penegakan hak asasi manusia sebagai wujud hukum yang berkeadilan gender.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan Skripsi yang berjudul ” Analisa Yuridis Tindak Pidana
Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga Menurut Hukum Positif Indonesia Sebagai Wujud Hukum Berkeadilan Gender Studi Putusan Nomor.
532 Pid.B 2011 PN. KBJ” adalah hasil pemikiran penulis sendiri. Skripsi ini menurut sepengetahuan penulis belum pernah ada yang membuat. Kalaupun ada,
penulis yakin bahwa substansi pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Tindak Pidana
Strafbaarfeit
Sebelum penulis memaparkan apa yang dimaksud dengan tindak pidana, maka terlebih dahulu kita melihat beberapa istilah yang sering digunakan dalam
hukum pidana adalah “Tindak Pidana”. Istilah tersebut merupakan terjemahan Bahasa Belanda, yaitu Delict, atau Straftbaar feit. Disamping itu dalam Bahasa
Indonesia sebagai terjemahannya telah dipakai istilah lain, baik dalam buku ataupun di dalam aturan tertulis, misalnya peristiwa pidana, perbuatan pidana,
pelanggaran pidana, perkataan yang dapat dihukum. Jadi dalam bahasa Indonesia, untuk terjemahan Delict adalah keenam peristiwa diatas, termasuk tindak pidana.
Menurut M. Sudrajat, yang paling tepat digunakan adalah istilah “tindak pidana” karena gaya bahasa tersebut selain mengandung istilah yang tepat dan
jelas sebagai istilah hukum, juga sangat praktis diucapkan. Selain itu, pemerintah
Universitas Sumatera Utara
dalam berbagai peraturan perundang-undangan memakai istilah “tindak pidana”, contohnya Tindak Pidana Khusus.
2
Menurut Moeljatno, di dalam mengkaji penerapan dan perkembangan teori dualistis, yakni teori yang memisahkan tindak pidana dan pertanggungjawaban
pidana. Teori ini berpangkal tolak dari pemidanaan bahwa unsur pembentuk tindak pidana hanyalah perbuatan. Dengan demikian dilihat dari istilahnya, hanya
sifat-sifat dari perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana. Sedangkan sifat- sifat orang yang melakukan tindak pidana tersebut menjadi bagian dari persoalan
lain yaitu pertanggungjawaban pidana.
3
Menurut Moeljatno dalam hal ini Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
4
Moeljatno menambahkan bahwa perbuatan pidana dapat juga dikatakan adalah perbuatan
yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pidana itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan suatu keadaan atau
kejadian yang ditimbulkan oleh perbuatan seseorang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Menurut
Moeljatno
5
2
Sudrajat.1986. Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP. Jakarta: Remadja Karya, Hal 1.
, antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena itu ada hubungan yang erat pula. Antara satu dengan yang lainnya tidak
dapat dipisahkan. Kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkan
3
Moeljatno. 1983. Perbuatan Pertanggungjawaban dan Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara, Hal 10.
4
Ibid.
5
Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta, Hal 59.
Universitas Sumatera Utara
subjeknya bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana apabila ia tidak melakukan suatu perbuatan atau kejadian yang diancam oleh hukum. Moeljatno
berpendapat bahwa untuk menyatakan hubungan yang erat itu maka dipakailah kata “perbuatan’, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk kepada dua
keadaan konkrit, yaitu : pertama, adanya kejadian yang tertentu dan yang kedua, orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu.
6
Pembentuk Undang-undang menggunakan perkataan “strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum pidana KUHP tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan ‘strafbaarfeit’ tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyak istilah untuk menyatakan tindak pidana. Diantaranya delik, criminal act, peristiwa pidana, dan sebagainya.
Perkataan ”feit” itu sendiri dalam Bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” sedangkan “strafbaarfeit” berarti “sesuatu yang dapat dihukum”.
Hal ini dapat dinyatakan merupakan hal yang kurang tepat karena seperti yang kita ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai
pribadi, bukan kenyataan, perbuatan, ataupun tindakan. Seperti yang telah diutarakan diatas, maka pembentuk undang-undang
tidak memberikan penjelasan tentang apa itu sebenarnya tindak pidana. Oleh karena itu timbullah beberapa doktrin tentang apa sebenarnya yang dimaksud
dengan tindak pidana strafbaarfeit itu.
6
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Menurut HAZEWINKEL- SURINGA, “strafbaarfeit” sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam sesuatu
pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa
yang terdapat di dalamnya. Berbeda dengan Profesor van HAMEL yang merumuskan “strafbaarfeit” sebagai suatu serangan atau suatu ancaman terhadap
hak-hak orang lain yang oleh HAZEWINKEL-SURINGA telah dianggap kurang tepat.
7
Menurut POMPE, perkataan “strafbaarfeit” itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma gangguan terhadap tertib hukum
yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi
terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Selanjutnya POMPE menyatakan bahwa menurut hukum pidana, suatu “strafbaarfeit” itu
sebenarnya tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.
8
SIMONS telah merumuskan “strafbaarfeit” itu sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan
sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat
dihukum. SIMONS merumuskan “strafbaarfeit” seperti pengertian diatas karena :
7
, P.A.F Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, hal 181-182.
8
Ibid, hal 182.
Universitas Sumatera Utara
a. Untuk adanya suatu “strafbaarfeit” itu disyaratkan bahwa disitu
harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang, dimana pelanggaran terhadap larangan atau
kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum;
b. Agar suatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus
memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan di dalam undang-undang, dan;
c. Setiap “strafbaarfeit” sebagai pelanggaran terhadap larangan atau
kewajiban menurut undang-undang itu pada hakikatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum atau merupakan suatu
“onrechtmatige handeling”.
9
Untuk pengertian tindak pidana ini merupakan masalah yang pokok dalam ilmu hukum pidana yang telah banyak dibicarakan oleh para sarjana, antara lain:
a. VOS: Peristiwa pidana adalah suatu peristiwa yang di dapat dipidana oleh
Undang-undang. b.
Wirjono Prodjodikoro: Tindak pidana adalahsuatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana.
10
c. Chairul Huda: Tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan
yang padanya akan dilekatkan sanksi pidana.
9
Ibid, hal 185.
10
Adami Chazawi.2008. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Stelsel Pidana, tindaka Pidana, Teori-Teori Pemidanaan Batas Berlakunya Hukum Pidana. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, Hlm 75.
Universitas Sumatera Utara
d. H.J. van Schravendijk, merumuskan perbuatan yang boleh dihukum adalah
kelakuan orang yang begitu bertentangan dengan keinsyafan hukum sehingga kelakuan itu diancam dengan hukuman, asal dilakukan oleh
seorang yang karena itu dapat dipersalahkan. e.
J.E. Jonkers, yang merumuskan peristiwa pidana ialah perbutan yang melawan hukum yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan
yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
11
Bahwa menurut wujud dan sifat-sifat perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum masyarakat, bertentangan atau
menghambat tata dalam pergauan masyarakat yang dianggap baik dan adil.
2. Pengertian Kekerasan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Sebelum menguraikan pengertian tentang kekerasan dalam rumah tangga, terlebih dahulu dijelaskan beberapa defenisi tentang kekerasan. Kata
“kekerasan” bukan merupakan hal yang asing lagi di telinga kita dan kadang orang hanya memandang bahwa kekerasan itu hanya terbatas pada tindakan fisik
saja. Sejarah mencatat bahwa sejak adanya manusia di muka bumi ini, kekerasan sudah ada. Kata “kekerasan” merupakan terjemahan dari Bahasa Latin, yaitu
violentia, yang berarti kekerasan; keganasan: kehebatan; kesengitan; kebengisan; kedahsyatan; kegarangan; aniaya. Dalam literatur Amerika ada beberapa kata
untuk pengertian “kekerasan” misalnya tort, battery, dan assault. Tort is a wrongful injury to a person’s property. Tort yang dilakukan dengan sengaja
11
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
disebut dengan “assault” sedangkan tort yang dilakukan karena suatu kelalaian disebut dengan “battery”.
Black’s Law Dictionary memberikan pengertian kekerasan sebagai berikut :
Assalut are any willful attempt or threat ato inflict injury upon the person of another, any intentional display of force such as would give the victim
reason to fear or expect immediate bodily harm; an assault may be commited without actnally touching or stringking or doing bodily harm to
person or another.
12
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti “kekerasan” adalah: Kesengajaan yang mengakibatkan penderitaan bagi
orang lain atau pihak lain; kesengajaan yang menunjukkan suatu kekuatan misalnya membuat korban ketakutan dan merasa akan mendapat kerusakan
tubuh; kesengajaan ini dapat dilakukan tanpa kontak fisik atau melakukan suatu perbuatan yang merusak bagian tubuh kepada orang lain atau pihak
lain.
1 Perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.
2 Paksaan
13
Menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, kekerasan adalah perihal atau sifat keras, paksaan, perbuatan yang menyebabkan kerusakan fisik atau
barang orang lain. Sedangkan menurut Kamus Webster mendefinisikan kekerasan sebagai penggunaan kekuatan fisik untuk melukai atau menganiaya, perlakuan
atau prosedur yang kasar serta keras. Dilukai oleh orang atau terluka dikarenakan penyimpangan, pelanggaran atau perkataan tidak senonohkejam. Sesuatu yang
kuat, bergejolak atau hebat dan cenderung menghancurkan attau memaksa.
12
Henry Campbell Black. Black’s Law Dictionary, with pronounciation, fifth edition,1983, St Paul Minn West Publishing Co.,USA.
13
W.J.S. Poerwadarminta. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. PN Balai Pustaka: Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
Perasaan atau ekspresi yang berapi-api, juga termasuk hal-hal yang timbul dari aksi atau perassaan tersebut suatu bentrokan atau kerusuhan.
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga, bahwa yang dimaksud dengan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah Kekerasan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, danatau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Menurut Nettler, bahwa kejahatan kekerasan violent crime adalah suatu
peristiwa seseorang dengan sengaja melukai fisik atau mengancam untuk melaukan tindakan kekerasan kepada orang lain, baik dalam bentuk penganiayaan,
perampokan, perkosaan, pembunuhan maupun intimidasi lainnya.
14
Soerjono Soekanto mendefenisikan kejahatan kekerasan violence sebagai istilah yang dipergunakan bagi terjadinya cedera mental atau fisik, yang
merupakann bagian dari proses kekerasan yang kadang-kadang diperbolehkan, sehingga jarang disebut sebagai kekerasan. Masyarakat biasanya membuat
kategori-kategori tertentu mengenai tingkah laku yang dianggap keras atau tidak. Semakin sedikit terjadinya kekerasan dalam suatu masyarakat, semakin besar
kekhawatiran yang ada bila itu terjadi.
15
14
Soerdjono, Soekanto dan Pudji Santoso. 1985. Kamus Kriminlogi. Ghalia Indonesia:Jakarta, hal 104.
15
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Dalam literatur Barat pada umumnya istilah kekerasan dalam rumah tangga dipergunakan secara bervariasi, misalnya domestic violence, family
violence, wife abuse, marital violence, namun intinya menyamakan bahwa tindak pidana kekerasan selalu dialami oleh perempuan sebagai korban, seperti tindakan
pemukulan, penamparan, penyiksaan, penganiayaan, ataupun pelemparan barang- barang kepada korban.
3. Tinjauan Tentang Gender dan Keadilan Gender
Kesamaan perempuan dan laki-laki di Indonesia mulai dengan dikumandangkannya gerakan emansipasi wanita oleh R.A Kartini pada masa
penjajahan Belanda, dimana ia menginginkan agar tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengeyam pendidikan. Hal ini semakin terlihat
dengan tulisannya yang terkenal dengan Habis Gelap Terbitlah Terang. Gender dibangun oleh masyarakat untuk mengatur hubungan laki-laki dan
perempuan dalam wujud peran hak, tanggung jawab, dan kewajiban-kewajiban yang disosialisasikan atau diajarkan kepada laki-laki dan perempuan sejak lahir,
melalui keluarga, masyarakat bahkan negara. Nilai-nilai sosial, aspek budaya dan faktor struktural akan mempengaruhi
sosialisasi gender yang dibangun oleh masyarakat. Nilai-nilai sosial yang merupakan suatu penilaian terhadap tingkah laku sosial laki-laki dan perempuan
dalam masyarakat, misalnya perempuan dinilai sebagai sosok yang lembut dan cenderung mengalah. Setelah dewasa tujuan akhirnya mempunyai suami,
mengasuh anak dan melayani suami. Keadaan ini tidak saja berpengaruh pada perkembangan emosi, tetapi juga mempengaruhi perkembangan fisik. Selain itu,
Universitas Sumatera Utara
perempuan dilukiskan sebagai sosok mahluk yang lemah, sehingga menempatkannya sebagai objek untuk suatu tindak kekerasan.
Sementara itu, konstruksi gender laki-laki harus bersifat paling kuat, paling diutamakan dalam keluarga dan sosok yang tidak mampu membendung
nafsu seksualitasnya. Perbedaan inilah yang menimbulkan kerugian dan ketidak adilan yang dialami perempuan.
Pembahasan mengenai gender, tidak terlepas dari seks dan kodrat. Seks, kodrat dan gender mempunyai kaitan yang erat tetapi mempunyai pengertian yang
berbeda. Dalam kaitannya dengan peranan pria dan wanita dalam masyarakat, pengertian dari ketiga konsep tersebut sering disalahartikan. Untuk itu kita perlu
memahami satu persatu mengenai hal tersebut. Istilah seks dapat diartikan kelamin secara biologis, yakni alat kelamin pria
penis dan alat kelamin wanita vagina. Sejak lahir sampai meninggal dunia, pria akan tetap berjenis kelamin pria dan wanita akan tetap berjenis kelamin wanita
kecuali dioperasi untuk berganti jenis kelamin. Jenis kelamin tidak dapat ditukarkan antara pria dan wanita.
Kodrat merupakan sifat bawaan biologis sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak dapat berubah sepanjang masa dan tidak dapat ditukarkan
yang melekat pada pria dan wanita. Konsekuensi dari anugerah itu, manusia yang berjenis kelamin wanita diberikan peran kodrati yang berbeda dengan manusia
yang berjenis kelamin pria. Wanita diberikan kodrati seperti: menstruasi, mengandung, melahirkan, menyusui dengan air susu ibu, dan mengalami
Universitas Sumatera Utara
menopause. Sedangkan pria diberi peran kodrati untuk membuahi sel telur wanita. Jadi, peran kodrati pria dan wanita berkaitan erat dengan jenis kelamin.
Gender berasal dari “gender” bahasa Inggris yang diartikan sebagai jenis kelamin. Namun jenis kelamin disini bukan diartikan seks secara biologis,
melainkan sosial budaya dan psikologis. Pada prinsipnya konsep gender memfokuskan perbedaan antara pria dengan wanita yang dibentuk oleh
masyarakat sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan. Peran gender adalah peran sosial yang tidak ditentukan oleh jenis
kelamin seperti halnya peran kodrati. Oleh karena itu pembagian peranan antara peran pria dan wanita dapat berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat
yang lain sesuai dengan lingkungan.
16
Contoh peran gender berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain sebagai berikut :
Peran gender juga dapat berubah masa ke masa karena pengaruh perkembangan zaman, kemajuan pendidikan teknologi,
ekonomi, dan lain-lain. Hal itu berarti peran gender dapat ditukarkan antara pria dengan wanita.
1. Masyarakat Bali, Masyarakat Batak misalnya menganut sistem
kekerabatan patrilineal, yang berarti hubungan keluarga dengan garis pria ayah lebih penting atau diutamakan daripada hubungan keluarga dengan
garis keibuannya.
16
Maria Kaban.2011. Kesetaraan Perempuan dalam Pengambilan Keputusan. Medan: Pustaka Bangsa Press, hal 15-16.
Universitas Sumatera Utara
2. Masyarakat Sumatera Barat menganut sistem kekerabatan matrilineal yang
berarti hubungan keluarga dengan garis wanita ibu lebih penting daripada hubungan keluarga dengan garis ayah.
3. Masyarakat Jawa yang menganut sistem kekerabatan parental bilateral,
dimana hubungan keluarga dengan garis pria dan wanita adalah sama pentingnya.
Kata gender memang semakin populer di kalangan masyarakat saat ini. Hal ini semakin terlihat dengan banyaknya para aktivis perempuan yang semakin
mendengung-dengungkan adanya kesetaraan gender antara laiki-laki dan perempuan.
Gender dipahami dengan cukup bervariasi. Bisa dikatakan demikian karena dalam realitas sosial memang kata gender ini banyak yang lari dari konsep.
Sebagai contoh adalah ketika orang menyebutkan gender, maka konotasi yang muncul adalah perempuan. Ada juga yang memahami gender itu sebagai jenis
kelamin sebagaimana yang dimaknai dalam kamus Bahasa Inggris. Sebenarnya gender bukanlah perempuan dan bukan pula jenis kelamin,
tetapi yang dimaksud dengan gender adalah sebuah konstruksi budaya yang dibangun oleh masyarakat. Gender dapat berubah dalam kurun waktu dan tempat.
Gender bukan kodrat yang berlangsung secara lahir.
17
17
Ibid, hal 22.
Definisi gender dapat dilihat secara lugas di dalam Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan
Keadilan Gender, dimana dikatakan bahwa gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasilkonstruksi sosial
Universitas Sumatera Utara
budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis
kelamin lainnya. Kosakata gender pertama sekali disinggung oleh Ann Oakley 1972
untuk membedakan seks jenis kelamin secara biologis dan realitas konstruksi sosial budaya atau seks laki-laki dan perempuan. Menurut Oakley, dalam “Sex,
Gender and Society”merumuskan gender adalah “pembedaan jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan, juga merupakan tingkah laku behavioral
differences antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh masyarakat social constructed melalui proses sosial budaya yang panjang.
18
Menurut Brett, gender adalah sekumpulan nilai atau ketentuan yang membedakan identitas sosial laki- laki dan perempuan, serta apa yang harus
dilakukan oleh perempuan dan apa yang harus dilakukan oleh laki- laki dalam hal ekonomi, politik, sosial dan budaya baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan
bangsa.
19
Dalam pandangan Julia Cleves Mosse, gender adalah seperangkat peran yang seperti halnya kostum dan topeng di teater yang menyampaikan kepada
orang lain bahwa kita adalah feminim dan maskulin. Perangkat khusus ini yang mencakup penampilan, pakaian, sikap dan kepribadian, bekerja di dalam dan di
luar rumah tangga, seksualitas, tanggungjawab keluarga secara bersama-sama
18
Fakih Mansour. 1999. Analisa Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, hal 71.
19
Maria Kaban, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
memoles “peran gender” kita.
20
Caplan dalam The Construction of Sexualitas, menegaskan bahwa “perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan tidaklah
sekedar biologis namun melalui proses sosial kultural”.
21
Gender adalah pembagian peran, kedudukan dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan
laki-laki yang dianggap pantas menurut norma-norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat, misalnya tugas utama laki-laki mengelola kebun,
tugas perempuan hanya membantu.
22
Masyarakatlah yang menciptakan perbedaan peran dan tanggung jawab, misalnya di suku Batak ada perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan. Jadi
hal ini dibuat oleh manusia, tidak bersifat kodrati, artinya bahwa di dalam gender biasa terjadi yang namanya bertukar peran dan tanggungjawab.
Gender merupakan perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat serta tanggungjawab laki-laki dan perempuan
sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Perlu ditegaskan kembali bahwa gender bukanlah kodrat ataupun
ketentuan Tuhan. Oleh karena itu, gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai
dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada.
20
Julian Cleves Mosse. 1996. Gender dan Pembangunan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, hal 3.
21
Fakih Mansour.1999. Op.Cit,hal 72.
22
Rianingsih Djohani. 1996. Dimensi Gender dalam Pembangunan Program secara Partisipatif. Studio Driya Media : Bandung, hal 7.
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan gender, dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut:
1. Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang menyangkut
pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun diperdagangkan. Peran ini sering disebut dengan peran di sektor
publik. 2.
Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumberdaya manusia dan
pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci, dan lain-lain. Peran reproduktif ini disebut juga peran di sektor
domestik. 3.
Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong
royong dalam menyelesaikan beragam pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama.
23
Berbicara mengenai gender, maka bahan pembicaraan tidak akan lepas dari pokok permasalahan kesetaraan dan keadilan gender. Namun, sampai saat ini
belum ditemukan pengertian yang lugas mengenai kesetraan dan keadilan gender dikarenakan mengandung pengertian yang masih abstrak. Namun hal tersebut
tidak menyurutkan keinginan untuk membuat peraturan perundang-undangan demi perwujudan kesetraan dan keadilan gender. Hal ini ditandai dengan lahirnya
suatu peraturan perundang-undangan yang berbasis gender sebagai bentuk
23
Maria Kaban, Op.Cit, hal 19
Universitas Sumatera Utara
perlindungan akan perempuan.Namun walaupun demikian, Rancangan Undang- Undang ini digodok oleh DPR dan belum resmi menjadi peraturan yang mengikat.
Selain itu, masih banyak ditemukannya pertentangan tentang RUU ini karena dianggap membuat posisi perempuan menjadi tidak tunduk pada laki-laki yang
menurut anggapan sebagian pihak yang menolak begitu. Menurut Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender, kesetraan gender adalah
kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses, berpartisipasi, mengontrol, dan memperoleh manfaat
pembangunan di semua bidang kehidupan. Sementara itu, keadilan gender adalah suatu keadaan dan perlakuan yang menggambarkan adanya persamaan hak dan
kewajiban perempuan dan laki-laki sebagai individu, anggota keluarga, masyarakat dan warga Negara.
F. Metode Penulisan
Metode penulisan merupakan cara untuk mencapai suatu tujuan. Sehubungan dengan itu, dalam penerapannya ditempuh langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian skripsi ini menggunakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum dan sinkronisasi hukum dengan cara meneliti
aturan, norma-norma hukum yang berkaitan dengan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor
23 Tahun 2004 tentang Pengahapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
2. Sumber Data
Universitas Sumatera Utara
Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder, yakni data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan namun
diperoleh dari studi pustaka yang meliputi bahan dokumentasi, tulisan ilmiah dan berbagai sumber tulisan yang lainnya. Data Sekunder dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Bahan Hukum Primer
Yaitu data-data berupa dokumen peraturan yang bersifat mengikat, asli dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Bahan hukum primer penulisan
skripsi ini diantaranya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pengahapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan, dan lain sebagainya. b.
Bahan HukumSekunder Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian
mengenai masalah penghapusan kekerasan dalam rumah tangga seperti makalah, seminar, jurnal, karya ilmiah, koran, karya tulis dan beberapa
sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan diatas. c.
Bahan HukumTertier Yaitu semua dokumen yang berisikan konsep-konsep ddan keterangan-
keterangan otentik yang bersifat mendukung data primer dan data sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah Library Research penelitian kepustakaan, yaitu dengan melakukan
penelitian terhadap berbagai sumber bacaan, yakni buku-buku, pendapat sarjana, artikel, surat kabarkoran, internet dan media massa yang berhubungan dengan
masalah yang dibahas.
4. Analisis Data
Dalam penulisan ini, analisis data yang digunakan adalah dengan cara kualitatif, karena dalam melakukan analisis data ini berpedoman pada tipe dan
tujuan yang akan dilakukan. Prosedur logika dimulai dari pengumpulan hukum positif yang relevan dengan sasaran penelitian. Selanjutnya dilakukan proses
abstraksi dari kaidah-kaidah hukum positif tersebut sehinnga ditemukan sebuah pemikiran yang lebih umum, luas dan abstrak.
G. Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah maka pembahasannya harus dilakukan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan
adanya sistem penulisan sistematika yang terartur, yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penuliisan skripsi ini
adalahh sebagai berikut : BAB I
: Bab ini berisikan Pendahuluan dimana penulis menguraikan latar belakang penulis memilih judul, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II : Bab ini berisikan analisis tindak pidana kekerasan terhadap
perempuan dikaitkan dengan hak asasi manusia dan tinjauan tentang tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dikaitkan
konvensi penghapusan diskriminasi terhadap wanita, dimana kemudian akan dibahas satu per satu.
BAB III : Bab ini akan membahas tentang analisis yuridis Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sebagai wujud hukum yang
berkeadilan gender. Dalam bab ini akan dibahas mengenai perempuan yang rentan dengan kekerasan, hak-hak perempuan,
dan kebijakan pencegahan kekerasan dalam rumah tangga. BAB IV
: Bab ini akan membahas tentang implementasi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dalam bab ini akan dibahas mengenai fakta kekerasan terhadap rumah tangga, serta analisa
putusan Register Nomor. 532 Pid.B 2011 PN. KBJ. BAB V
: Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari bab-bab terdahulu serta berisi saran akan realita kekerasan dalam
rumah tangga yang terjadi saat ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB II ANALISIS TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP
PEREMPUAN DIKAITKAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA DAN KONVENSI PENGHAPUSAN DISKRIMINASI
TERHADAP WANITA
A. Analisis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Perempuan Dikaitkan Dengan Hak Asasi Manusia