Latar Belakang Perbedaan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Rural-Urban di Kabupaten Bogor Tahun 2014
4
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 5 pulau besar yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Pusat
pemerintahan Indonesia berada di Pulau Jawa. Oleh karena itu, Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang paling besar dibandingkan dengan pulau-
pulau besar lainnya. Berdasarkan Riskesdas 2013, provinsi dengan prevalensi hipertensi
tertinggi di Pulau Jawa adalah Jawa Barat. Hal ini didukung dengan proporsi faktor risiko hipertensi pada masyarakat Jawa Barat yang
menduduki peringkat atas dalam beberapa kategori. Dalam kategori kebiasaan merokok, proporsi perokok setiap hari di Jawa Barat mencapai
27,1, menjadi peringkat kedua nasional setelah Kepulauan Riau 27,2, dan menjadi peringkat pertama di Pulau Jawa. Untuk perilaku sedentari,
Jawa Barat menduduki peringkat empat tertinggi nasional proporsi penduduk yang melakukan perilaku sedentari lebih dari 6 jam 33,0.
Angka ini melebihi angka nasional perilaku sedentari yakni sebesar 24,1 Kemenkes, 2013.
Berdasarkan analisis Riskesdas 2013 mengenai konsumsi makanan berlemak, berkolesterol tinggi, dan gorengan, provinsi Jawa Barat
menduduki peringkat ketiga tertinggi nasional 50,1. Angka ini berada diatas proporsi nasional yakni 40,7. Untuk kategori konsumsi makanan
asin, proporsi provinsi Jawa Barat sebesar 45,3, berada diatas rata-rata nasional yakni 26,2. Dalam kategori makanan hewani berpengawet,
proporsi Jawa Barat sebesar 5,4, sedangkan rata-rata nasional sebesar 4,3. Dalam kategori makanan berpenyedap, Jawa Barat memiliki proporsi
5
sebesar 87,1, sedangkan rata-rata nasional sebesar 77,3. Begitu juga minuman berkafein, proporsi Jawa Barat sebesar 34,2 sedangkan rata-rata
nasional sebesar 31,5 Kemenkes, 2013. Dari data ini, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Jawa Barat cukup berpotensi terkena hipertensi.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang cukup besar di Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Bogor berbatasan dengan wilayah
perkotaan seperti DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi. Hal ini menyebabkan arus urbanisasi di Kabupaten Bogor cukup
deras. Dampak dari urbanisasi ini juga terlihat dari wilayah Kabupaten Bogor dimana sebagian dapat diklasifikasikan sebagai perkotaan, sedangkan
lainnya diklasifikasikan sebagai pedesaan BPS, 2010. Pola penyakit yang ada di masyarakat Kabupaten Bogor juga mulai bergeser dari penyakit
menular ke arah penyakit tidak menular Dinkes Bogor, 2012. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2012, penyakit
Hipertensi menempati urutan pertama pola penyakit penderita rawat jalan di puskesmas pada kelompok umur 45-69 tahun 11,21 dan kelompok umur
70 tahun 18,7. Penyakit hipertensi juga menempati urutan delapan besar pola penyakit kasus rawat jalan di rumah sakit pada kelompok umur
5-44 tahun 3, menjadi peringkat pertama pola penyakit rawat jalan di rumah sakit pada kelompok umur 45-69 tahun 17,46 dan kelompok
umur 70 tahun 19,02. Pada kategori pola penyakit kasus rawat inap di rumah sakit pada kelompok umur 5-44 tahun, hipertensi merupakan
penyakit terbanyak kedelapan 3,38, menjadi penyakit kedua terbanyak 7,51 pada kelompok umur 45-69 tahun, serta peringkat pertama
6
11,94 pada kelompok umur 70 tahun. Dari segi faktor risiko, berdasarkan Survei Kesehatan Daerah Kabupaten Bogor tahun 2007,
diketahui persentase perokok aktif di Kabupaten Bogor sebesar 27,1, angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase perokok aktif di
Jawa Barat 26,7 dan secara nasional 23,7. Data ini menunjukkan potensi besar adanya kemungkinan peningkatan angka morbiditas akibat
hipertensi di Kabupaten Bogor Dinkes Bogor, 2012. Menurut peneliti, perlu dilakukan penelitian mengenai hipertensi
rural-urban untuk mewaspadai prevalensi penyakit tidak menular agar tidak menjadi fenomena gunung es, karena selama ini penelitian mengenai
penyakit tidak menular lebih difokuskan kepada daerah perkotaan Pradono dkk., 2013 dan Sirait dkk, 2012. Selain itu, penelitian yang membahas
tentang perbandingan hipertensi pada masyarakat rural-urban belum banyak dilakukan Badar, 2010. Oleh karena itu, peneliti akan mengangkat tema
tentang Perbedaan Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Rural-Urban Di Kabupaten Bogor Tahun 2014