Mengingat potensi perikanan perairan Binuangeun masih belum dimanfatakan secara optimal yang disebabkan oleh belum adanya penyediaan
informasi daerah penangkapan ikan yang potensial maka penelitian tentang penentuan daerah penangkapan ikan tongkol berdasarkan pendekatan suhu
permukaan laut dan hasil tangkapan di perairan Binuangeun perlu dilakukan.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah : 1
Untuk memperoleh sebaran temporal dan spasial suhu permukaan laut di perairan Binuangeun.
2 Memperoleh fluktuasi hasil tangkapan ikan tongkol.
3 Menentukan hubungan suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan ikan
tongkol. 4
Memprediksi daerah penangkapan ikan tongkol yang potensial.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait nelayan dan pemilik kapal mengenai daerah
penangkapan ikan tongkol yang potensial di perairan Binuangeun. Output yang diperoleh juga diharapkan akan dapat memperkaya pengetahuan pada bidang daerah
penangkapan ikan.
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Suhu Permukaan Laut
Suhu merupakan besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang terkandung dalam suatu benda. Suhu air laut terutama di lapisan permukaan
sangat tergantung pada jumlah bahang yang diterima sinar matahari Weyl 1970. Suhu perairan bervariasi, baik secara horizontal maupun vertikal. Secara
horizontal suhu bervariasi sesuai dengan garis lintang dan secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Variasi suhu secara vertikal di perairan Indonesia pada
umumnya dapat dibedakan menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan homogen mixed layer di bagian atas, lapisan termoklin di bagian tengah, dan lapisan dingin di
bagian bawah. Lapisan homogen berkisar pada kedalaman 50-70 meter, pada lapisan ini terjadi pengadukan air yang mengakibatkan suhu pada lapisan ini
menjadi homogen sekitar 28 C. Lapisan termoklin merupakan lapisan dimana
suhu menurun cepat terhadap kedalaman, terdapat pada kedalaman 100-200 meter. Lapisan dingin biasanya kurang dari 5
C, terdapat pada kedalaman 200 meter Nontji 1987 Gambar 1.
Gambar 1 Perubahan suhu pada kedalaman yang berbeda Ismajaya 2007. Hela dan Laevastu 1970 menyatakan bahwa suhu permukaan laut
dipengaruhi oleh panas matahari, arus permukaan, upwelling, divergensi, dan konvergensi, terutama pada daerah muara dan sepanjang garis pantai. Faktor-
faktor meteorologi juga berperan penting seperti curah hujan, penguapan, kelembapan udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari.
Pada lokasi yang terjadi pengangkatan massa air up welling seperti di Laut Banda, suhu air permukaan bisa turun hingga 25
C, karena air laut yang dingin di lapisan bawah terangkat ke atas permukaan. Nontji 1987 menyatakan bahwa
suhu dekat pantai biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di lepas pantai. Suhu permukaan laut SPL Indonesia secara umum berkisar antara 26
C – 29 C,
dan variasinya mengikuti musim Ilahude dan Birowo 1987 diacu dalam Dahuri et al 1996.
Setiap perairan memiliki standar suhu rata-rata untuk setiap musim tertentu. Variasi suhu musiman pada permukaan daerah tropis sangat kecil, dimana variasi
rata-rata musiman kurang dari 20 C. Fluktuasi harian suhu permukaan tidak akan
lebih dari 0.2-0.4 C. Namun di dekat pantai fluktuasinya bisa mencapai beberapa
derajat celcius Gunarso 1985. Nontji 1987 menyatakan suhu merupakan parameter oseanografi yang
mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan khususnya dan sumber daya hayati laut pada umumnya. Sebagian besar biota laut bersifat
poikilometrik suhu tubuh dipengaruhi lingkungan sehingga suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan
penyebaran organisme Nybakken 1992.
2.2 Penginderaan Jauh Remote Sensing