ekstraksi senyawa antibakteri dari produk gambir Pambayun et al. 2007. Aktivitas antimikroba in vitro dipengaruhi beberapa hal, seperti pH lingkungan,
komponen-komponen media, stabilitas obat, takaran inokulum, lama inkubasi serta aktivitas metabolisme mikroorganisme Irianto 2006. Uji aktivitas
antibakteri tidak dilakukan pada ekstrak kerang darah dengan pelarut heksana karena rendemen ekstrak yang sedikit.
Hasil positif uji antibakteri oleh ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan hasil negatif uji antibakteri oleh ekstrak kerang darah dengan pelarut
metanol pada konsentrasi 2 menunjukkan dugaan bahwa komponen aktif pada kerang darah yang berpotensi sebagai senyawa antibakteri bersifat semi polar
karena terlarut pada pelarut etil asetat yang bersifat semi polar. Dugaan ini didukung oleh pustaka yang menyatakan bahwa senyawa polar lebih mudah larut
dalam pelarut polar, senyawa semi polar mudah larut pada pelarut semi polar dan senyawa non polar lebih larut dalam pelarut non polar Sudarmadji et al. 2007.
Kloramfenikol sebagai antibakteri kontrol mampu menghasilkan zona hambat dengan diameter sebesar 23 mm pada E. coli dan 28 mm pada S. aureus
pada konsentrasi kloramfenikol sebesar 2. Berdasarkan diameter zona hambat yang dihasilkan, kloramfenikol termasuk antibakteri dengan kemampuan
penghambatan kuat. Hasil tersebut didukung oleh penjelasan pada penelitian Davis dan Strout 1971 yang menyatakan bahwa antibiotik dengan diameter zona
hambat 10-20 mm termasuk antibiotik kuat. Zona hambat yang dihasilkan kloramfenikol jauh lebih besar apabila
dibandingkan dengan zona hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol. Hal tersebut
dikarenakan kloramfenikol merupakan antibiotik yang memiliki spektrum luas dalam menghambat pertumbuhan bakteri baik gram positif maupun gram negatif
Pelczar dan Chan 1988.
4.3.2. Uji aktivitas antibakteri dengan berbagai konsentrasi
Uji aktivitas antibakteri pada media MHA Mueller Hinton Agar dari ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan
pelarut metanol pada beberapa konsentrasi dilakukan berdasarkan uji pendahuluan aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah. Konsentrasi ekstrak kerang darah yang
digunakan adalah 2, 3,5, 5 dan 6,5 modifikasi Darusman et al. 1994 dengan ukuran masing-masing diameter zona hambat yang dihasilkan tertera pada
Tabel 8. Uji aktivitas antibakteri dengan berbagai konsentrasi ekstrak dilakukan
untuk mengetahui konsentrasi minimum dari tiap ekstrak yang dapat menghambat aktivitas pertumbuhan bakteri uji. Uji aktivitas dilakukan pada 15 ml media MHA
menggunakan paper disk yang telah ditetesi 20 μl ekstrak dengan konsentrasi
masing-masing adalah 2, 3,5, 5 dan 6,5 terhadap dua bakteri uji, yaitu Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli. Contoh perhitungan konsentrasi ekstrak per paper disk dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 8 Aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah pada berbagai konsentrasi
Konsentrasi ekstrak kerang darah dengan
pelarut etil asetat Zona hambat mm
E. coli S. aureus
2 3,5
5 6,5
1 2
3 4
3 4
6 7
Konsentrasi ekstrak kerang darah dengan
pelarut metanol Zona hambat mm
E. coli S. aureus
2 3,5
5 6,5
- -
0,5 1
- -
0,5 1
Konsentrasi kloramfenikol
Zona hambat mm E. coli
S. aureus 2
3,5 5
6,5 25
27 31
36 31
38 41
43
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli OD = 0,797
dan bakteri S. aureus OD = 0,750 pada semua konsentrasi ekstrak. Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat memiliki aktivitas lemah dalam
menghambat pertumbuhan E. coli pada semua konsentrasi ekstrak karena diameter zona hambat yang dihasilkan oleh keempat konsentrasi ekstrak kurang
dari 5 mm. Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat memiliki aktivitas
lemah dalam menghambat pertumbuhan S. aureus pada konsentrasi 2 dan 3,5 dengan diameter zona hambat masing-masing 3 mm dan 4 mm tetapi memiliki
aktivitas sedang pada konsentrasi 5 dan 6,5 dengan diameter zona hambat masing-masing 6 mm dan 7 mm. Hasil pengukuran diameter zona hambat
tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dengan konsentrasi 6,5 pada bakteri E. coli memiliki kekuatan sama dengan
ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat 3,5 dalam menghambat aktivitas pertumbuhan bakteri S. aureus yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 4 mm.
Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dengan konsentrasi 5 dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli memiliki diameter zona hambat yang
sama dengan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat 2 dalam menghambat bakteri S. aureus yaitu sebesar 3 mm.
Ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol tidak menunjukkan aktivitas penghambatan pada pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus pada konsentrasi
2 dan 3,5, tetapi menunjukkan aktivitas lemah pada konsentrasi 5 dan 6,5 dengan diameter zona hambat masing-masing 0,5 mm dan 1 mm. Hal tersebut
diduga karena komponen aktif yang berpotensi sebagai antibakteri yang terlarut dalam ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol lebih rendah apabila
dibandingkan dengan komponen antibakteri yang terlarut pada etil asetat sehingga kemampuan penghambatan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol lebih
rendah. Diameter zona hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan
pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol pada bakteri E. coli
selalu lebih kecil apabila dibandingkan dengan diameter zona hambat bakteri S. aureus. Kondisi tersebut diduga karena E. coli lebih tahan terhadap
senyawa antibakteri apabila dibandingkan dengan S. aureus. Dugaan tersebut didukung oleh pernyataan yang menyebutkan bahwa bakteri gram positif lebih
sensitif terhadap penambahan desinfektan daripada bakteri gram negatif Greenwood et al. 1995. Alakomi et al. 2000 diacu dalam Adolf 2006 juga
menjelaskan bahwa S. aureus merupakan bakteri gram positif yang memiliki 40 lapisan peptidoglikan dan merupakan 50 dari bahan dinding sel. Bakteri E. coli
adalah bakteri gram negatif yang memiliki 1-2 lapisan peptidoglikan dan
merupakan 5-10 dari bahan dinding sel tetapi bakteri gram negatif memiliki lapisan tambahan pada dinding sel yang disebut membran luar terdiri dari lapisan
lipopolisakarida yang berfungsi sebagai penghalang masuknya senyawa-senyawa yang tidak diperlukan sel, sehingga bakteri gram negatif lebih resisten terhadap
adanya senyawa asing, seperti senyawa antibakteri, karena terlebih dulu ditahan oleh membran luar yang berupa lipopolisakarida.
Daya hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat lebih besar daripada daya hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kerang darah
dengan pelarut metanol dikarenakan etil asetat merupakan pelarut semi polar yang mampu mengekstrak senyawa fenol, terpenoid dan alkaloid sedangkan pelarut
metanol mampu mengekstrak alkaloid kuartener dan komponen fenolik lainnya Harborne 1987. Darusman et al. 1994 menjelaskan bahwa beberapa
komponen yang berpotensi sebagai senyawa antibakteri antara lain senyawa alkaloid, terpenoid dan flavonoid.
Zona hambat yang dihasilkan oleh kloramfenikol, baik bakteri E. coli maupun S. aureus, jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan zona hambat
yang dihasilkan oleh ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol dan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat. Hal ini dikarenakan kloramfenikol
mampu menghambat pertumbuhan bakteri dalam spektrum yang luas dalam konsentrasi rendah. Aktivitas antibakteri kloramfenikol tidak bisa dibandingkan
dengan aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat maupun ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol dari segi diameter zona
hambat yang dihasilkan, tetapi apabila dilihat dari segi keamanan maka ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut
metanol akan memiliki keunggulan karena sumber bahan bakunya yang berasal dari alam, sedangkan kloramfenikol merupakan senyawa antimikroba sintesis
yang berbahaya bagi kesehatan. Darmowandowo dan Kaspan 2009 menyatakan bahwa akumulasi kloramfenikol yang berlebihan dalam tubuh akan menyebabkan
gangguan kesehatan seperti gangguan pada sumsum tulang belakang, leukimia dan gray baby syndrome.
Diameter zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol pada uji
pendahuluan aktivitas antibakteri berbeda dengan diameter zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut
metanol pada uji aktivitas antibakteri dengan berbagai konsentrasi ekstrak, hal ini diduga karena terjadi perbedaan waktu pengambilan sampel kerang darah.
Kerang darah yang digunakan pada uji pendahuluan aktivitas antibakteri diambil dari pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara pada bulan September 2008
sedangkan kerang darah yang digunakan pada uji aktivitas antibakteri pada berbagai konsentrasi ekstrak diambil dari pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara
pada bulan November 2008. Perbedaan waktu pengambilan sampel tersebut diduga berkaitan dengan perbedaan musim, karena perbedaan musim
menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme pada tubuh organisme akibat perubahan kondisi lingkungan, sehingga menyebabkan komponen aktif yang
terdapat dalam tubuh juga mengalami perubahan. Dugaan tersebut didukung oleh Hans 2004 yang menyebutkan bahwa senyawa bioaktif hasil ekstraksi dari
organisme yang hidup pada lingkungan dengan tingkat gangguan rendah berbeda dengan senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh organisme yang hidup pada
lingkungan dengan tingkat gangguan tinggi. Hal ini dikarenakan organisme yang hidup di lingkungan dengan tingkat gangguan rendah menggunakan energinya
untuk pertumbuhan dan reproduksi, sehingga produksi metabolit sekunder yang dihasilkan lebih rendah. Organisme yang hidup pada lingkungan dengan tingkat
gangguan tinggi menggunakan energinya untuk pertumbuhan, reproduksi dan memproduksi metabolit sekunder sebagai fasilitas untuk pertahanan diri, sehingga
ketika dilakukan ekstraksi maka senyawa bioaktif yang dihasilkan dari organisme yang hidup di daerah dengan gangguan tinggi akan lebih besar daripada
organisme yang hidup di daerah dengan gangguan lingkungan yang lebih rendah.
4.3.3. Pengamatan zona hambat pada penyimpanan suhu 10