Validasi Metode Analisis TINJAUAN PUSTAKA

21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta operasional metode yang digunakan. Seperti halnya LOD, LOQ juga diekspresikan sebagai konsentrasi dengan akurasi dan presisi juga dilaporkan. Untuk menentukan LOQ, dapat menggunakan perhitungan yang didasarkan pada standar deviasi respon SD dan slope S kurva baku sesuai rumus : LOQ = 10 SDS Gandjar dan Rohman, 2007. 2.6.2.5 Akurasi Akurasi adalah suatu metode analisis yang menggambarkan kedekatan nilai rata-rata hasil uji yang diperoleh dengan nilai konsentrasi analit sebenarnya. Akurasi ditentukan oleh analisis berulang dari sampel yang telah diketahui kadar analit yang terkandung didalamnya Food and Drug Administration, 2001. ICH merekomendasikan pengukuran minimal menggunakan 3 kali pengukuran Ravichandranravichandran, V., Shalini S., Sundram K. M., Harish Rajak, 2010. Uji akurasi minimal menggunakan tiga konsentrasi pada rentang yang telah direkomendasikan, yaitu pada konsentrasi rendah tiga kali LLOQ, sedang, dan tinggi dari kurva standar. Perbedaan nilai rata-rata harus + 15 terhadap nilai sebenarnya, kecuali pada LLOQ tidak boleh lebih dari 20 Food and Drug Administration, 2001. 2.6.2.6 Presisi Presisi adalah suatu metode analisis yang menggambarkan kedekatan hasil pengukuran individu analit ketika suatu metode analisis diulang. ICH merekomendasikan pengukuran minimal menggunakan 3 kali pengukuran Ravichandranravichandran, V., Shalini S., Sundram K. M., Harish Rajak, 2010. Uji presisi minimal 22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggunakan tiga konsentrasi pada rentang yang telah direkomendasikan, yaitu pada konsentrasi rendah tiga kali LLOQ, sedang, dan tinggi dari kurva standar. Pengukuran presisi dikelompokkan menjadi within-run selama waktu analisis, intra-batch precision atau repeatabilitas dalam satu kali analisis dan between-run, inter-batch precision atau repeatabilitas bila metode dilakukan oleh analis, alat, reagen, dan laboratorium yang berbeda. Perbedaan nilai rata-rata harus tidak lebih dari 15 terhadap nilai sebenarnya, kecuali pada LLOQ tidak boleh lebih dari 20 Food and Drug Administration, 2001. 2.6.2.7 Perolehan Kembali Perolehan kembali suatu analit adalah respon detektor yang diperoleh dari jumlah analit yang ditambahkan dan diekstraksi dari matriks biologi dibandingkan dengan respon detektor analit yang diketahui konsentrasinya. Perolehan kembali analit tidak harus 100 namun tingkat perolehan kembali analit dan baku dalam harus konsisten, presisi, dan reprodusibel dengan rentang syarat 80-120. Uji perolehan kembali harus dilakukan dengan membandingkan hasil analisis sampel pada tiga konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi yang diekstraksi dari matriks biologi dengan baku yang tidak diekstraksi yang mewakili perolehan kembali 100 Food and Drug Administration, 2001. 2.6.2.8 Stabilitas Stabilitas obat dalam cairan biologis adalah fungsi dari kondisi penyimpanan, sifat-sifat kimia obat, matriks, dan sistem penyimpanan. Stabilitas analit dalam suatu matriks dan sistem penyimpanan hanya relevan pada 23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta matriks dan sistem penyimpanan tersebut dan tidak dapat diekstrapolasikan ke matriks dan sistem penyimpanan lain. Semua penentuan stabilitas harus menggunakan sampel yang disiapkan dari larutan stok analit yang dibuat baru dalam matriks biologis yang bebas analit dan bebas dari interferensi. Larutan stok analit harus disiapkan dalam pelarut yang sesuai pada konsentrasi yang diketahui. Penentuan uji stabilitas dapat menggunakan beberapa cara, antara lain : a. Stabilitas Beku-Cair Stabilitas analit dapat ditentukan setelah tiga siklus beku-cair. Sedikitnya tiga larutan senyawa dari setiap konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi di simpan pada kondisi penyimpanan yang diinginkan selama 24 jam kemudian dikeluarkan dan dibiarkan hingga mencair pada temperatur ruang. Setelah semua mencair, sampel dibekukan kembali selama 12-24 jam pada kondisi yang sama. Siklus beku-cair ini harus diulang sebanyak 2 kali lagi, kemudian dianalisis setelah tiga siklus. Jika analit tidak stabil pada temperatur penyimpanan, maka uji dapat dilakukan dengan menyimpan sampel pada suhu -70 C selama tiga siklus beku-cair. b. Stabilitas Jangka Pendek Tiga larutan senyawa dari setiap konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi dicairkan pada suhu ruang dan dibiarkan pada suhu ini selama 4 sampai 24 jam atau berdasarkan durasi yang diperkirakan sampel stabil pada temperatur ruang berdasarkan penelitian kemudian dianalisis. 24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta c. Stabilitas Jangka Panjang Waktu penyimpanan pada evaluasi stabilitas jangka panjang harus melebihi waktu pertama kali sampel di kumpulkan sampai waktu terakhir sampel dianalisis. Stabilitas jangka panjang ditentukan dengan menyimpan sedikitnya tiga larutan senyawa dari setiap konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi dicairkan pada kondisi yang sama seperti uji sampel. Konsentrasi dari semua sampel dibandingkan dengan rata-rata nilai perolehan kembali yang sesuai dengan konsentrasi standar dari hari pertama uji stabilitas jangka panjang. d. Stabilitas Larutan Stok Stabilitas larutan stok obat dan baku dalam harus dievaluasi pada temperatur ruang selama minimal 6 jam. Jika larutan stok dibekukan selama periode tertentu, perlu dicatat stabilitasnya. Setelah itu, dilakukan uji stabilitas dengan membandingkan respon instrumen terhadap larutan yang baru dibuat. e. Stabilitas Post-Preparatif Stabilitas dari sampel yang telah diproses, termasuk waktu sampel berada dalam autosampler. Stabilitas obat dan baku dalam harus ditentukan selama waktu analisis untuk setiap batch dalam validasi sampel dengan menentukan konsentrasi berdasarkan kalibrasi standar. Food and Drug Administration, 2001. 25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Penelitian II, Laboratorium Kimia Obat, Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Analisa Obat dan Pangan Halal Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penlitian dimulai dari bulan Maret sampai Juni 2016.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dionex UltiMate® 3000 dilengkapi dengan; pompa, autosampler, kolom Acclaim® Polar Advantage II C18; 3 µm; 4,6 x 150 mm, detektor DAD Diode Array Detector, dan program komputer PC Chromeleon®. Spektrofotometer Ultaviolet-Visibel Hitachi U-2910, sentrifus Eppendorf 5417R dengan tabung sentrifugasi, syringe filter Sartorius, RC 0,45 µm, timbangan analitik kepekaan 220 g – 1 mg AND-GH202, vorteks, mikropipet Rainin 20-200 µL dan 100-1000 µL, dry vacuum pumpcompressor Welch®, tabung vacutainer, lemari pendingin, sonikator Elmasonic®, dan alat-alat gelas. 3.2.2 Bahan N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida, metanol grade Liquid Chromatography Merck, akuabides Otsuka, plasma PMI DKI Jakarta. 26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Pembuatan Larutan Induk N-hidroksietil- p-metoksi sinamamida konsentrasi 1008 µgmL Ditimbang sebanyak 50,4 mg N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida. Dilarutkan ke dalam metanol hingga 50,0 mL sehingga diperoleh konsentrasi 1008 µgmL. Pengenceran dilakukan untuk memperoleh larutan dengan konsentrasi tertentu.

3.3.2 Pembuatan Fase Gerak

Beberapa komposisi fase gerak dibuat dengan mengkombinasikan metanol dan akuabides dengan komposisi yang dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Komposisi Fase Gerak No. Metanol Akuabides 1 100 - 2 70 30 3 60 40 4 40 60 Fase gerak yang telah dibuat disaring menggunakan vakum dan filter 0,45 um. Gas yang terdapat di dalam larutan dihilangkan menggunakan sistem penghilang gas degasser.

3.3.3 Penentapan Panjang Gelombang Analisis

Larutan induk N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida diencerkan dengan metanol hingga diperoleh konsentrasi 5,04 µgmL. Kemudian diukur nilai serapannya pada panjang gelombang 200-400 nm menggunakan Spektrofotometer UV- Visibel. Ditentukan nilai panjang gelombang maksimumnya untuk analisis. 27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.4 Optimasi Kondisi Analisis

3.3.4.1 Pemilihan Komposisi Fase Gerak Larutan induk N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida diencerkan dengan metanol hingga diperoleh konsentrasi 10,08 µgmL. Sebanyak 20,0 µL supernatan disuntikkan ke dalam KCKT menggunakan komposisi fase gerak dalam variasi perbandingan diatas dengan laju alir 1,0 mLmenit, dan dideteksi pada panjang gelombang terpilih. Kemudian dicatat waktu retensi tR, luas puncak, dihitung jumlah lempeng teoritis N, HETP height equivalent theoritical plate, dan asimetrisitas. Hasil analisis yang diperoleh dari beberapa perbandingan fase gerak dibandingkan.

3.3.5 Uji Kesesuaian Sistem

Larutan yang mengandung N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida pada konsentrasi 10,08 µgmL disiapkan. Sebanyak 20,0 µL supernatan disuntikkan ke dalam KCKT pada kondisi analisis terpilih. Kemudian dihitung jumlah lempeng teoritis N, HETP, asimetrisitas dan nilai RSD standar deviasi relatif pada lima kali penyuntikan.

3.3.6 Penetapan Metode Ekstraksi Polson, 2002

Sebanyak 0,5 mL plasma diekstraksi menggunakan metanol, dengan perbandingan metanol-plasma 1:1 dan 4:1 dalam tabung sentrifugasi. Kemudian dikocok dengan vorteks selama ± 20 detik dilanjutkan dengan sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3.000 rpm. Supernatan yang diperoleh kemudian diambil dan disaring menggunakan syringe filter. Sebanyak 20,0 µL supernatan disuntikkan ke dalam KCKT dan dianalisis kromatogram dari masing-masing perbandingan untuk mengetahui kondisi kromatogram blanko plasma. 28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dibuat larutan N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida 10,08 µgmL dalam plasma. Lalu diambil 0,5 mL campuran tersebut dan dilakukan ekstraksi sesuai dengan perbandingan metanol-plasma 1:1 dan 4:1, lalu sebanyak 20,0 µL supernatan diinjeksikan ke dalam KCKT. Kemudian dilakukan pengamatan kromatogram plasma mengandung N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida dengan membandingkan luas area, resolusi, jumlah lempeng teoritis, dan asimetrisitas puncak N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida dari masing-masing perbandingan tersebut.

3.3.7 Validasi

Metode Analisis N-hidroksietil- p-metoksi sinamamida dalam Plasma secara In Vitro 3.3.7.1 Pengukuran Batas Kuantifikasi Terendah LLOQ Larutan N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida dalam plasma dengan konsentrasi 10,08 µgmL; 15,12 µgmL; 20,16 µgmL; 30,24 µgmL; dan 40,32 µgmL disiapkan. Kemudian masing-masing larutan diekstraksi sesuai dengan prosedur. Sebanyak 20 µL supernatan disuntikkan ke dalam KCKT pada kondisi analisis terpilih. Dibuat kurva kalibrasi, ditentukan persamaan garis regresi linier dan koefisien korelasinya, kemudian dihitung nilai LOQ. Setelah diperoleh nilai LOQ, dibuat larutan N- hidroksietil-p-metoksi sinamamida dalam plasma dengan konsentrasi ½ atau ¼ dari nilai LOQ tersebut. 3.3.7.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas dalam Plasma secara In Vitro Dibuat sampel blangko plasma, serta 6 larutan N- hidroksietil-p-metoksi sinamamida dalam plasma dengan konsentrasi 5,04 µgmL; 10,08 µgmL; 15,12 µgmL; 20,16 µgmL; 30,24 µgmL; dan 40,32 µgmL. Kemudian masing- masing larutan diekstraksi sesuai dengan prosedur. Sebanyak 20,0 µL supernatan disuntikkan ke dalam KCKT 29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada kondisi analisis terpilih. Setelah itu dianalisis regresi luas puncak terhadap konsentrasi N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida dalam plasma dari masing-masing konsentrasi dan dibuat kurva kalibrasi dengan persamaan garis regresi linier y = a + bx. Dihitung pula koefisien korelasi r dari kurva tersebut, kemudian dihitung lengukuran batas deteksi LOD dan limit batas kuantifikasi LOQ. Nilai LOD dan LOQ dihitung dengan menggunakan data kalibrasi. LOQ diperoleh dengan rumus : LOQ = Sedangkan LOD diperoleh dengan rumus : LOD = dimana adalah simpangan baku residual, b adalah slope dari persamaan regresi. 3.3.7.3 Uji Selektivitas Sebanyak 20,0 µL plasma hasil deproteinasi yang mengandung N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida pada konsentrasi LLOQ 5,04 µgmL disuntikkan ke dalam KCKT dengan kondisi analisis terpilih. Diulang sebanyak enam kali menggunakan enam plasma dari sumber yang berbeda. Kemudian dihitung koefisien variasinya KV dengan nilai ≤20 dan akurasi diff dengan nilai ± 20. 3.3.7.4 Uji Akurasi, Presisi dan Perolehan Kembali recovery Dibuat larutan N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida dalam plasma dengan tiga seri konsentrasi, yaitu konsentrasi rendah 12,096 µgmL, konsentrasi sedang 18,144 µgmL dan konsentrasi tinggi 28,224 µgmL. Kemudian masing-masing larutan diekstraksi sesuai dengan prosedur. Sebanyak 20,0 µL supernatan disuntikkan ke 30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam KCKT pada kondisi analisis terpilih. Prosedur tersebut diulangi sebanyak tiga kali untuk masing-masing konsentrasi. Kemudian dihitung persentase akurasi diff, perolehan kembali recovery dan nilai koefisien variasinya KV pada masing-masing konsentrasi larutan tersebut. Nilai rata-rata diff yang disyaratkan adalah + 15, dan nilai koefisien variasi KV yang disyaratkan tidak lebih dari 15. Adapun recovery dihitung dengan membandingkan nilai terukur dari konsentrasi N- hidroksietil-p-metoksi sinamamida dalam plasma dengan nilai yang sebenarnya dikalikan 100. Nilai recovery yang disyaratkan berada pada rentang 80-120. Perolehan kembali analit tidak harus 100 namun tingkat perolehan kembali analit harus konsisten, presisi, dan reprodusibel. Uji akurasi dan presisi dilakukan selama dua hari.