Tinjauan Tentang Gender dan Keadilan Gender

Dalam literatur Barat pada umumnya istilah kekerasan dalam rumah tangga dipergunakan secara bervariasi, misalnya domestic violence, family violence, wife abuse, marital violence, namun intinya menyamakan bahwa tindak pidana kekerasan selalu dialami oleh perempuan sebagai korban, seperti tindakan pemukulan, penamparan, penyiksaan, penganiayaan, ataupun pelemparan barang- barang kepada korban.

3. Tinjauan Tentang Gender dan Keadilan Gender

Kesamaan perempuan dan laki-laki di Indonesia mulai dengan dikumandangkannya gerakan emansipasi wanita oleh R.A Kartini pada masa penjajahan Belanda, dimana ia menginginkan agar tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengeyam pendidikan. Hal ini semakin terlihat dengan tulisannya yang terkenal dengan Habis Gelap Terbitlah Terang. Gender dibangun oleh masyarakat untuk mengatur hubungan laki-laki dan perempuan dalam wujud peran hak, tanggung jawab, dan kewajiban-kewajiban yang disosialisasikan atau diajarkan kepada laki-laki dan perempuan sejak lahir, melalui keluarga, masyarakat bahkan negara. Nilai-nilai sosial, aspek budaya dan faktor struktural akan mempengaruhi sosialisasi gender yang dibangun oleh masyarakat. Nilai-nilai sosial yang merupakan suatu penilaian terhadap tingkah laku sosial laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, misalnya perempuan dinilai sebagai sosok yang lembut dan cenderung mengalah. Setelah dewasa tujuan akhirnya mempunyai suami, mengasuh anak dan melayani suami. Keadaan ini tidak saja berpengaruh pada perkembangan emosi, tetapi juga mempengaruhi perkembangan fisik. Selain itu, Universitas Sumatera Utara perempuan dilukiskan sebagai sosok mahluk yang lemah, sehingga menempatkannya sebagai objek untuk suatu tindak kekerasan. Sementara itu, konstruksi gender laki-laki harus bersifat paling kuat, paling diutamakan dalam keluarga dan sosok yang tidak mampu membendung nafsu seksualitasnya. Perbedaan inilah yang menimbulkan kerugian dan ketidak adilan yang dialami perempuan. Pembahasan mengenai gender, tidak terlepas dari seks dan kodrat. Seks, kodrat dan gender mempunyai kaitan yang erat tetapi mempunyai pengertian yang berbeda. Dalam kaitannya dengan peranan pria dan wanita dalam masyarakat, pengertian dari ketiga konsep tersebut sering disalahartikan. Untuk itu kita perlu memahami satu persatu mengenai hal tersebut. Istilah seks dapat diartikan kelamin secara biologis, yakni alat kelamin pria penis dan alat kelamin wanita vagina. Sejak lahir sampai meninggal dunia, pria akan tetap berjenis kelamin pria dan wanita akan tetap berjenis kelamin wanita kecuali dioperasi untuk berganti jenis kelamin. Jenis kelamin tidak dapat ditukarkan antara pria dan wanita. Kodrat merupakan sifat bawaan biologis sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak dapat berubah sepanjang masa dan tidak dapat ditukarkan yang melekat pada pria dan wanita. Konsekuensi dari anugerah itu, manusia yang berjenis kelamin wanita diberikan peran kodrati yang berbeda dengan manusia yang berjenis kelamin pria. Wanita diberikan kodrati seperti: menstruasi, mengandung, melahirkan, menyusui dengan air susu ibu, dan mengalami Universitas Sumatera Utara menopause. Sedangkan pria diberi peran kodrati untuk membuahi sel telur wanita. Jadi, peran kodrati pria dan wanita berkaitan erat dengan jenis kelamin. Gender berasal dari “gender” bahasa Inggris yang diartikan sebagai jenis kelamin. Namun jenis kelamin disini bukan diartikan seks secara biologis, melainkan sosial budaya dan psikologis. Pada prinsipnya konsep gender memfokuskan perbedaan antara pria dengan wanita yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan. Peran gender adalah peran sosial yang tidak ditentukan oleh jenis kelamin seperti halnya peran kodrati. Oleh karena itu pembagian peranan antara peran pria dan wanita dapat berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain sesuai dengan lingkungan. 16 Contoh peran gender berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain sebagai berikut : Peran gender juga dapat berubah masa ke masa karena pengaruh perkembangan zaman, kemajuan pendidikan teknologi, ekonomi, dan lain-lain. Hal itu berarti peran gender dapat ditukarkan antara pria dengan wanita. 1. Masyarakat Bali, Masyarakat Batak misalnya menganut sistem kekerabatan patrilineal, yang berarti hubungan keluarga dengan garis pria ayah lebih penting atau diutamakan daripada hubungan keluarga dengan garis keibuannya. 16 Maria Kaban.2011. Kesetaraan Perempuan dalam Pengambilan Keputusan. Medan: Pustaka Bangsa Press, hal 15-16. Universitas Sumatera Utara 2. Masyarakat Sumatera Barat menganut sistem kekerabatan matrilineal yang berarti hubungan keluarga dengan garis wanita ibu lebih penting daripada hubungan keluarga dengan garis ayah. 3. Masyarakat Jawa yang menganut sistem kekerabatan parental bilateral, dimana hubungan keluarga dengan garis pria dan wanita adalah sama pentingnya. Kata gender memang semakin populer di kalangan masyarakat saat ini. Hal ini semakin terlihat dengan banyaknya para aktivis perempuan yang semakin mendengung-dengungkan adanya kesetaraan gender antara laiki-laki dan perempuan. Gender dipahami dengan cukup bervariasi. Bisa dikatakan demikian karena dalam realitas sosial memang kata gender ini banyak yang lari dari konsep. Sebagai contoh adalah ketika orang menyebutkan gender, maka konotasi yang muncul adalah perempuan. Ada juga yang memahami gender itu sebagai jenis kelamin sebagaimana yang dimaknai dalam kamus Bahasa Inggris. Sebenarnya gender bukanlah perempuan dan bukan pula jenis kelamin, tetapi yang dimaksud dengan gender adalah sebuah konstruksi budaya yang dibangun oleh masyarakat. Gender dapat berubah dalam kurun waktu dan tempat. Gender bukan kodrat yang berlangsung secara lahir. 17 17 Ibid, hal 22. Definisi gender dapat dilihat secara lugas di dalam Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender, dimana dikatakan bahwa gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasilkonstruksi sosial Universitas Sumatera Utara budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya. Kosakata gender pertama sekali disinggung oleh Ann Oakley 1972 untuk membedakan seks jenis kelamin secara biologis dan realitas konstruksi sosial budaya atau seks laki-laki dan perempuan. Menurut Oakley, dalam “Sex, Gender and Society”merumuskan gender adalah “pembedaan jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan, juga merupakan tingkah laku behavioral differences antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh masyarakat social constructed melalui proses sosial budaya yang panjang. 18 Menurut Brett, gender adalah sekumpulan nilai atau ketentuan yang membedakan identitas sosial laki- laki dan perempuan, serta apa yang harus dilakukan oleh perempuan dan apa yang harus dilakukan oleh laki- laki dalam hal ekonomi, politik, sosial dan budaya baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa. 19 Dalam pandangan Julia Cleves Mosse, gender adalah seperangkat peran yang seperti halnya kostum dan topeng di teater yang menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminim dan maskulin. Perangkat khusus ini yang mencakup penampilan, pakaian, sikap dan kepribadian, bekerja di dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggungjawab keluarga secara bersama-sama 18 Fakih Mansour. 1999. Analisa Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, hal 71. 19 Maria Kaban, Op.cit. Universitas Sumatera Utara memoles “peran gender” kita. 20 Caplan dalam The Construction of Sexualitas, menegaskan bahwa “perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan tidaklah sekedar biologis namun melalui proses sosial kultural”. 21 Gender adalah pembagian peran, kedudukan dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas menurut norma-norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat, misalnya tugas utama laki-laki mengelola kebun, tugas perempuan hanya membantu. 22 Masyarakatlah yang menciptakan perbedaan peran dan tanggung jawab, misalnya di suku Batak ada perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan. Jadi hal ini dibuat oleh manusia, tidak bersifat kodrati, artinya bahwa di dalam gender biasa terjadi yang namanya bertukar peran dan tanggungjawab. Gender merupakan perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat serta tanggungjawab laki-laki dan perempuan sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Perlu ditegaskan kembali bahwa gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu, gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada. 20 Julian Cleves Mosse. 1996. Gender dan Pembangunan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, hal 3. 21 Fakih Mansour.1999. Op.Cit,hal 72. 22 Rianingsih Djohani. 1996. Dimensi Gender dalam Pembangunan Program secara Partisipatif. Studio Driya Media : Bandung, hal 7. Universitas Sumatera Utara Berkaitan dengan gender, dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut: 1. Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun diperdagangkan. Peran ini sering disebut dengan peran di sektor publik. 2. Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumberdaya manusia dan pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci, dan lain-lain. Peran reproduktif ini disebut juga peran di sektor domestik. 3. Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong royong dalam menyelesaikan beragam pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama. 23 Berbicara mengenai gender, maka bahan pembicaraan tidak akan lepas dari pokok permasalahan kesetaraan dan keadilan gender. Namun, sampai saat ini belum ditemukan pengertian yang lugas mengenai kesetraan dan keadilan gender dikarenakan mengandung pengertian yang masih abstrak. Namun hal tersebut tidak menyurutkan keinginan untuk membuat peraturan perundang-undangan demi perwujudan kesetraan dan keadilan gender. Hal ini ditandai dengan lahirnya suatu peraturan perundang-undangan yang berbasis gender sebagai bentuk 23 Maria Kaban, Op.Cit, hal 19 Universitas Sumatera Utara perlindungan akan perempuan.Namun walaupun demikian, Rancangan Undang- Undang ini digodok oleh DPR dan belum resmi menjadi peraturan yang mengikat. Selain itu, masih banyak ditemukannya pertentangan tentang RUU ini karena dianggap membuat posisi perempuan menjadi tidak tunduk pada laki-laki yang menurut anggapan sebagian pihak yang menolak begitu. Menurut Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender, kesetraan gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses, berpartisipasi, mengontrol, dan memperoleh manfaat pembangunan di semua bidang kehidupan. Sementara itu, keadilan gender adalah suatu keadaan dan perlakuan yang menggambarkan adanya persamaan hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki sebagai individu, anggota keluarga, masyarakat dan warga Negara.

F. Metode Penulisan