41
Pengolahan data dilakukan menggunakan program microsoft excel, vensim, dan alat hitung kalkulator. Kemudian dilanjutkan dengan interpretasi
data.Untuk mengetahui potensi dampak kebijakan minimum legal size dapat didapatkan melalui analisis bioekonomi yang dikenalkan oleh Gordon dan
Schaefer. Yaitu untuk mengetahui tingkat rente ekonomi yang dihasilkan setelah kebijakan dalam kondisi MSY, MEY, dan Open Access. Dengan bantuan program
vensim dapat dilihat dampaknya terhadap tingkat stok biomas yang secara teori mempengaruhi profitability nelayan dalam jangka kurun waktu 5 tahun .
4.4 Simulasi Penerapan Kebijakan Minimum Legal Size Rajungan
Untuk melihat tingkat profitability yang ditimbulkan ketika terjadi penerapan kebijakan minimum legal size dapat dilakukan dengan melakukan
simulasi model. Penetapan minimul legal size rajungan berupa pembatasan ukuran kerapas yang boleh ditangkap, secara langsung dapat mengurangi produksi dan
peningkatan biaya oleh nelayan. Analisis ini dengan menjadikan batasan ukuran kerapas sebesar 8,5 cm sebagai variabel yang mengurangi produksi dan
meningkatkan biaya operasional nelayan. Beberapa skanario simulasi meliputi: 1.
Menurunnya produksi rajungan sebanyak x rajungan yang memiliki kerapas kurang dari 8,5 cm kg. Simulasi ini dengan melihat jumlah
rataan rajungan yang memiliki kerapas kurang dari 8,5 cm dari hasil tangkapan oleh sampel ke- i. Lalu didapat nilai pengaruh kebijakan
terhadap produksi. 2.
Bila standarisasi alat tangkap perlu dilakukan, maka effort akan berubah akibat nilai CPUE yang dipengaruhi oleh produksi setelah penerapan
kebijakan.
42
3. Perubahan nilai parameter biologi q,r, dan K akibat penerapan kebijakan
MLS Analisis ini menggunakan software vensim, dimana vensim dapat
memprediksi nilai stok, produksi berbagai rezim pengelolaan, effort dan tingkat profitability nelayan dalam jangka panjang ketika kebijakan MLS diterapkan di
suatu kawasan. Tahapan simulasi model dengan vensim:
1. Menentukan variabel dependent dan independent.
2. Membuat bagan alur hubungan antar variabel
3. Masukan nilai variabel yang dibutuhkan.
4. Run simulasi sehingga didapat nilai, grafik yang dibutuhkan.
4.5 Asumsi Penelitian
1. Keadaan ekosistem tidak terjadi bencana ataupun pencemaran.
2. Populasi rajungan menyebar normal di perairan Kabupaten Cirebon.
3. Harga sebelum dan sesudah penerapan kebijakan minimum legal size
adalah konstan dari rata-rata yang dikonversi dengan Indeks Harga Konsumen Kabupaten Cirebon.
4. Biaya sebelum kebijakan dianggap konstan dari biaya rata-rata.
V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Cirebon
Berdasarkan letak geografisnya, wilayah Kabupaten Cirebon berada pada posisi 108
o
40’ - 108
o
48’ Bujur Timur dan 6
o
30’ – 7
o
00’ Lintang Selatan. Letak daratannya memanjang dari Barat Laut ke Tenggara dengan luas administrasi
990,36 km
2
. Dilihat dari permukaan tanahdaratannya dapat dibedakan menjadi dua bagian, pertama daerah dataran rendah umumnya terletak di sepanjang pantai
utara Pulau Jawa, yaitu Kecamatan Gegesik, Kaliwedi, Kapetakan, Arjawinangun, Panguragan, Klangenan, Gunungjati, Tengah Tani, Weru, Astanajapura,
Pangenan, Karangsembung, Waled, Ciledug, Losari, Babakan, Gebang,
Palimanan, Plumbon, Depok dan Kecamatan Pabedilan, yang dibatasi oleh :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Indramayu
2. Sebelah Barat Laut berbatasan dengan wilayah Kabupaten Majalengka
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kuningan
4. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kota Cirebon dan Kabupaten
Brebes Propinsi Jawa Tengah. Cirebon dalam Angka, 2010
5.2 Keadaan Penduduk Kabupaten Cirebon
Kabupaten Cirebon adalah salah satu di antara kabupaten-kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang mempunyai jumlah penduduk cukup besar. Penduduk
Kabupaten Cirebon pada tahun 2009 adalah sebanyak 2.170.374 jiwa dan dengan luas wilayah administratif 990,36 km
2
maka rata-rata kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Cirebon adalah sebesar 2.192 jiwa per km
2
. Jumlah penduduk