Medeplichtigheid atau membantu melakukan Pengertian Tindak Pidana Pemerasan

2. Tidak melaksanakan sendiri niatnya 3. Menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana 4. Telah ditentukan secara limitatif oleh undang-undang 5. Orang yang digerakkan adalah orang-orang yang dapat dipertanggungjawabkan 6. Pertanggungjawaban orang yang menggerakkan bersifat terbatas

4. Medeplichtigheid atau membantu melakukan

Menurut Simons, medeplichtigheid merupakan on-zelfstandige deelneming atau suatu keturutsertaan yang tidak berdiri sendri. Itu berarti, seorang medeplichtige itu dapat dihukum atau tidak, bergantung pada kenyataan yaitu apakah pelakunya sendiri telah melakukan tindak pidana atau tidak. 16 Bentuk medeplichtigheid yang pertama adalah kesengajaan membantu melakukan suatu kejahataan, maka setiap tindakan yang telah dilakukan oleh orang dengan maksud membantu orang lain melakukan suatu kejahatan itu, dapat membuat orang tersebut dituntut atau dihukum karena dengan sengaja telah membantu orang lain, pada waktu orang tersebut sedang melakukan kejahatan. 17 Bantuan tersebut dapat berupa material maupun moral yang bersifat intelektual. Bentuk medeplichtigheid yang kedua adalah kesengajaan memberikan bantuan kepada orang lain untuk 16 Ibid, hal 660-661. 17 Ibid. Universitas Sumatera Utara mempermudah orang lain tersebut melakukan suatu kejahatan. Bantuan tersebut dapat berupa material yaitu senjata atau alat-alat, dan dapat berupa intelektual yaitu memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan pencurian terhadap barang-barang yang barada di dalam pengawasannya. 18

2. Pengertian Tindak Pidana Pemerasan

Sebelum menguraikan mengenai pengertian tindak pidana pemerasan, terlebih dahulu akan diuraikan mengenai pengertian tentang tindak pidana. Pembentuk undang – undang telah menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “ tindak pidana“ di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan strafbaar feit tersebut. 19 Perkataan feit itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “ sebagian dari suatu kenyataan” atau een gedeelte van de werkelijkheid, sedang strafbaar berarti “dapat dihukum”, sehingga secara harfiah perkataan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan lagi sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat karena kelak akan kita ketahui bahwa yang 18 Ibid. 19 Ibid, hal 179. Universitas Sumatera Utara dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan. 20 Adami Chazawi telah menginventarisasi sejumlah istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah staraafbaarfeit, yaitu sebagai berikut: 21 1. Tindak Pidana, dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang- undangan pidana kita. Dalam hampir seluruh peraturan perundang- undangan menggunakan istilah tindak pidana, seperti dalam Undang- undang No.6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU No. 20 Tahun 2001. 2. Peristiwa Pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya: Tresna dalam Bukunya “Asas-Asas Hukum Pidana” H. J van Schravendijk dalam buku pelajaran tentang Hukum Pidana Indonesia, Zainal Abidin dalam bukunya “Hukum Pidana”. Pembentuk Undang- Undang juga pernah menggunakan istilah peristiwa pidana yaitu dalam UUD’S 1950 [baca pasal 14 ayat 1]; 20 Ibid. 21 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Raja Grafindo: Jakarta, 2002, hal 67- 68. Universitas Sumatera Utara 3. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin “delictum” juga digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan straafbaar feit. Istilah ini dapat dijumpai dalam berbagai literatur, misalnya E.Utrecht, walaupun juga beliau menggunakan istilah lain yakni peristiwa pidana dalam buku Hukum Pidana I; 4. Pelanggaran Pidana, dapat dijumpai dalam buku M.H Tirtaadmidjaja yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Pidana; 5. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh M. Karni dalam buku beliau “Ringkasan tentang Hukum Pidana” begitu juga Schravendijk dalam bukunya “Buku Pelajaran tentang Hukum Pidana Indonesia”; 6. Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan oleh Pembentuk Undang- Undang di dalam UU No.12Drt1951 tentang senjata Api dan Bahan Peledak Pasal 3; 7. Perbuatan Pidana, digunakan oleh Moeljatno dalam berbagai tulisan beliau, misalnya dalam buku Asas-Asas Hukum Pidana. Bahasa Belanda mengartikan pemerasan dengan afpersing, yaitu barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara tidak sah, memaksa orang lain dengan kekerasan dan ancaman kekerasan supaya orang itu menyerahkan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian saja adalah kepunyaan orang lain, atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan suatu piutang, ia pun bersalah melakukan tindak pidana Universitas Sumatera Utara sebagaimana telah diatur dalam hukum pidana Indonesia yang dikualifikasikan sebagai pemerasan. 22 Tindak pidana pemerasan adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan supaya orang itu memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang itu sendiri ataupun kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan piutang. 23 Adapun yang menjadi unsur-unsur tindak pidana pemerasan terdiri dari : 24 a. Unsur objektif, yaitu terdiri atas 1. Memaksa orang lain 2. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan 3. Agar orang itu ; memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian milik orang itu atau orang lain 4. Membuat hutang 5. Meniadakanmenghapus piutang 22 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Refika Aditama : Bandung, 2003, hal 27. 23 Moch.Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus KUHP Buku II, Alumni : Bandung, 1982, hal 31. 24 Ibid. Universitas Sumatera Utara b. Unsur subjektif, yaitu dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum Unsur memaksa orang lain atau dengan kekerasan atau ancaman kekerasan agar orang itu menyerahkan barang yaitu, seseorang melakukan penyerahan barang, penyerahan barang tersebut merupakan akibat dipaksa dengan kekerasan, dapat diperkirakan bahwa seseorang dipaksa untuk menyerahkan sesuatu barang, tidak akan memenuhinya tanpa dipergunakannya alat-alat paksa. Dengan demikian hubungan kausal antara penyerahan barang dan kekerasan dinyatakan secara tegas dalam rumusan tindak pidana, dan alat paksa tersebut adalah kekerasan atau ancaman kekerasan. 25 Unsur dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, bahwa tujuan yang hendak diperoleh adalah penyerahan barang. Juga tidak perlu apa yang dikehendaki itu benar-benar melawan hukum, cukup bahwa tujuannya dapat memberikan keuntungan baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Unsur maksud ditujukan pada menguntungkan diri sendiri atau orang lain, apabila dua orang melakukan perbuatan paksaan secara bersama, kejahatan itu berlaku terhadap kedua orang itu, meskipun yang satu mempunyai maksud 25 Ibid. Universitas Sumatera Utara untuk menguntungkan diri sendiri dan yang lain dengan maksud untuk menguntungkan orang lain. 26 Unsur membuat hutang, yaitu si pemeras memaksa orang yang diperas untuk membuat suatu perikatan, sehingga timbul suatu kewajiban yang harus dibayar atau dipenuhi oleh orang yang diperas kepada pemeras maupun orang lain sesuai yang dikehendaki pemeras terhadap orang yang diperas. Unsur menghapus atau meniadakan piutang, yaitu si pemeras dipaksa untuk menghapuskan atau meniadakan perikatan atau hutang yang sudah ada dari orang yang diperas kepada pemeras atau orang lain sesuai yang dikehendaki oleh pemeras. Adapun pengaturan tindak pidana pemerasan dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana diatur dalam Pasal 368 KUHP yang berbunyi sebagai berikut : 1. Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melwan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau sebahagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau orang lain atau supaya orang lain itu membuat hutang atau menghapuskan piutang, dihukum karena memeras, dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun. 2. Ketentuan dalam ayat kedua,ketiga atau keempat, dari Pasal 365 berlaku bagi kejahatan itu K.U.H.P. 35, 89, 335, 370 s, 486. 26 Ibid, hal 32. Universitas Sumatera Utara

3. Pengertian Pertimbangan Hakim

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/Pid. Sus/2011/Pt. Bjm)

1 140 155

Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Aparat Kepolisian Yang Menyebabkan Kematian(Studi Putusan Nomor : 370/Pid.B/2013/Pn.Sim)

1 112 102

Tinjauan Kriminologi Dan Hukum Pidana Tentang Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta)

5 134 138

Pertanggungjawaban Pidana Penyalahgunaan Narkoba Oleh Oknum Polri

6 92 95

Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Event Organizer Terhadap Tindak Pidana Kelalaian Yang Menyebabkan Meninggalnya Orang Dalam Konser Musik (Studi Putusan NO.713/Pid.B/2008/PN.Bdg)

2 78 95

Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polri Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479/Pid.B/2011/Pn.Mdn)

1 50 102

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/Pid. Sus/2011/Pt. Bjm)

3 98 139

Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

0 2 11

Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan)

0 11 90