Mengingat pasal 44 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan dalam KUHAP dan
peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan perkara ini;
MENGADILI 1.
Menyatakan terdakwa FEBRI TARIGAN alias UNYIL telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Melakukan Kekerasan Fisik Dalam Rumah Tangga”.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut, oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 1 satu tahun; 3.
Menetapkan masa penahanan yang dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5. Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1.000
seribu rupiah.
B. Analisa Kasus Putusan Register Nomor 532Pid.B2011PN. KBJ
Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang diangkat penulis diatas mungkin hanya sebagaian kecil dari kasus-kasus KDRT yang terjadi di
lingkungan masyarakat, bahkan mungkin lebih banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga yang tidak terangkat ke permukaan karena dipengaruhi factor
bahwa kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga tersebut bukan merupakan hal- hal yang patut dikonsumsi oleh publik. Namun kenyataan yang terjadi adalah
kekerasan dalam rumah tangga khususnya terhadap perempuan semakin sering terjadi. Contoh kasus yang diangkat penulis adalah tentang pelanggaran pasal 44
Universitas Sumatera Utara
ayat 1 UU PKDRT no 23 Tahun 2004 oleh Terdakwa FEBRI TARIGAN. Sebenarnya kekerasan fisik yang dilakukan oleh terdakwa tidak menimbulkan
luka berat bagi korban, hanya saja mungkin untuk beberapa saat korban tidak dapat menjalankan aktifitas seperti biasa. Uniknya dalam kasus ini adalah
terdakwa yang menggunakan bagian tumpul parang untuk memukul bagian tubuh korban. Mungkinkah penggunaan parang hanya untuk menakut-nakuti korban
agar mau menuruti keinginan terdakwa? Namun akhirnya ia gelap mata dan memukulkan parang tersebut ke korban. Putusan yang telah dijatuhkan hakim
dirasa cukup untuk membayar kesalahan terdakwa sebagai akibat dari tindakan yang dilakukannya terhadap isterinya yakni dengan hukuman 1 tahun penjara dan
dipotong masa tahanan. Pertimbangan hakim yang menguatkan hukuman terdakwa adalah penggunaan senjata tajam oleh terdakwa untuk memukul korban
sehingga menyebabkan halangan bagi korban untuk menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Namun ada juga kasus yang telah diputus oleh hakim, namun karena
perbautan terdakwa tersebut tidak menyebabkan halangan bagi korban untuk menjalankan pekerjaan, maka terdakwa dihukum 2 bulan penjara.
Perbuatan kekerasan dalam rumah tangga yang sangat keji kita lihat seperti yang terjadi di Surabaya dimana seorang suami tega menyiramkan air keras
kepada istrinya yang bernama Siti Nurjazila Lisa. Akibat dari perbuatan si suami tersebut, wajah Lisa menjadi rusak dan saat ini ia telah menjalani kurang lebih 15
kali operasi face off untuk memulihkan wajahnya yang terkena siraman air keras. Suami Lisa telah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dengan
hukuman 12 tahun penjara. Namun terdakwa sayangnya tidak dijerat dengan
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Terdakwa dijerat dengan pasal 355 ayat 1 KUHP dimana terdakwa telah terbukti secra sah
dan meyakinkan melakukan penganiayaan berencana. Kasus lain yang penulis ingin paparkan adalah Kasus Unggul Nicanor
Siahaan dengan kasus pemukulan terhadap isteri dan ia dihukum 2 Tahun. Terdakwa Nicanor melakukan perbuatan kekerasan fisik terhadap isterinya Riama
Fransiska Boru Manik hanya karena masalah sepele. Terdakwa kehilangan uang Rp. 100.000,- dan menuduh isterinya yang mengambil. Merasa tidak pernah
mengambil uang dimaksud, Isteri membantah sehingga timbul pertengkaran. Terdakwa merasa jengkel lalu memukul mata kiri dan pelipis sebelah kiri isteri,
sehingga ia merintih kesakitan. Terdakwa terus mendesak supaya isteri mengaku, yang memaksanya mengeluarkan kata-kata menyakitkan terdakwa: ”Enggak ada,
kalau kau terus menuduh saya, besok saya ganti sama tanah perkuburanmu”. Mendengar kalimat tersebut, terdakwa melakukan aksi kekerasan berikutnya
dengan cara menumbuk bagian lengan tangan sebelah kiri dan kanan. Perbuatan itu menyebabkan isteri yang menjadi saksi korban menderita kesakitan, karena
pelipis, mata, dan lengan sebelah kiri bengkak, yang seluruhnya dinyatakan dalam visum et repertum oleh Dr. Donny Mega Surya dari RSU Sarah Medan.
Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa melakukan: - pidana kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana diatur dalam Pasal
44 ayat 1 UU No.23 tahun 2004; dan - tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 356 ke-1e KUHP.
Universitas Sumatera Utara
Atas dasar dakwaan tersebut, terdakwa dituntut hukuman pidana 2 dua tahun penjara dan dibebani biaya perkara sebesar Rp. 1.000,-
Pengadilan Negeri Medan menyatakan terdakwa Unggul Vicanor Siahaan Nicanor terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan ”tindak pidana
penganiayaan” terhadap isterinya, dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 dua tahun. Putusan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Medan, dan
menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana ”perbuatan dengan kekerasan terhadap keluarganya”, dan oleh karena itu
menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 2 dua tahun 6 enam bulan. Hukuman itu diperberat oleh Pengadilan Tinggi Medan, dengan
pertimbangan bahwa penjatuhan pidana terhadap terdakwa dirasa terlalu ringan dan tidak setimpal dengan perbuatannya. Selain itu terdakwa terlalu merendahkan
martabat perempuan, yang seharusnya sebagai suami dapat menjaga dan mengangkat derajat dan martabat seorang perempuan selaku isterinya.
Dalam memori kasasinya kepada Mahkamah Agung, terdakwa menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri tidak menerapkan hukum
acara pidana, karena mengabaikan hak-hak terdakwa untuk didampingi penasehat hukum, melarang menghadirkan saksi-saksi terdakwa, keterangan saksi saling
bertentangan, fakta hukum di persidangan tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama. Mengenai pertimbangan hakim tingkat banding,
terdakwa menyatakan antara lain bahwa saksi korban istri lah yang justru melakukan penganiayaan terhadap terdakwa dengan cara menggigit sebelah kiri
Universitas Sumatera Utara
dan memukul memakai alu, namun terdakwa tidak membuat pengaduan, sehingga kini masih berbekas di tangan terdakwa.
Tindakan saksi korban itu tidak terungkap di Pengadilan Negeri Medan, sehingga terdapat adanya manipulasi fakta. Putusan Pengadilan Tinggi Medan
tidak sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang hanya menuntut hukuman 2 dua tahun penjara, sehingga putusan tersebut dianggap tanpa
pertimbangan dan dasar hukum yang jelas. Selain itu, terdakwa keberatan dengan pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi, karena terdakwa melakukan tindak
pidana yang merendahkan wanita tidak dikuatkan dengan bukti-bukti dan saksi- saksi, sehingga haruslah ditolak.
Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan kasasi yang diajukan pemohon terdapat cukup alasan untuk dikabulkan, sehingga putusan Pengadilan
Tinggi Medan harus dibatalkan. Dengan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan yang dianggap sudah tepat, dan pertimbangannya diambil alih oleh
Mahkamah Agung, dan dengan mengadili sendiri Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi pemohon kasasiterdakwa dan membatalkan
putusan Pengadilan Tinggi, dengan menyatakan terdakwa Unggul Vicanor Siahaan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
penganiayaan terhadap isterinya, dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 dua tahun.
57
57
http:msofyanlubis.wordpress.com20100808putusan-badan-peradilan-tentang- tindak-pidana-kdrt
terakhir kali diakses pada tanggal 13 Mei 2012.
Universitas Sumatera Utara
Kasus KDRT yang lain adalah Pengadilan Negeri PN Tebingtinggi Deli menjatuhkan hukuman selama 5 bulan penjara terhadap Rifai Bakri, karena
terlibat dalam kasus tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga KDRT terhadap istirnya Steffy Sabatini Br Lumbanraja, pada hari kamis tanggal 15
Desember 2011 yang lalu. Dalam amar putusan dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tebingtinggi Deli menyebutkan, setelah adanya pertimbangan
majelis hakim dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan. Bahwasanya, Rifai Bakri dengan saksi korban Steffy
Sabatini Br Lumbanraja telah terjadi perdamaian. Perdamaian itu sebagai mana dituangkan dalam surat perjanjian antara Rifai Bakri dengan Steffani Br
Lumbanraja disaksikan Abdul Halim Purba SSTP, Kepala Lurah Deblot Sundoro Kecamatan Padang Hilir, Kota Tebingtinggi. Pertimbangan lain, Rifai Bakri dan
Steffy Br Lumbanraja juga masih saling mencintai. Di persidangan Steffy Br Lumbanraja mengakui masih membutuhkan dan mencintai suaminnya Rifai Bakri,
keduannya masih sama-sama ingin membentuk keluarga yang baik.
58
Dari beberapa kasus diatas, bahwa putusannya hanya putusan ringan dan kebanyakan putusan Pengadilan untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga
dijalani oleh pelaku dengan hukuman percobaan. Dengan kata lain bahwa pelaku dalam hal ini tidak menjalani kehidupan di balik jeruji penjara. Walaupun
menjalani masa penahanan, namun hal tersebut hanya untuk beberapa saat saja. Hal lain yang menarik adalah kecenderungan para penegak hukum menggunakan
pasal-pasal dalam KUHP untuk menjerat pelaku KDRT. Kebanyakan kasus-kasus
58
http:www.analisadaily.comnewsread2011122227272kasus_kdrt_divonis_5bulan_ penjara.T7CfK9nU4rA
terakhir kali diakses pada tanggal 13 Mei 2012.
Universitas Sumatera Utara
KDRT yang terjadi diputus menggunakan ketentuan dalam KUHP kebanyakan pasal yang digunakan adalah penganiayaan. Pengembangan konsepsi
”penganiayaan” menjadi ”kekerasan dalam rumah tangga” menyebabkan perluasan makna dan diversifikasi penganiayaan, sehingga menurut UU PKDRT
mencakup: kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga. Jika diperhatikan dengan cermat mungkin sulit membedakan antara
kekerasan psikis psychological violence dengan ancaman kekerasan seperti yang dipahami dalam hukum pidana. Demikian pula bagi para penegak hukum
mungkin sulit memahami konsepsi pidana ”penelantaran rumah tangga” karena unsur delik ”ketergantungan ekonomi” yang disebut dalam Pasal 9 ayat 2
bersifat kualitatif, sehingga hakim pidana mungkin kembali akan menerapkan konsep pidana penganiayaan. Dapat terlihat bahwa hakim akan lebih mudah
menerapkan pidana penganiayaan, dibandingkan dengan pidana KDRT, meskipun tuntutan Jaksa Penuntut Umum mendakwa terdakwa dengan pidana KDRT.
59
59
Op. cit.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan