digunakan oleh masyarakat di negara-negara berkembang karena harganya yang murah dan aktivitas yang baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri pada
spektrum luas, baik bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, apabila dibandingkan dengan antibiotik-antibiotik lainnya Syah et al. 2005.
Ukuran diameter zona hambat yang dihasilkan oleh kloramfenikol pada bakteri S. aureus lebih besar apabila dibandingkan dengan diameter zona hambat
yang dihasilkan kloramfenikol pada bakteri E. coli. Hal ini diduga karena bakteri S. aureus
lebih sensitif terhadap senyawa asing yang bertindak sebagai senyawa antibakteri apabila dibandingkan dengan bakteri E. coli. Dugaan tersebut
diperkuat oleh pernyataan yang menjelaskan bahwa bakteri S. aureus merupakan bakteri yang sensitif terhadap beberapa bahan antimikroba, antara lain
benzylpenisilin, ampisilin, amoksilin, karbenisilin, azlosilin dan piperasilin yang merupakan golongan penisilin Greenwood et al. 1995.
b. Suhu 30
o
C
Zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat terhadap bakteri E. coli dan S. aureus pada penyimpanan suhu 30
o
C terus mengalami peningkatan kekeruhan Tabel 11. Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil
asetat pada konsentrasi 2 dan 3,5 menunjukkan zona hambat sedikit keruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, tetapi ekstrak kerang darah
dengan pelarut etil asetat dengan konsentrasi 5 dan 6,5 menunjukkan zona hambat jernih. Zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada
konsentrasi 2 dan 3,5 mengalami perubahan keadaan menjadi keruh pada hari ketiga pengamatan dan lebih keruh pada hari kelima pengamatan. Ekstrak kerang
darah dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 5 yang semula jernih berubah sedikit keruh pada hari ketiga pengamatan, menjadi keruh pada hari kelima
pengamatan dan lebih keruh pada hari ketujuh pengamatan. Zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 6,5 yang jernih berubah
sedikit keruh pada hari ketiga pengamatan dan menjadi keruh pada hari keenam pengamatan.
Tabel 11 Pengamatan zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada penyimpanan suhu 30
o
C
Konsentrasi ekstrak
Kekeruhan zona hambat E. coli
S. aureus H1 H2 H3
H4 H5
H6 H7 H1 H2
H3 H4 H5 H6 H7
2
+ + ++
++ ++
+ ++
+ ++
+ - + ++
++ ++
+ ++
+ ++
+
3,5
+ + ++
++ ++
+ ++
+ ++
+ - + ++ ++ ++
++ +
++ +
5
- - + + ++
++ ++
+ - - + + ++ ++ ++
6,5
- - + + + ++ ++ -
- + + + ++
++
Keterangan : -
= jernih +
= sedikit keruh ++
= keruh +++
= lebih keruh Zona hambat yang ditunjukkan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil
asetat dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus pada hari pertama adalah jernih pada konsentrasi ekstrak 2, 3,3, 5 dan 6,5 Tabel 11.
Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 2 mengalami peningkatan kekeruhan zona hambat menjadi sedikit keruh pada hari kedua
pengamatan, keruh pada hari ketiga pengamatan dan lebih keruh pada hari kelima pengamatan. Zona hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan pelarut
etil asetat pada konsentrasi 3,5 berubah menjadi sedikit keruh pada hari kedua pengamatan, keruh pada hari ketiga pengamatan dan lebih keruh pada hari
keenam hingga ketujuh pengamatan. Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat 5 menunjukkan peningkatan kekeruhan zona hambat mulai pada hari
ketiga pengamatan, yaitu menjadi sedikit keruh dan menjadi keruh pada hari kelima pengamatan. Zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kerang darah
dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 6,5 mengalami peningkatan kekeruhan pada hari ketiga pengamatan, yaitu menjadi sedikit keruh dan menjadi
keruh pada hari keenam hingga ketujuh pengamatan. Peningkatan kekeruhan zona hambat diduga karena kemampuan
penghambatan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat telah mengalami penurunan, sehingga bakteri kembali mengalami pertumbuhan. Dugaan tersebut
diperkuat oleh pernyataan Havsteen 2002 diacu dalam Sabir 2005 yang
menjelaskan bahwa semakin lama waktu kontak senyawa antibakteri dengan bakteri uji, maka akan terjadi penurunan aktivitas antibakteri, hal ini diduga akibat
terjadinya penurunan metabolisme senyawa-senyawa dalam ekstrak yang berpotensi sebagai antibakteri.
Dugaan lain mengenai penyebab peningkataan kekeruhan zona hambat adalah bakteri uji mampu tumbuh dan berkembang biak pada suhu 30
o
C. Dugaan tersebut didukung oleh pustaka yang menyatakan bahwa bakteri E. coli mampu
tumbuh pada suhu 15-45
o
C Fardiaz 1992 dan bakteri S. aureus mampu tumbuh pada suhu 6,7-45,5
o
C Pelczar dan Chan 1988. Sumber lain menyebutkan bahwa aktivitas mematikan bakteri berbanding terbalik antara suhu dengan waktu. Pada
umumnya semakin rendah suhu yang digunakan maka waktu yang dibutuhkan untuk membunuh mikroorganisme tersebut akan semakin lama. Tetapi dalam hal
uji aktivitas antibakteri, peningkatan suhu akan mengurangi tegangan permukaan sehingga mengurangi viskositas dan akhirnya mengurangi absorpsi. Akibat
berkurangnya absorpsi ini, efektivitas desinfektan akan berkurang Irianto 2006. Kekeruhan zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat
dalam menghambat pertumbuhan S. aureus lebih baik apabila dibandingkan dengan kekeruhan zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat
dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Hal ini diduga karena S. aureus yang merupakan bakteri gram positif dikenal sebagai bakteri yang lebih rentan
terhadap antibiotik sehingga kemampuan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dalam menghambat pertumbuhan bakteri tersebut lebih tahan lama. Dugaan
tersebut diperkuat oleh pernyataan yang menjelaskan bahwa bakteri S. aureus merupakan bakteri yang sensitif terhadap beberapa bahan antimikroba, antara lain
benzylpenisilin, ampisilin, amoksilin, karbenisilin, azlosilin dan piperasilin yang merupakan golongan penisilin Greenwood et al. 1995.
Uji aktivitas antibakteri dengan kloramfenikol sebagai antibakteri kontrol menunjukkan peningkatan kekeruhan zona hambat pada bakteri E. coli dan bakteri
S. aureus Tabel 12. Zona hambat yang dihasilkan kloramfenikol dalam
menghambat pertumbuhan bakteri E. coli adalah jernih pada konsentrasi 2, 3,5, 5 dan 6,5. Zona hambat kloramfenikol 2 dan 3,5 berubah menjadi
sedikit keruh pada hari kelima hingga ketujuh pengamatan, zona hambat
kloramfenikol 5 berubah menjadi sedikit keruh pada hari keenam hingga hari ketujuh pengamatan dan zona hambat kloramfenikol 6,5 berubah menjadi
sedikit keruh pada hari ketujuh pengamatan. Tabel 12 Pengamatan zona hambat kloramfenikol pada penyimpanan suhu 30
o
C
Konsentrasi kloramfenikol
Kekeruhan zona hambat E. coli
S. aureus H1 H2
H3 H4
H5 H6 H7
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
2 - -
- -
+ +
+ -
- -
- -
+ +
3,5 - - - - + + + - - - - - - +
5 - - - - - + + - - - - - - +
6,5 - - - - - - + - - - - - - +
Keterangan : -
= jernih +
= sedikit keruh ++
= keruh +++
= lebih keruh Zona hambat kloramfenikol dalam menghambat pertumbuhan bakteri
S. aureus menunjukkan zona yang jernih pada konsentrasi kloramfenikol 2,
3,5, 5 dan 6,5. Zona hambat kloramfenikol 2 mulai berubah menjadi sedikit keruh pada hari keenam pengamatan, sedangkan zona hambat
kloramfenikol 3,5, 5 dan 6,5 berubah menjadi sedikit keruh pada hari ketujuh pengamatan.
Zona hambat yang dihasilkan oleh kloramfenikol dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan bakteri S. aureus cenderung stabil dari awal
hingga akhir pengamatan, diduga karena kloramfenikol merupakan antibiotik yang efektif dalam menghambat pertumbuhan kedua jenis bakteri uji. Dugaan ini
diperkuat dengan pustaka yang menyatakan bahwa kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas yang aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri
gram positif dan bakteri gram negatif Pelczar dan Chan 1988. Kloramfenikol merupakan antibiotik yang telah disintesis dan diproduksi
secara massal. Antibiotik ini mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada spektrum yang luas dan hingga saat ini masih banyak digunakan oleh
masyarakat, terutama masyarakat di negara-negara dengan pendapatan rendah, karena harganya yang relatif murah dan efektivitasnya yang stabil. Tetapi di
negara-negara maju, penggunaan kloramfenikol sebagai antibiotik telah jarang
dijumpai karena efek yang ditimbulkan oleh kloramfenikol cukup serius, yaitu dapat menyebabkan anemia aplastik Syah et al. 2005.
Diameter zona hambat yang dihasilkan kloramfenikol terhadap bakteri S. aureus
lebih besar daripada zona hambat yang dihasilkan kloramfenikol terhadap bakteri E. coli. Hal ini dikarenakan bakteri S. aureus lebih sensitif
terhadap penambahan antibiotik, seperti β-lactam, tetrasiklin dan kloramfenikol
Pelczar dan Chan 1988. Alakomi et al. 2000 diacu dalam Adolf 2006 menyebutkan bahwa bakteri E. coli yang merupakan bakteri gram negatif yang
memiliki lapisan tambahan pada dinding sel dan dikenal dengan membran luar. Membran luar ini tersusun atas lipopolisakarida yang berfungsi sebagai
penghalang masuknya senyawa-senyawa yang tidak diperlukan sel, sehingga bakteri E. coli lebih tahan terhadap penambahan antibiotik.
4.4. Analisis Fitokimia