Hubungan self concept dan adjustment dengan prestasi belajar remaja

(1)

ADALAH TOLERANSI

Karya sederhana ini ku persembahkan teruntuk:

Ayah dan Ibuku tercinta, melalui cucuran keringat, tangisan, do’a

dan air mata engkau membesarkanku (semoga ini bukan akhir dari usaha ananda untuk dapat membahagiakan kalian, tetapi merupakan awal dari usaha itu)

Kakakku tersayang (gapailah cita setinggi mungkin dan

bahagiakanlah orang tua kita selagi masih ada asa)

Orang terkasih dalam hidupku (terima kasih yang tak terhingga

untuk kebahagiaan yang telah kau berikan kepadaku karena kau telah menjadikan aku bagian dari hidupmu)


(2)

D) Hubungan self concept dan adjustment dengan prestasi belajar remaja. E) xii + 91 Halaman (belum termasuk lampiran)

Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai atau ditunjukkan oleh siswa sebagai hasil belajarnya baik berupa angka atau huruf serta tindakan yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai masing-masing siswa dalam periode tertentu. Dalam penelitian ini yaitu nilai rata-rata raport siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tangsel tahun 2010-2011.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar antara lain self concept dan adjustment.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara self concept dan adjustment dengan prestasi belajar remaja.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Tangsel dengan jumlah sampel sebanyak 100 siswa yang diambil dengan simple random sampling. Instrument pengumpulan data yang digunakan adalah skala self concept dan adjustment dalam bentuk skala Likert. Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan regresi ganda (multiple regression) dengan menggunakan sofware SPSS 16.0.

Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara self concept dan adjustment dengan prestasi belajar remaja.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka penulis memberikan saran bahwa untuk penelitian selanjutnya diharapkan mengkaji variabel self concept secara spesifik, seperti konsep diri akademik; memilih sampel yang tepat yaitu kelas X untuk variabel adjustment. Kepada pihak atau lembaga yang bersangkutan, bahwasanya nilai raport yang dijadikan untuk mengukur prestasi belajar siswa ternyata tidak dapat mewakili prestasi belajar yang sesungguhnya. Oleh karena itu, hendaknya disertai dengan penilaian-penilaian prestasi belajar lainnya sebagai tolok ukur keberhasilan belajar.


(3)

Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik, rahmat dan hidayah-NYA kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “HUBUNGAN SELF CONCEPT DAN ADJUSTMENT DENGAN PRESTASI BELAJAR REMAJA”. Shalawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam.

Dalam hal ini penulis sangat menyadari akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki, sehingga penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Alhamdulillah dengan keikhlasan dan bantuan dari berbagai pihak, sudah sepantasnya penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi, beserta jajaranya di Fakultas Psikologi yang telah memberikan banyak hal untuk penulis jadikan sebagai bekal kehidupan.

2. Dra. Diana Mutiah, M. Si dan Natris Idriyani, M. Si, pembimbing 1 dan pembimbing II yang telah meluangkan waktu, membimbing dan membagi ilmunya kepada penulis selama belajar dan menyelesaikan penulisan skripsi ini di Fakultas psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ayahanda dan Ibunda tercinta, bapak Abdul Muin dan Ibunda Rusnani yang senantiasa penulis hormati dan sayangi seta selalu kubanggakan dan yang selalu mencurahkan kasih sayangnya kepada ananda, memberikan bimbingan, arahan, nasehat dan do’a demi kesuksesan anaknya tercinta. 4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi, pimpinan dan seluruh karyawan

perpustakaan dilingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Seluruh jajaran staf bidang akademik Fakultas Psikologi atas bantuannya kepada kami untuk mengurus nilai-nilai, surat izin, dan lain-lain, serta memberikan petunjuk prosedur penyelesaian persyaratan kelulusan.

6. Ibu Sri Supryantini yang telah meminjamkan alat ukur adjustment kepada peneliti.

7. Kak Dodo yang senantiasa mengarahkan, meluangkan waktu dan membagi ilmunya kepada peneliti sampai penelitian ini selesai

8. Guru-guru dan siswa-siswi SMAN 1 Tangsel dan SMAN 3 Tangsel yang turut membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian.


(4)

mendo’akan peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

11. Teman-teman dan sahabat-sahabatku tercinta Mas Diana, Kartika Sari, Prima Retha, Mira Dewi Yani, Herly Novitasari, teman-teman kelas C yang tidak dapat disebutkan satu persatu serta semua teman angkatan 2006 tak terkecuali.

12. Teman-teman dan sahabat-sahabatku Shadiq At-Taqwa, Kak Mashdar, Kak Uus, Kak Jamal, Suherman, Rahim, Kak Burhan selaku ketua IKAMI Sul-Sel Cab. Ciputat, serta seluruh teman-teman IKAMI Cab Ciputat. 13. Adikku tersayang, Uyun yang telah menemani dan membantu peneliti saat

uji referensi. Semoga hafalan dan kuliahnya di IIQ (Institut Ilmu Al-Qur’an) lancar dan penuh barakah.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga amal baik mereka mendapat balasan yang melimpah dari Allah SWT dan senantiasa berada dalam lindungan-NYA. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membaca khususnya dan bagi perkembangan ilmu psikologi pada umumnya. Amien.

Jakarta, 27 November 2010


(5)

HALAMAN PENGESAHAN …...……… iii

HALAMAN PERNYATAAN ………... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………... v

ABSTRAKSI ………... vi

KATA PENGANTAR ………... vii

DAFTAR ISI ……….………...… ix

DAFTAR TABEL ……….………...……….. xi

DAFTAR GAMBAR …...………….………... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian .……... 8

1.2.1 Pembatasan masalah ………... 8

1.2.2 Perumusan masalah ...………... 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 9

1.3.1 Tujuan penelitian ....………... 9

1.3.2 Manfaat Penelitian ………...……… 9

1.4 Sistematika Penulisan ………... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Prestasi Belajar ...………...………….. 12

2.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ... 15

2.1.2 Pengukuran prestasi belajar (hasil belajar) ...…... 18

2.2 Self Concept (Konsep Diri) ………..……… 21

2.2.1 Definisi self concept (konsep diri) ………. 21

2.2.2 Perkembangan dan proses pembentukan self concept ……. 24

2.2.3 Konsep diri positif dan konsep diri negatif …....…….……. 28

2.2.4 Karakteristik konsep diri remaja (SMP-SMA) ………….... 31

2.2.5 Dimensi-dimensi self concept .………... 35

2.2.6 Implikasi perkembangan konsep diri peserta didik terhadap Pendidikan ... 39

2.3 Adjustment (Penyesuaian Diri) ………...………..….. 41


(6)

2.5 Kerangka Berpikir ………... 57

2.6 Hipotesis ………...…...………. 59

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian …...……….. 60

3.2 Metode Penelitian ...………...………. 60

3.3 Variabel Penelitian ………... 61

3.3.1 Identifikasi variabel penelitian ……... 61

3.3.2 Definisi konseptual variabel penelitian …...……… 61

3.3.3 Definisi operasional variabel penelitian ………. 62

3.4 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ...….… 64

3.4.1 Populasi penelitian ………... 64

3.4.2 Sampel penelitian ………..….……… 64

3.4.3 Teknik pengambilan sampel …………... 64

3.5 Metode dan instrumen penelitian …...………. 65

3.5.1 Metode pengumpulan data ……..…………...…. 65

3.5.2 Instrumen penelitian ……...……….. 66

3.6 Teknik Uji Instrumen ………....…………...………….. 67

3.6.1 Uji instrumen …...………...… 67

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ……...…………...… 68

3.8 Hasil Uji Instrumen Penelitian …...…………....…………... 70

3.8.1 Uji validitas ………...……… 70

3.9 Prosedur Penelitian …...………...……….. 74

BAB IV PRESENTASI DAN ANALISA DATA 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 76

4.1.1 Subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 76

4.1.2 Subjek penelitian berdasarkan usia ... 77

4.2. Hasil Penelitian ... 77

4.2.1. Uji korelasi ... 77

4.2.2 Uji regresi linear ... 79

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ….………...…. 82

5.2 Diskusi ………....……… 82

5.3 Saran ………... 85

5.3.1 Saran teoritis …...……….………. 86

5.3.2 Saran praktis ……...……….… 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN


(7)

Tabel 3.4 t-value Skala Adjustment ………. 73

Tabel 4.1 Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 76

Tabel 4..2 Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 77

Tabel 4.3 Correlations ………. 78

Tabel 4.4. Model Summary ... 79

Tabel 4.5 Anovab ... 80


(8)

(9)

Nama : Nur’Aini

NIM : 106070002280

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN SELF CONCEPT DAN ADJUSTMENT DENGAN PRESTASI BELAJAR REMAJA” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan karya tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam skripsi. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau ciplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 27 November 2010 Yang Menyatakan

Nur’Aini NIM: 106070002280


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini mengemukakan bab pendahuluan yang meliputi latar

belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini pelaksanaan pendidikan di Indonesia diarahkan pada

tercapainya tujuan pendidikan nasional serta pengembangan potensi anak didik

secara optimal. Pengembangan potensi belajar siswa dapat dilihat pada sistem

nilai yang ditekankan dalam dunia pendidikan yaitu pencapaian prestasi belajar.

Dengan menetapkan prestasi belajar sebagai patokan perilaku, guru selalu

berusaha agar siswa mencapai patokan perilaku tersebut.

Menurut Djamarah (1990), prestasi belajar adalah hasil penilaian

pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan

penguasaan bahan pelajaran yang diajarkan pada mereka (Rusyan, 1994). Nashar

(2004), mengatakan prestasi belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa

setelah melalui kegiatan belajar. Sependapat dengan Nashar, Abdurrahman

(1999), mengatakan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan yang diperoleh

setelah melalui kegiatan belajar. Jadi, prestasi belajar adalah hasil yang dicapai

dari apa yang sudah dikerjakan atau apa yang sudah diusahakan sesudah belajar.

Perubahan-perubahan positif pada diri anak menunjukkan adanya hasil


(11)

disebut dengan prestasi belajar. Dengan demikian, prestasi belajar merupakan

taraf hasil belajar yang ditunjukkan seseorang setelah mendapat pendidikan atau

latihan.

Setiap siswa diharapkan dapat mencapai prestasi belajar yang memuaskan.

Namun, pada kenyataannya tidak semua siswa dapat berhasil mencapai prestasi

belajar yang ditetapkan.

Keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi belajar dipengaruhi oleh

bermacam-macam faktor. Menurut Medinus (1969), Winkel (1996), Wahyuni

(Gunarsa, 1983) dan Slameto (1995), mengatakan bahwa prestasi belajar

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern

yaitu intelegensi (kemampuan intelektual), minat, bakat, kepribadian, sikap

terhadap sekolah, keberhasilan dan kegagalan dimasa lalu. Dan faktor ekstern

yaitu hubungan orang tua dan anak, status sosial ekonomi keluarga dan guru.

Dalam kehidupan sehari-sehari atau lingkungan di sekolah seorang siswa

mempunyai standar yang harus dicapai yaitu prestasi belajar. Tetapi terkadang

harapan atau standar sekolah tidak selamanya dapat dicapai oleh semua anak

didik. Banyak di antara anak didik menghadapi kegagalan dalam belajar.

Pada umumya, sistem nilai yang ditekankan dalam dunia pendidikan

adalah pencapaian prestasi belajar. Prestasi belajar ini selanjutnya dijadikan

patokan perilaku, guru selalu berusaha agar mencapai patokan tersebut. Sudah

barang tentu tidak semua siswa mencapai prestasi belajar yang ditetapkan. Siswa

yang berhasil mencapai prestasi belajar yang ditetapkan, akan dipandang sebagai


(12)

siswa-siswa lain. Sebaliknya, siswa-siswa yang tidak berhasil mencapai prestasi belajar yang

ditetapkan, dipandang sebagai siswa yang tidak atau kurang mempunyai

kemampuan dan usaha.

Pandangan yang diberikan oleh guru maupun siswa lain merupakan

tanggapan-tanggapan yang sangat mempengaruhi pembentukan konsep diri siswa.

Tanggapan positif, yaitu memandang siswa sebagai siswa yang mempunyai

kemampuan dan usaha tinggi akan membantu siswa bersikap positif terhadap

dirinya sendiri. Sikap ini akan mempengaruhi pendekatan siswa dalam

menghadapi tugasnya, dan lebih jauh lagi mempengaruhi prestasi belajar

(Pudjijogyanti, 1985).

Studi dari Bachman dan O’Malley, telah membuktikan adanya hubungan

yang signifikan antara konsep diri dengan keberhasilan pendidikan yaitu prestasi

belajar siswa (dalam Burns, 1993).

Nylor mengemukakan bahwa konsep diri memiliki hubungan positif dan

signifikan dengan prestasi belajar (dalam Desmita, 2009). Di dalam penelitian

terhadap riset yang diadakan di Amerika, Purkey, menyimpulkan bukti-bukti riset

keseluruhan dengan jelas memperlihatkan sebuah hubungan yang tetap antara

konsep diri dan pencapaian prestasi belajar (dalam Burns, 1993). Desmita (2009)

mengatakan bahwa siswa yang memiliki konsep diri positif, memperlihatkan

prestasi yang baik di sekolah, atau siswa yang berprestasi tinggi di sekolah

memiliki penilaian diri yang tinggi. Stenner dan Katzenmeyer, menyelidiki


(13)

besar (dalam Burns, 1993). Jadi, konsep diri penting dalam memperkirakan

pencapaian prestasi akademis.

Berdasarkan data-data di atas, terlihat bahwa konsep diri berhubungan

dengan prestasi belajar dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar. Namun hasil penelitian seorang mahasiswi Universitas Indonesia

yaitu Sintha Hapsari (2001), dengan judul skripsi “Hubungan konsep diri dengan

prestasi belajar remaja akhir” bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan prestasi belajar remaja akhir. Oleh karena itu, penelitian

terhadap hubungan konsep diri (self concept) dan prestasi belajar perlu dilakukan

untuk membuktikan apakah ada atau tidak ada hubungan antara self concept

dengan prestasi belajar remaja.

Hal ini disebabkan karena pada masa remaja keberhasilan prestasi belajar

sangat penting untuk memasuki tahap perkembangan selanjutnya yaitu masa

dewasa karena untuk dapat memasuki tahap perkembangan selanjutnya, remaja

diharapkan mempunyai potensi-potensi akademis untuk dapat memasuki masa

dewasa yang mempunyai konsep diri yang baik sehingga dapat menerima dirinya

sebagaimana adanya dan akhirnya mempengaruhi tingkah laku penyesuaian

dirinya dalam belajar.

Apabila individu tidak memiliki konsep diri yang baik (konsep dirinya

negatif) cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah, karena konsep diri

mempengaruhi perilaku yang akan diambil oleh setiap individu. Sebaliknya,


(14)

sehingga dapat mempengaruhi perilaku individu dalam menyesuaikan diri agar

dapat berprestasi dengan baik.

Konsep diri yang dimiliki seseorang mengarah pada hubungan tingkah

laku sehari-hari dan keyakinan yang dianut mengenai diri individu itu sendiri.

Berdasarkan penelitian Mussen, Conger dan Kagan (1974), diungkapkan bahwa

konsep diri negatif dapat menghambat prestasi belajar anak. Fink mendapatkan

hubungan yang signifikan antara konsep diri yang rendah dengan pencapaian

akademis yang rendah (Burns, 1993).

Selain konsep diri, faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa

adalah penyesuaian diri (adjustment). Hal ini sesuai dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Tallent (1978), yang menyatakan bahwa penyesuaian diri akan

meningkatkan prestasi belajar. Hal ini didukung juga dengan hasil penelitian

Achyar (2001), yang menyatakan bahwa penyesuaian diri berkorelasi dengan

prestasi belajar, di mana penyesuaian diri dapat meningkatkan efek positif

terhadap prestasi belajar siswa. Selain itu, hasil penelitian Sapto Legowo (2005),

menunjukkan bahwa ada pengaruh penyesuaian diri terhadap prestasi belajar

siswa. Begitupun hasil penelitian Laily Safura & Sri Supriyantini (2006),

memperlihatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penyesuaian diri

dengan prestasi belajar siswa (Jurnal Psikologia, 2006).

Menurut Schneiders (1964), Penyesuaian diri adalah proses kecakapan

mental dan tingkah laku seseorang dalam menghadapi tuntutan-tuntutan baik dari

diri sendiri maupun dari lingkungan. Sedangkan menurut Haber dan Ruyon


(15)

dalam kehidupan di mana individu melakukan suatu reaksi untuk melakukan dan

mengatasi setiap perubahan dalam lingkungannya.

Penyesuaian diri berlangsung secara terus-menerus antara memuaskan

kebutuhan diri sendiri dengan tuntutan lingkungan, termasuk tuntutan orang lain

secara kelompok maupun masyarakat. Menyesuaikan diri berarti mengubah

dengan cara yang tepat untuk memenuhi syarat tertentu (Sukadji, 2000).

Seorang individu tidak dilahirkan dalam keadaan sudah mampu

menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri (Hartono & Sunarto,

2002). Banyak individu yang menderita dan merasa tidak mampu mencapai

kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidakmampuannya menyesuaikan diri baik

dalam kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada

umumnya. Sehingga menghambat ia untuk mencapai prestasi yang tinggi.

Eddy Hendrarno (1987), mengemukakan bahwa proses penyesuaian diri

tidaklah selalu dapat berlangsung secara efektif. Tidak jarang individu sering

mengalami hambatan. Kecanggungan, atau bahkan salah dalam melakukan

penyesuaian. Akibat dari keadaan semacam itu adalah timbulnya kelainan tingkah

laku siswa.

Jika individu tidak mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain maka

akan timbul kesalahan penilaian baik terhadap dirinya maupun orang lain

sehingga tingkah lakunya akan merugikan baik pada dirinya maupun orang lain.

Pada sekolah menengah atas (SMA) siswa berada pada tahap perkembangan

remaja, tepatnya masa remaja akhir yaitu yang berusia 15-20 tahun (WHO dalam


(16)

adalah yang berhubungan dengan penyesuaian diri (Hurlock, 1980). Selain itu,

peralihan dari SMP ke SMA di mana terjadi pergerakan dari posisi teratas (di

sekolah SMP mereka adalah murid-murid yang paling tua, paling besar, dan siswa

yang paling berkuasa di sekolah) ke posisi terendah (di sekolah SMA, menjadi

murid-murid yang paling muda, paling kecil, dan paling lemah di sekolah). Hal

tersebut seringkali menimbulkan masalah bagi banyak siswa yang kurang dapat

menyesuaikan diri dengan situasi baru.

Hartono & Sunarto (2002), menambahkan bahwa bagi siswa yang baru

memasuki sekolah lanjutan atas mungkin akan mangalami kesulitan dalam

membagi waktu belajar, yakni adanya pertentangan antara belajar dan keinginan

untuk ikut aktif dalam kegiatan ekstra kurikuler. Mereka juga mungkin akan

mengalami permasalahan penyesuaian diri dengan guru-guru, teman-teman, dan

mata pelajarannya. Sebagai akibat antara lain adalah prestasi belajar siswa

menjadi menurun dibanding dengan prestasi di sekolah sebelumnya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri sangat

diperlukan bagi siswa yang menjalani seluruh aktivitasnya di sekolah dan

penyesuaian diri ini akan berpengaruh terhadap prestasi belajarnya.

Dari uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk melihat

hubungan self concept dan adjustment dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri

1 Tangsel.


(17)

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1. Pembatasan masalah

Pembatasan masalah yang berhubungan dengan self concept dan

adjustment dengan prestasi belajar remaja yaitu:

1. Konsep diri (self concept) adalah pandangan keseluruhan yang dimiliki

individu tentang dirinya sendiri dan terdiri dari kepercayaan, evaluasi, dan

kecenderungan berperilaku (Burns, 1993).

2. Penyesuaian diri (adjustment) adalah suatu proses yang mencakup

respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil

memenuhi kebutuhan, ketegangan, konflik dan frustasi yang dialami dalam

dirinya (Schneiders, 1964).

3. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai atau ditunjukkan oleh siswa sebagai

hasil belajarnya baik berupa angka atau huruf serta tindakannya yang

mencerminkan hasil belajar yang dicapai masing-masing anak dalam periode

tertentu (Gunarso, 1982). Dalam hal ini yaitu nilai rata-rata raport semester

genap pada kelas XI SMA Negeri 1 Tangsel tahun 2010-2011.

4. Remaja dalam hal ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tangsel. Karena

masa ini siswa memasuki masa remaja akhir yaitu pada masa ini remaja mulai

membentuk dan memiliki konsep diri yang lebih akurat dari pada masa-masa

sebelumnya (Papalia, 2004). Selain itu, remaja adalah masa yang penting


(18)

1.2.2. Perumusan masalah

Dari pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “Apakah ada hubungan yang signifikan antara self concept dan

adjustment dengan prestasi belajar remaja?”

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1Tujuan penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan dan agar penelitian

ini menjadi lebih terarah dan lebih jelas, maka tujuan penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara self concept dan adjustment

dengan prestasi belajar remaja?

1.3.2. Manfaat penelitian

1.3.2.1. Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat memberikan konstribusi terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan yang berhubungan dengan self concept, adjustment dan prestasi

belajar dan dapat menambah khasanah serta menjadi literatur tambahan dalam

ilmu psikologi pendidikan, dan perkembangan.

1.3.2.2. Manfaat praktis

Diharapkan dapat mengetahui dan memperhatikan hal-hal yang dapat

mempengaruhi prestasi belajar yaitu self concept dan adjustment sehingga peserta

didik dapat mencapai prestasi belajar yang telah ditentukan atau bisa mendapatkan


(19)

positif. Selain itu, dapat digunakan untuk mengembangkan wawasan, menambah

pengalaman, dan memperluas pengetahuan dalam melakukan kegiatan

pendidikan, bagi orangtua dapat dijadikan sebagai informasi awal dalam

membimbing putra-putrinya sebagai kerjasama antara orangtua dan sekolah, bagi

guru kelas dapat dimanfaatkan dalam mendukung proses pembelajaran di kelas,

dan bagi kepala sekolah dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan dan

memotivasi guru di sekolah.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I PENDAHULUAN

Dalam bab ini mengemukakan bab pendahuluan yang meliputi latar

belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II KAJIAN TEORI

Tentang kajian teori yang berkaitan dengan masalah penelitian yang

digunakan untuk melihat permasalahan yang diteliti meliputi: definisi

prestasi belajar, faktor- faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar,

pengukuran prestasi belajar (hasil belajar), definisi konsep diri,

perkembangan dan proses pembentukan konsep diri, konsep diri positif

dan konsep diri negatif, karakteristik konsep diri remaja (SMP-SMA),

dimensi-dimensi konsep diri, implikasi perkembangan self concept peserta


(20)

aspek-aspek penyesuaian diri, karakteristik penyesuaian diri remaja, faktor-faktor

yang mempengaruhi penyesuaian diri, definisi remaja akhir dan kerangka

berpikir serta hipotesis penelitian.

Bab III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini berisi tentang pendekatan dan metode penelitian, definisi

konseptual dan definisi operasional, variabel penelitian, subjek penelitian

yang terdiri dari populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, teknik

pengumpulan data yang terdiri dari metode dan instrument penelitian,

teknik analisa data yang terdiri dari reliabilitas dan validitas alat ukur.

Bab IV ANALISA HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi tentang hasil penelitian dan daftar pustaka.

Bab V PENUTUP


(21)

BAB II

KAJIAN TEORI

Dalam bab ini akan diuraikan beberapa teori tentang variabel-variabel

yang berkaitan dengan hal yang akan diteliti. Pertama akan dipaparkan teori

tentang prestasi belajar, konsep diri, adjustment, dan masa remaja. Bahasan

berikutnya adalah kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

2.1. Definisi Prestasi Belajar

Proses belajar mengajar pada dasarnya diarahkan agar terjadinya

perubahan pada diri siswa baik dalam pengetahuan, keterampilan maupun dalam

sikapnya. Indikator dari perubahan itu biasanya akan tampak pada prestasi

belajarnya.

Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa

dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam

belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi

yang diperoleh siswa setelah belajar mengajar berlangsung.

Istilah prestasi belajar kerap kali diungkapkan atau digunakan dalam dunia

pendidikan untuk mengungkapkan kondisi hasil belajar siswa atau peserta didik

yang telah melalui proses pembelajarannya dalam suatu masa tertentu.

Dalam kamus etimologi bahasa Indonesia dikatakan bahwa prestasi adalah

a). Pencapaian, b). Penampilan, c). Kemampuan. Kata prestasi berasal dari bahasa

Belanda yaitu “prestatie” yang kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi


(22)

Indonesia (1988), prestasi belajar adalah penguasaan, pengetahuan, atau

keterampilan yang dikembangkan oleh mata pembelajaran, yang ditunjukkan

dengan tes atau angka. Serta dalam Kamus Bahasa Indonesia karangan W. J. S.

Koewadarminta (1976), arti prestasi menurut bahasa adalah hasil yang telah

dicapai (dikerjakan, dilaksanakan). Sedangkan menurut istilah prestasi adalah

bukti keberhasilan yang dicapai. Jadi prestasi bisa diartikan sebagai hasil dari

berbagai proses dengan membuahkan tujuan yang diharapkan.

Sunarto (1985), mengatakan prestasi belajar adalah kemampuan seseorang

dalam menguasai sejumlah program setelah program selesai dan prestasi ini bisa

dilambangkan dalam bentuk nilai (angka) sehingga mencerminkan keberhasilan

belajar atau prestasi belajar siswa dalam periode tertentu. Oleh karena itu, prestasi

belajar siswa dapat dilihat dari nilai raport pada setiap caturwulan. Poerwanto

(1986), memberikan definisi prestasi belajar yaitu hasil yang dicapai oleh

seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.

Demikian juga Utami Munandar (1999), menyatakan bahwa prestasi belajar dapat

dinilai dari angka raport.

Ngalim Purwanto (1995), berpendapat bahwa prestasi merupakan sesuatu

yang digunakan untuk menilai belajar yang diberikan guru kepada siswanya atau

dosen kepada mahasiswanya dalam waktu tertentu. Maka prestasi belajar dapat

diartikan sebagai perolehan hasil yang dicapai seseorang siswa dalam rangkaian

proses belajar-mengajar, baik dinyatakan dalam angka maupun huruf. Dengan

prestasi belajar ini seorang guru dapat mengetahui tingkat keberhasilan siswanya


(23)

Prestasi belajar menurut Nawawi (1981), adalah tingkat keberhasilan siswa

mempelajari materi pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk skor yang

diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah pembelajaran tertentu.

Menurut Winkel (2004), prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang

dapat dicapai. Tirtonegoro mengatakan bahwa prestasi belajar adalah penilaian

hasil usaha kegiatan belajar yang mengatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf

maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap

anak dalam periode tertentu (Prayitno, 2005). Prestasi belajar disebut juga hasil

belajar (Nashar, 2004). Hasil belajar merupakan konsekwensi logis dari terjadinya

perbuatan belajar (Nashar, 2004). Belajar itu terjadi jika ada stimuli yang dapat

mempengaruhi individu yang belajar, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari

waktu sebelum belajar dan setelah belajar. Hasil belajar adalah merupakan

kemampuan yang dicapai peserta didik setelah mengikuti program

belajar-mengajar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Nana (2009), hasil

belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari

kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil

belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk

penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik.

Hampir sebagian terbesar dari kegiatan atau perilaku yang diperlihatkan seseorang

merupakan hasil belajar. Di sekolah hasil belajar dapat dilihat dari penguasaan

siswa akan mata-mata pelajaran yang ditempuhnya. Tingkat penguasaan pelajaran


(24)

angka-angka atau huruf, seperti angka 0-10 pada pendidikan dasar dan menengah

dan huruf A, B, C, D pada pendidikan tinggi.

Dari beberapa definisi prestasi belajar di atas, maka penulis dapat

simpulkan bahwa prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam

mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport

setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar yang dilambangkan

dengan angka-angka atau huruf-huruf.

2.1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa (Gunarsa,

2006) terbagi dua yaitu internal dan eksternal.

1. Dimensi internal

a. Kecerdasan

Tidak dapat disangkal bahwa prestasi yang ditampilkan anak di sekolah

mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang relatif lebih

tinggi tentu lebih mudah menangkap dan mencerna pelajaran-pelajaran

yang diberikan di sekolah daripada anak-anak yang memiliki kecerdasan

yang lebih rendah.

b. Kepribadian si anak

Sikap anak yang pasif, rendah diri, mempunyai kecenderungan agresif dan

dapat merupakan faktor yang menghambat anak dalam menampilkan

prestasi yang diharapkan. Anak-anak yang biasanya dikarakteristikkan


(25)

juga tampak kurang ada rasa aman dalam dirinya untuk dapat berprestasi

dengan baik.

Dengan demikian, kita melihat bahwa siswa yang memiliki konsep diri

yang kurang (negatif) dapat menghambat anak dalam menampilkan

prestasi yang diharapkan.

c. Motivasi atau hasrat untuk berprestasi

Kurangnya hasrat untuk berprestasi pada anak dapat disebabkan oleh

berbagai hal, antara lain: ketidakpuasan terhadap prestasi yang diperoleh,

kurangnya rangsangan dari pihak sekolah ataupun orangtua.

2. Dimensi eksternal

A. Lingkungan si anak

Faktor lingkungan ini dapat berupa:

1. Lingkungan sekolah

a. Guru: Tidak jarang kita mendengar bahwa seorang anak

menampilkan prestasi yang rendah karena ia tidak senang dengan

sikap ataupun tingkah laku gurunya.

b. Teman-teman: Sering kita melihat anak-anak yang mudah

terpengaruh oleh teman-temannya. Di sekolah ia tidak

mendengarkan pelajaran yang diberikan oleh guru tetapi sibuk

bermain atau memperhatikan teman-temannya. Adanya rasa kurang

sesuai dengan teman-teman di sekolah dapat pula menyebabkan

anak enggan ke sekolah, dan ini tentu saja mengakibatkan anak


(26)

c. Situasi belajar: Lindgren mengemukakan bahwa situasi belajar

dapat mempengaruhi prestasi sekolah anak.

A. Lingkungan rumah

Di sini termasuk bagaimana hubungan yang terjalin antara anak dengan

orangtuanya ataupun dengan saudara-saudaranya. Bagaimana sikap,

perhatian, serta minat orangtua terhadap sekolah. Begitu juga bagaimana

status sosial ekonomi orangtua.

B. Sikap masyarakat sekitar terhadap sekolah

Apabila masyarakat di sekitar anak itu tidak menganggap bahwa sekolah

adalah merupakan suatu hal yang penting, maka hal ini akan

mempengaruhi keinginan anak untuk menampilkan prestasi yang baik di

sekolah.

Faktor-faktor tersebut di atas saling berkaitan dalam mempengaruhi

prestasi belajar. Oleh karena itu, sering kita jumpai anak-anak yang sebenarnya

cerdas tetapi prestasi sekolahnya buruk. Dengan perkataan lain, anak-anak

tersebut tidak menampilkan prestasi sesuai dengan potensi yang dimiliki.

(Gunarsa, 2006). Karena memiliki konsep diri negatif atau memandang dirinya

tidak mampu.

Memang berbagai faktor diperlukan guna mendukung tampilnya prestasi

yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh anak. Salah satu di antaranya

adalah konsep diri dan penyesuaian diri siswa. Menurut Desmita (2009), konsep

diri merupakan salah satu variabel yang dapat memberikan efek positif dalam


(27)

(Tallent, 1978). Oleh karena itu, Rendahnya prestasi belajar siswa di kelas banyak

disebabkan oleh pandangan dan sikap negatif siswa terhadap diri sendiri serta

penyesuaian diri yang dimiliki siswa.

Dari faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar di atas, dapat

disimpulkan bahwa konsep diri dan penyesuaian diri mempunyai peranan dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa.

2.1.2. Pengukuran prestasi belajar (hasil belajar)

Dalam bukunya Nana Syaodih Sukmadinata (2007), yang berjudul

“landasan psikologi proses belajar” mengatakan bahwa alat untuk mengukur hasil

belajar disebut dengan tes belajar atau tes prestasi belajar atau achievement test.

Kemudian Nana (2007), mengemukakan bahwa tes hasil belajar disusun oleh

guru-guru untuk setiap mata pelajaran pada setiap semester atau caturwulan

minimal dapat disusun satu tes hasil belajar.

Prestasi belajar merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik

yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses

pembelajaran yang diukur dengan menggunkaan instrumen tes dan non tes.

Pelaksanaan pengukuran berlangsung selama proses belajar mengajar sampai pada

akhir belajar.

Prestasi belajar dapat diukur melalui tes ataupun non tes yang sering

dikenal dengan tes prestasi belajar. Menurut Saifuddin Anwar mengemukakan

tentang tes prestasi belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap


(28)

informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Tes

prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap

performasi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang

telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal, tes prestasi belajar dapat

berbentuk ulangan.

Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari

evaluasi dapat memperlihatkan tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.

Keberhasilan siswa setelah mengikuti kegiatan belajar di sekolah yang dinyatakan

dalam bentuk skor yang diperoleh dengan hasil tes mengenai sejumlah materi

pelajaran yang tercantum dalam kurikulum dan akan disampaikan dalam laporan

pendidikan berupa raport.

Indikator prestasi belajar sampai saat ini masih menjadi masalah yang

paling mendasar dalam sistem pendidikan perlu dievaluasi secara terus menerus

dalam waktu yang teratur. Dalam skripsi ini indikator disimpulkan dalam bentuk

raport. Raport diberikan kepada siswa setiap akhir semester. Dalam raport

dijelaskan hasil nilai belajar siswa dari semua mata pelajaran yang telah diterima.

Baik nilai harian maupun nilai ulangan-ulangan semester/THB semua hasil belajar

tersebut tertuang dalam bentuk nilai dan tertulis di buku raport tersebut. Jadi

raport harus dimiliki oleh setiap siswa.

Prestasi belajar meliputi segenap ranah kejiwaan yang berubah sebagai

akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa yang bersangkutan. Dan prestasi


(29)

1. Tes Formatif

Dari arti kata form yang merupakan dasar dari istilah formatif. Tes formatif

dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah

mengikuti sesuatu program tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini tes

formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran. Tes

ini adalah diberikan pada akhir setiap program. Dalam pengalaman sekolah,

tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian (Suharsimi Arikunto,

2005).

2. Tes Sumatif

Tes sumatif adalah tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian

sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Dalam

pengalaman sekolah, tes sumatif dapat disamakan dengan ulangan umum yang

biasanya dilaksanakan pada tiap akhir caturwulan atau akhir semester

(Suharsimi Arikunto, 2005).

Menentukan batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu berkaitan

dengan pengungkapan hasil belajar. Ada beberpa alternatif norma pengukuran

tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar, diantaranya

yaitu:

a. Norma skala angka 1-10

b. Norma skala angka 1-100

Jika seorang siswa dapat menyelesaikan lebih separuh tugas atau mendapat

lebih dari setengah instrumen evaluasi dengan benar, ia dianggap telah memenuhi


(30)

Banyak cara untuk menentukan prestasi belajar, diantaranya yaitu dengan

evaluasi dari guru. Setelah siswa melakukan proses belajar secara rutin, maka

untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dilakukan oleh siswa tersebut berhasil

atau tidak maka guru melakukan evaluasi dengan berbagai cara di antarnya:

1. Tes lisan

2. Tulisan

3. Pilihan ganda, dan

4. Esai

Prestasi belajar siswa yang digunakan di SMA Negeri 1 Tangsel diperoleh

dari data primer berupa laporan hasil ujian semester (Nilai Raport) siswa/i SMAN

1 Tangsel pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011 yang mencerminkan

hasil belajar, kepribadian, prakarsa atau inisiatif, bertanya dan disiplin.

2.2. SelfConcept (Konsep Diri)

2.2.1 Definisi self concept (konsep diri)

Self concept adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri; penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan (Chaplin,

2006).

Konsep diri umumnya dipahami sebagai sikap, pandangan dan keyakinan

individu terhadap keseluruhan dirinya. Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki

seseorang tentang dirinya, yakni merupakan gambaran dari keyakinan yang

dimiliki orang tentang dirinya sendiri. Sikap, pandangan dan keyakinan diri ini


(31)

pandangan dan keyakinan individu dalam memandang dirinya akan tampak dalam

setiap tingkah lakunya. Menurut Slameto (2010), konsep diri merupakan suatu

kepercayaan mengenai keadaan diri sendiri yang relatif sulit diubah. Konsep diri

tumbuh dan interaksi seseorang dengan orang-orang lain yang berpengaruh dalam

kehidupannya.

Perkins (1958), menyatakan bahwa konsep diri adalah semua persepsi,

kepercayaan, perilaku dan nilai-nilai yang digunakan diri seseorang untuk

mendeskripsikan dirinya sendiri, dan konsep diri seorang anak berubah seiring

dengan cara pandang dirinya pada suatu periode waktu. Sementara itu, Calhoun

dan Acocella (1995), mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran mental diri

seseorang.

Menurut Sarlito (2009), konsep diri (self concept) merupakan kesadaran

seseorang mengenai siapa dirinya. Sedangkan Menurut Atwater (1983), konsep

diri berfungsi sebagai suatu filter yang menyaring segala sesuatu yang dilihat atau

didengar. Dengan demikian, konsep diri mengadakan suatu pengaruh selektif pada

pengalaman seseorang, sehingga seseorang cenderung mempersepsikan, menilai

dan bahkan bertindak dengan cara yang konsisten dengan konsep diri yang

dimiliki. Bila seseorang menganggap dirinya sebagai kompeten, sikap ini

mengarahkan perilakunya ke arah peningkatan (atau sekurang-kurangnya

memelihara) kompetensi. Demikian pula sebaliknya; seorang anak yang

menganggap dirinya tidak kompeten bersikap negatif terhadap dirinya, pesimis


(32)

dan dengan demikian kehilangan kesempatan yang dapat mengubah gambaran diri

negatif. (Amaryllia Puspasari, 2004).

Fitts (1971), mengatakan persepsi terhadap diri sendiri merupakan aspek

yang sangat penting yaitu diri sebagaimana dilihat, dihayati dan dialami. Inilah

yang disebut sebagai konsep diri seseorang. Jadi konsep diri seseorang merupakan

persepsi seseorang terhadap dirinya secara menyeluruh. Fitts juga mengatakan

bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menilai dirinya sendiri sebagaimana

ia lakukan terhadap hal-hal lain. Dengan kemampuan ini ia dapat mengatakan

bahwa dirinya pintar atau tidak, berharga atau tidak, dan sebagainya.

Jika manusia mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberi

arti dan penilaian serta membentuk abstraksi pada dirinya sendiri, hal ini

menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan untuk keluar dari dirinya

untuk melihat dirinya sebagaimana ia lakukan terhadap objek-objek lain. Diri

yang dilihat, dihayati, dialami. Ini disebut sebagai konsep diri (Fitts, 1971).

Konsep diri adalah struktur mental atau totalitas dari pikiran, perasaan dalam

hubungan dengan diri sendiri (Rosenberg, 1965).

Konsep diri (self concept) adalah pandangan keseluruhan yang dimiliki

individu tentang dirinya sendiri dan terdiri dari kepercayaan, evaluasi, dan

kecenderungan berperilaku (Burns, 1993). Konsep diri juga merupakan

pandangan dan sikap individu terhadap kesadaran dirinya (Pudjijogyanti, 1988).

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan konsep diri adalah

gambaran seseorang atau pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang terdiri


(33)

2.2.2Perkembangan dan proses pembentukan self concept

Tidak dapat disangkal bahwa konsep diri mempunyai peranan penting

dalam menentukan perilaku individu. Tetapi dalam perkembangan dan

pembentukannya konsep diri dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu

dalam hubungannya dengan individu lain yang berarti bagi individu tersebut

(significant others), karena konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa

sejak lahir. Dengan demikian perlu dijelaskan perkembangan dan pembentukan

konsep diri individu mulai dari bayi hingga konsep diri menetap pada masa

remaja.

Para ahli sependapat bahwa konsep diri bukan bawaan sejak lahir. Seorang

anak ketika lahir belumlah menyadari dirinya dan lingkungannya. Hal ini

ditekankan oleh beberapa ahli, salah satunya adalah Allport menyatakan: “....the

infent is not aware of himself as a self” (Hall & Lindzey, 1985).

Menurut Allport, bayi yang baru lahir merupakan ciptaan hereditas dan

bertingkah laku hanya berdasarkan refleks dan dorongan primitif. Bayi belum

menyadari dirinya sebagai self. Namun sesudah masa kelahiran tersebut bayi

mulai belajar secara perlahan-lahan melalui pengalaman dengan tubuh dan

lingkungannya, dan mulai berkembangan kesadaran tentang dirinya yang timbul

seiring dengan meningkatnya kemampuan persepsi.

Pada masa bayi, kedekatan antara bayi dengan orangtua menentukan rasa

aman dan rasa cinta seorang bayi. Perasaan aman dan cinta ini menentukan

konsep dirinya terutama berhubungan dengan anggapan orangtua terhadap dirinya


(34)

Pada masa kanak-kanak (2-6 tahun), keluarga memegang peranan penting

dalam mengembangkan konsep diri anak karena keluarga merupakan lingkungan

sosial pertama yang dikenal oleh seorang anak. Melalui keluarga anak mengalami

proses sosialisasi primer (Hoffman & Hall, 1994), dan anak mengembangakan

aspek kesadaran diri (self awareness) serta berkembangnya self image yang

ditandai dengan cita-cita anak (Allport dalam Hall & Lindzey, 1985).

Pada akhir masa kanak-kanak (6 tahun-pubertas) lingkungan sosial anak

semakin meluas yang berarti pengaruh sosial di luar keluarga terhadap anak

semakin besar. Dalam hubungnnya dengan lingkungan di luar rumah, anak

menemukan tuntutan baru dan membingungkan dari kelompok yang berbeda

dengan orangtuanya (Allport dalam Hall & Lindzey, 1985). Pengaruh teman

sebaya dan reference group mulai memegang peranan penting dalam

pembentukan konsep diri anak. Anak semakin mengidentifikasi diri dengan

kelompok usianya dan mengadopsi tingkah laku peer group-nya. Namun

demikian, hubungan keluarga masih sangat mempengaruhi perkembangan

kepribadiannya.

Papalia (1995), mengatakan bahwa konsep diri mulai terbentuk selama

masa “middle childhood” (6-12/pubertas). Pada masa ini konsep diri berkembang

lebih realistik dan anak mulai tahu apa yang mereka butuhkan untuk hidup dan

untuk masa depan mereka. Anak mulai memiliki gambaran diri yang positif atau

negatif mengenai diri mereka sendiri, yang melekat untuk waktu yang lama


(35)

Menignjak usia remaja, dalam memandang lebih detail dari anak-anak.

Anak-anak biasanya hanya mempunyai penerimaan atau pandangan yang sempit

tentang diri mereka seperti apakah saya?. Apakah saya baik atau buruk.

Sedangkan remaja memiliki kepekaan yang lebih jauh tentang diri mereka

(Jersild, 1978), seperti saya baik hampir di setiap waktu, saat ayah saya tidak

mengizinkan saya memiliki mobil, dan ketika saya harus belajar untuk ujian

biologi (Hart, Maloney dan Demon, 1987).

Pada masa remaja, anak tumbuh menjadi individu yang sadar akan dirinya

sendiri dan melakukan introspeksi terhadap dirinya. Dari sinilah mereka kemudian

mulai memandang dirinya dengan lebih realistik dan spesifik. Ini menandakan

bahwa pada masa remaja, anak mulai membentuk dan memiliki konsep diri yang

akurat daripada masa-masa sebelumnya (Rice, 1990).

Pada perkembangannya, konsep diri akhirnya akan mulai menetap dan

stabil pada usia remaja akhir. Pada masa remaja awal (12-14 tahun) walaupun

tampaknya stabil, konsep diri masih dapat berubah karena pengaruh dari teman

sebayannya. Konsep diri mulai sulit berubah pada masa remaja akhir yaitu usia

sekitar 15-20 tahun. Pada masa ini konsep diri seorang sudah mantap karena

konsep mengenai diri yang dibentuknya sudah relatif menetap dan stabil

(Gunarsa, 1984). Sependapat dengan Gunarsa, Offer & Howard (1972),

mengatakan bahwa remaja akhir mempunyai konsep diri yang stabil daripada


(36)

Jadi, walaupun konsep diri mengalami proses perkembangan namun pada

masa-masa tertentu yaitu pada masa remaja akhir, konsep diri seseorang relatif

sudah menetap dan stabil.

Pada masa anak-anak konsep diri yang dimiliki seseorang biasanya

berlainan dengan konsep diri yang dimiliki ketika memasuki usia remajanya.

Konsep diri seorang anak masih bersifat tidak realistis, hanya didasarkan atas

imajinasi-imajinasi tertentu dalam dirinya.

Tetapi apabila perkembangan seorang anak tergolong normal, maka

konsep diri yang lama berganti dengan konsep diri yang baru dan sejalan dengan

berbagai penemuan-penemuan ataupun pengalaman-pengalaman yang ia peroleh

pada usia-usia selanjutnya. Jadi, konsep diri yang tidak realistis berubah menjadi

konsep diri yang lebih realistis.

Menurut Gunarsa (2006), konsep diri tersusun atas tahapan-tahapan, yaitu:

a) Konsep diri primer

Konsep diri ini terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap lingkungan

terdekat, yaitu lingkungan rumahnya sendiri. Setelah anak bertambah

besar, ia mempunyai hubungan yang lebih luas dari pada hanya sekedar

hubungan dalam lingkungan keluarganya. Ia mempunyai lebih banyak

teman, dan lebih banyak kenalan serta mempunyai lebih banyak

pengalaman. Akhirnya, anak akan memperoleh konsep diri yang baru dan

berbeda dari apa yang sudah terbentuk dalam lingkungan rumahnya. Ini


(37)

b) Konsep diri sekunder

Konsep diri sekunder terbentuk banyak ditentukan oleh bagaimana konsep

diri primernya. Ketika seseorang memasuki jenjang keremajaannya, maka

ia mengalami begitu banyak perubahan dalam dirinya. Sikap-sikap atau

tingkahlaku yang ditampilkannya juga akan mengalami

perubahan-perubahan (Gunarsa, 2006). Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa

konsep diri pada seorang remaja cenderung tidak konsisten. Menurut

Gunarsa (2006), melalui cara ini, si remaja mengalami suatu

perkembangan konsep diri sampai akhirnya ia memiliki suatu konsep diri

yang konsisten yaitu pada masa remaja akhir.

2.2.3 Konsep diri positif dan konsep diri negatif

Berdasarkan perkembangan konsep diri yang telah dijelaskan dapat terlihat

bahwa konsep diri terbentuk karena hasil interaksi individu dengan

lingkungannya, terutama hubungan dengan orang lain (Zurcher & Deux, et.al,

1977, 1982). Dalam pembentukannya konsep diri melalui interaksi sosial, hal

yang terpenting bahwa hubungan interpersonal akan mempengaruhi konsep diri

yang dominan yaitu hubungan dengan “significant others” sehingga dapat

terbentuk konsep diri positif atau konsep diri negatif pada setiap individu.

b. Konsep diri positif

Dalam pembentukannya konsep diri dapat berkembang ke arah positif dan


(38)

dapat mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan bakat dan

kemampuannya, dan akan merasa puas dengan diri dan hidupnya.

Montana (2001), memberikan ciri-ciri tingkah laku individu yang

mempunyai konsep diri positif yaitu:

1. Bercita-cita menjadi pemimpin (menginginkan kepemimpinan).

2. Mau menerima kritikan yang bersifat membangun.

3. Mau mengambil resiko secara lebih sering.

4. Bersifat mandiri terhadap orang lain.

5. Yakin bahwa keberhasilan dan kegagalan tergantung pada usaha,

tindakan dan kemampuan yang dimiliki.

6. Bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya.

7. Percaya bahwa ia mempunyai kontrol dan pengaruh terhadap peristiwa

atau kejadian dalam kehidupannya.

8. Menerima tanggung jawab atas tindakannya sendiri.

9. Sabar menghadapi kegagalan atau frustasi, tahu bagaimana cara

menangani kerugian secara positif.

10.Dapat menangani pekerjaan yang ambisius.

11.Merasa mampu menangani atau mempengaruhi lingkungannya dan

bangga terhadap perilaku dan tindakannya.

12.Menangani persoalan dengan keyakinan dan kepercayaan.

Dari ciri-ciri tingkah laku individu yang menggambarkan konsep diri

positif dapat disimpulkan bahwa siswa yang mengembangkan konsep diri positif


(39)

berbagai pengalaman dan situasi, merasa dapat menyelesaikan tugas dengan baik

dan memandang keberhasilan yang diperoleh merupakan hasil dari usahanya dan

karena kemampuan yang dimilikinya serta menerima kritikan sebagai hal yang

membangun sehingga ia dapat meraih prestasi yang tinggi.

c. Konsep diri negatif

Selain konsep diri positif, individu dapat membentuk konsep diri negatif.

Montana (2001), memberikan ciri tingkah laku individu yang mempunyai konsep

diri negatif. Individu yang mempunyai konsep diri negatif mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

1. Menghindari peran-peran kepemimpinan.

2. Menghindari kritikan dan tidak mau mengambil resiko.

3. Tidak mempunyai atau kurang mempunyai kemampuan untuk bertahan

terhadap tekanan.

4. Kurang memiliki motivasi belajar, bekerja dan umumnya mereka

mempunyai kesehatan emosi dan psikologis kurang baik.

5. Mudah terpengaruh pada penyalahgunaan obat-obatan terlarang, hamil

di luar nikah, keluar dari sekolah atau terlibat kejahatan.

6. Lebih merasa perlu untuk dicintai dan diperhatikan sehingga mereka

lebih mudah untuk dipengaruhi oleh orang lain.

7. Ia akan berbuat apa saja untuk menyesuaikan diri dan menyenangkan

orang lain. Orang dewasa berpikir dia adalah anak-anak yang baik


(40)

keperluan untuk menyenangkan orang lain dapat menimbulkan

masalah bagi mereka.

8. Ia mudah frustasi, menyalahkan orang lain atas kekurangannya.

9. Menghindar dari keadaan-keadaan sulit untuk tidak “gagal” dan

bergantung pada orang lain.

Dari ciri-ciri tingkah laku individu yang menggambarkan konsep diri

negatif, dapat diambil kesimpulan bahwa anak yang mengembangkan konsep diri

negatif mempunyai kesulitan dalam menerima dirinya sendiri, bahkan sering

menolak dirinya, merasa tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, dan

menganggap keberhasilan yang diperoleh bukan karena hasil usahanya dan karena

kemampuannya.

2.2.4Karakteristik konsep diri remaja (SMP-SMA)

Ketika anak-anak memasuki masa remaja, konsep diri mereka mengalami

perkembangan yang sangat kompleks dan melibatkan sejumlah aspek dalam diri

mereka. Santrock (1998), menyebutkan sejumlah karakteristik penting

perkembangan konsep diri pada masa remaja, yaitu:

a) Abstrac and idealistic

Pada masa remaja, anak-anak lebih mungkin membuat gambaran tentang

diri mereka dengan kata-kata yang abstrak dan idealistik. Meskipun tidak

semua remaja menggambarkan diri mereka dengan cara yang idealis,

namun sebagian besar remaja membedakan antara diri mereka yang


(41)

b) Differentiated

Dibandingkan dengan anak yang lebih muda, remaja lebih mungkin untuk

menggambarkan dirinya sesuai dengan konteks atau situasi yang semakin

terdiferensiasi. singkatnya, dibandingkan dengan anak-anak, remaja lebih

mungkin memahami bahwa dirinya memiliki diri-diri yang berbeda-beda

(differentiated selves), sesuai dengan peran atau konteks tertentu.

c) Contradictions within the self

Setelah remaja mendeferensiasikan dirinya ke dalam sejumlah peran dan

dalam konteks yang berbeda-beda, maka muncullah kontradiksi antara

diri-diri yang terdiferensiasi ini.

d) The fluctiating self

Seorang peneliti menjelaskan sifat fluktuasi dari diri remaja tersebut

dengan metafora “the barometric self” (diri barometrik). Diri remaja akan

terus memiliki ciri ketidakstabilan hingga masa di mana remaja berhasil

membentuk teori mengenai dirinya yang lebih utuh, dan biasanya tidak

terjadi hingga masa remaja akhir bahkan hingga masa dewasa awal.

e) Real and ideal, true and false selves

Munculnya kemampuan remaja untuk mengkonstruksikan diri ideal

mereka di samping diri yang sebenarnya, merupakan sesuatu yang

membingungkan bagi remaja tersebut. Kemampuan untuk menyadari

adanya perbedaan antara diri yang nyata (real self) dengan diri yang ideal

(ideal self) menunjukkan adanya peningkatan kemampuan kognitif


(42)

f) Social comparison

Sejumlah ahli perkembangan percaya bahwa, dibandingkan dengan

anak-anak, remaja lebih sering menggunakan social comparison (perbandingan

sosial) untuk mengevaluasi diri mereka sendiri

g) Self-conscious

Karakteristik lain dari konsep diri remaja adalah bahwa remaja lebih sadar

akan dirinya (self-conscious) dibandingkan dengan anak-anak dan lebih

memikirkan tentang pemahaman diri mereka.

h) Self-protective

Mekanisme untuk mempertahankan diri merupakan salah satu aspek dari

konsep diri remaja. Meskipun remaja sering menunjukkan adanya

kebingungan dan konflik yang muncul akibat adanya usaha-usaha

introspeksi untuk memahami dirinya, remaja ternyata juga memiliki

mekanisme untuk melindungi dan mengembangkan dirinya.

i) Unconcious

Konsep diri remaja melibatkan adanya pengenalan bahwa komponen yang

tidak disadari termasuk dalam dirinya, sama seperti komponen yang

disadari.

j) Self-integration

Terutama pada masa remaja akhir, konsep diri menjadi lebih terintegrasi,

di mana bagian yang berbeda-beda dari diri secara sistematik menjadi satu


(43)

Dari karakteristik konsep diri remaja SMP-SMA di atas, dapat

disimpulkan bahwa pada awal masa remaja, remaja membuat gambaran tentang

dirinya dengan kata-kata yang abstrak dan idealistik, remaja berusaha

menggambarkan dirinya menggunakan sejumlah karakteristik dalam hubungan

dengan teman sebaya, bahkan dalam hubungan dengan lawan jenisnya. Konsep

diri remaja terus berubah hingga pada saat remaja akhir konsep diri mulai

menetap dan stabil, remaja mulai mampu membedakan diri yang nyata dan diri

yang ideal, serta remaja memiliki mekanisme untuk melindungi dan

mengembangkan dirinya. Selain itu, pada masa remaja akhir konsep diri mulai

terintegrasi.

2.2.5 Dimensi-dimensi self concept

Fitts (1971), melihat bahwa pengamatan seseorang terhadap dirinya dapat

dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal.

1) Dimensi Internal

Pada dimensi internal, individu melihat dirinya sebagai suatu kesatuan unik

dan dinamis ketika ia melakukan pengamatan dan penilaian terhadap identitas

dirinya, tingkah lakunya dan kepuasan dirinya. Berdasarkan dimensi internal,

Fitts melihat ada 3 bagian dari diri yaitu identitas diri, diri sebagai pelaku dan

diri sebagai penilai.

a. Diri identitas (The identity self), yaitu label ataupun simbol yang

dikenakan oleh seseorang untuk menjelaskan dirinya dan membentuk


(44)

bertumbuh dan meluasnya kemampuan seseorang dalam segala bidang.

Diri identitas ini adalah aspek yang paling mendasar dari konsep diri.

b. Diri pelaku (The behavioral self), yaitu pandangan individu terhadap

tingkah lakunya atau caranya bertindak. Dalam melakukan sesuatu

seseorang didorong oleh stimulus eksternal dan internal. Konsekuensi dari

tingkah laku dipertahankan atau tidak suatu tingkah laku. Di samping itu

juga menentukan apakah suatu tingkah laku akan diabstraksikan,

disimbolisasikan, dan digabungkan dalam diri identitas.

c. Diri penilai (The judging self), manusia cenderung menilai sejauh mana

hal-hal yang dipersepsikan memuaskan dirinya. Interaksi antara diri

identitas, diri pelaku dan intergrasi dari dalam keseluruhan konsep diri

meliputi bagian diri yang ketiga yaitu diri sebagai penilai. Diri penilai

berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, penghayal, pembanding, dan

terutama sebagai penilai diri. Di samping fungsinya sebagai mediator yang

menghubungkan kedua diri sebelumnya.

2) Dimensi Eksternal

Pengamatan diri dimensi eksternal timbul dalam pertemuan dengan dunia

luar, secara khusus hubungan interpersonal. Ada lima bagian diri yang

tercakup dalam dimensi eksternal, yaitu diri fisik, diri personal, diri sosial, diri

etika moral dan diri keluarga.

a. Diri fisik, yaitu cara seseorang dalam memandang dirinya dari sudut

pandang fisik, kesehatan, penampilan keluar, dan gerak motoriknya.


(45)

yang positif terhadap kondisi fisiknya, penampilannya, kondisi

kesehatannya, kulitnya, tampan atau cantiknya, serta ukuran tubuh yang

ideal. Dianggap sebagai Konsep diri yang negatif apabila ia memandang

rendah atau memandang sebelah mata kondisi yang melekat pada fisiknya,

penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan atau cantiknya,

serta ukuran tubuh yang ideal.

b. Diri personal, yaitu cara seseorang dalam menilai kemampuan yang ada

pada dirinya dan menggambarkan identitas dirinya. Konsep diri seseorang

dapat dianggap positif apabila ia memandang dirinya sebagai pribadi yang

penuh kebahagiaan, memiliki optimisme dalam menjalani hidup, mampu

mengontrol diri sendiri, dan sarat akan potensi. Dapat dianggap sebagai

konsep diri yang negatif apabila ia memandang dirinya sebagai individu

yang tidak pernah (jarang) merasakan kebahagiaan, pesimis dalam

menjalani kehidupan, kurang memiliki kontrol terhadap dirinya sendiri,

dan potensi diri yang tidak ditumbuhkembangkan secara optimal.

c. Diri sosial, yaitu persepsi, pikiran, perasaan, dan evaluasi seseorang

terhadap kecenderungan sosial yang ada pada dirinya sendiri, berkaitan

dengan kapasitasnya dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya,

perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosialnya. Konsep

diri dapat dianggap positif apabila ia merasa sebagai pribadi yang hangat,

penuh keramahan, memiliki minat terhadap orang lain, memiliki sikap

empati, supel, merasa diperhatikan, memiliki sikap tenggang rasa, peduli


(46)

lingkungannya. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia

merasa tidak berminat dengan keberadaan orang lain, acuh tak acuh, tidak

memiliki empati pada orang lain, tidak (kurang) ramah, kurang peduli

terhadap perasaan dan nasib orang lain, dan jarang atau bahkan tidak

pernah melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas sosial.

d. Diri etika moral, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, serta

penilaian seseorang terhadap moralitas dirinya terkait dengan relasi

personalnya dengan Tuhan, dan segala hal yang bersifat normatif, baik

nilai maupun prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan

seseorang. Konsep diri seseorang dapat dianggap positif apabila ia mampu

memandang untuk kemudian mengarahkan dirinya untuk menjadi pribadi

yang percaya dan berpegang teguh pada nilai-nilai moral etik, baik yang

dikandung oleh agama yang dianutnya, maupun oleh tatanan atau norma

sosial tempat di mana dia tinggal. Sebaliknya, konsep diri individu dapat

dikategorikan sebagai konsep diri yang negatif bila ia menyimpang dan

tidak mengindahkan nilai-nilai moral etika yang berlaku baik nilai-nilai

agama maupun tatanan sosial yang seharusnya dia patuhi.

e. Diri keluarga, berkaitan dengan perspesi, perasaan, pikiran, dan penilaian

seseorang terhadap keluarganya sendiri, dan keberadaan dirinya sendiri

sebagai bagian integral dari sebuah keluarga. Seseorang dianggap

memiliki konsep diri yang positif apabila ia mencintai sekaligus dicintai

oleh keluarganya, merasa bahagia berada di tengah-tengah keluarganya,


(47)

bantuan serta dukungan dari keluarganya. Dianggap negatif apabila ia

merasa tidak mencintai sekaligus tidak dicintai oleh keluarganya, tidak

merasa bahagia berada di tengah-tengah keluarganya, tidak memiliki

kebanggaan pada keluarganya, serta tidak banyak memperoleh bantuan

dari keluarganya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam setiap konsep diri

individu terdapat dua dimensi yang mempengaruhi konsep diri dan saling

berhubungan dalam membentuk suatu kepribadian yang akhirnya mempengaruhi

perilaku dan performa individu dalam kelas atau interaksi siswa terhadap

lingkungannya.

2.2.6Implikasi perkembangan self concept diri peserta didik terhadap

pendidikan

Konsep diri memengaruhi perilaku peserta didik dan mempunyai

hubungan yang sangat menentukan proses pendidikan dan prestasi belajar mereka.

Peserta didik yang mengalami permasalahan di sekolah pada umumnya

menunjukkan tingkat konsep diri yang rendah. Oleh karena itu, dalam rangka

meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, guru perlu melakukan upaya-upaya

yang memungkinkan terjadinya peningkatan konsep diri peserta didik. Berikut ini

beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan guru dalam mengembangkan dan

meningkatkan konsep diri peserta didik.


(48)

Dalam mengembangkan konsep diri yang positif, siswa perlu

mendapat dukungan dari guru. Dukungan guru ini dapat ditunjukkan

dalam bentuk dukungan emosional (emotional support), seperti

ungkapan empati, kepedulian, perhatian, dan umpan balik, dan dapat

pula berupa dukungan penghargaan (esteem support), seperti melalui

ungkapan hormat (penghargaan) positif terhadap siswa, dorongan

untuk maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan siswa dan

perbandingan positif antara satu siswa dengan siswa lain. Bentuk

dukungan ini memungkinkan siswa untuk membangun perasaan

memiliki harga diri, memiliki kemampuan atau kompeten dan berarti.

2. Membuat siswa merasa bertanggung jawab.

Memberi kesempatan kepada siswa untuk membuat keputusan sendiri

atas perilakunya dapat diartikan sebagai upaya guru untuk memberi

tanggung jawab kepada siswa.

3. Membuat siswa merasa mampu.

Membuat siswa merasa mampu dapat dilakukan dengan cara

menunjukkan sikap dan pandangan yang positif terhadap kemampuan

yang dimiliki siswa. Guru harus berpandangan bahwa semua siswa

pada dasarnya memiliki kemampuan, hanya saja mungkin belum

dikembangkan. Dengan sikap dan pandangan positif terhadap

kemampuan siswa ini, maka siswa juga akan berpandangan positif

terhadap kemampuan dirinya.


(49)

Dalam upaya meningkatkan konsep diri siswa, guru harus membentuk

siswa untuk menetapkan tujuan yang hendak dicapai serealistis

mungkin, yakni tujuan yang realistis ini dapat dilakukan dengan

mengacu pada pencapaian prestasi di masa lampau.

5. Membantu siswa menilai diri mereka secara realistis.

Pada saat mengalami kegagalan, adakalanya siswa menilainya secara

negatif, dengan memandang dirinya sebagai orang yang tidak mampu.

Untuk menghindari penilaian yang negatif dari siswa tersebut, guru

perlu membantu siswa menilai prestasi mereka secara reaslistis, yang

membantu rasa percaya akan kemampuan mereka dalam menghadapi

tugas-tugas sekolah dan meningkatkan prestasi belajar dikemudian

hari.

6. Mendorong siswa agar bangga dengan diriya secara realistis.

Upaya lain yang harus dilakukan guru dalam membantu

mengembangkan konsep diri peserta didik adalah dengan memberikan

dorongan kepada siswa agar bangga dengan prestasi yang dicapai

merupakan salah satu kunci untuk menjadi lebih positif dalam

memandang kemampuan yang dimiliki.

Dengan demikian, untuk menanamkan dan mengembangkan konsep diri

positif siswa hendaknya guru di sekolah memberikan dukungan pada siswa baik

dukungan emosional maupun dukungan penghargaan, memberikan siswa

tanggung jawab dalam mengambil keputusan serta tidak memberikan penilaian


(50)

2.3 Adjustment (Penyesuaian Diri)

2.3.1. Definisi adjustment (penyesuaian diri)

Individu adalah makhluk yang unik dan dinamik, tumbuh dan

berkembang, serta memiliki keragaman kebutuhan, baik dalam jenis, tataran

(level), maupun intensitasnya. Keragamana cara individu dalam memenuhi

kebutuhannya menunjukkan adanya keragaman pola penyesuaian diri individu.

Bagaimana individu memenuhi kebutuhannya akan menggambarkan pola

penyesuaian dirinya. Proses pemenuhan kebutuhan ini pada hakikatnya

merupakan proses penyesuaian diri. Dalam hal ini Mustafa Fahmi (1977),

menulis:

”Pengertian luas tentang proses penyesuaian terbentuk sesuai dengan hubungan individu dengan lingkungan sosialnya, yang dituntut dari inidividu tidak hanya mengubah kelakuannya dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan dirinya dari dalam dan keadaan di luar, dalam lingkungan di mana dia hidup, akan tetapi juga dituntut untuk menyesuaikan diri dengan adanya orang lain dan macam-macam kegiatan mereka.... jika mereka ingin penyesuaian, maka hal itu menuntut adanya penyesuaian antara keinginan masing-masingnya dengan suasana lingkungan sosial tempat mereka berada.”

Sifat dinamik dari perilaku individu memungkinkannya mampu

memperoleh penyesuaian diri yang baik. Penyesuaian diri itu sendiri bersifat

dinamik dan bukan statik. Bahkan menurut Hollander (1981), sifat dinamis

(dynamism) ini menjadi kualitas esesnsial dari penyesuaian diri. Penyesuaian diri

terjadi kapan saja individu menghadapi kondisi-kondisi lingkungan baru yang

membutuhkan suatu respons. Misalnya remaja yang mulai memasuki jenjang


(51)

Penyesuaian diri mencakup belajar untuk menghadapi keadaan baru

melalui perubahan dalam tindakan atau sikap. Sepanjang hidupnya individu akan

mengadakan perubahan perilaku, karena memang dia dihadapakan pada kenyataan

dirinya dan lingkungannya yang terus berubah. Ini berarti bahwa ”adjustmnet is a

lifelong proccess, and people must continue to meet and deal with the stresses and challenges of life in order to achieve a healthy personality” (Derlega & Janda, 1978).

Menurut Desmita (2009), Adjustment (penyesuaian diri) merupakan suatu

konsturk psikologis yang luas dan kompleks, serta melibatkan semua reaksi

individu terhadap tuntutan baik lingkungan dari luar maupun dari dalam diri

individu itu sendiri. Menurut Grasha dan Kirschenbaum (1980), ”adjustment is

concerned with matching our current abilities to the demands of living.” penyesuaian diri merupakan usaha mencocokkan antara kemampuan yang ada

dengan tuntutan hidup. Sedangkan menurut Lazarus (1976), ”adjustment consists

of the psychological processes by means of which the individual managers or copes with various demands or pressures.” penyesuaian diri terdiri dari proses-proses psikologis individu yang berusaha untuk mengatasi berbagai tuntutan atau

tekanan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri:

a. Merupakan tingkah laku

b. Terdiri dari proses psikologis

c. Bertujuan untuk mencocokkan antara kemampuan yang ada dengan tuntutan


(52)

Schneiders (1964), juga menyebut penyesuaian diri (adjustment) sebagai:

”A process involving both mental and behavioral responsses, by which an individual strives to cope succesfully with inner needs, tensions, frustations and conflicts, and to effect a degree of harmony between these inner demands and those impossed on him by the objective world in which he lives.”

Jadi, penyesuaian diri (adjustment) pada prinsipnya adalah suatu proses

yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dengan mana individu berusaha

untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya,

ketegangan-ketegangan konflik-konflik dan frustasi yang dialaminya, sehingga terwujud

tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang

diharapkan oleh lingkungan di mana ia tinggal.

Menurut Calhoun (1990), adjustment adalah interaksi yang kontinyu

dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia anda. Sedangkan

menurut Muhammad Ali dan Muhammad Asrori (2004), penyesuaian diri yang

baik adalah (well adjusted person), individu yang mampu melakukan

respon-respon yang matang, efisien, memuaskan, dan sehat. Dikatakan efisien artinya

mampu melakukan respon dengan mengeluarkan tenaga dan waktu sehemat

mungkin. Dikatakan sehat artinya bahwa respon-respon yang dilakukannya sesuai

dengan hakikat individu, lembaga, atau kelompok antarindividu, dan hubungan

antarindividu dengan penciptanya. Bahkan, dapat dikatakan bahwa sifat sehat ini

adalah gambaran karakteristik yang paling menonjol untuk melihat atau


(53)

Menurut Heber dan Runyon (1984), penyesuaian diri yang baik adalah bila

seseorang dapat menerima keterbatasan yang tidak dapat diubah, namun ia tetap

berusaha memodifikasi keterbatasan itu semaksimal mungkin. Sedangkan

penyesuaian diri yang buruk adalah yang menerima kenyataan secara pasif dan

tidak memiliki usaha apapun untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Dengan demikian, orang yang dipandang mempunyai penyesuaian diri

yang baik adalah individu yang telah belajar bereaksi terhadap dirinya dan

lingkungannya dengan cara-cara yang matang, efisien, memuaskan dan sehat,

serta dapat mengatasi konflik mental, frustasi, kesulitan pribadi dan sosial

sehingga siswa mampu mewujudkan tingkat keselarasan atau harmoni antara

tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan lingkungan sekolah baik dengan para

guru maupun dengan teman-teman di sekolah.

Menurut Bernand (1982), terdapat tiga masalah yang berhubungan dengan

penyesuaian diri di sekolah, yaitu penyesuaian diri dengan kelompok teman

sebaya (peer group), penyesuaian diri dengan para guru, dan penyesuaian diri

dalam hubungan dengan orangtua, guru dan murid (Mappiare, 1982).

Pertama, penyesuaian diri dengan kelompok teman sebaya muncul akibat

adanya keinginan bergaul dengan teman sebaya. Menurut Hurlock (1980), bahwa

penyesuaian diri dengan teman sebaya merupakan hal utama yang dihadapi

remaja.

Kedua, penyesuaian diri dengan para guru. Kebutuhann ini timbul karena


(54)

orangtua, ingin mendapatkan orang dewasa lain yang dapat dijadikannya sahabat

dan sebagai pembimbing.

Ketiga, penyesuaian diri dalam hubungan dengan orangtua, guru dan murid.

Kebutuhan ini dilatar belakangi antara lain, remaja ingin berkembang tanpa

bergantung pada orangtua, ingin diakui sebagai individu yang mempunyai

hak-hak sendiri, dan orang yang mampu memecahkan persoalannya sendiri.

2.3.2 Aspek-aspek penyesuaian diri

Penyesuaian diri dapat dilihat dari empat aspek kepribadian, yaitu:

kematangan emosional, kematangan intelektual, kematangan sosial, dan tanggung

jawab (Desmita, 2009).

1. Kematangan emosional mencakup aspek-aspek:

a. Kemantapan suasana kehidupan emosional

b. Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain.

c. Kemantapan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan

d. Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri.

2. Kematangan intelektual mencakup aspek-aspek:

a. Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri

b. Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya

c. Kemampuan mengambil keputusan


(55)

3. Kematangan sosial mencakup aspek-aspek:

a. Keterlibatan dalam partisipasi sosial

b. Kesediaan kerjasama

c. Kemampuan kepemimpinan

d. Sikap toleransi

e. Keakraban dalam pergaulan.

4. Tanggung jawab mencakup aspek-aspek:

a. Sikap produktif dalam mengembangkan diri

b. Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel

c. Sikap altruisme, empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal

d. Kesadaran akan etika dan hidup jujur

e. Melihat perilaku dari segi konsekuensi atas dasar sistem nilai.

f. Kemampuan bertindak independen.

2.3.3Karakteristik penyesuaian diri remaja

Menurut Haber dan Runyon (1984), ada lima karakteristik individu yang

dapat menyesuaikan diri dengan baik, yaitu:

1. Memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas

Kemampuan untuk mempersepsi secara akurat sesuai dengan realitas

adalah salah satu syarat untuk mencapai penyesuaian diri yang baik. Sehubungan

dengan persepsi yang akurat terhadap realitas ini, aspek yang terpenting adalah

kemampuan individu untuk mengenali konsekuensi dari tindakannya dan


(56)

2. Mampu mengatasi atau menangani stres dan kecemasan

Kecemasan, stres, dan rasa tidak bahagia sering mengganggu kehidupan,

karena untuk menyesuaikan diri, individu cenderung untuk membandingkan

antara tuntutan lingkungan yang dihadapi dengan kemampuan yang dimiliki.

Perbandingan-perbandingan ini membuat individu menetapkan suatu target dan

sering bersifat muluk. Bila target ini tercapai, maka biasanya individu akan puas,

dan bila tidak tercapai maka individu akan kecewa dan cemas.

Penyesuaian diri yang efektif tercapai bila siswa mampu mengatasi

kecemasan dan stres yang dihadapinya, yaitu dengan cara membuat tujuan hidup

yang realistis atau dengan cara membuat tujuan-tujuan jangka pendek yang lebih

mudah dicapai, sehingga timbul perasaan puas dan bahagia.

3. Memiliki citra diri (self image) yang positif

Psikolog sepakat bahwa persepsi diri seseorang itu merupakan indikator

dan kualitas penyesuaian dirinya. Siswa kelas XI SMA dapat menyesuaikan diri

dengan lingkungan secara efektif bila ia dapat memandang atau menilai dirinya

secara positif dan sesuai dengan kenyataan yang ada.

4. Mampu mengekspresikan perasaan

Orang yang sehat secara emosional adalah orang yang mampu merasakan

dan mengekspresikan seluruh spektrum dari emosi dan perasaannya. Mereka

dapat menunjukkan emosinya secara realitas dan pelampiasan emosi yang

diekspresikannya harus realistis, yaitu dengan tertawa atau tersenyum. Jika siswa


(57)

hati-hati dalam mengekspresikannya agar jangan sampai menyakiti orang lain,

baik secara fisik maupun psikis. Oleh sebab itu, untuk mengekspresikan emosi

perlu dipikirkan terlebih dahulu cara yang sebaik-baiknya sebelum bertindak.

5. Memiliki hubungan interpersonal yang baik

Selain mampu mengekspresikan emosi dan perasaannya, siswa juga harus

memiliki penyesuaian diri yang baik, mampu mencapai tingkat keakraban

(intimacy) dalam hubungan sosialnya. Mereka biasanya kompeten dan disukai

oleh orang lain. Begitu juga seabliknya, mereka suka untuk menghormati dan

menyukai orang lain. Mereka senang membuat orang lain nyaman akan

kehadirannya dan menyadari bahwa dalam hubungan baik, ada saat suka maupun

duka.

Selain karakteristik penyesuaian diri remaja di atas, Schneiders (1964),

juga mengemukakan karakteristik penyesuaian diri (adjustment) yang baik yaitu:

a. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan (absence of excessive

emotionality).

Karakteristik pertama menekankan adanya kontrol dan ketenangan emosi individu yang memungkinkannya untuk menghadapi permasalahan secara inteligen dan dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul hambatan. Bukan berarti tidak ada emosi sama sekali, tetapi lebih kepada kontrol emosi ketika menghadapi situasi tertentu.


(58)

b. Tidak terdapat mekanisme psikologis (absence of psychological

mechanisms)

Menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan yang lebih mengindikasikan respon yang normal dari pada penyelesaian masalah yang memutar melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri yang disertai tindakan nyata untuk mengubah suatu kondisi. Individu dikategorikan memiliki penyesuaian diri yang baik jika bersedia mengakui kegagalan yang dialami dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

c. Tidak terdapat perasaan frustasi pribadi (absence of the sense of personal

frustration)

Individu yang mengalami frustrasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian.

d. Pertimbangan rasional dan pengarahan diri (rational deliberation and self

direction)

Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian yang normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik apabila individu dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik.


(1)

4 3 4 3 3 2 3 4 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 70 4 3 3 2 3 4 3 3 4 2 4 4 3 3 4 3 4 3 4 3 3 69 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 61 3 4 2 2 2 3 3 3 4 2 3 3 3 2 3 2 4 3 3 3 3 60 4 4 3 2 2 3 3 3 3 2 4 4 3 2 3 2 3 3 3 2 3 61 4 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 67 4 3 3 2 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 4 2 3 3 3 3 3 63 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 4 2 3 4 3 4 2 2 3 3 66 3 4 2 3 2 3 4 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 4 3 3 62 4 4 4 4 3 4 4 3 4 2 4 4 4 2 4 4 4 1 4 4 4 75 3 4 3 3 3 4 3 2 4 2 3 4 2 3 3 2 4 3 1 2 4 62 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 67 3 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 3 2 2 3 1 3 3 4 3 3 56 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 1 4 3 3 3 3 58 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 75 4 3 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 4 68 3 3 4 2 3 4 3 3 3 2 3 4 3 3 4 3 4 1 4 4 4 67 4 4 3 2 3 3 2 4 4 2 4 4 2 2 4 2 4 3 4 3 3 66 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 4 3 4 74 4 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 75 3 1 4 3 2 2 3 3 3 3 2 3 2 2 3 2 3 1 3 3 3 54 4 2 2 3 2 3 4 4 3 3 4 3 3 3 4 2 4 3 4 4 3 67 4 3 3 3 3 4 4 2 4 3 4 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 71 4 4 3 3 3 4 3 2 4 2 3 4 3 3 3 3 4 1 3 4 4 67 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 79 4 3 3 2 3 2 3 3 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 4 67 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 60 4 1 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 59 4 3 2 3 3 3 4 4 4 3 4 3 3 3 4 2 4 3 4 3 4 70 4 3 4 3 4 2 2 4 4 3 4 3 2 3 4 2 3 3 2 3 3 65 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 75 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 69 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 71


(2)

4 3 4 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 2 3 4 4 70 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 60 4 3 2 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 4 3 3 3 4 64 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 3 78 4 4 4 2 4 3 3 4 4 3 4 3 1 3 4 1 3 3 4 3 2 66 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 68 4 4 3 3 3 4 4 3 3 4 4 4 2 4 4 3 4 2 4 3 3 72 3 3 4 2 2 2 3 3 4 1 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 60 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 4 4 3 70 3 3 3 2 3 4 3 2 3 1 3 3 3 3 4 2 3 4 4 4 4 64 4 3 2 3 2 4 3 3 4 4 4 3 2 3 3 2 4 3 4 3 4 67 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 62 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 61 1 3 4 2 4 3 3 4 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 69 4 4 4 3 3 4 4 2 3 3 4 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 73 4 3 4 3 4 4 3 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 2 3 4 3 73 4 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 58 4 4 3 3 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3 4 3 4 3 4 3 4 73 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 60 4 4 4 3 4 3 3 4 3 2 4 3 3 3 3 4 4 4 2 3 3 70 4 3 2 3 3 4 3 3 4 2 4 4 3 3 4 3 4 3 4 3 4 70 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 58 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 67 4 3 3 2 3 3 4 3 3 3 2 3 3 3 4 3 4 2 3 4 4 66 4 3 3 2 3 3 4 3 3 3 2 3 3 3 4 3 4 2 3 4 4 66 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 78 4 2 4 2 4 3 3 3 3 4 4 3 2 3 3 2 3 3 3 3 4 65 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 4 3 3 3 3 60 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3 3 3 4 75 4 3 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 2 3 4 4 1 4 71 3 2 3 2 2 4 3 3 4 2 2 3 3 2 4 3 4 3 1 3 4 60 2 4 2 2 1 4 4 3 3 1 3 4 2 1 3 2 4 2 4 4 4 59 4 3 3 2 3 3 4 3 3 3 4 3 2 2 3 2 4 3 3 3 3 63


(3)

4 3 4 2 3 3 2 4 3 3 3 3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 63 3 4 4 2 4 4 4 4 4 4 3 3 4 1 1 2 4 4 1 4 4 68 4 3 3 3 1 4 3 2 2 3 4 3 3 1 3 4 2 4 2 2 3 59 4 3 4 3 4 4 4 4 3 2 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 76


(4)

Row Skor Self Concept

2 3 3 4 4 3 2 3 2 3 3 3 2 37 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 36 2 3 3 4 4 4 1 2 3 4 2 2 1 35 3 4 3 4 4 3 2 4 2 4 2 3 3 41 2 2 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 2 33 2 3 3 3 4 4 2 3 3 3 2 2 2 36 4 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 2 2 35 3 4 4 4 3 3 2 4 3 3 4 2 3 42 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 36 3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 1 2 3 32 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 38 3 3 2 2 3 3 2 3 3 2 2 2 2 32 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 34 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 2 3 38 3 3 3 4 3 3 2 3 3 3 3 3 3 39 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 1 3 2 33 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 37 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 2 35 3 3 3 4 2 3 4 3 3 2 1 2 2 35 4 3 4 3 4 3 3 4 3 4 2 2 3 42 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 2 3 2 40 2 2 2 3 3 4 2 3 1 2 1 3 3 31 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 39 2 3 2 4 3 3 3 3 2 2 2 3 2 34 3 3 4 3 3 4 2 4 3 2 2 1 1 35 3 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 2 41 2 4 3 4 4 3 2 2 3 2 2 2 2 35 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 37 4 4 4 4 4 4 3 2 4 3 3 2 2 43 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 2 44 4 4 4 4 3 4 2 3 3 3 3 2 3 42 3 2 3 4 4 4 3 3 2 2 2 2 2 36 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 2 3 34 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 35 2 2 2 4 2 3 2 2 3 1 1 2 1 27 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 2 2 2 39 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 36 3 3 3 2 2 3 2 2 2 1 2 3 2 30 3 3 3 4 3 3 2 3 3 3 2 2 2 36 3 4 3 4 4 4 4 3 2 3 4 4 2 44 4 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 4 3 37 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 36 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 34 4 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 37 3 3 2 3 4 3 3 2 2 3 4 4 3 39 3 3 4 4 3 3 3 2 3 2 2 3 3 38 3 3 3 2 3 3 2 2 1 2 2 2 2 30 3 2 2 4 4 4 2 2 2 3 2 3 2 35 3 3 3 3 4 3 2 3 2 3 2 3 2 36


(5)

3 4 4 4 4 4 2 3 4 3 4 2 2 43 4 3 2 4 3 4 3 2 2 2 2 2 1 34 3 4 3 3 3 4 2 2 3 2 2 2 3 36 3 3 3 3 3 3 1 4 2 1 2 3 3 34 4 2 2 4 3 3 4 3 1 1 2 3 3 35 3 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 2 2 43 3 3 4 4 3 3 3 2 3 2 2 3 3 38 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 41 3 3 3 3 4 4 2 3 2 3 3 2 2 37 3 3 4 3 4 3 3 3 2 3 3 2 3 39 3 2 3 3 3 2 2 2 4 3 4 3 1 35 3 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 3 3 46 3 4 4 3 4 3 2 3 3 3 3 3 3 41 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 46 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 2 2 38 3 3 2 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2 33 3 3 3 4 2 4 2 3 3 2 2 3 2 36 4 3 3 3 4 4 3 3 3 2 2 2 2 38 3 2 3 4 4 4 3 4 3 3 2 2 2 39 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 40 3 3 3 4 4 3 3 3 2 3 2 3 3 39 4 3 2 3 3 3 2 2 2 2 1 3 3 33 3 3 3 4 4 3 2 2 3 4 3 3 2 39 3 3 2 4 3 4 1 3 2 2 1 3 2 33 3 3 3 3 4 4 3 4 3 4 3 2 3 42 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2 2 2 2 32 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 3 2 2 32 3 3 3 4 3 4 2 3 3 3 2 3 2 38 3 3 4 4 4 4 4 4 2 4 3 2 2 43 2 4 4 3 4 4 2 2 2 3 3 2 2 37 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 36 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 36 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 36 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 34 2 3 2 3 3 4 2 2 2 4 2 2 2 33 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 35 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2 3 47 3 3 3 4 2 3 3 3 2 3 2 2 2 35 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 2 43 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2 33 3 3 4 2 3 3 2 3 4 2 2 2 3 36 4 3 4 3 3 4 4 2 3 3 2 2 2 39 3 3 4 4 4 4 4 4 3 2 3 3 3 44 3 4 4 4 4 4 4 3 4 2 2 3 3 44 3 3 3 3 4 4 3 4 3 2 2 2 2 38 3 3 3 4 4 3 3 3 1 4 2 3 2 38 3 3 4 3 2 3 3 3 3 3 2 2 2 36 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 34 4 4 4 3 3 4 4 2 3 1 2 1 2 37 3 1 2 4 3 3 1 2 3 1 2 4 3 32


(6)