2.2 Self
– Control
2.2.1. Definisi self-control
Menurut Chaplin 2006, self-control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls
– impuls atau tingkah laku impulsif. Self-control bisa dikonseptualisasikan sebagai
kemampuan yang dikembangkan dari waktu ke waktu dan membuat orang menginvestasikan secara aktif usaha yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan
atau hasil Carver Scheier; Wills Dishion, dalam Hagger dkk, 2010. Self
– control adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses menekan atau menghambat perilaku atau respon seseorang secara disengaja dan
sadar Vohs Baumeister, 2004. Ada beberapa model proses self
– control yang telah ditemukan ahli – ahli sebelumnya Vohs Baumeister, 2004, antara lain:
a. Cybernetic Model
Carver dan Scheier mengembangkan model ini untuk self – control saat
mereka mengemukakan proses self – control terjadi pada test-operate-test-
exit TOTE loop. Orang – orang memasuki TOTE saat mereka
membentuk tujuan. Tindakan pertama, test, merujuk pada perbandingan keadaan sekarang dengan keadaan tujuan. Menduga ada kesenjangan
antara keadaan sekarang dengan keadaan yang diinginkan, orang melakukan tindakan operate untuk menutup kesenjangan itu. Orang akan
melakukan test lagi, dan tergantung apakah tujuannya tercapai atau tidak, orang mungkin harus melakukan lebih banyak pekerjaan untuk mencapai
tujuannya lagi, orang bisa kembali ke fase operate atau exit. Satu gagasan penting dalam TOTE loop ini adalah bahwasanya emosi
merefleksikan proses seseorang untuk mencapai tujuannya; afeksi positif seringkali menjadi tanda bahwa orang mendekati tujuannya, dan afeksi
negatif seringkali menandakan orang menjauhi tujuannya. b.
Regulatory Resource Model Regulatory Resource Model mengemukakan bahwa kemampuan untuk
mengendalikan diri sendiri dikuasai oleh sumber – sumber terbatas yang
dimiliki oleh semua bagian self – control. Tiap satu kali tindakan self –
control dilakukan akan membuat orang itu kurang berhasil dalam melakukan self
– control yang berikutnya dalam waktu yang terbatas karena kurangnya sumber daya untuk melakukan self
– control yang berikutnya. Ini dikenal sebagai keadaan kekurangan ego, yang
menggambarkan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan self
– control yang spesifik. Baumeister, Vohs, dan rekan – rekannya mengemukakan bahwa respon
– respon yang meliputi regulasi emosi, kendali mental, intervensi impuls, dan pengarahan perilaku semuanya
memakai sumber daya tersebut, dan sebagai akibatnya, banyaknya sumber daya tersebut akan berkurang tiap kali kegiatan self
– control dilakukan. c. Paradigma Penundaan Gratifikasi