Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

13 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hasil reaksi yang diperoleh disebut dengan silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis karena terbentuk ikatan-ikatan siloksan Si-O-O-Si. Silika yang dimodifikasi ini mempunyai karakteristik kromatografi dan selektifitas yang berbeda jika dibandingkan dengan silika yang tidak dimodifikasi. Oktadesil silika ODS atau C18 merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi Gandjar dan Rohman, 2007. 2.4.2.7 Detektor Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu detektor universal yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia. Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel, b. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil, c. Stabil dalam pengoperasiannya, d. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan peleburan pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 µl atau lebih kecil, sementara kolom mokrobor selnya bervolume 1 µl atau lebih kecil lagi, 14 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta e. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas kisaran dinamis linier, dan f. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak. Beberapa detektor yang sering digunakan pada KCKT : a. Detektor Spektrofotometri UV-Vis Detektor ini didasarkan pada adanya penyerapan radiasi ultraviolet UV dan sinar tampak Vis pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh spesies solut yang mempunyai struktur-struktur atau gugus- gugus kromoforik. Detektor spektrofotometri UV-Vis dapat berupa detektor dengan panjang gelombang tetap merupakan detektor yang paling sederhana serta detektor dengan panjang gelombang bervariasi. b. Detektor photodiode-array PDA Detektor PDA merupakan detektor UV-Vis dengan berbagai keistimewaaan. Detektor ini mampu memberikan kumpulan kromatogram secara simultan pada panjang gelombang yang berbeda pada sekali proses single run. Selama proses berjalan, suatu kromatogram pada panjang gelombang yang diinginkan biasanya antara 190-400 dapat ditampilkan. c. Detektor Flouresensi Fluoresensi merupakan fenomena luminisensi yang terjadi ketika suatu senyawa menyerap sinar UV atau visibel lalu mengemisikannya pada panjang gelombang yang lebih besar. Tidak semua senyawa obat mempunyai sifat flouresen sehingga detektor 15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta flouresensi ini sangat spesifik. Disamping itu, detektor ini juga sangat sensitif dibandingkan dengan detektor UV. d. Detektor Indeks Bias Detektor ini akan merespon setiap perbedaan indeks bias antara analit zat terlarut dengan pelarutnya fase geraknya. Penggunaan detektor ini terutama untuk senyawa-senyawa yang tidak mempunyai gugus kromofor. e. Detektor Elektrokimia Detektor ini bekerja berdasarkan oksidasi dan reduksi senyawa organik termasuk obat secara elektrokimia pada elektroda yang cocok. Gandjar dan Rohman, 2007. 2.4.2.8 Komputer, Integrator, atau Rekorder Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, atau rekorder dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh analis Gandjar dan Rohman, 2007.

2.5 Uji Kesesuaian Sistem

Seorang analisis harus memastikan bahwa sistem dan prosedur yang digunakan mampu memberikan data yang dapat diterima. Hal ini dapat dilakukan dengan uji kesesuaian sistem. Uji kesesuaian sistem adalah serangkaian uji untuk menjamin bahwa metode tersebut dapat menghasilkan akurasi dan presisi yang dapat diterima. Persyaratan- 16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta persyaratan kesesuian sistem biasanya dilakukan setelah dilakukan pengembangan metode dan validasi metode. United States Pharmacopeia USP menentukan parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian sistem sebelum analisis. Parameter-parameter yang digunakan meliputi: jumlah lempeng teoritis N, asimetrisitas, faktor kapasi tas k’ atau α dan nilai standar deviasi relatif RSD tinggi puncak dan luas puncak dari serangkaian injeksi. Pada umumnya, paling tidak ada 2 kriteria yang biasanya dipersyaratkan untuk menunjukkan kesesuaian sistem suatu metode. Parameter yang berguna untuk uji kesesuaian sistem adalah keberulangan penyuntikan larutan baku yang dinyatakan dalam standar deviasi relatif RSD yang dinyatakan dalam persen bila tidak dinyatakan lain dalam monografi baku yang digunakan dengan nilai RSD kurang dari 2 Farmakope Indonesia edisi IV.

2.6 Validasi Metode Analisis

Validasi metode menurut United States Pharmacopeia USP dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah analisis. Oleh karena itu suatu metode harus divalidasi ketika: a. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi masalah analisis tertentu, b. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau karena munculnya suatu masalah yang mengarahkan bahwa metode baku tersebut harus direvisi, c. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring dengan berjalannya waktu, d. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda, 17 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta e. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara metode baru dan metode baku. Gandjar dan Rohman, 2007. Validasi metode bioanalisis ini digunakan pada studi farmakologi klinis, pengujian ketersediaan hayati bioavailabilitas dan bioekuivalensi, serta uji farmakokinetika. Metode analisis yang selektif dan sensitif sangat penting untuk evaluasi obat dan metabolitnya analit secara kuantitatif untuk keberhasilan studi farmakologi pre-klinis dan klinis. Validasi metode bioanalisis mencakup semua prosedur yang menunjukkan bahwa metode yang digunakan untuk analisis analit secara kuantitatif di dalam matriks biologis, seperti darah, plasma, serum, atau urin dapat dipercaya dan reprodusibel sesuai tujuan penggunaannya. 2.6.1 Tipe dan Tingkatan Validasi Dalam bioanalisis, validasi metode dibagi menjadi 3 kategori, yaitu Food and Drug Administration, 2001: 2.6.1.1 Validasi Lengkap Validasi lengkap penting dilakukan saat melakukan pengembangan dan implementasi metode bioanalisis untuk pertama kali. Validasi lengkap juga penting untuk obat-obat baru dan dilakukan jika ada metabolit yang ditambahkan pada suatu penetapan kadar. 2.6.1.2 Validasi Parsial Validasi parsial merupakan suatu modifikasi dari metode bionalasis yang telah divalidasi. Validasi parsial dilakukan mulai dari akurasi dan presisi pada proses inta- assay sampai mendekati validasi lengkap. Perubahan metode bioanalisis yang termasuk kedalam kategori ini, yaitu : 18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta a. Metode bioanalisis yang di pindahkan antar laboratorium atau analis, b. Perubahan dalam metode analisis misal perubahan dalam sistem deteksi, c. Perubahan dalam antikoagulan yang digunakan dalam cairan biologis, d. Perubahan matriks misal dari plasma menjadi urin, e. Perubahan dalam prosedur proses sampel, f. Perubahan spesies pada matriks yang sama misal dari rat plasma menjadi mouse plasma, g. Perubahan dalam rentang konsentrasi, h. Perubahan instrumen dan atau software yang digunakan, i. Volume sampel yang terbatas misal pada studi pediatri, j. Matriks yang jarang. 2.6.1.3 Validasi Silang Validasi silang merupakan perbandingan parameter validasi ketika 2 atau lebih metode bioanalisis digunakan untuk mendapatkan data pada studi yang sama ataupun studi yang berbeda. Salah satu contoh dari validasi silang adalah keadaan dimana metode bioanalisis yang telah tervalidasi dianggap sebagai referensi dan metode bioanalisis hasil revisi dijadikan sebagai pembanding. Perbandingan harus dilakukan dua arah. 2.6.2 Pengembangan Metode Bioanalisis Pengukuran terhadap setiap analit dalam matriks biologis harus divalidasi terlebih dahulu. Berikut beberapa parameter pokok untuk validasi metode bioanalisis, yaitu akurasi, presisi, selektivitas, sensitivitas, reprodusibilitas, dan stabilitas. 19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pengembangan dan penetapan metode bioanalisis meliputi : 2.6.2.1 Selektivitas Selektivitas adalah kemampuan metode analisis untuk membedakan dan mengukur secara kuantitatif analit dengan adanya komponen lain di dalam sampel. Untuk selektivitas, analisis sampel blangko dari matriks biologi yang sesuai seperti plasma, urin, atau matriks lainnya harus dilakukan sedikitnya dari enam sumber yang berbeda. Tiap sampel blangko harus diuji terhadap interferensi, dan selektivitas harus dipastikan pada kadar batas kuantifikasi terendah LLOQ. Jika suatu metode mengukur lebih dari satu analit, maka tiap analit harus diuji untuk memastikan tidak ada interferensi Food and Drug Administration, 2001. 2.6.2.2 Kurva Kalibrasi Kurva kalibrasi merupakan hubungan antara respon instrumen dan konsentrasi analit yang diketahui. Kurva kalibrasi disiapkan dalam matriks biologi yang sama dengan sampel, dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi yang diketahui ke dalam matriks. Rentang konsentrasi standar dipilih berdasarkan literatur atau penelitian. Pembuatan kurva kalibrasi harus mencakup sampel blangko matriks tanpa baku dalam, sampe zero matriks dengan baku dalam, dan 6 sampai 8 non-zero sampel pada rentang konsentrasi standar, termasuk LLOQ. a. Lower Limit of Quantification LLOQ Standar terendah dari kurva kalibrasi harus diterima sebagai LLOQ jika berada pada kondisi berikut: respon analit pada LLOQ setidaknya 5 kali respon sampel blangko, puncak analit respon harus dapat teridentifikasi, dapat terpisah dengan baik, dan 20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta reprodusibel dengan nilai presisi ≤20 dan akurasi 80-120. b. Kurva Kalibrasi Kurva Standar Konsentrasi-Respon Syarat kurva kalibrasi agar dapat diterima, yaitu nilai nilai deviasi sebesar ≤20 dari konsentrasi LLOQ dan nilai nilai deviasi sebesar ≤15 dari konsentrasi standar selain LLOQ. Sedikitnya empat dari enam standar non-zero berada diatas kriteria diatas, termasuk LLOQ dan konsentrasi tertinggi dari kurva kalibrasi. Food and Drug Administration, 2001 2.6.2.3 Batas Deteksi limit of detection, LOD Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit diatas atau dibawah nilai tertentu. Definisi batas deteksi yang paling umum digunakan dalam kimia analisis adalah kadar analit yang memberikan respon sebesar respon blangko y b ditambah dengan 3 simpangan baku blangko 3S b . LOD dapat dihitung berdasarkan pada standar deviasi SD respon dan kemiringan slope, S kurva baku pada level yang mendekati LOD sesuai dengan rumus, LOD = 3,3 SDS Gandjar dan Rohman, 2007. 2.6.2.4 Batas Kuantifikasi limit of quantification, LOQ Batas Kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi