Tinjauan Yuridis Terhadap Turut Serta Melakukan Tindak Pidana Pemerasan Yang Dilakukan Oleh Oknum Polri (studi Putusan No.80/Pid.B/2010/PN.Mdn)
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Anwar, Moch, 1982. Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II). Alumni :
Bandung
Apeldoorn, Van. 2004. Pengatar Ilmu Hukum. Trans. Oetarid Sadino, PT Pradnya
Paramita : Jakarta
Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Raja Grafindo : Jakarta
Ekaputra, Mohammad, 2013. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Usu Press : Medan
Hamzah, Andi, 1996. KUHP dan KUHAP. Rineka Cipta : Jakarta
Harahap, Yahya. 2000. Pembahasan permasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar
Grafika : Jakarta
Kanter dan S.R. Sianturi. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan
Penerapannya. Storia Grafika : Jakarta
Kunarto, 1995. Kritik Terhadap POLRI. Cipta Manunggal : Jakarta
Lamintang, P.A.F, 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya Bakti :
Bandung
Mulyadi, Lilik. 2007. Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana; Teori, Praktik,
(2)
Prodjodikoro, Wirjono, 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Refika
Aditama : Bandung
Rahardjo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. PT. Citra Aditya Bakti : Bandung
Rivai, Ahmad, 2011. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum
Progresif. Sinar Grafika : Jakarta
Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmuji. 2001. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada: Jakarta
Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmuji.2001. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Raja Grafindo Persada : Jakarta
Sunggono, Bambang, 1996. Metodologi Penelitian Hukum. PT RajaGrafindo Persada
: Jember
Supriadi, 2006. Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia. Sinar Grafika
: Palu
Waluyo, Bambang. 2008. Pidana dan Pemidanaan. Sinar Grafika : Jakarta
B. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
(3)
C. Putusan
Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 80/2010/Pid.B/PN.Mdn
D. Internet
http://daerah.sindonews.com/read/1065929/23/ diakses tanggal 1 februari 2016
http://medansatu.com/berita/551/ diakses tanggal 1 februari
http://nasional.kompas.com/read/2015/06/18/15212041/ diakses tanggal 1 Januari 2016
http://kbbi.web.id/peras, diakses tanggal 25 Januari 2016
http://internetsebagaisumberbelajar.blogspot.co.id/2010/07 diakses tanggal 06 Maret 2016
http://informasiana.com/pengertian-hukum-dantujuan-hukum diakses tanggal 06 Maret 2016
(4)
BAB III
PENERAPAN HUKUM PIDANA MATERIL TERHADAP TURUT SERTA MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN
OLEH OKNUM POLRI BERDASARKAN PUTUSAN No. 80/Pid.B/2010/PN.MDN
1. Posisi Kasus A. Kronologis Kasus
Bahwa terdakwa Ferdian Purwo Setio, seorang anggota Polri yang
bertempat tinggal di Jalan Benteng Hilir Perumahan Banyu Indah No. 50 Medan
Tembung bersama-sama dengan Abdul Tamba (berkas terpisah), Panata Fringady
Manurung (berkas terpisah), St (berkas terpisah), Taufik Prayudan Als Saddam
(berkas terpisah), Erik Strada Als Erik, M. Hidayat Als Uncu, dan Sopian yang
masing-masing masih dalam status Daftar Pencarian Orang oleh pihak kepolisian,
yang pada tanggal 29 oktober 2009 sekitar pukul 22.30 Wib bertempat tinggal di
Jalan Gaharu Gang Langgar No. 15 atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain
yang masih termasuk di dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, secara
melawan hukum menguntungkan diri sendiri atau orang lain memaksa seseorang
yaitu saksi Pandapotan Siagian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan supaya
memberikan sesuatu barang yaitu berupa uang sejumlah Rp. 50.000.000 (lima
puluh juta rupiah) yang seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan Pandapotan
Siagian yang dilakukan secara bersekutu, dengan cara antara lain sebagai berikut :
Pada tanggal 29 Oktober 2009, sekitar pukul 16.00 Wib terdakwa
(5)
terdakwa datang menemui Abdul Tamba di jalan Gaharu Medan, yang
olehterdakwa kemudian datang menemui Abdul pada pukul 20.00 Wib.
Pada saat sampai di jalan Gaharu tersebut, terdakwa bertemu dengan
Abdul Tamba, Panata Fringady Manurung, St, Taufik Prayudan Als Saddam, Erik
Strada Als Erik, M. Hidayat Als Uncu, dan Sopian. Setelah bertemu, Abdul
Tamba di depan terdakwa dan yang lainnya mengatakan bahwa mereka akan
melakukan penangkapan terhadap penjual sabu-sabu. Setelah itu Abdul Tamba
menyuruh Taufik Prayudan als Saddam dan Erik Strada Als Erik untuk
mendatangi korban yaitu Arga Paramanto Siagian di kos-kosannya yang terletak
di Jalan Gaharu Ujung Gg. Langgar No 15 Medan Timur. Setelah sampai di kos
korban sekitar puku 22.00 Taufik dan Erik tiba di kos korban, dan mengajak
korban untuk menghisap sabu-sabu. Namun korban tidak menerima ajakan
tersebut dan pergi keluar. Beberapa lama kemudian, korban kembali ke kosnya
dan melihat Taufik dan Erik sedang menghisap sabu-sabu. Taufik dan erik segera
memberikan kabar kepada Abdul Tamba dan terdakwa agar dilakukan
penangkapan. Kemudian sekitar pukul 22.30 Wib Abdul Tamba mengajak
terdakwa, Panata Fringady Manurung, St, M. Hidayat Als Uncu, dan Sopian
untuk melakukan penangkapan terhadap orang yang disebut sebagai penjual
sabu-sabu. Setelah sampai di kos korban, Abdul Tamba dan terdakwa menangkap
korban dan saksi (teman Korban) yang bernama Antoni Pangaribuan dan Rio.
(6)
telah menggunakan sabu-sabu, yang kemudian menyuruh korban untuk
memegang bungkusan plastik kecil yang berisi serbuk kristal putih/sabu-sabu lalu
memfoto korban. Selanjutnya terdakwa melihat Abdul telah menangkap Arga dan
Rio dengan memborgol tangan mereka berdua, dimana Antoni Pangaribuan
dilepaskan dan dibiarkan pergi setelah diintrogasi.
Kemudian Arga dan Rio dibawa ke Jalan Krakatau Medan dan
setibanya ditempat, Abdul menyuruh Arga untuk menghubungi orangtuanya
melalui handphone, dan akhirnya berbicara kepada ayah korban (Pandapotan
Siagian) dan meminta uang perdamaian sebesar Rp 200.000.000 (dua ratus juta
rupiah) agar korban dilepaskan. Akan tetapi, orangtua korban tidak sanggup
memenuhi permintaan tersebut, dan hanya dapat menyanggupi sebesar Rp
50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Setelah bernegoisasi, akhirnya tercapai
kesepakatan uang perdamaian sebesar Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah),
dan akan diserahkan di Jalan Gatot Subroto Medan.
Arga Paramanto Siagian dan Rio dibawa oleh Abdul Tamba
bersama-sama dengan terdakwa, Panata, Sofian, M. Hidayat, dan St dengan menggunakan
mobil avanza berwarna silver dan sepeda motor. Kemudian setibanya di sekitar
Simpang Barat Gatot Subroto Medan, Abdul menyuruh terdakwa untuk
menghentikan mobil. Tidak lama kemudian, datang Pandapotan Siagian (orangtua
korban) dengan membawa bungkusan plastik yang berisikan uang sebesar Rp
(7)
diturunkan dari dalam mobil kemudian dilepaskan dan diserahkan kepada
orangtuanya.
Kemudian, Abdul Tamba bersama-sama dengan terdakwa dan M.
Hidayat Als Uncu, Taufik Prayudan Als Saddam pergi ke Jalan Bromo Medan,
tepatnya dirumah . Hidayat Als Uncu.Kemudia Abdul Tamba membagi-bagikan
uang tersebut, terdakwa mendapatkan bagian sebesar Rp 5.000.000 (lima juta
rupiah) dan setelah itu terdakwa pulang kerumah.
B. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Adapun surat dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum Kejaksaan
Negeri Medan tertanggal 11 Januari 2010 dengan No. Reg.Perk :
PDM-50/EP.1/Mdn/01/2010 terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa
Ferdian Purwo Setio disusun dalam bentuk alternatif yaitu Pertama Pasal 368 ayat
(1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan menyatakan bahwa terdakwa
turut serta melakukan tindak pidana pemerasan bersama dengan teman-temannya.
Kedua Pasal 333 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
dengan menyatakan terdakwa turut serta melakukan perampasan kemerdekaan
(8)
C. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa FERDIAN
PURWO SETIO terdiri dari 4 (empat) butir, adapun tuntutan Jaksa Penuntut
Umum yang diajukan pada tanggal 28 Januari 2010 adalah sebagai berikut :
1. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang pertama adalah menyatakan
terdakwa FERDIAN PURWO SETIO telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ Ikut serta melakukan Pemerasan”, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
dalam Surat Dakwaan Pertama
2. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang kedua yaitu menjatuhkan pidana
terhadap terdakwa FERDIAN PURWO SETIO selama 6 (enam)
bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan
3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang ketiga menyatakan agar
terdakwa mengembalikan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp.
2.0000.000,- (dua juta rupiah) kepada korban
4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang terakhir yaitu menetapkan agar
terdakwa FERDIAN PURWO SETIO dibebani membayar biaya
(9)
D. Amar Putusan
Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim, maka amar putusannya
sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa FERDIAN PURWO SETIO tersebut diatas
telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana “Turut serta melakukan Pemerasan“.
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4. Memerintahkan Terdakwa tetap dalam tahanan.
5. Memerintahkan Barang Bukti berupa : uang tunai sebasar Rp
2.000.000 (dua juta rupiah), dikembalikan kepada yang berhak
melalui Terdakwa.
6. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp 1.000
(seribu rupiah).
2. Analisis Kasus
Dalam ilmu hukum dikenal dua macam sifat melawan hukum yaitu
sifat melawan hukum materiil (materiel wederrechtelijkeheid) dan sifat melawan
hukum formil (formale wederrechtelijkeheid).Sifat melawan hukum materiil
merupakan sifat melawan hukum yang luas yaitu tidaklah hanya sekedar
(10)
tertulis, sedangkan sifat melawan hukum formil merupakan sifat melawan hukum
tertulis saja.44 Sifat melawan hukum materril terbagi atas dua pandangan yaitu
sifat melawan hukum materiil dilihat dari sudut perbuatannya, hal ini
mengandung arti perbuatan yang melanggar atau membahayakan kepentingan
hukum yang dilindungi oleh pembuat undang-undang dalam rumusan delik
tertentu. Pandangan kedua yaitu sifat melawan hukum meteriil dilihat dari sudut
sumber hukumnya, hal ini mengandung makna bertentangan dengan hukum tidak
tertulis atau hukum yang hidup dalam masyarakat, asas-asas kepatutan atau
nilai-nilai keadilan dari kehidupan masyarakat.45
Dalam perkembangannya, sifat melawan hukum materiil masih dibagi
oleh para ahli hukum menjadi sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya
yang negatif yaitu meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan delik, jika menurut
pandangan hidup masyarakat itu bukan merupakan perbuatan yang tercela, maka
perbuatan itu tidak dapat dijatuhi pidana.selanjutnya sifat melawan hukum
materiil yang fungsinya positif yaitu meskipun perbuatan tersebut tiidak diatur
dalam peraturan perundang-undangan (tidak memenuhi rumusan delik), namun
perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau
norma-norma kehidupan masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.46
Bagi seorang Penuntut Umum mempertahankan dakwaannya dan
menjaga agar terdakwa tidak lolos dari jerat hukum merupakan suatu hal yang
44
Mohammad Ekaputra, Op.Cit., hal 132-133. 45 Ibid, hal 132.
(11)
sangat diperlukan, maka dengan itu Penuntut Umum dapat membuat jumlah
dakwaan lebih dari satu sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan oleh
terdakwa.
Dalam perkara ini, dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum adalah
dakwaan alternatif yaitu surat dakwaan yang terdapat beberapa dakwaan yang
disusun secara berlapis, dimana lapisan yang satu merupakan alternatif dan
bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya.Penuntut Umum dalam
dakwaannya menggunakan dakwaan alternatif dikarenakan untuk menghindari
terdakwan terlepas atau terhindar dari pertanggungjawaban hukum pidana, dan
juga untuk memberikan pilihan kepada Hakim dalam menerapkan hukum yang
lebih tepat diantara dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum.47
Adapun pasal-pasal yang didakwakan terhadap terdakwa adalah
melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,
Ataumelanggar Pasal 333 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam dakwaan pertama, Penuntut Umum melakukan penerapan Pasal
368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Hal ini merupakan
dilakukan oleh Penuntut Umum dengan mempertimbangkan bukti-bukti dan
keterangan saksi-saksi sehingga terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pemerasan. Bahwa pada
(12)
Pasal 368 ayat (1) KUHP telah dipenuhi semua unsur-unsurnya oleh terdakwa
yaitu :
a. Barang siapa
Unsur barang siapa yang dimaksud adalah subjek hukum. Subjek hukum
adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat memiliki hak dan
kewajiban. Hak dan kewajiban yang dimaksud adalah para subjek hukum
memiliki kewenangan untuk melakukan hubungan hukum atau bertindak
menurut ketentuan sesuai dengan hukum.48 Menurut hukum ada dua subjek
hukum, yaitu manusia (persoon) dan badan hukum (rechtpersoon).49 Dalam
Pasal-Pasal KUHP, subjek hukum (manusia/persoon), dirumuskan ke dalam
unsur barang siapa, hal ini menunjukan kesalahan dan pertanggungjawaban
pidana. Kemampuan seseorang untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya tidak diatur dalam KUHP, namun KUHP hanya mengatur
mengenai seseorang tidak mampu mempertanggungjawabkan perbutannya.
Hal ini diatur dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP, yaitu : “Barangsiapa, melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya,
disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena
penyakit, tidak dipidana.”
48
Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2012, hal 61.
(13)
Adapun unsur “barang siapa” yang dibuktikan oleh Penuntut Umum dalam dakwaan adalah orang yang bernama FERDIAN PURWO SETIO yang
berprofesi sebagai seorang anggota Samapta Polda Sumut yang dihadapkan di
muka persidangan sebagai Terdakwa atau pelaku/subjek tindak pidana yang
didakwakan yang kebenaran identitasnya sesuai surat dakwaan yang telah
diakui oleh Terdakwa sendiri dan dibenarkan pula oleh para saksi. Dengan
berdasarkan kebenaran identitas tersebut di atas, maka unsur “barang siapa” ini telah terbukti. Dan juga, selama persidangan terdakwa dalam keadaan
sehat secara fisik maupun psikis sehingga dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya selaku subjek hukum.
b. Unsur secara melawan hukum menguntungkan diri sendiri atau orang lain, memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan supaya memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain yang dilakukan secara bersekutu
Unsur melawan hukum dimuat dalam surat dakwaan Penuntut Umum
mengartikan bahwan perbuatan yang dilakukan Terdakwa menimbulkan
akibat yang bertentangan dengan hukum. Sifat melawan hukum ini hanya
menjadi unsur dari strafbaar feit apabila dalam rumusan delik nyata-nyata
disebut. Jika tidak disebutkan sifat itu bukan unsur tetapi hanya tanda ciri saja
dari setiap delik, sebab suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan pidana,
(14)
hukum.50 Terdakwa dalam hal ini melakukan perbuatannya dengan sadar dan
tidak berwewenang atau tidak ada hak yang melekat padanya.
Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang mengartikan bahwa
Terdakwa melakukan perbuatannya tersebut untuk memperoleh tujuan yang
dikehendakinya atau orang lain yaitu memperoleh suatu keuntungan atas
sesuatu barang berupa sejumlah uang yang seluruhnya atau sebahagian adalah
kepunyaan korban. Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain tersebut
diikuti dengan penyerahan barang yang kemudian diikuti juga dengan
perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Unsur secara melawan hukum menguntungkan diri sendiri atau orang lain,
dengan memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
supaya memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian adalah
kepunyaan oranglain yang dilakukan secara bersekutu dinyatakan terpenuhi
berdasarkan fakta-fakta yang terungkap yaitu bahwa Terdakwa dihubungi
oleh Abdul Tamba yang mengatakan ada pekerjaan untuk menangkap
seseorang penjual sabu-sabu. Setelah bertemu, terdakwa bersama dengan
teman-temannya langsung melakukan penangkapan ke tempat kos korban,
yang sebelumnya telah diketahui terdakwa bahwa Abdul Tamba menyuruh
kedua temannya untuk menemui korban agar mengajak korban untuk
menggunakan sabu-sabu. Setelah tertangkap, terdakwa beserta temannya yang
lain membawa korban dan menyuruh korban untuk menghubungi
50
(15)
orangtuanya. Setelah dihubungi, Abdul Tamba meminta uang tebusan sebesar
Rp 200 Juta agar korban dilepaskan, kemudian setelah adanya negosiasi
antara Abdul Tamba dengan orangtua korban akhirnya menyepakati untuk
melakukan penyerahan uang sebesar Rp 50 Juta.
Korban melakukan penyerahan barang kepada Terdakwa merupakan akibat
dipaksa dengan kekerasan atau pun ancaman kekerasan. Korban melakukan
penyerahan sesuatu barang melalui orangtuanya yang berupa uang sejumlah
50 Juta dikarenakan adanya ancaman kekerasan, dimana orang tua korban
diancam apabila tidak memberikan uang tersebut, maka korban tidak akan
dilepaskan.
Bahwa berdasarkan fakta di atas, maka unsur secara melawan hukum
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, memaksa dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan supaya memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau
sebahagian adalah kepunyaan orang lain telah terbukti secara sah dan meyakinkan
menurut hukum.
Penerapan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP merupakan unsur turut serta
dalam melakukan pemerasan (secara bersekutu). Terhadap hal ini, terdakwa
disebut sebagai dader atau orang yang turtut serta melakukan tindak pidana
pemerasaan sebagaiamana diatur dalam Pasal 55 KUHP tersebut. Sesuai dengan
bukti-bukti dan keterangan saksi-saksi dimuka persidangan, bahwa yang berperan
utama dalam melakukan tindak pidana pemerasan bukan terdakwa melainkan
(16)
pemerasan dimana terdakwa secara jelas menginginkan dan mendukung tujuan
dari tindak pidana tersebut, yang diperkuat dengan bukti-bukti bahwa terdakwa
dihubungi oleh ABDUL TAMBA yang mengatakan ada pekerjaan. Kemudian,
terdakwa ikut membawa korban ke Jalan Krakatau Medan dan Jalan Gatot
Subroto Medan, terdakwa mengemudikan mobil yang mereka kendarai, dan
selanjutnya menjaga korban di dalam mobil pada saat penyerahan uang oleh
orang tua korban kepada ABDUL TAMBA. Setelah penyerahan uang dilakukan,
terdakwa disuruh untuk melepaskan korban, dan kemudian pergi bersama dengan
ABDUL TAMBA serta teman-temannya ke Jalan Bromo untuk membagikan
uang hasil pemerasan tersebut. Terdakwa mendapatkan bagian sebesar Rp
5.000.000 (lima juta rupiah).
Maka Pasal yang didakwakan terhadap terdakwa yaitu Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP (orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut
melakukan perbuatan itu), telah memenuhi unsur-unsur dimana turut melakukan
berarti bahwa sedikit-dikitnya ada dua yaitu orang yang melakukan (pleger) dan
orang yang turut melakukan (medepleger) perbuatan tersebut. Dalam hal ini,
terdakwa hanya sebagai turut melakukan, dan yang melakukan adalah ABDUL
TAMBA.
Berdasarkan uraian di atas, maka menurut penulis terdakwa telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam hal turut serta melakukan
(17)
(1) ke-1 KUHP, sehingga penerapan hukum terhadap terdakwa tersebut sudah
wajar dan patut sesuai dengan perbuatannya.
Penerapan Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
sudah tepat dengan di dukung alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, petunjuk,
dan keterangan terdakwa serta barang bukti. Dimana alat bukti yang sah
sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP adalah :
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Dan sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yaitu :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan tiga alat bukti
yaitu keterangan saksi-saksi, petunjuk, dan keterangan terdakwa serta barang
bukti. Adapun yang menguatkan pembuktian tersebut yaitu :
1. Keterangan saksi
Keterangan saksi dalam perkara ini yaitu terdapat tiga orang saksi
(18)
Manurung,ST. Keterangan saksi dianggap sah apabila dilakukan
dengan mengucapkan sumpah atau janji, keterangan saksi diberikan di
sidang pengadilan, terdiri lebih dari satu orang saksi. Kekuatan
pembuktian saksi apabila saksi melihat sendiri, saksi mendengar
sendiri, dan saksi alami sendiri.51 Dalam perkara ini, saksi-saksi telah
disumpah dan memberikan kesaksian di muka persidangan, dan juga
sebagai saksi yang melihat, dan alami sendiri.
Sehingga, kekuatan pembuktian sudah dianggap tepat dan sesuai
dengan ketentuan hukum menurut KUHAP.
2. Petunjuk
Alat bukti yang kedua yaitu adanya petunjuk berupa persesuaian
antara keterangan saksi-saksi dengan keterangan terdakwa di
persidangan. Kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk sama dengan
alat bukti yang lain, hanya mempunyai sifat kekuatan pembuktian “yang bebas”.52 Bebas yang dimaksud yaitu bahwa hakim tidak terikat
atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk, dan harus
di dukung dengan satu alat bukti lain. Dalam hal ini, petunjuk di
dukung dengan alat bukti lain yaitu keterangan saksi-saksi dan
keterangan terdakwa.
3. Keterangan terdakwa
51 Yahya Harahap, Op.Cit., hal 286.
(19)
Alat bukti keterangan terdakwa merupakan alat bukti yang terakhir,
dalam perkara ini terdakwa Ferdian Purwo Setio telah mengakui
perbuatannya dan juga membenarkan semua keterangan saksi-saksi.
Keterangan terdakwa mempunyai nilai yang sah apabila memenuhi
asas sebagai landasan berpijak antara lain :53
a. Keterangan itu dinyatakan di sidang pengadilan
b. Tentang perbuatan yang ia lakukan, atau yang ia ketahui sendiri
atau alami sendiri. Sebagai asas kedua, supaya keterangan
terdakwa dapat dinilai sebagai alat bukti, keterang itu merupakan
pernyataan atau penjelasan :
1. Tentang perbuatan yang “dilakukan terdakwa” 2. Tentang apa yang diketahui sendiri oleh terdakwa
3. Apa yang dialami sendiri oleh terdakwa
4. Keterangan terdakwa hanya merupakan alat bukti terhadap
dirinya sendiri.
4. Barang bukti
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
tidak menyebutkan secara jelas mengenai apa yang dimaksud dengan
barang bukti. Namum, dalam Pasal 39 ayat (1) KUHP disebutkan
mengenai apa-apa saja yang dapat disita yaitu :
53 Ibid, hal 320.
(20)
a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau
sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil
dari tindak pidana;
b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan
tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan
tindak pidana;
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan tindak
pidana;
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak
pidana yang dilakukan.
Adapun barang bukti yang dihadirkan di muka persidangan adalah
uang tunai sebesar Rp 2.000.000 (dua juta rupiah). Uang tersebut merupakan
barang bukti yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang
dilakukan yaitu merupakan sisa dari pembagian uang hasil pemerasan.
Maka, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di muka persidangan,
maka penerapan Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sudah
tepat dan sesuai dengan unsur-unsur yang telah terpenuhi dan dibuktikan
dipersidangan. Dengan terpenuhinya unsur-unsur pada dakwaan pertama, maka
(21)
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh penulis di atas, maka
penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1. Pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap
terdakwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan
dinilai kurang tepat, dimana hal itu terlihat dalam putusan hakim yang
menghukum tiga (3) bulan penjara terdakwa, tanpa
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan terdakwa yaitu sebagai
oknum Polri yang seharusnya melakukan perbuatan yang
mencerminkan melindungi, mengayomi, dan memberikan keadialan
kepada masyarakat. Selain itu, Majelis Hakim juga tidak
mempertimbangkan latar belakang kasus pemerasan yang dilakukan
oleh Terdakwa Ferdian Purwo Setio yaitu berhubungan dengan
narkotika, dengan mengingat bahwa semakin banyaknya tindak pidana
yang timbul di masyarakat yang berkaitan atau berhubungan dengan
masalah narkotika.
2. Penerapan hukum pidana materiil terhadap Terdakwa Ferdian Purwo
Setio dalam Putusan Perkara No. 80/Pid.B/2010/PN.Mdn sudah tepat,
(22)
secara alternatif yaitu Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP atau kedua Pasal 333 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP. Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya
menuntut Terdakwa bersalah melakukan turut serta melakukan tindak
pidana pemerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 ayat (1)
KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, hal ini dilakukan dengan
berdasarkan fakta-fakta hukum yaitu dibuktikan dengan adanya
keterangan saksi-saksi yang telah disumpah di muka persidangan,
keterangan terdakwa, dan petunjuk yang menyatakan adanya
persesuaian antara keterangan saksi-saksi dan terdakwa serta adanya
barang bukti berupa uang tunai sejumlah Rp 2.000.000 rupiah sebagai
sisa dari hasil pembagian uang pemerasan terhadap korban.. Maka
penerapan ketentuan pidana dalam perkara ini Pasal 368 ayat (1)
KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sudah tepat.
B. Saran
Sebagai hasil akhir dari tulisan ini, penulis ingin memberikan beberapa
saran kepada pembaca dan seluruh masyarakat, yaitu :
1. Perlunya peningkatan kinerja yakni kehakiman, kejaksaan, kepolisian,
dan instansi-instansi yang lainnya agar dapat menerapkan hukum yang
baik dan adil terhadap pelaku-pelaku kejahatan khususnya pelaku
pemerasan baik yang dilakukan oleh sipil maupun oknum yang
(23)
2. Perlunya pemikiran-pemikiran yang lebih baik lagi dari para
mahasiswa maupun akademisi fakultas hukum dalam melihat
permasalahan yang terjadi, sehingga penerapan ilmu hukum dapat
berjalan secara seimbang di dalam masyarakat.
3. Perlunya diadakan sosialisasi yang lebih terhadap anggota-anggota
Polri mengenai Peraturan tentang Kode Etik Profesi Polri sehingga
sebagai aparat penegak hukum, pencerminan nilai-nilai Tribrata
(24)
BAB II
PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN
PIDANATERHADAP TURUT SERTA MELAKUKAN TINDAK PIDANA
PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM POLRI BERDASARKAN PUTUSAN N0. 80/Pid.B/2010/PN-MDN
1. Pertimbangan Hukum Hakim
Pengambilan keputusan sangat diperlukan oleh hakim dalam membuat
keputusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Dalam pengambilan keputusan
ini hendaknya hakim dapat melihat dengan cermat kesesuaian fakta-fakta yang
ada dengan bukti-bukti yang dihadirkan dipersidangan sehingga dalam
menjatuhkan suatu keputusan tidak menyimpang dari apa yang seharusnya dan
tidak melanggar hak-hak asasi yang dimiliki oleh terdakwa.
Putusan hakim diajukan setelah dilakukan pembuktian, tuntutan
pidana, pembelaan, replik, dan duplik. Dalam perkara ini, Terdakwa tidak
mengajukan pembelaan secara tertulis, sehingga jawab-menjawab (replik-duplik)
tidak dilakukan. Oleh karena itu, Majelis Hakim melakukan penjatuhan putusan
yang merupakan tujuan akhir dari suatu pemeriksaan perkara agar mengetahui
bersalah atau tidaknya terdakwa. Putusan yang dijatuhkan Pengadilan, tergantung
dari hasil mufakat musyawarah Hakim berdasar penilaian yang mereka peroleh
dari surat dakwaan yang dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam
pemeriksaan di sidang Pengadilan.41
41 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika :
(25)
Adapun yang menjadi isi dari putusan yang dijatuhkan oleh Majelis
Hakim adalah sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa FERDIAN PURWO SETIO tersebut diatas
telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “Turut serta melakukan Pemerasan“.
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 3 (tiga) bulan.
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4. Memerintahkan Terdakwa tetap dalam tahanan.
Adapun pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang
memeriksa dan mengadili perkara dengan Nomor 80/Pid.B/2010/PN,Mdn dalam
menjatuhkan putusan pada dasarnya berdasarkan pada fakta-fakta yang terungkap
di muka persidangan berupa :
a. Keterangan saksi-saksi yaitu : 1. Saksi Arga Paramanto Siagian
- Pada hari Kamis tanggal 29 Oktober 2009 sekitar pukul 22.30
Wib di Jalan Gaharu Gg. Langgar No.15 Medan Timur tempat
kos saksi, tiba-tiba dating terdakwa bersama dengan
teman-temannya untuk menangkap saksi karena dikira menggunakan
(26)
- Pada awalnya saksi diajak Taufik dan Erik untuk patungan
membeli sabu-sabu tetapi saksi tidak mau;
- Karena saksi tidak mau, lalu saksi keluar dari kos;
- Sekitar pukul 22.00 Wib saksi kembali ke kos, kemudian
melihat Taufik dan Erik sedang menggunakan sabu-sabu di
dalam kamar kos nya;
- Saksi berusaha mengusir Taufik dan Erik dari kosnya;
- Pada saat itulah bersamaan datang Abdul Tamba dengan
teman-temannya termasuk terdakwa;
- Pada saat itulah polisi Abdul Tamba dan teman-temannya
menuduh saksi menggunakan sabu-sabu sedangkan Taufik
dan Erik yang menggunakan sabu-sabu pergi begitu saja;
- Saksi disuruh mengakui menggunakan sabu-sabu oleh Abdul
Tamba dan disuruh memegang plastik kecil berisi serbuk
putih lalu di foto;
- Abdul Tamba menyuruh saksi menghubungi orangtua saksi
melalui handphone dan setelah itu meminta uang Rp 200 Juta
kepada orang tua saksi agar tidak diserahkan ke kantor polisi;
- Selanjutnya terjadi negosiasi dan sepakat antar orang tua saksi
dengan Abdul Tamba sebesar Rp 50 Juta;
- Pada hari Jumat tanggal 30 Oktober 2009 saksi dibawa para
(27)
oleh Ferdian Purwo Setio kearah Jalan Gatot Subroto dang
orang tua saksi datang dengan membawa uang Rp 50 Juta dan
diserahkan kepada Abdul Tamba laku saksi dilepaska;
- Terdakwa hanya ikut teman-temannya dan paling berperan
adalah Abdul Tamba;
- Sekarang saksi sudah berdamai dan memaafkan perbuatan
Terdakwa sedangkan uang Rp 50 Juta sudah dikembalikan
oleh para pelaku kepada orang tua saksi;
Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa membenarkannya.
2. Saksi Antoni Pangaribuan
- Saksi bersama Arga telah ditangkap oleh Abdul Tamba dan
teman-temannya termasuk Terdakwa pada hari Kamis tanggal
29 Oktober 2009 sekitar pukul 19.00 Wib di tempat kos di
Jalan Gaharu Ujung Gg. Langgar No. 15 Medan karena telah
menggunakan sabu-sabu;
- Pada waktu itu yang dibawa polisi Arga dan Rio sedangkan
saksi dilepaskan lalu saksi menghubungi orang tua Arga;
- Setelah orang tua Arga datang, saksi melihat menyerahkan
uang kepada Abdul Tamba di Jalan Gatot Subroto sejumlah
Rp 50 Juta lalu Arga dilepaskan oleh Ferdian Purwo Setio;
(28)
3. Saksi Panata Fringady Manurung,ST
- Pada hari Kamis tanggal 29 Oktober 2009 sekitar pukul 16.00
Wib saksi diajak Abdul Tamba untuk datang ke Jalan Gaharu
Medan yang menyatakan ada pekerjaan;
- Sampai di Jalan Gaharu Medan bertemu dengan Abdul Tamba
dan terdakwa bersama dengan Taufik, Erik, Hidayat dan
Sofian;
- Di tempat tersebut Abdul Tamba mengatakan akan
menangkap pengedar dan pengguna sabu-sabu;
- Selanjutnya menuju tempat kos Arga Paramanto Siagian yang
sebelumnya Abdul Tamba telah menyuruh Taufik dan Erik
untuk mengajak Arga menggunakan sabu-sabu;
- Selanjutnya dilakukan penangkapan kepada Arga Paramanto
lalu Abdul Tamba menyuruhnya untuk menghubungi orang
tua Arga untuk meminta uang sebesar Rp 200 Juta agar Arga
dilepaskan;
- Akhirnya orang tua Arga bersepakat dengan Abdul Tamba
untuk menyerahkan uang sebesar Rp 50 Juta, dan kemudian
menyerahkan uang tersebut di Jalan Gatot Subroto;
- Setelah uang tersebut diterima, Abdul Tamba menyuruh
(29)
- Antar orang tua Arga dengan Terdakwa telah terjadi
perdamaian dan uang Rp 50 Juta telah dikembalikan kepada
orang tua Arga;
b. Keterangan Terdakwa Ferdian Purwo Setio
- Benar pada tanggal 29 Oktober 2009 sekitar pukul 16.00 Wib
Terdakwa diajak Abdul Tamba ke Jalan Gaharu Medan dan
pada saat itu juga menelepon Panata Fringady Manurung, ST;
- Sekitar pukul 22.00 Wib Abdul Tamba menyuruh Taufik dan
Erik pergi untuk bertemu dengan Arga yang kemudian
mengajak Arga untuk menghisap sabu-sabu;
- Kemudian sekitar pukul 22.00 Wib Terdakwa bersama Abdul
Tamba mendatangi kos Arga dan melakukan penangkapan
terhadap Arga dan Rio yang diborgol oleh Abdul Tamba;
- Kemudian Arga dibawa ke Jalan Krakatau (dekat sungai Deli)
Medan, Abdul Tamba menyuruh Arga untuk menghubungi
orang tuanya dan meminta uang sebesar Rp 200 Juta agar
dilepaskan;
- Kemudian antara Abdul Tamba dengan orang tua Arga
mencapai kesepakatan untuk memberikan uang sebesar Rp 50
Juta, dan penyerahan uang dilakukan di Jalan Gatot Subroto
Medan;
(30)
- Saat ini antara orang tua Arga dengan Terdakwa sudah
berdamai dan uang tersebut telah dikembalikan kepada orang
tuan Arga;
c. Petunjuk
Bahwa dari keterangan saksi-saksi dan terdakwa yang bersesuaian
antara satu dengan yang lain, maka diperoleh fakta-fakta sebagai berikut
:
- Bahwa pada hari Kamis tanggal 29 Oktober 2009 sekitar
pukul 22.00 Wib terdakwa bersama dengan Abdul Tamba,
Panata Fringady Manurung, ST, menangkap Arga Paramanto
Siagian di tempat kosnya Jalan Gaharu Ujung Gg. Langgar
No.15 Medan;
- Bahwa setelah Arga Paramanto Siagian ditangkap kemudian
Abdul Tamba meminta tebusan uang kepada orang tua Arga
sebesar Rp 200 Juta dan kemudian disanggupi sebesar Rp 50
Juta;
- Bahwa setelah uang diterima oleh Abdul Tamba kemudian
Arga dilepaskan lalu uangnya dibagi-bagikan dan Terdakwa
menerima bagian sebesar Rp 5.000.000 (lima juta rupiah);
- Saat ini telah terjadi perdamaian dengan orang tua Arga
Paramanto Siagian dan uangnya telah dikembalikan sebesar
(31)
d. Barang Bukti
Adapun barang bukti yang diajukan dalam persidangan adalah uang
tunai sebesar Rp 2.000.000 (dua juta rupiah).
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang telah
penulis uraikan di atas dan untuk menanggapi tuntutan yang diajukan oleh Jaksa
Penuntut Umum, Hakim memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut :
a. Bahwa berdasarkan surat dakwaan yang disusun secara alternatif
oleh Jaksa Penuntut Umum yakni dalam dakwaan pertama
terdakwa didakwa melakukan perbuatan yang melanggar Pasal 368
ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan pada
dakwaan kedua terdakwa didakwa melakukan perbuatan yang
melanggar Pasal 333 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP;
b. Dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan Majelis Hakim
akan mempertimbangkan dakwaan pertama yaitu Pasal 368 ayat
(1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP karena lebih mendekati
dengan unsur-unsur dakwaan pertama yang menurut perumusan
deliknya mengandung unsur-unsur :
1. Barang siapa
2. Unsur secara melawan hukum menguntungkan diri sendiri
atau orang lain, memaksa seseorang dengan kekerasan atau
(32)
seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain
yang dilakukan secara bersekutu
c. Bahwa dari fakta yang terungkap dipersidangan pada hari Kamis
tanggal 29 Oktober 2009 Terdakwa diajak oleh Abdul Tamba dan
Panata Fringady Manurung, ST ke kos saksi Arga Paramanto
Siagian untukl melakukan penangkapan;
d. Bahwa terhadap saksi Arga dilakukan penangkapan dengan alasan
karena menggunakan sabu-sabu padahal sebenarnya saksi Arga
tidak menggunakan shabu-shabu. Hal tersebut hanya alasan untuk
mendapatkan uang dari orang tua Arga yang bernama Pandapotan
Siagian dengan meminta uang Rp 200 Juta kalau Arga ingin
dilepaskan;
e. Bahwa setelah terjadi negosiasi akhirnya disepakati uang Rp 50
Juta yang akhirnya uang tersebut oleh Pandapotan Siagian
diserahkan kepada Abdul Tamba lalu Arga dilepaskan;
f. Bahwa sebelum dilepaskan Arga dibawa dengan mobil dan
diborgol dan pada waktu Abdul Tamba menerima uang dari
Pandapotan Siagian sementara Terdakwa menjaga Arga di dalam
mobil;
g. Bahwa dari uraian pertimbangan tersebut diatas, seluruh
(33)
karena itu dakwaan tesebut telah tebukti secara sah dan
meyakinkan;
h. Bahwa sebelumnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
terlebih dahulu apakah Terdakwa adalah orang yang mampu
mempertanggung jawabkan perbuatannya di depan hukum;
i. Bahwa menurut pengamat Majelis selama berlangsungnya
persidangan perkara ini, dapat disimpulkan Terdakwa adalah orang
yang mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan
hukum, hal ini terlihat dari tingkah laku, cara bicara, dan bertutut
kata serta penalarannya dalam mengikuti jalannya sidang,
disamping itu tidak ternyata bahwa Terdakwa mempunyai alasan
pemaaf dan atau alasan pembenar yang dapat meniadakan
pertanggungjawaban pidana pada dirinya, oleh karenanya maka
haruslah dijatuhi pidana setimpal dengan kesalahannya;
j. Bahwa sebelumnya perlu dipertimbangkan hal-hal yang dapat
mempengaruhi berat-ringannya pidana tersebut :
Hal-hal yang memberatkan :
- Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat
- Perbuatan Terdakwa merugikan orang lain
Hal-hal yang meringankan :
- Terdakwa mengakui perbuatannya dan menyesalinya
(34)
- Antara Terdakwa dengan pihak Korban telah berdamai
k. Bahwa dengan mengingat tuntutan Penuntut Umum dan akibat
yang ditimbulkan oleh perbuatan Terdakwa serta mengingat pula
hal-hal yang memberatkan dan meringankan tersebut di atas, maka
menurut hemat Majelis, Pidana yang akan dijatuhkan kepada
Terdakwa sebagaimana dicantumkan dalam amar putusan,
dipandang sudah tepat dan telah memenuhi rasa keadilan;
l. Bahwa karena Terdakwa pernah ditahan, maka haruslah ditetapkan
agar masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, dan untuk menjamin
penyelesaian perkara ini dengan baik, kepada Terdakwa haruslah
ditetapkan perintah agar tetap dalam tahanan;
m. Bahwa tentang barang bukti berupa : uang tunai sebesar Rp
2.000.000 (dua juta rupiah);
n. Bahwa karena Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana,
maka kepadanya juga harus dibebani untuk membayar biaya
perkara yang besarnya akan disebutkan dalam amar putusan;
2. Analisis Kasus
Dengan memperhatikan amar putusan Majelis Hakim, terlihat bahwa
hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa didasarkan pada fakta-fakta
(35)
Penuntut umum, keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa, barang-barang
bukti, petunjuk, dan unsur-unsur delik yang didakwakan.
Adapun vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dalam Perkara No.
80/Pid.B/2010/PN.Mdn., adalah vonis bersalah terhadap terdakwa Ferdian Purwo
Setio dengan hukumana pidana penjara tiga (3) bulan karena telah terbukti secara
sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yaitu turut serta
melakukan tindak pidana pemerasan, dimana terdakwa merupakan seorang
anggota Polri.
Adapun yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam
menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan yuridis dan sosiologi yaitu diantaranya :
1. Pertimbangan yuridis
Dari fakta yang telah terungkap di persidangan, Majelis Hakim
mempertimbangkan apakah perbuatan yang terdakwa lakukan telah
memenuhi unsur-unsur dari Pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut
Umum kepada terdakwa.
Bahwa Majelis Hakim telah mempertimbangkan surat dakwaan
Penuntut Umum, yang dibuat dalam bentuk alternatif. Majelis Hakim
memakai dakwaan yang pertama yaitu Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP karena telah memenuhi unsur-unsur
yang terkandung dalam surat dakwaan sehingga tidak perlu
(36)
dengan adanya tiga (3) orang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa
Penuntut Umum di muka persidangan, dan kesaksian tersebut
dibenarkankan oleh Terdakwa. Selain itu, Majelis Hakim telah
mempertimbangkan keterangan terdakwa dan didukung dengan alat
bukti serta petunjuk yang menunjukkan adanya persesuaian antara
keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa, serta telah
menimbang bahwa terdakwa dinyatakan telah terbukti bersalah dan
tidak didapati hal-hal yang dijadikan penghapusan pidana, baik alasan
pemaaf maupun alasan pembenar.
Berdasarkan pertimbangan yuridis di atas, penulis setuju dengan
pertimbangan-pertimbangan yang telah dilakukan oleh Majelis Hakim karena
sudah sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
2. Pertimbangan Sosiologis
Adapun pertimbangan sosiologis yang dilakukan oleh Majelis Hakim
terhadap terdakwa yaitu dengan mempertimbangkan hal-hal yang
memberatkan dan meringankan terdakwa.
Namun, pada hal-hal yang memberatkan terdakwa, Majelis Hakim
tidak mempertimbangkan bahwa terdakwa adalah seorang anggota Polri sehingga
terdakwa seharusnya mencerminkan perilaku yang baik.
Dalam menjatuhkan pidana, Majelis Hakim kurang
(37)
turt serta.Terdakwa didakwakan sebagai orang yang turut serta melakukan tindak
pidana pemerasan, dimana orang-orang yang turut serta dalam melakukan suatu
tindak pidana, dipidana sebagai petindak atau pelaku.Hal tersebut sudah dimuat
dalam dakwaan Penuntut Umum dengan mendakwakan terdakwa dengan Pasal
368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam hal keturutsertaan (deelneming), terdakwa sebagai orang yang
turut melakukan (medeplegen) sudah dianggap sebagai pelaku (daders) karana
dalam perkara ini, terdakwa sudah memenuhi unsur-unsur delik sebagaimana
telah dimuat dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Apabila seorang turut
serta melakukan suatu tindak pidana telah memenuhi semua unsur-unsur delik,
maka dengan sendirinya perbuatan orang yang turut melakukan akan
menghasilkan pelaku tindak pidana (daderschap) sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.42
Variasi-variasi turut serta yaitu :43
a. Penyerta yang (turut) melakukan tindak pidana itu, tidak
mengetahui bahwa tindakkanya itu merupakan tindak pidana, atau
ia terpaksa melakukannya, dan sebagainya (manus manistra);
42 P.A.F. Lamintang, Op.Cit., hal 630.
43
Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya,
(38)
b. Penyerta benar-benar sadar dan langsung turut serta melakukan
tindak pidana (medeplegen);
c. Penyerta melakukan tindak pidana karena adanya sesuatu
keuntungan baginya atau ia dipermudah untuk melakukannya ;
d. Penyerta hanya sekedar membantu saja;
e. Ia dipandang sebagi penyerta dalam suatu pelanggaran, karena ia
adalah pengurus dan sebagainya.
Dalam perkara ini terdakwa sebagai penyerta yang benar-benar sadar
melakukan tindak pidana (unsur-unsur delik terpenuhi) hal ini dibuktikan dalam
keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa yaitu :
“Bahwa terdakwa Ferdian Purwo Setio ditelepon oleh Abdul Tamba,
dan berjanji bertemu di Jalan Gaharu, setelah samapai terdakwa bertemu dengan
Abdul Tamba dan temannya yang lain yaitu Panata Fringady Manurung, St,
Taufik Prayudan Als Saddam, Erik Strada Als Erik, M. Hidayat Als Uncu, dan
Sopian.Setelah itu Abdul Tamba menyuruh Taufik Prayudan als Saddam dan Erik
Strada Als Erik untuk mendatangi korban yaitu Arga Paramanto Siagian di
kos-kosannya yang terletak di Jalan Gaharu Ujung Gg. Langgar No 15 Medan Timur.
Setelah sampai di kos korban sekitar puku 22.00 Taufik dan Erik tiba di kos
(39)
Dari keterangan di atas, bahwa terdakwa secara sadar melakukan
tindak pidana, dimana ia mengetahui maksud dari perbuatan mereka, yaitu
mendengar dan mengetahui bahwa teman-teman Abdul Tamba disuruh untuk
mengajak korban untuk menghisap sabu-sabu, dan kemudia mereka melakukan
penangkapan terhadap korban. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk
menjebakm korban, dan melakukan pemerasan terhadap korban melalui orangtua
korban.Sehingga, dengan sadarnya terdakwa sebagai pelaku turut serta
seharusnya terdakwa sudah dianggap sebagai pelaku tindak pidana.maka, sesuai
dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terdakwa dihukum sebagai orang yang
melakukan peristiwa pidana, dan patut dihukum sesuai tindak pidana yang di
dakwakan.
Sehingga penulis tidak sependapat atau tidak setuju dengan putusan
hakim yang menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdian Purwo Setio dengan
pidana penjara selama 3 (tiga) bulan penjara, yang seharusnya ancaman pidana
sesuai Pasal 368 ayat (1) KUHP adalah 9 tahun penjara.
Selain itu, mengingat perbuatanTerdakwa Ferdian Purwo Setio telah
menimbulkan kerugian yang cukup besar terhadap korban yaitu Arga Paramanto
Siagian beserta dengan orang tuanya, selain itu perbuatan Terdakwa juga telah
mencemarkan nama baik korban dan orang tua korban karena menuduh korban
telah menggunakan sabu-sabu. Selain itu, putusan Majelis Hakim juga tidak
(40)
putusan Hakim telah mengatakan bahwa Terdakwa telah terbukti dalam turut
serta melakukan tindak pidana pemerasan. Sebagaimana tercantum dalam Pasal
368 ayat (1) KUHP ancaman pidana penjara adalah 9 (Sembilan) tahun, namun
putusan pengadilan sangatlah tidak sesuai yang menjatuhkan putusan pidana
penjara selama 3 (tiga) bulan terhadap Terdakwa. Sehingga menurut penulis,
putusan Majelis Hakim kurang mencerminkan rasa keadilan.
Kemudian, Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap
Terdakwa tidak mengingat bahwa Terdakwa adalah seorang anggota Polri,
sehingga perlu adalah pertimbangan Hakim dalam penjatuhan hukuman dengan
mengacu pada Pasal 52 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : “ Jikalau seorang
pegawai negeri melanggar kewajibannya yang istimewa dalam jabatannya karena
melakukan perbuatan boleh dihukum, atau pada waktu melakukan perbuatan yang
boleh dihukum memakai kekuasaan, kesempatan atau daya upaya yang diperoleh
dari jabatannya, maka hukumannya ditambah dengan sepertigannya”.
Selain itu, Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap
terdakwa kurang memperhatikan latar belakang tindak pidana yang dilakukan,
dimana terdakwa melakukan turut serta melakukan tindak pidana pemerasan
kepada korban karena memaksa korba untuk mengakui bahwa korban adalah
pengguna sabu. Terdakwa bersama dengan teman-temannya memakai
(41)
kasus narkotika di masyarakat mendapat perhatian khusus karena sebagai salah
satu kejahatan yang berbahaya.
Dengan demikian hukuman terhadap Terdakwa seharusnya ditambah
sepertiga dari ancaman hukuman dari pasal yang didakwakan terhadap terdakwa,
yakni Pasal 368 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana 9 (Sembilan) tahun
penjara. Sehingga menurut hemat penulis, penjatuhan hukuman penjara 3 (tiga)
bulan tersebut sangatlah tidak mencerminkan rasa keadilan dengan mengingat
(42)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi berbagai macam tindak pidana
baik itu golongan masyarakat atas, menengah, maupun sampai pada masyarakat
golongan bawah. Tindak pidana merupakan ancaman yang sangat mempengaruhi
tatanan kehidupan, sebab tindak pidana tersebut dapat mengacaukan ketenangan
masyarakat dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Tindak pidana ini
merupakan suatu penyakit yang sewaktu-waktu dapat dialami oleh setiap individu
ataupun kelompok masyarakat, dimana pelaku dari tindak pidana tersebut banyak
berasal dari kalangan masyarakat ekonomi rendah dan dengan status sosial yang
rendah.
Salah satu jenis tindak pidana yang sering terjadi dalam masyarakat adalah
tindak pidana pemerasan. Berbagai macam cara dilakukan oleh pelaku untuk
melancarkan tindak pidana pemerasan yang dilakukannya sehingga membuat
korbannya lengah dan menuruti perintah dari si pelaku, salah satu dari cara
terebut adalah dapat berupa ancaman atau intimidasi. Adapun cara yang dipakai
oleh sipelaku untuk mengkelabui korbannya sangat dipengaruhi oleh latar
(43)
belakang si pelaku yang paling dominan dipergunakan untuk mengkelabui
korbannya adalah karena si pelaku sebagai salah satu aparat penegak hukum yaitu
Polri. Kepolisian Republik Indonesia atau Polri merupakan alat negara sebagai
aparat penegak hukum yang bertugas memelihara keamanan yang memberikan
perlindungan, menjunjung tinggi hak-hak asasi masyarakat dalam negara,
menjaga keamanan dan ketertiban, serta memberikan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan bagi masyarakat.
Namun yang menjadi kenyataan di masayarakat adalah ketika seorang
oknum Polri yang diadili dalam kasus tindak pidana pemerasan yang
dilakukannya dijatuhi hukuman yang tidak sesuai dengan perbuatannya.
Sesunggguhnya suatu hal yang tidak memenuhi rasa keadilan yang dituntut dalam
Negara Indonesia sebagai Negara Hukum. Hal inilah yang menjadi permasalahan
yang berkembang belakangan ini sehingga menimbulkan tanda tanya besar bagi
masyarakat “ mengapa aparat penegak hukum yang melakukan tindak pidana
dijatuhi hukuman yang berbeda dan bahkan tidak sesuai dengan peraturan hukum
yang mengaturnya? “.
Kita telah mengetahui bahwa Polri memiliki fungsi dan tugas yang mulia
sebagai aparat penegak hukum. Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi
pemerintahan Negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
(44)
kepada masyarakat. Sedangkan yang menjadi tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 adalah :
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
b. Menegakkan hukum
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat
Pengaturan lebih rinci mengenai tugas pokok Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam Pasal 13 diatas, dalam Pasal 14 UU Nomor 2 tahun 2002,
dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pokoknya, Kepolisian Negara
Republik Indonesia bertugas :
a. Melaksanakan Pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat
terhadap hukum dan peraturan perundang – undangan d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional
(45)
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk – bentuk pengamanan swakarsa
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang – undangan lainnya
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikoligi kepolisian untuk kepentingan
tugas kepolisian
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolingan dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instantsi dan/atau pihak berwenang
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang – undangan
Selain dari fungsi, dan tugas dari Kepolisian Negara Republik Indonesia
(46)
sebagai norma atau aturan bagi anggota Polri dalam berbuat sesuai dengan tugas
dan fungsinya serta sekaligus menjamin mutu moral profesi Kepolisian diminta
masyarakat. Kode etik ini merupakan pedoman yang bersifat khusus, karena
mengandung makna dan filosofi yang sangat mendalam bagi kepolisian itu
sendiri, namun suatu hal yang tidak dapat dipungkiri masih banyak anggota
kepolisian yang menjalankan tugasnya justru tidak mematuhi pedoaman tersebut.2
Pelanggaran ataupun perbuatan pidana anggota Kepolisian yang tidak sesuai
dengan kode etik Kepolisian tentunya akan berakibat hukum.
Ketentuan mengenai Kode Etik Polri sebagaimana diatur dalam Peraturan
Kapolri No 14 Tahun 2011 sebagai pembaharuan dari Peraturan Kapolri No. 7
tahun 2006 dan Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2006 Tentang organisasi dan tata
Kerja Komisi Kode Etik Polri, merupakan kaidah moral dengan harapan
tumbuhnya komitmen yang tinggi bagi seluruh anggota Polri agar menaati dan
melaksanakan (mengamalkan) Kode Etik Profesi Polri dalam segala kehidupan
sehari-hari dan dalam pengabdian masyarakat, bangsa, dan Negara. Kode etik
bagi profesi Kepolisian tidak hanya didasarkan pada kebutuhan professional,
tetapi juga telah diatur secara normatif dalam undang-undang No. 2 Tahun 2002
Tentang Polri yang ditindaklanjuti dengan peraturan Kapolri, dalam Pasal 4
Undang-undang No. 2 tahun 2002 menjelaskan bahwa Kepolisian Negara
2
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika : Palu, 2006, hal 140.
(47)
Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang
meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya
hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, sehingga Kode Etik profesi Polri mengikat seluruh anggota
Polri.
Jika melihat keseluruhan uraian fungsi dan tugas serta Kode Etik
Kepolisian tersebut, seharusnya Polri adalah aparat penegak hukum yang dapat
memberikan rasa aman bagi masyarakat, namun kenyataan yang sering terjadi
adalah Polri sering sekali melakukan tindakan yang bertentangan dengan fungsi,
tugas, dan wewenang serta Kode etik Profesi yang dimilikinya. Masyarakat juga
memiliki harapan-harapan yang sangat besar terhadap polisi sebagai aparat
penegak hukum yaitu harapan untuk bisa “Bekerja sama”, “Kembali ke Fitrah” yaitu mengharapkan peranan polisi lebih besar lagi dalam memberikan
ketenangan, dan ketentraman sebagai wujud pengayom masyarakat, “Lindungi Kami” merupakan harapan masyarakat untuk mendapatkan perlindungan yang
layak terlebih terhadapa masyarakat golongan bawah, dan “Harapkan Keamanan”
merupakan harapan masyarakat terhadap polisi untuk mewujudkan keamanan
baik ditingkat perkotaan maupun pedesaan.3
3
(48)
Kasus tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh oknum Polri semakin
banyak terjadi dikalangan masyarakat, seperti contoh di Jakarta seorang polisi
berpangkat Aiptu melakukan pemerasan terhadap tersangka narkoba sebanyak Rp
40 Juta. Aiptu BGS melakukan pemerasan terhadap keluarga tersangka narkoba di
Surabaya, Jawa Timur dengan meminta uang sebanyak Rp 40 Juta, dan Aiptu
BGS hanya dikenakan hukuman penjara 12 hari, teguran, dan penundaan
pendidikan selama satu tahun serta dimutasi ke unit Sabhara oleh Polri.4 Selain
itu, hal yang sama juga terjadi di Medan yaitu dua polisi terlibat perampokan dan
pemerasan terhadap korban yang merupakan Bandar shabu-shabu. Empat
tersangka yang diantaranya terdapat dua oknum polisi yaitu Brigadir Charlie dan
Brigadir Tien Pardede melakukan perampokan terhadap Susyanto warga jalan
Gaperta Ujung yang merupakan bandar shabu-shabu, dan melakukan pemerasan
serta menyekap istri dan anaknya. Korban mengalami luka tembakkan di bagian
kiri pahanya sebanyak dua kali.5 Hal serupa juga terjadi di Jakarta, AKBP PN
selaku anggota Direktorak Tindak Pidana Narkotika Badan Reserse Kriminal
melakukan pemerasan terhadap bandar narkoba6
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin menelusuri lebih dalam
mengenai tindak pidana turut serta melakukan pemerasan yang dilakukan oleh
4 Yova Adhiansyah, Polisi Peras Tersangka Narkoba, Jakarta, 2015, Sindo News,
http://daerah.sindonews.com/read/1065929/23/ diakses tanggal 1 februari 2016 Pukul 17.30.
5 Herdiansyah Talib, Dua Polisi Terlibat Perampokan dan Pemerasan, Medan, 2015, Medan
Satu, http://medansatu.com/berita/551/ diakses tanggal 1 februari 2016 pukul 17.36.
6 Sabrina Asril, Kasus Pemerasan Oleh AKBP PN, Jakarta, 2015, Kompas Nasional,
(49)
oknum Polri secara bersama-sama dengan pelaku lainnya (berkas terpisah) yang
telah diputus oleh Pengadilan Negeri Medan dengan Putusan No.
80/Pid.B/2010/PN-MDN. Pengadilan negeri yang mengadili perkara tersebut
telah menjatuhi hukuman kepada terdakwa Ferdian Purwo Setio selama 3 bulan
penjara.
Dalam perkara tersebut terdakwa dituntut oleh penuntut umum selama 6
(enam) bulan penjara, dari tuntutan tersebut sebenarnya sudah dilihat begitu
ringannya tuntutan Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa. Hal ini sangatlah
tidak sesuai dengan Kitab Undang–undang Hukum Pidana yang mengatur tindak pidana pemerasan tersebut. Dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP tindakan tersebut
diancam hukuman selama 9 (sembilan) tahun penjara. Begitu juga dengan Majelis
Hakim yang memutus perkara tersebut sehingga hanya memutuskan vonis 3 (tiga)
bulan penjara tanpa mempertimbangkan latar belakang tuntutan Jaksa Penuntut
Umum selama 6 (enam) bulan penjara yang jelas-jelas sangat menyimpang dari
ancaman yang tertulis di Pasal 368 KUHP. Selain itu, penulis juga akan
membahas mengenai penerapan hukuman yang diterapkankan terhadap terdakwa.
Berdasarkan masalah di atas, maka penulis mengambil judul yaitu
Tinjauan Yuridis Terhadap Turut Serta Melakukan Tindak Pidana Pemerasan Yang Dilakukan Oleh Oknum Polri (studi Putusan No.80/Pid.B/2010/PN.Mdn.
(50)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka dapat
dirumuskan untuk menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah :
1. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap oknum Polri yang melakukan tindak pidana pemerasan berdasarkan
Putusan Pengadilan Negeri Medan No.80/Pid.B/2010/PN.Mdn?
2. Bagaimana penerapan hukum pidana materiil terhadap turut serta melakukan
tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh oknum Polri berdasarkan
Putusan Pengadilan Negeri Medan No.80/Pid.B/2010/PN.Mdn?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan dari
penelitan ini adalah:
1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana
kepada oknum Polri yang melakukan tindak pidana turut serta melakukan
pemerasan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Medan
No.80/Pid.B/2010/PN.Mdn.
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum pidana materiil terhadap
oknum Polri yang melakukan tindak pidana turut serta melakukan pemerasan
(51)
Adapun manfaat yang didapatkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan untuk
menambah ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu hukum umumnya dan
bidang hukum pidana khususnya.
b. Untuk memberikan masukan bagi Universitas Sumatera Utara dalam
memperkaya bahan bacaan diperpustakaan, sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bacaan untuk melakukan penelitian.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan serta kajian
pengetahuan bagi para pihak yang berkompeten, baik kalangan akademisi
maupun penegak hukum, untuk menambah wawasan di bidang hukum khususnya
yang berkaitan dengan bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerasan yang dilakukan
oleh oknum Polri dan bagaimana penerapan hukum pidana materiil terhadap
perkara turut serta melakukan tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh
(52)
D. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Deelneming Atau Keturutsertaan
Mengenai masalah deelneming atau keturutsertaan diatur dalam Pasal 55
dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 55 KUHP
berbunyi :7
a. Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana
1. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, turut
melakukan perbuatan itu.
2. Orang yang dengan pemberian-pemberian, janji-janji, dengan
menyalahgunakan kekuasaan, dengan kekerasan, ancaman, atau
dengan menimbulkan kesalahpahaman atau dengan memberikan
kesempatan, sarana-sarana, atau keterangan-keterangan, dengan
sengaja menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak
pidana.
b. Tentang orang-orang yang tersebut dalam sub ke 2 itu yang boleh
dipertanggungjawabkan kepadanya hanyalah perbuatan yang dengan
sengaja telah mereka gerakkan untuk dilakukan oleh orang lain,
beserta akibatnya
7 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Sinar Grafika : Jakarta, 2014,
(53)
Sedangkan dalam Pasal 56 KUHP berbunyi, “Dihukum sebagai orang
yang membantu melakukan kejahatan” yaitu :8
a. Mereka yang dengan sengaja memberikan bantuan dalam melakukan
kejahatan tersebut.
b. Mereka yang dengan sengaja memberikan kesempatan, sarana-sarana,
atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan tersebut.
Berdasarkan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dapat kita jumpai beberapa
perkataan seperti pelaku (dader), melakukan (plegen), menyuruh melakukan
(doen plegen), turut melakukan (doen plegen), dan lain sebagainya.
Bentuk-bentuk deelneming atau keturut sertaan yang ada menurut Pasal 55
dan Pasal 56 KUHP adalah :9
1. Doen plegen atau menyuruh melakukan atau orang yang di dalam doktrin sering disebut sebagai middellijk daderschap
Di dalam suatu doen plegen jelas terdapat seseorang yang menyuruh
orang lain melakukan suatu tindak pidana, dan seseorang lainnya yang disuruh
melakukan tindak pidana. Dalam hukum pidana, orang yang menyuruh orang lain
melakukan suatu tindak pidana disebut sebagai middellijke dader yaitu seseorang
yang tidak langsung, sebab ia tidak langsung melakukan sendiri tindak pidana
8 Ibid.
(54)
tersebut, melainkan melalui perantara orang lain. Sedangkan orang lain yang
disuruh melakukan suatu tindak pidana disebut sebagai materrieele dader.10
Syarat-syarat dalam menyuruh melakukan yaitu :
a. Ada yang berkehendak melakukan tindak pidana
b. Tidak melaksanakan sendiri tindak pidana tersebut
c. Menyuruh orang lain untuk melakukan tindak pidana
d. Orang-orang yang disuruh adalah orang-orang yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana (Pasal 44 KUHP)
2. Medeplegen atau turut melakukan ataupun yang juga sering disebut sebagai mededaderschap
Dalam turut serta melakukan atau medeplegen terdapat seorang pelaku
(dader) dan sesorang atau lebih pelaku yang turut serta melakukan tindak pidana, oleh karena itu bentuk deelneming ini juga sering disebut dengan
mededaderschap. Menurut Simons, daders dapat dibagi menjadi alleen daders yakni pelaku-pelaku yang dengan sendiri melakukan tindak pidana, kemudian
middellijk daders yakni pelaku-pelaku yang tidak melakukan sendiri tindak pidananya melainkan menyuruh orang lain melakukannya, yang akhirnya
mededaders memiliki arti yaitu pelaku-pelaku yang turut serta melakukan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang lain.11
10 Ibid, hal 622.
(55)
3. Uitlokking atau menggerakkan orang lain
Van Hamel merumuskan uitlokking sebagai suatu deelneming atau
keturutsertaan berupa kesengajaan menggerakkan orang lain yang dapat
dipertanggungjawabkan pada dirinya sendiri untuk melakukan suatu tindak
pidana dengan menggunakan cara-cara yang telah ditentukan oleh undang-undang
karena telah tergerak, orang tersebut kemudian telah dengan sengaja melakukan
tindak pidana yang bersangkutan.12 Untuk adanya suatu uitlokking haruslah
dipenuhi dua syarat objektif yaitu :13
Bahwa perbuatan yang telah digerakkan untuk dilakukan oleh orang lain itu harus menghasilkan suatu voltooid delict atau suatu
delik yang selesai, atau menghasilkan suatu strafbare poging atau
suatu percobaan yang dapat dihukum
Bahwa tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang itu disebabkan karena orang tersebut telah tergerak oleh suatu
uitlokking yang dilakukan oleh orang lain dengan menggunakan salah satu cara yang telah disebutkan dalam Pasal 55 ayat (1)
angka (2) KUHP.
12 Ibid, hal 648.
13
(56)
Undang-undang memberikan batasan atau syarat yang harus dipenuhi
orang uitlokker dalam menggerakkan orang lain melakukan suatu tindak pidana
yaitu :
a. Pemberian, yang dimaksud pemberian adalah pemberian sesuatu
dari uitlokker kepada orang yang digerakkan .
b. Janji, meliputi segala sesuatu yang menimbulkan kepercayaan
kepada orang yang digerakkan dan akan memberikan keuntungan
kepadanya. Janji tu bukan hanya berupa memberikan hadiah uang
atau benda-benda lain tetapi juga segala macam kemurahan yang
dijanjikan akan diberikan kepada orang yang digerakkan sebagai
tanda jasa atas perbuatannya.
c. Penyalahgunaan kekuasaan, menunjuk pada arrest Hoge Raad
tanggal 10 oktober 1940 nomor 815 yang mengatakan, disitu tidak
terdapat suatu uitlooking dengan cara menyalahgunakan
kekuasaan, apabila perbuatan material itu telah dilakukan orang
lain, yaitu pada waktu hubungan kerja itu sudah tidak ada lagi.
Kekuasaan yang disalahgunakan dapat berupa kekuasaan menurut
jabatan ataupun kekuasaan seorang majikan terhadap
pembantunya.14
14 Ibid, hal 656.
(57)
d. Kekerasan, penggunaan kekarasan atau ancaman dengan kekerasan
itu sifatnya tidaklah boleh sedemikian rupa sehingga orang yang
telah digerakkan untuk melakukan tindak pidana itu berada di
dalam overmacht. Sebab apabila orang yang telah digerakkan
untuk melakukan tindak pidana itu berada dalam keadaan
demikian, dan ini berarti bahwa orang tidak lagi dihadapkan
dengan suatu uitlokking melainkan doen plegen. 15
e. Tipu daya, yaitu dengan rangkaian kata-kata bohong untuk
menimbulkan sesuatu di dalam jiwa yang digerakkan untuk
melakukan apa yang dikehendaki uitlokker.
f. Memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan, yaitu
dikenal sebagai cara-cara membantu (Pasal 56 ayat 2e KUHP).
Apabila keterangan-keterangan yang bersangkutan telah
menimbulkan kehendak untuk melakukan suatu tindak pidana,
maka terdapat pembujukan melakukan. Akan tetapi, apabila
keterangan-keterangan itu tidak menimbulkan suatu tindak pidana
melainkan hanya bersifat memudahkan atau melancarkan suatu
tindak pidana, maka terdapat suatu membantu melakukan.
Mereka yang disebut sebagai uitlokking harus memenuhi syarat
berikut yaitu :
1. Ada orang yang berkeinginan untuk melakukan tindak pidana
(58)
2. Tidak melaksanakan sendiri niatnya
3. Menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana
4. Telah ditentukan secara limitatif oleh undang-undang
5. Orang yang digerakkan adalah orang-orang yang dapat
dipertanggungjawabkan
6. Pertanggungjawaban orang yang menggerakkan bersifat
terbatas
4. Medeplichtigheid atau membantu melakukan
Menurut Simons, medeplichtigheid merupakan on-zelfstandige
deelneming atau suatu keturutsertaan yang tidak berdiri sendri. Itu berarti, seorang medeplichtige itu dapat dihukum atau tidak, bergantung pada kenyataan yaitu apakah pelakunya sendiri telah melakukan tindak pidana atau tidak.16 Bentuk
medeplichtigheid yang pertama adalah kesengajaan membantu melakukan suatu kejahataan, maka setiap tindakan yang telah dilakukan oleh orang dengan maksud
membantu orang lain melakukan suatu kejahatan itu, dapat membuat orang
tersebut dituntut atau dihukum karena dengan sengaja telah membantu orang lain,
pada waktu orang tersebut sedang melakukan kejahatan.17 Bantuan tersebut dapat
berupa material maupun moral yang bersifat intelektual. Bentuk medeplichtigheid
yang kedua adalah kesengajaan memberikan bantuan kepada orang lain untuk
16 Ibid, hal 660-661. 17 Ibid.
(59)
mempermudah orang lain tersebut melakukan suatu kejahatan. Bantuan tersebut
dapat berupa material yaitu senjata atau alat-alat, dan dapat berupa intelektual
yaitu memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan pencurian
terhadap barang-barang yang barada di dalam pengawasannya.18
2. Pengertian Tindak Pidana Pemerasan
Sebelum menguraikan mengenai pengertian tindak pidana pemerasan,
terlebih dahulu akan diuraikan mengenai pengertian tentang tindak pidana.
Pembentuk undang – undang telah menggunakan perkataan strafbaar feit untuk
menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “ tindak pidana“ di dalam Kitab
Undang – Undang Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan strafbaar feit
tersebut.19
Perkataan feit itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “ sebagian
dari suatu kenyataan” atau een gedeelte van de werkelijkheid, sedang strafbaar
berarti “dapat dihukum”, sehingga secara harfiah perkataan strafbaar feit itu dapat
diterjemahkan lagi sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”,
yang sudah barang tentu tidak tepat karena kelak akan kita ketahui bahwa yang
18 Ibid.
(1)
ABSTRAK Richi Sandi Sibagariang1
Prof. Dr. Madiasa Ablizar, S.H, M.S** Syaifruddin, S.H, M.H, DFM***
Skripsi ini berbicara mengenai tindak pidana pemerasan. Tindak pidana pemerasan merupakan salah satu tindak pidana yang paling sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Tindak pidana ini dapat digolongkan sebagai suatu tindak pidana yang sangat merugikan masyarakat. Biasanya tindak pidana pemerasan ini paling sering dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan atau kedudukan yang dimiliki oleh seseorang dan dilakukan secara bersama-sama, misalnya oleh seorang anggota Polri.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah Bagaimana Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Turut Serta Melakukan Tindak Pidana Pemerasan Yang Dilakukan Oleh Oknum Polri Berdasarkan Putusan No. 80/Pid.B/2010/PN.Mdn dan Bagaimana Penerapan Hukum Pidana Metriil Terhadap Turut Serta Melakukan Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Okunm Polri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap turut serta melakukan tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh oknum Polri dan bagaimana penerapan hukum pidana meteriil yang dilakukan terhadap turut serta melakukan tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh oknum Polri tersebut.
Adapun hasil dari penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dalam perkara Putusan No. 80/Pid.B/2010/PN.Mdn, oleh Majelis Hakim dengan pidana penjara 3 (tiga) bulan belum tepat karena tidak mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan Terdakwa yaitu tidak melihat latar belakang terdakwa sebagai anggota Polri yang seharusnya sebagai aparat penegak hukum, pelindung masyarakat, dan pengayom masyarakat. Selain itu, Majelis Hakim juga tidak mempertimbangkan latar belakang kasus yang berkaitan dengan narkotika, mengingat semakin bahayanya kejahatan mengenai narkotika saat ini. Penerapan hukum pidana materil terhadap pelaku dalam perkara Putusan No. 80/Pid.B/2010/PN.Mdn dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum memakai dakwaan alternatif yaitu pertama Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa bersalah melakukan turut serta melakukan tindak pidana pemerasan , berdasarkan fakta-fakta baik dari keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, petunjuk serta barang bukti yang ada, maka penerapan hukum pidana materiil pada perkara ini yakni Pasal 368 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP telah sesuai dan tepat.
1 Penulis, Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Pembimbing II, Staff Pengajar Departemen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
(2)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala Kasih dan Karunia serta kekuatan yang masih diberikan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Turut Serta Melakukan Tindak Pidana Pemerasan Yang Dilakukan Oleh Oknum Polri (studi Putusan No.80/Pid.B/2010/PN.Mdn) untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulisan judul ini disadari atas ketertarikan penulis terhadap permasalahan tindak pidana pemerasan yang terjadi di masyarakat khususnya dilakukan oleh oknum Polri. Skripsi ini adalah salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca guna perbaikan dikemudian hari.
Dalam pengerjaan dan penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan masukan dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancar dan dapat diselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.,M.Hum., sebagai Dekan Fakultas
(3)
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., sebagai Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin, SH., M.H., DFM sebagai Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Dosen Pembimbing II yang membantu dan memberikan saran dalam penyiapan skripsi serta memberikan bimbingan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.
4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., MHum., sebagai Pembantu Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. M. Hamdan, SH.,MH., sebagai Ketua Departemen Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Liza Erwina, SH., MHum., sebagai Sekertaris Departemen Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH.,M.S., sebagai Pembimbing I yang
telah meluangkan waktu, memberikan ilmunya untuk menuntun dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta memberikan bimbingan kepada penulis saat mengalami kesulitan dalam pengerjaan skripsi ini.
8. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
telah membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.
9. Kedua orangtua penulis Sahat Manahan Sibagariang dan Yuanita br.
(4)
kasih saying dan mendoakan penulis sehingga dapat melalui segala kesulitan-kesulitan sampai akhir pengerjaan skripsi ini.
10.Kedua abang saya Toni Gosa Hamonangan Sibagariang SH dan Selamat
Sibagariang serta kakak saya Hesty Juwita Hutagalung SE yang telah memberikan motivasi, doa dan dukungan kepada penulis.
11.Sahabat saya Kriskilla Tobing, Yunike Simanjuntak, Ira Basauli Tobing,
dan Sulasthree Sihombing yang selalu mendukung, menemani, dan mendoakan saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
12.Teman-teman Grup D yang menjalani perkuliahan bersama-sama dari
semester I sampai VII dan juga kepada teman-teman departemen hukum pidana yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.
13.Segenap pihak yang membantu penulis baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat penulis sebut satu per satu, terima kasih ats doa dan dukungannya.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu penulis. Semoga Tuhan selalu menyertai kita semua, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Maret 2016 Penulis,
Richi Sandi Sibagariang Nim : 120200185
(5)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
BAB.I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 9
D. Tinjauan Kepustakaan ... 11
1. Pengertian Deelneming atau Keturutsertaan ... 11
2. Pengertian Tindak Pidana Pemerasan ... 18
3. Pengertian Pertimbangan Hakim. ... 24
4. Pengertian Penerapan Hukum…………. ... 26
E. Keaslian Penulisan ... 30
F. Metode Penelitian ... 30
(6)
BAB. II PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP TURUT SERTA MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM POLRI BERDASARKAN PUTUSAN N0. 80/Pid.B/2010/PN-MDN.36
1. Pertimbangan Hukum Hakim. ... 36
2. Analisis Kasus ... 46
BAB. III PENERAPAN HUKUM PIDANA MATERIIL TERHADAP TURUT SERTA MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM POLRI BERDASARKAN PUTUSAN N0. 80/Pid.B/2010/PN-MDN ... 54
1. Posisi Kasus ... 54
A. Kronologis Kasus ... 54
B. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ... 57
C. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ... 58
D. Amar Putusan ... 59
2. Analisis Kasus ... 59
BAB. IV PENUTUP ... 71
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 72