dapat meningkatkan produktifitas. Sekolah merupakan sarana pendidikan dan sebagai wahana pengembangan siswa yang banyak diminati oleh kalangan masyarakat, sehingga sekolah dituntut untuk dapat menciptakan out-put atau lulusan yang betul-betul berkualitas. Dengan demikian peran pendidikan di sekolahpun merupakan hal yang utama, dengan adanya pendidikan diharapkan mampu melahirkan calon-calon penerus masa depan yang berdedikasi tinggi, berkopenten, berkepribadian produktif, kreatif dan inivatif dalam menghadapi berbagai macam tantangan. Pendidikan Menengah Kejuruan merupakan sub sistem dari sistem pendidikan di sekolah yang secara khusus disiapkan untuk menghasilkan tenaga kerja terampil tingkat menengah untuk mengisi keperluan dunia usaha dan dunia industri. Pendidikan kejuruan memiliki tanggung jawab untuk menghasilkan tenaga kerja profesional pada tingkat menengah yang berorientasi pada mutu lulusan. Sesuai dengan peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan SNP bahwa “ Standar Kompetensi lulusan adalah kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan”. Sedangkan untuk Standar Kompetensi Kelulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan. Pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya, salah satunya yaitu menguasai kompetensi program keahlian dan kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya E. Mulyasa, 2006:90. Siswa Sekolah Menengah Kejuruan merupakan tahap perkembangan pada masa remaja menurut pendapat Rousseau dalam Wasty Soemanto 1999: 98 bahwa: Tahap perkembangan masa ini berlangsung antara umur 15-20 tahun. Pada masa ini pribadi anak diwarnai oleh timbulnya dorongan seksual yang kuat. Pada anak mulai timbul minat dan perhatian terhadap orang lain yang berjenis kelamin lain. Pada tahap ini daya intelektualnya melunak, sedangkan dorongan jasmaniahnya cukup dominan. Anak mulai menggembangkan nilai-nilai moral serta berusaha mengenal hakikat sesuatu. Karena minat sosialnya mulai tumbuh, maka anak mulai belajar bertindak untuk perbaikan bagi orang lain ataupun bagi dirinya sendiri. Mulai dari kelas I siswa diberikan mata pelajaran kewirausahaan akan tetapi untuk kelas II dan kelas III langsung pada pemberian prakteknya saja. Pada tahap perkembangan ini diharapkan siswa kelas III memiliki bekal pengetahuan mengenai usaha yang akan dirintis dan lingkungan usaha yang ada, bekal pengetahuan tentang peran dan tanggung jawab, bekal managemen dan organisasi bisnis dan bekal ketrampilan konseptual mengatur strategi dan resiko, bekal ketrampilan kretif menciptakan nilai tambah, bekal ketrampilan memimpin dan mengelola, bekal komunikasi dan interaksi, bekal teknik usaha yang akan dilakukan, Sehingga siswa kelas III sudah siap untuk berwirausaha. Kesiapan berwirausaha siswa merupakan hal yang terpenting bagi Sekolah Menengah Kejuruan. Kesiapan merupakan kemauan, keinginan atau kemampuan untuk mengusahakan suatu pekerjaan tertentu dan hal tersebut tergantung pada tingkat kematangan, pengalaman masa lalu, keadaan mental dan emosi dari orang yang belajar. Faktor utama dalam kesiapan yaitu pengalaman, pendidikan dan motivasi sedangkan kesiapan itu sendiri terbentuk dari tiga aspek yaitu pengetahuan kognitif, sikap afektif dan keterampilan psikomotor. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sifat pendidikan untuk mempersiapkan tenaga kerja, maka dari itu dengan sendirinya orientasi pendidikan tertuju pada kualitas out-put atau lulusannya. Namun nampaknya harapan tersebut belum terpenuhi sepenuhnya dengan adanya kenyataan siswa SMK belum siap untuk memasuki dunia kerja maupun menciptakan lapangan kerja sendiri atau berwirausaha. Hal ini dimungkinkan karena siswa yang berprestasi cenderung lebih memilih melanjutkan keperguruan tinggi daripada terjun kedunia kerja atau dunia industri. Selain itu masih banyaknya siswa yang lebih memilih bekerja pada orang lain. SMK merupakan sekolah yang berorientasi pada dunia kerja. Lulusan SMK ini dipersiapkan dan diharapkan untuk menghasilkan atau mencetak tenaga kerja tingkat menengah yang memiliki ketrampilan yang dapat diandalkan sesuai dengan jurusannya atau bidangnya masing-masing yang sesuai dengan misinya yaitu menghasilkan tenaga kerja tingkat menengah, maka kesiapan kerja dari siswa sangat penting, baik dalam arti kesiapan kerja industri maupun kesiapan mandiri atau berwirausaha hal itu mungkin dipengaruhi oleh kurangnya bekal ketrampilan yang dimiliki oleh siswa. Masalah yang timbul saat ini adalah banyaknya pengangguran dikalangan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan. Pengangguran dikalangan sekolah menengah antara lain muungkin disebabkan oleh kenyataan-kenyataan yang terjadi sekarang ini yaitu masih rendahnya motivasi berwirausaha, belum terciptanya sikap mandiri dan yang terpenting adalah belum siapnya lulusan Sekolah Menengah Kejuruan untuk berwirausaha. Menjadi seorang wirausaha diperlukan beberapa ketrampilan antara lain Conceptual skills ketrampilan berfikir kreatif, Managerial skills ketrampilan manajerial, Decision making skills ketrampilan dalam pengambilan keputusan, Human skills ketrampilan dalam berelasi atau bergaul, ketrampilan dalam kepemimpinan Wasty Soemanto, 1999:63-77. Bekal ketrampilan dan pengetahuan tidak hanya diperoleh dari lingkungan sekolah. Lingkungan keluarga mempunyai peran dalam mempersiapkan siswa untuk menjadi seorang yang siap berwirausaha. Peranan orang tua diperlukan hingga anak yang dididik mampu berdiri di atas kaki sendiri, sanggup menolong diri-sendiri di dalam menghadapi permasalahan hidup serta dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang tua hendaknya menciptakan situasi belajar berwirausaha di lingkungan keluarga, orang tua hendaknya mempunyai bekal menimal mengenai usaha-usaha wiraswasta atau bidang-bidang wiraswasta. Di lingkungan keluarga orang tua harus mampu menciptakan hubungan yang erat dan serasi antara orang tua dan anak, antara anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya. Dengan adanya hubungan yang erat dan serasi antar anggota keluarga, maka akan saling terbuka dan saling mengenal. Mereka akan suka dan mampu untuk menggunakan setiap kesempatan untuk bertukar pikiran dan pendapat. Mereka akan siap untuk mendiskusikan masalah serta kebutuhan dari masing-masing anggota keluarga, ataupun mengenai masalah dan kebutuhan rumah tangga pada umumnya. Suasana pergaulan semacam itu merupakan kondisi yang baik bagi keluarga untuk mendidik anak menjadi seorang wirausaha. Kesiapan berwirausaha siswa tidak lepas pula dari lingkungan masyarakat atau tempat tinggal siswa. Masyarakat merupakan kelompok individu dengan taraf hidup dan peranan yang berbeda-beda. Masyarakat menjadi ajang terjadinya berbagai peristiwa yang saling berpengaruh terhadap pola-pola tingkah lakudan kehidupan manusia. Dengan usaha berwirausaha para siswa dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan diharapkan dapat mengembangkan diri dengan keadaan atau tuntutan dunia kerja saat ini. Selain itu berusaha merealisir potensi dengan usaha mandiri sebagai wirausaha yang bukan hanya menunggu lowongan pekerjaan yang bisa dimasukinya. Siswa yang siap berwirausaha hendaknya benar-benar siap dalam bidangnya. Dari uraian di atas menunjukkan adanya kesenjangan antara kemampuan yang dibutuhkan dunia kerja dengan kemampuan yang dimiliki oleh lulusan sekolah kejuruan sehingga terjadi banyak pengangguran. Terjadinya kesenjangan ini tentunya tidak lepas dari bekal ketrampilan yang dimiliki oleh siswa.

B. Identifikasi Masalah