Kerangka Berpikir LANDASAN TEORI
mengimitasi berbagai tingkah laku para anggota kelompok lainnya. Pengaruh teman sebaya yang menjadi model dapat mencegah atau membolehkan pola-pola
tingkah laku yang relatif tidak pasti kebiasaan dalam seting yang terstruktur. Walaupun begitu, pengalaman-pengalaman baru dapat mencegah atau
memperkuat dampaknya terhadap kegiatan moral atau sosial Yusuf, 2011. Menurut penulis, self-control berpengaruh dalam fenomena ini. Bandura
1971 mengemukakan bahwa untuk berperilaku secara efektif, seseorang harus bisa mengantisipasi akibat yang mungkin muncul dalam peristiwa yang berbeda-
beda dan mengatur perilakunya sesuai dengan akibat tersebut. Tanpa kemampuan tersebut, seseorang akan bertindak secara tidak produktif, atau beresiko. Informasi
mengenai akibat yang mungkin muncul didapat dari stimuli lingkungan, misalnya lampu lalu lintas, komunikasi verbal, pesan gambar, tempat yang mencolok,
orang, atau benda, atau perilaku orang lain. Sesuai dengan pendapat Bandura 1971, seseorang harus bisa
memperhitungkan akibat dari setiap tindakan yang diambilnya. Dalam fenomena tren berpakaian dari Korea ini, individu yang ingin mengikutinya harus bisa
memperhitungkan akibat dari tindakannya dalam meniru gaya berpakaian tersebut. Contohnya, apakah perilaku meniru ini berdampak pada aspek-aspek
hidup individu seperti interaksi sosial, keuangan, moral, dsb yang melakukannya atau tidak adalah sesuatu yang harus diperhitungkan.
Self-concept mencerminkan tendensi seseorang terhadap berbagai aspek dari tindakannya baik secara positif maupun negatif. Dalam pendekatan Social
Learning Theory, self-concept negatif didefinisikan dalam kaitannya dengan
banyaknya self-reinforcement
negatif. Sebaliknya,
self-concept positif
didefinisikan dalam kaitannya dengan banyaknya self-reinforcement positif Bandura, 1971.
Dalam Social Learning Theory, self-reinforcement adalah pengendali tindakan seseorang. Disfungsi pada sistem self-reinforcement bisa mengakibatkan
self-punishment yang berlebihan dan kondisi yang tidak menguntungkan yang bisa mempertahankan perilaku yang merusak. Banyak individu yang mengalami
stress karena standar yang mereka buat terlalu tinggi, karena perilaku mereka tidak sebanding dengan role-model yang memiliki prestasi tinggi Bandura,
1971. Tindakan role-model yang memiliki status lebih besar kemungkinannya
untuk berhasil dan memiliki nilai fungsional yang lebih besar bagi pengamatnya daripada role-model yang memiliki kemampuan intelektual, kejuruan, dan sosial
yang lebih rendah. Dalam situasi dimana orang tidak yakin dengan pemahaman tentang tindakan yang ditiru, mereka mengandalkan karakteristik role-model dan
simbol yang menunjukkan status misalnya gaya berpakaian yang menunjukkan penanda nyata kesuksesan di masa lalu Bandura, 1971. Dalam hal ini, artis-artis
dari Korea adalah role-model yang tepat bagi remaja untuk mempelajari dan meniru gaya berpakaian ini, karena mereka terkenal dan memiliki prestasi dalam
bidangnya. Fitts dalam Agustiani, 2006 mengemukakan bahwa self-concept
merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena self-concept seseorang merupakan kerangka acuan frame of reference dalam berinteraksi dengan
lingkungan. Fitts juga mengatakan bahwa self-concept berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. dengan mengetahui self-concept seseorang, kita akan
lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Remaja yang melihat cara berpakaian artis-artis dari Korea akan
mempelajari hal tersebut dan akan dijadikan kerangka acuan frame of reference dalam hal berpakaian. Kerangka acuan tersebut akan dijadikan landasan baginya
untuk menentukan pakaian seperti apa yang akan dia pakai di masa depan. Sesuai dengan pendapat Bandura 1971, remaja yang menjadikan artis Korea sebagai
role-model dalam berpakaian akan membuat standar mengenai bagaimana cara berpakaian ala Korea.
Dalam penelitian ini, penulis hendak melihat apakah ada pengaruh signifikan antara self-control dan self-concept terhadap perilaku modeling remaja
tentang tren berbusana dari Korea. Adapun variabel-variabel self-control yang akan digunakan adalah berdasarkan aspek-aspek self-control menurut Averill
dalam Wahid, 2007, yaitu behavioral control, cognitive control, dan decisional control. Variabel-variabel self-concept yang akan digunakan adalah berdasarkan
dimensi eksternal dari aspek self-concept yang dikemukakan oleh Fitts dalam Agustiani, 2006, yang terdiri dari diri fisik, diri pribadi, diri keluarga, diri moral,
dan diri sosial. Semua variabel tersebut akan dilihat apakah mempengaruhi perilaku modeling secara signifikan.
Gambaran hubungan antar variabel self-control, self-concept, dan perilaku modeling pada remaja berkaitan dengan trend berbusana dari Korea, beserta
aspek-aspek yang hendak diukur dan dicari pengaruhnya digambarkan oleh peneliti seperti pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Pengaruh antara
self-control dan self-concept terhadap perilaku modeling Self-Control
Self-concept
Perilaku Modeling pada Remaja
terhadap Trend Berbusana dari
Korea Behavioral Control
Cognitive Control Decisional Control
Diri Keluarga Diri Sosial
Diri Moral Diri Pribadi
Diri Fisik Diri Penilai
Diri Perilaku Diri Identitas