BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan, sejak lahir telah diberikan hak yang sudah melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dilindungi oleh Negara, hukum dan Pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia . Salah satu hak yang didapat manusia itu adalah hak untuk mendapat rasa aman dan bebas dari segala
bentuk kekerasan termasuk kekerasan dalam rumah tangga, dimana hal tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat
kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang sudah selayaknya harus dihapus.
1
Dewasa ini banyak kasus tentang kekerasan dalam rumah tangga yang dapat kita lihat. Sebagai contoh, seorang suami dilaporkan oleh isterinya ke Polisi
karena sang suami acap kali memukul dirinya, atau karena kesal terhadap sang suami, seorang isteri akhirnya melampiaskan kemarahannya dengan memukuli
anaknya hingga babak belur. Perempuan dan anak perempuan rentan terhadap perlakuan diskriminatif
dan kekerasan. Bila bicara tentang kekerasan dalam rumah tangga, perempuan bahkan mengalami tindak kekerasan dalam rumahnya sendiri. Hampir sulit
dipercaya bahwa pelaku kekerasan adalah orang yang justru dicintainya dan
1
Konsiderans Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Rumah Tangga.
Universitas Sumatera Utara
dipercaya untuk menjaganya seperti ayah, suami, kerabat dan orang-orang di dalam rumahnya sendiri.
Oleh karena kebanyakan korban adalah perempuan, maka perempuan sudah selayaknya harus mendapat perlindungan dari negara danatau masyarakat
agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. Perempuan
adalah mahluk yang halus perasaannya sehingga sangat rentan untuk menjadi korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini diperkuat lagi
dengan sistem kekerabatan yang dianut oleh sebagian besar suku di Indonesia yaitu patrilineal yang mengharuskan perempuan untuk selalu tunduk kepada laki-
laki. Ketentuan hukum mengenai penghapusan segala bentuk kekerasan dan perlindungan akan korban sudah dapat dikatakan cukup untuk menjerat pelaku ke
ranah hukum namun keengganan korban untuk melaporkan kekerasan rumah tangga yang terjadi karena dianggap mempertontonkan aibnya sendiri mengangkat
masalah pribadi ke ranah publik sehingga masalah keluarga dapat diketahui oleh orang banyak membuat kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga ini seolah-
olah seperti bongkahan es yang tidak pernah mencair. Kepekaan terhadap permasalahan KDRT termasuk kepekaan gender
terhadap diri korban masih belum dihayati secara proporsional. Sehingga, harapan besar korban menjadi pupus dan harus menanggung kekecewaan yang cukup
berat manakala kasus yang dilaporkannya tidak mendapatkan kepastian hukum dalam prosesnya, hanya karena aparat penegak hukum meyakini bahwa persoalan
KDRT adalah bukan permasalahan publik melainkan sebagai permasalahan
Universitas Sumatera Utara
internal keluarga. Kenyataan bahwa perempuan selalu saja menjadi korban utama membuat seolah-olah tidak ada keadilan gender bagi perempuan.
Hal inilah yang mendasari penulis, untuk mengangkat permasalahan ini ke dalam skripsi ini sebagai bentuk perlindungan kepada wanita mengingat bahwa
wanita selalu saja berada di pihak yang lemah dan selalu saja menjadi korban. Selain itu, hal ini merupakan bentuk perlindungan terhadap hak asasi manusia
mengingat semua orang memiliki hak untuk merdeka dan bebas dari kekerasan baik secara psikis dan fisik.
Hal-hal tersebut diatas merupakan alasan penulis mengangkat judul ”Analisis Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah
Tangga Menurut Hukum Positif Indonesia Sebagai Wujud Hukum Berkeadilan Gender Studi Putusan Nomor. 532 Pid.B 2011 PN. KBJ ”.
B. Perumusan Masalah