secara keseluruhan. 7.
Tingkat Pertumbuhan Perusahaan. Jika perusahaan mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi atau pesat terpaksa harus lebih banyak bergantung
pada modal ekstemal. 8.
Profitabilitas. Berdasarkan pengamatan, perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasinya menggunakan utang yang relatif
kecil. 9.
Sikap Manajemen. Dengan tidak adanya bukti bahwa struktur modal akan mempengaruhi harga saham, manajemen dapat menilai sendiri struktur modal
yang tetap. 10.
Sikap Pemberi Pinjaman. Sikap pemberi pinjaman sangat berpengaruh terhadap keputusan struktur modal.
11. Kondisi Pasar. Kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan jangka
panjang dan pendek yang mempunyai pengaruh terhadap struktur modal perusahaan yang optimal.
2.3. Kebijakan Dividen dan Struktur Modal dalam
Contracting Theory
Asumsi utama yang dipergunakan dalam contracting theory yaitu pemilihan kebijakan perusahaan, baik kebijakan akuntansi, kebijakan struktur
modal maupun kebijakan dividen adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Argumentasi ini muncul setelah ada suatu debat tentang timbulnya gagasan
positive accounting theory. Positive accounting theory menjelaskan bahwa perbedaan di dalam pemilihan
Universitas Sumatera Utara
kebijakan perusahaan dipengaruhi oleh perilaku manajemen Watts dan Zimmerman, 1990. Pembedaan kebijakan tersebut berkaitan dengan efficiency
contracting perspective dan pandangan manajemen yang opportunities. Dalam perspective efficiency contracting, manajer akan memilih metode akuntansi yang
akan memperkecil biaya agensi, sehingga pada akhirnya akan memaksimalkan nilai perusahaan.
Perusahaan yang mengarah pada perspective efficiency contracting akan mencari suatu solusi contracting yang terbaik dalam mengimplementasikan
kebijakan perusahaan yang dapat diterima baik oleh manajemen maupun pemegang saham Skinner, 1993. Sebaliknya, pandangan manajemen yang
oportunistik akan berasumsi bahwa perbedaan pemilihan kebijakan yang dilakukan ditujukan untuk memaksimalkan kepentingan manajer.
Smith dan Watt 1992 telah menguji persektif efficiency contracting, mereka menguji hubungan antara karaktertistik perusahaan yang berkaitan dengan
kebijakan perusahaan dengan pertumbuhan perusahaan. Smith dan Watt 1992 memprediksi secara langsung mengenai hubungan antara pertumbuhan
perusahaan dengan kebijakan pendanaan, dividen dan kebijakan kompensasi. Berkaitan dengan kebijakan struktur modal, perusahaan yang mempunyai peluang
untuk tumbuh memiliki debt to equity yang lebih rendah dalam struktur modalnya, sebab pembiayaan melalui ekuitas dapat mengendalikan potensi terjadinya under
investment yang berasosiasiberkaitan dengan utang yang beresikorisk debt Myers, 1977. Pada perusahaan yang mempunyai potensi tumbuh juga diduga
memiliki kebijakan Dividend Payout yang rendah, karena investasi dan dividen
Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan arus kas perusahaan. Menurut Smith Watts 1992, semakin besar jumlah investasi yang
dilakukan perusahaan selama periode tertentu, maka semakin kecil dividen yang dibayarkan atau semakin besar pengeluaran saham baru new equity issued.
Jensen 1986 menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai peluang investasi yang lebih tinggi akan memiliki free cash flow yang lebih rendah dan akan
membayar dividen yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki peluang tumbuh. Akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa ada
hubungan antara proporsi asset in place dengan dividend policy. Ada dua argumen yang membantah hubungan ini. Pertama, Rozeff 1982 dan Easterbrook
1984; menyatakan bahwa pengeluaran ekuitas yang baru akan menurunkan biaya-biaya agensi dengan melakukan suatu pengawasan yang efektif. Perusahaan
dengan kesempatan tumbuh yang lebih rendah akan membayar dividen yang lebih kecil karena hal ini akan memberi manfaat yang lebih besar bagi perusahaan.
Kedua, perjanjian dividen yang menetapkan suatu batas maksimum pada pembayaran dividen secara efektif akan memaksa untuk menetapkan batas
minimum investasi, Smith and Watts 1992 ; Kalay, 1982, dengan demikian mengurangi masalah under investment. Menurut Smith dan Watts 1992,
hubungan kebijakan investasi dan dividen dapat diidentifikasi melalui arus kas perusahaan. Semakin besar jumlah investasi dalam satu periode tertentu, semakin
kecil dividen yang diberikan, karena perusahaan yang tumbuh diidentifikasi sebagai perusahaan yang free cash flow-nya rendah Jensen, 1986 dalam Smith
Watts, 1992. Hal ini sesuai dengan hipotesis pecking order Myers dan Majluf
Universitas Sumatera Utara
1984, dalam Hartono, 1999 bahwa perusahaan yang profitabel memiliki dorongan membayar dividen relatif kecil dalam rangka memilih dana internal
yang lebih banyak untuk membiayai proyek-proyek investasinya. Bahkan bag; perusahaan tumbuh, peningkatan dividen dapat menjadi berita buruk karena
diduga perusahaan telah mengurangi rencana investasinya Hartono, 1999. Menurut Gaver and Gaver 1993, dividen yield signifikan memiliki
hubungan negatif dengan pertumbuhan, namun koefisien pertumbuhan dalam model devidend payout ratio tidak signifikan. Sarni, dkk 1999 menunjukkan
bahwa pertumbuhan memiliki koefisien negatif walaupun tidak signifikan dalam model kebijakan dividen jika kebijakan dividen diukur dengan dividend yield, dan
sebaliknya berkoefisien positif ketika diukur dengan devidend payout. Perusahaan yang memiliki utang beresiko tinggi untuk menjalankan
proyek dengan net present value positif, dan dapat memungkinkan terjadinya penurunan nilai perusahaan. Penurunan nilai perusahaan dapat terjadi akibat dari
tidak dilaksanakannya kesempatan investasi yang menguntungkan, karena perusahaan menganggap debitur akan memiliki klaim pertama terhadap arus kas
netto proyek tersebut. Salah satu cara mengendalikan masalah under investment adalah dengan membiayai pilihan-pilihan pertumbuhan dengan menggunakan
struktur modal yang lebih menekankan pada modal saham yang lebih besar dibandingkan dengan utang Myers 1977, dalam Smith Watts 1992.
Manajemen perusahaan yang memiliki kesempatan investasi besar relatif lebih fleksibel untuk bertindak oportunistik dan sulit dideteksi, karena real option sulit
diobservasi tanpa informasi dari pihak internal perusahaan. Akibatnya biaya
Universitas Sumatera Utara
agensi meningkat Myers 1977, dalam. Callan dan Hossain 1996. Hal ini menjadi dasar dugaan bahwa level pertumbuhan menjelaskan variasi kebijakan
perusahaan, diantaranya kebijakan dividen Jan struktur modal perusahaan. Kebijakan dividen menyangkut keputusan untuk membagikan laba atau
menahannya guna diinvestasikan kembali di dalam perusahaan. Model dasar harga saham memperlihatkan bahwa jika perusahaan bersangkutan menjalankan
kebijakan untuk membagikan tambahan dividen tunai, hal ini akan meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin dalam peningkatan harga saham. Namur jika
dividen tunai meningkat, maka akan semakin sedikit dana yang tersedia untuk melakukan investasi kembali, sehingga tingkat pertumbuhan yang diharapkan
untuk masa mendatang akan rendah, dan hal ini akan menekan harga saham. Pembagian dividen perusahaan kepada pemegang saham menyebabkan posisi kas
suatu perusahaan semakin berkurang. Hal ini akan menyebabkan berubahnya struktur modal perusahaan yaitu rasio antara, utang dan ekuitas akan semakin
besar. Dampak yang ditimbulkannya adalah para pelaku pasar akan berfikir secara negatif terhadap perusahaan. Kebijakan dividen yang optimal pada suatu
perusahaan adalah kebijakan yang menciptakan keseimbangan diantara dividen saat ini dan pertumbuhan perusahaan dimasa mendatang.
Modigliani dan Miller 1961 mengemukakan bahwa, dengan suatu keputusan investasi tertentu, rasio dividen yang dibagikan tidak ada pengaruhnya
terhadap nilai perusahaan. Inti dari pendapat mereka adalah bahwa kebijakan dividen, tidak relevan. Menurut Modigliani dan Miller 1961, penganjur utama,
teori ketidakrelevanan dividen dividend irrelevance theory, bahwa nilai
Universitas Sumatera Utara
perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta, resiko bisnisnya. Dengan kata lain mereka berpendapat bahwa nilai suatu
perusahaan tergantung semata-mata pada laba yang dihasilkan oleh aktivanya bukan pada bagaimana laba tersebut dibagikan diantara pembayaran dividen
dengan laba yang ditahan. Bird in the Hand Theory yang diajukan Gordon dan Limner 1963, mengemukakan bahwa ada hubungan antara nilai perusahaan
dengan kebijakan dividen. Mereka mengemukakan bahwa nilai perusahaan akan dimaksimumkan oleh rasio pembayaran dividen yang tinggi, karena investor
menganggap bahwa resiko dividen tidak sebesar resiko kenaikan nilai modal. Dengan kata lain investor lebih menyukai keuntungan dalam bentuk dividen
daripada keuntungan yang diharapkan dari kenaikan nilai modal. Hal ini dapat dipahami mengingat keuntungan dalam bentuk dividen lebih real untuk diterima.
2.4. Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Divides dan Struktur Modal dalam Agency Theory