Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat karena berdasarkan uji pendahuluan aktivitas antibakteri, ekstrak kerang darah
dengan pelarut etil asetat menunjukkan kemampuan penghambatan lebih baik apabila dibandingkan dengan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol.
a. Suhu 10
o
C
Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri dan efektivitas kerja senyawa antibakteri. Suhu dibawah suhu optimum untuk pertumbuhan
dapat menekan laju metabolisme dan apabila suhu cukup rendah maka metabolisme dan pertumbuhan bakteri akan terhenti. Tetapi bakteri mempunyai
kemampuan yang unik untuk dapat bertahan hidup pada keadaan yang sangat dingin Pelczar dan Chan 1988. Suhu rendah pada umumnya akan meningkatkan
efektivitas kerja senyawa antibakteri Irianto 2006. Tabel 9 Pengamatan zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat
pada penyimpanan suhu 10
o
C
Konsentrasi ekstrak
Kekeruhan zona hambat E. coli
S. aureus H1 H2 H3
H4 H5
H6 H7 H1 H2
H3 H4 H5 H6 H7
2 + + + ++
++ ++
++ - - + + + + + 3,5
+ + + ++
++ ++
++ -
- +
+ + + + 5
- - - - + + + - - - - - + + 6,5
- - - - + + + - - - - - - -
Keterangan : -
= jernih +
= sedikit keruh ++
= keruh +++
= lebih keruh Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa kemampuan ekstrak kerang
darah dengan pelarut etil asetat mengalami penurunan aktivitas dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan bakteri S. aureus pada penyimpanan
suhu 10
o
C yang ditandai dengan peningkatan kekeruhan zona hambat seiring dengan meningkatnya waktu penyimpanan. Pada hari pertama pengamatan
terhadap bakteri E. coli, ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat 2 dan 3,5 menunjukkan zona hambat yang sedikit keruh, sedangkan ekstrak kerang
darah dengan pelarut etil asetat 5 dan 6,5 menunjukkan zona hambat yang jernih.
Zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat konsentrasi 2 dan 3,5 mulai mengalami peningkatan kekeruhan pada hari keempat
pengamatan. Peningkatan kekeruhan zona hambat dari agak keruh menjadi keruh tersebut menunjukkan bahwa terdapat bakteri yang tumbuh, diduga akibat telah
berkurangnya aktivitas senyawa antibakteri dari ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat. Bakteri E. coli tidak dapat tumbuh pada suhu 10
o
C karena suhu tersebut berada di bawah kisaran suhu pertumbuhan E. coli. Hal ini telah sesuai
dengan pernyataan yang menyebutkan bahwa bakteri E. coli tumbuh pada suhu 15-45
o
C Fardiaz 1992. Bakteri yang tumbuh pada zona hambat tersebut diduga merupakan bakteri kontaminasi yang mampu tumbuh pada suhu lingkungan 10
o
C. Hal ini dikarenakan pada metode uji terdapat proses penghomogenan dengan
menggunakan vorteks, sehingga diduga kontaminasi berasal dari proses tersebut. Aktivitas penghambatan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat
dengan konsentrasi 5 dan 6,5 mulai menunjukkan penurunan pada hari kelima pengamatan yang ditandai dengan peningkatan kekeruhan zona hambat yang
dihasilkan. Pada hari keempat hingga hari ketujuh pengamatan, zona hambat yang terbentuk menjadi lebih keruh yang menunjukkan terjadinya pertumbuhan
bakteri. Zona hambat yang semula jernih berubah menjadi agak keruh menunjukkan adanya aktivitas pertumbuhan bakteri pada zona hambat tersebut.
Peningkatan kekeruhan pada media agar diduga karena terjadi penurunan efektivitas ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dalam menghambat
pertumbuhan bakteri E. coli. Zona hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil
asetat dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus pada konsentrasi 2, 3,5, 5 dan 6,5 menunjukkan zona yang jernih pada hari pertama
pengamatan. Peningkatan kekeruhan zona hambat selama penyimpanan terjadi pada ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 2, 3,5
dan 5, tetapi tidak terjadi pada ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat 6,5. Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dengan konsentrasi 2 dan
3,5 mengalami peningkatan kekeruhan zona hambat mulai pada hari ketiga pengamatan yang ditandai dengan perubahan zona dari jernih menjadi sedikit
keruh. Ekstak kerang darah dengan pelarut etil asetat dengan konsentrasi 5
mengalami peningkatan kekeruhan zona hambat pada hari keenam pengamatan yang ditandai dengan perubahan zona hambat yang semula jernih menjadi sedikit
keruh. Terjadinya peningkatan kekeruhan pada zona hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dalam menghambat pertumbuhan
bakteri S. aureus tersebut diduga karena terjadinya penurunan aktivitas kerja dari senyawa antibakteri yang diberikan serta kemampuan bakteri uji dalam
berkembang biak pada suhu lingkungan sebesar 10
o
C. Dugaan tersebut diperkuat dengan pernyataan bahwa bakteri S. aureus mampu tumbuh pada interval suhu
6,7-45,5
o
C Pelczar dan Chan 1988. Havsteen 2002 diacu dalam Sabir 2005 juga menyatakan bahwa
penurunan metabolisme senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri akan berakibat pada penurunan aktivitas antibakteri, sehingga terjadi
kemungkinan bakteri tumbuh kembali. Penurunan aktivitas antibakteri ini tergantung dari waktu kontak senyawa antibakteri dengan bakteri uji, semakin
lama kontak senyawa antibakteri dengan bakteri uji, maka akan semakin menurun aktivitas senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji.
Ukuran diameter zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada bakteri S. aureus yang lebih besar apabila dibandingkan dengan
diameter zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada bakteri E. coli
. Hal ini diduga karena bakteri S. aureus lebih rentan terhadap senyawa asing yang bertindak sebagai senyawa antibakteri apabila dibandingkan dengan
bakteri E. coli. Dugaan tersebut diperkuat oleh pernyataan yang menjelaskan bahwa S. aureus merupakan bakteri yang sensitif terhadap beberapa bahan
antimikroba, seperti benzylpenisilin, ampisilin, amoksilin, karbenisilin, azlosilin dan piperasilin yang merupakan golongan penisilin Greenwood et al. 1995.
Zona hambat yang dihasilkan oleh kloramfenikol dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus menunjukkan zona yang jernih pada
konsentrasi kloramfenikol 2, 3,5, 5 dan 6,5 Tabel 10. Peningkatan kekeruhan zona hambat kloramfenikol dengan konsentrasi 2 dalam menghambat
pertumbuhan bakteri E. coli terjadi pada hari keenam pengamatan yang ditandai dengan berubahnya zona hambat yang semula jernih menjadi agak keruh.
Tabel 10 Pengamatan zona hambat kloramfenikol pada penyimpanan suhu 10
o
C
Konsentrasi kloramfenikol
Kekeruhan zona hambat E. coli
S. aureus H1 H2
H3 H4
H5 H6 H7
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
2 - - - - - + + - - - - - - +
3,5 - - - - - - + - - - - - - +
5 - - - - - - - - - - - - - -
6,5 - - - - - - - - - - - - - -
Keterangan : -
= jernih +
= sedikit keruh ++
= keruh +++
= lebih keruh Kloramfenikol dengan konsentrasi 3,5 juga mengalami perubahan
kekeruhan dari jernih menjadi agak keruh pada hari ketujuh pengamatan, tetapi zona hambat yang dihasilkan kloramfenikol dengan konsentrasi 5 dan 6,5
tetap jernih hingga hari ketujuh pengamatan. Peningkatan kekeruhan zona hambat dari agak keruh menjadi keruh tersebut menunjukkan bahwa terdapat bakteri yang
tumbuh, diduga akibat telah berkurangnya aktivitas senyawa antibakteri dari ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat. Bakteri yang tumbuh pada zona
hambat tersebut diduga merupakan bakteri kontaminasi yang mampu tumbuh pada suhu lingkungan 10
o
C. Hal ini dikarenakan pada metode uji terdapat proses penghomogenan dengan menggunakan vorteks, sehingga diduga kontaminasi
berasal dari proses tersebut. Bakteri E. coli tidak dapat tumbuh pada suhu 10
o
C karena suhu tersebut berada di bawah kisaran suhu pertumbuhan E. coli. Hal ini
telah sesuai dengan pernyataan yang menyebutkan bahwa bakteri E. coli tumbuh pada suhu 15-45
o
C Fardiaz 1992. Peningkatan kekeruhan zona hambat kloramfenikol dalam menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus terjadi pada hari ketujuh pengamatan yaitu pada kloramfenikol dengan konsentrasi 2 dan 3,5, tetapi kloramfenikol pada
konsentrasi 5 dan 6,5 tetap jernih hingga hari ketujuh pengamatan. Zona hambat yang dihasilkan kloramfenikol terhadap bakteri E. coli dan S. aureus yang
masih jernih dan stabil hingga akhir pengamatan tersebut menunjukkan bahwa kloramfenikol mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif maupun
bakteri gram negatif. Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan bahwa kloramfenikol merupakan senyawa antibiotik yang paling stabil dan masih banyak
digunakan oleh masyarakat di negara-negara berkembang karena harganya yang murah dan aktivitas yang baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri pada
spektrum luas, baik bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, apabila dibandingkan dengan antibiotik-antibiotik lainnya Syah et al. 2005.
Ukuran diameter zona hambat yang dihasilkan oleh kloramfenikol pada bakteri S. aureus lebih besar apabila dibandingkan dengan diameter zona hambat
yang dihasilkan kloramfenikol pada bakteri E. coli. Hal ini diduga karena bakteri S. aureus
lebih sensitif terhadap senyawa asing yang bertindak sebagai senyawa antibakteri apabila dibandingkan dengan bakteri E. coli. Dugaan tersebut
diperkuat oleh pernyataan yang menjelaskan bahwa bakteri S. aureus merupakan bakteri yang sensitif terhadap beberapa bahan antimikroba, antara lain
benzylpenisilin, ampisilin, amoksilin, karbenisilin, azlosilin dan piperasilin yang merupakan golongan penisilin Greenwood et al. 1995.
b. Suhu 30