Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

43 Gambar 27. Persamaan linier tingkat konsumsi oksigen rumput laut Gracilaria verucosa pada berbagai padat tanam, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup.

4.2 Pembahasan

Polikultur adalah suatu sistem budidaya bersama dua organisme atau lebih dengan tujuan peningkatan produksi dan pemanfaatan lahan yang terbatas. Sistem budidaya polikultur diindikasikan lebih menguntungkan daripada sistem monokultur. Pemanfaatan kembali limbah buangan dari organisme satu yaitu ikan atau udang terhadap organisme lain yaitu rumput laut untuk pertumbuhannya menimbulkan interaksi saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme integrated multi-trophic aquaculture antara keduanya untuk menciptakan lingkungan budidaya yang sesuai. Penelitian ini menggunakan sistem budidaya polikultur pada ikan nila O. niloticus dan rumput laut G. verrucosa untuk menghasilkan produk secara optimal. Interaksi positif yang terjadi antara kedua organisme tersebut sangat menguntungkan bagi peningkatan pertumbuhan ikan nila dan rumput laut. Hal ini didukung dengan hasil penelitian konsentrasi nitrogen dan fosfat serta perubahan kualitas air pada sistem monokultur dan polikultur oleh rumput laut di wadah selama 35 hari. Perubahan nitrogen dan fosfat yang disebabkan rumput laut di wadah pemeliharaan akan menurunkan konsentrasi kualitas air seperti pada Tabel 3, rumput laut dengan padat tanam lebih tinggi mampu menghilangkan atau merubah konsentrasi nitrogen dan fosfat lebih banyak. Zhou et al. 2006 G. lemaneiformis 0,0018 0,0025 0,0039 0,0000 0,0005 0,0010 0,0015 0,0020 0,0025 0,0030 0,0035 0,0040 0,0045 200 400 600 T K O m g O 2 g ram j am Padat tanam rumput laut gramm 3 44 dapat mengurangi jumlah hara nitrogen yang terakumulasi dalam dissoloved inorganic nitrogen DIN pada wadah pemeliharaan dapat dihilangkan kurang lebih 90, dan rumput laut dapat menerima hampir 90 dari amonium yang dipelihara bersama ikan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat perubahan kualitas air berupa TAN, nitrit NO 2 - , nitrat NO 3 - , dan fosfat PO 4 3- pada wadah pemeliharaan budidaya polikultur ikan nila dan rumput laut lebih baik dari perlakuan monokultur. Peningkatan biomasa awal rumput laut akan meningkatkan laju perubahan pengurangan kualitas air di wadah pemeliharaan. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling tinggi mampu menurunkan kualitas air lebih tinggi dari perlakuan dengan kepadatan rumput laut lebih rendah, yaitu mencapai lebih dari 85 penghilangan nitrogen, dan 72 penghilangan fosfat Tabel 3. Penelitian sejenis oleh Yang et al. 2006 tentang bioremediasi rumput laut G. lemaneiformis menyatakan bahwa penyerapan nitrogen terbesar dalam bentuk amonium oleh rumput laut. Namun, pada jenis rumput laut G. birdiae nitrogen dalam bentuk nitrat terbuang lebih banyak dari TAN berdasarkan penelitian di Brazil oleh Soriano et al. 2009. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tabel 3 yaitu nitrogen dalam bentuk nitrat terbuang lebih banyak pada semua perlakuan pada setiap minggu, salah satu alasan adalah penyerapan oleh rumput laut. Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis rumput laut, cahaya dan pergerakan air, dan faktor biologi umur tanaman dan kemampuan penyimpanan nutrien pada jaringan. Perubahan kualitas air berkaitan erat dengan buangan nitrogen di wadah pemeliharaan oleh ikan nila dengan pemberian pakan secara terkontrol, semakin banyak buangan ikan nila maka semakin banyak yang harus dihilangkan. Buangan nitrogen berasal dari pakan yang tidak termakan dan sisa metabolisme. Ikan dengan bobot yang lebih tinggi akan diberi pakan lebih banyak, dan ikan dengan bobot lebih rendah akan diberikan pakan lebih sedikit Tabel 2, pada nilai feeding ratio yang sama. Sakdiah 2009 menyatakan nilai ekskresi TAN dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain suhu, bobot, kadar nutrisi, salinitas, dan kadar TAN. Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan 600 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 dengan LPH dan biomasa ikan nila lebih tinggi menghasilkan buangan ikan nila yang lebih tinggi dan pada perlakuan ikan nila 100 ekorm 3 45 tanpa rumput laut menghasilkan bobot yang lebih rendah dan buangan ikan nila lebih sedikit, akan tetapi pada perlakuan monokultur tidak terjadi pengurangan kualitas air di wadah pemeliharaan oleh rumput laut sehingga jumlah nitrogen di wadah pemeliharaan terakumulasi menjadi tinggi. Jumlah nitrogen dipengaruhi oleh sistem metabolisme ikan terhadap pakan dan kualitas air. Lingkungan wadah pemeliharaan ikan nila memiliki siklus yang diawali dengan pemberian pakan pada ikan, kemudian pakan yang tidak termakan, feses, dan hasil metabolisme ikan akan masuk ke wadah pemeliharaan, mikroorganisme akan mendekomposisi bahan organik di dalam sistem sehingga mengakibatkan peningkatan total amonia nitrogen TAN dan nitrit dimana keduanya berbahaya bagi ikan pada konsentrasi tinggi, selanjutnya TAN didalam sistem akan diubah menjadi nitrit, nitrat, dan gas nitrogen. Berdasarkan hasil penelitian konsentrasi TAN, nitrit, dan nitrat dalam wadah budidaya bersama rumput laut dan ikan nila jauh berbeda terhadap perlakuan monokultur ikan nila saja. Konsentrasi TAN, nitrit, dan nitrat yang berbeda antara perlakuan polikultur dan monokultur dapat dilihat berdasarkan hasil penelitian. Konsentrasi TAN pada Gambar 12 setiap minggu menunjukkan perbedaan pada perlakuan ikan nila 100 ekorm 3 tanpa rumput laut dan perlakuan dengan penambahan rumput laut dengan bobot tertentu. Perlakuan polikultur memiliki konsentrasi TAN lebih rendah dari monokultur, karena peranan dari rumput laut dalam menyerap dan menyimpan nitrogen dalam bentuk TAN di wadah pemeliharaan. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling tinggi 600 gramm 3 + ikan nila 100 ekorm 3 memiliki konsentrasi TAN lebih rendah dari perlakuan polikultur yang lain dengan kepadatan rumput laut yang lebih rendah. Penyerapan dan penyimpanan nitrogen dalam bentuk TAN dalam bentuk amonium NH 4 + oleh rumput laut dilakukan diseluruh bagian thallus atau permukaan tubuh dan disimpan pada dinding sel yang terdiri dari karagenan dan agar. Hal tersebut yang mengakibatkan perlakuan 600 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 memiliki konsentrasi TAN lebih rendah, semakin besar bobot rumput laut, semakin luas permukaan thallus maka bidang penyerapan akan semakin optimal dalam mengurangi konsentrasi TAN di wadah pemeliharaan 46 dibandingkan dengan rumput laut yang memiliki bobot dan luas permukaan thallus lebih kecil. Hal ini terlihat pada Gambar 13 yang menunjukkan hubungan berbanding terbalik antara biomasa rumput laut terhadap konsentrasi TAN di wadah pemeliharaan. Penyerapan nitrogen oleh rumput laut dalam bentuk amonium dan nitrat NO 3 - , oleh karena itu hasil yang ditunjukkan pada Gambar 16, sama dengan Gambar 12, yaitu pada perlakuan polikultur selalu memiliki konsentrasi nitrat lebih baik. Thallus rumput laut Ulva rigida mampu menyerap secara optimal nitrat pada kisaran 400-500 µmol nitrat g DM -1 pada sel Naldi 2002. Kemampuan menyerap ion dan mineral di wadah pemeliharaan berbeda-beda pada masing-masing jenis rumput laut. Hal ini dipengaruhi oleh jenis rumput laut, cahaya dan pergerakan air, dan faktor biologi umur tanaman dan kemampuan penyimpanan nutrien pada jaringan. Nitrogen di wadah pemeliharaan tidak hanya berupa TAN tetapi juga dalam bentuk nitrit, melalui bakteri Nitrosomonas TAN diubah menjadi nitrit yang bersifat lebih berbahaya bagi organisme ikan dan udang. Hasil penelitian Gambar 14 menunjukkan perbedaan yang signifikan perlakuan polikultur ikan nila dan rumput laut dengan monokultur ikan nila. Pada perlakuan monokultur terjadi peningkatan nitrit setiap minggu, sedangkan pada perlakuan polikultur memperlihatkan konsentrasi nitrit yang lebih rendah. Hal ini membuktikan bahwa rumput laut tetap memberikan pengaruh positif di wadah pemeliharaan, walaupun penyerapan rumput laut terhadap nitrit sangat kecil dibandingkan dengan TAN dan nitrat. Pengaruh rumput laut juga terlihat pada kurva kubik Gambar 15, menjelaskan hubungan berbanding terbalik antara padat tanam rumput laut terhadap konsentrasi nitrit yang dihasilkan, semakin besar padat tanam rumput laut maka semakin memberikan dampak positif terhadap pemeliharaan ikan nila dan rumput laut dengan konsentrasi nitrit lebih rendah. Sebagian besar spesies tanaman air cenderung lebih mudah dalam menyerap nitrogen dalam bentuk NH 4 + daripada dalam bentuk NO 3 - sebagai sumber hara nitrogen, hal ini dikarenakan penyerapan dalam bentuk NH 4 + membutuhkan sedikit energi dan karena NH 4 + -N tersebar merata di perairan jenuh 47 substrat. Selain itu, tekanan tinggi pada ion H + menyebabkan, saat konsentrasi nitrogen NH 4 + -N tinggi, nitrogen mudah terserap kedalam thallus rumput laut. Berbeda dengan penyerapan nitrat oleh tanaman air, nitrat diangkut dalam membran plasma dan nitrate reductase activity nRA secara keseluruhan dipengaruhi oleh ketersediaan NO 3 - di wadah pemeliharaan Jampeetong 2012. G. verrucosa juga melakukan penyerapan mineral seperti fosfat walaupun dalam jumlah kecil. Naldi et al. 2002 menyatakan penyerapan nutrien pada rumput laut memiliki perbandingan N:P sebesar 20:1 pada keadaan N yang tidak berlebih. Penghilangan fosfat dari perairan tercemar terjadi melalui tiga tahapan yaitu penyerapan substrat lumpur, tanah, penyerapan oleh tanaman alga, dan pengaruh aktifitas bakteri. Hal ini terlihat dari hasil penelitian pada Gambar 21 penyerapan fosfat oleh rumput laut tidak sebesar penyerapan terhadap nitrogen. Penyerapan fosfat dalam jumlah kecil diduga karena penyerapan nitrogen lebih mendominasi seluruh bagian thallus rumput laut dibandingkan penyerapan fosfat maupun mineral yang lain, pernyataan ini didukung dengan rendahnya konsentrasi nitrogen pada wadah pemeliharaan perlakuan polikultur dibandingkan pada perlakuan monokultur. Konsentrasi fosfat di wadah pemeliharaan Gambar 18 menunjukkan perbedaan antara perlakuan polikultur dan monokultur. Perlakuan polikultur ikan nila dan rumput laut menunjukkan hasil yang lebih baik dalam mengurangi fosfat di wadah pemeliharaan dari perlakuan monokultur. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut lebih tinggi memiliki konsentrasi fosfat lebih rendah dibandingkan perlakuan polikultur yang lain. Peranan rumput laut dalam meningkatkan kualitas lingkungan wadah pemeliharaan, terutama mencegah peningkatan konsentrasi fosfat terlihat pada Gambar 18, perlakuan monokultur memiliki konsentrasi fosfat yang terus meningkat selama 35 hari pemeliharaan. Rumput laut mampu mengurangi fosfat dengan meyerap dan menyimpan di dalam dinding sel sebagai kualitas air yang mampu mendukung pertumbuhan. Secara umum, tanaman darat, tanaman air, jenis alga, dan mikroorganisme membutuhkan mineral fosfat sebagai nutrien yang penting bagi pertumbuhan dan pada jaringannya, meskipun dalam jaringan tersedia dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding dengan C dan N, mineral fosfat berfungsi sebagai transformasi 48 energi metabolik dan merupakan penyusun fosfolipida yang penting dalam menyusun membran Iamchaturapatr et al. 2007. Lingkungan pemeliharaan yang sesuai akan mendukung pertumbuhan dari kedua organisme tersebut, sesuai dengan hasil penelitian Gambar 3 dan 4, bobot ikan nila yang dibudidaya secara monokultur menghasilkan biomasa akhir lebih rendah dari polikultur. Persamaan kubik pada Gambar 4 menjelaskan bahwa setiap 1 gram rumput laut akan meningkatkan bobot ikan nila menjadi 107,2 gram selama 35 hari. Pemeliharaan tanpa rumput laut selalu memiliki pertumbuhan yang lebih rendah dari perlakuan polikultur. Hal ini dapat dilihat dari nilai laju pertumbuhan harian LPH ikan nila pada perlakuan tanpa rumput laut menghasilkan LPH rendah 2,03±0,40 per hari, jika dibandingkan dengan perlakuan polikultur 3,12±0,21 per hari pada perlakuan 600 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 . Sakdiah 2009 menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan, umur, dan kualitas air. Peningkatan bobot ikan nila merupakan tingkat pemberian pakan yang ditransformasikan menjadi biomassa ikan nila. Pakan yang diberikan dan daya serap energi dari pakan yang sama menjadi penunjang pertumbuhan ikan, sehingga dalam hasil penelitian diduga pada sistem polikultur ikan nila mampu memanfaatkan pakan lebih baik dari monokultur, dan hal ini didukung dengan nilai FCR dan EPP yang lebih baik pada Tabel 1. Feeding convertion ratio FCR dan efisiensi pakan menjadi salah satu indikator peningkatan bobot ikan. Sistem polikultur rumput laut dan ikan nila menghasilkan FCR lebih rendah dan EPP lebih tinggi dari monokultur, semakin kecil nilai FCR maka semakin banyak pakan yang dimakan dan terserap oleh tubuh untuk pertumbuhan. Tingkat FCR dan efisiensi pakan akan mempengaruhi jumlah limbah hasil metabolisme ikan nila, semakin rendah efisiensi pakan maka akan semakin banyak limbah nitrogen yang terbuang, hal ini didukung dengan nilai pengeluaran nitrogen ikan nila pada Tabel 2, diduga pada biomassa ikan lebih besar akan menghasilkan limbah nitrogen lebih banyak. Tingkat nafsu makanan ikan nila juga dipengaruhi oleh kualitas air wadah pemeliharaan. Zhou et al. 2006 menyatakan G. lemaneiformis sangat efisien dalam menyerap nutrien dari sistem budidaya polikultur bersama ikan konsumsi. Oleh karena itu kualitas 49 air di wadah pemeliharaan polikultur rumput laut dan ikan nila lebih baik dari monokultur serta nafsu makan ikan nila lebih meningkat pada sistem polikultur. Kemampuan rumput laut dalam menyerap nutrien, khususnya nitrogen dan fosfat berdampak positif bagi ikan nila dan rumput laut. Ikan nila mendapatkan kualitas media pemeliharaan yang lebih baik dan rumput laut mendapatkan nitrogen dan fosfat sebagai kualitas air untuk pertumbuhan. Abreu et al. 2011 menyatakan penyerapan nitrogen amonium, nitrat di wadah pemeliharaan oleh rumput laut G. vermiculuphylla dilakukan dengan difusi pada seluruh bagian thallus. Jadi, semakin banyak thallus yang mampu menyerap nitrogen akan semakin baik kualitas air dan pertumbuhan rumput laut pada kondisi tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan rumput laut pada kepadatan 400 gramm 3 dan 600 gramm 3 lebih baik dari kepadatan 200 gramm 3 yang terlihat dari nilai LPH masing-masing perlakuan. LPH rumput laut terbesar pada perlakuan dengan 400 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 yaitu, 2,22±0,10 per hari, sedangkan perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling rendah 200 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 memiliki nilai LPH 1,84±0,09 per hari. Nilai LPH rumput laut yang dipelihara bersama ikan nila lebih tinggi dari monokultur rumput laut saja, seperti pada hasil penelitian Novia 2011 pada salinitas 15 ppt rumput laut Gracilaria verrucosa memiliki LPH tertinggi dengan nilai 1,92±0,501 per hari. Salah satu alasan yang dapat menerangkan penurunan nilai laju pertumbuhan harian rumput laut pada kepadatan 600 gramm 3 adalah semakin tinggi kepadatan rumput laut dalam suatu wadah pemeliharaan maka kemampuan fotosintesis dan penyerapan nitrogen dan fosfat akan berkurang, sehingga ketersediaan energi untuk pertumbuhan akan berkurang. Selain itu Yang 2006 menyatakan kualitas perairan juga mempengaruhi dalam pertumbuhan rumput laut seperti suhu, pada suhu ekstrim Gracilaria verrucosa akan mengalami penurunan produksi bahkan tidak lagi tumbuh. Sinaga 2010 menyatakan penyerapan nutrien berupa fosfat dan nitrat disebut dengan daya serap total fosfat dan daya serap nitrat. Penyerapan nutrien berlangsung secara difusi melalui seluruh permukaan thallus. Daya serap nutrien oleh rumput laut dapat diukur berdasarkan bobot dan luas permukaan. Masuknya 50 nitrogen ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses difusi yang terjadi pada seluruh permukaan thallus rumput laut. Nitrogen yang diserap diproses melalui tahapan fiksasi nitrogen, nitrifikasi, asimilasi, dan denitrifikasi serta amonifikasi umumnya dilakukan oleh bakteri sedangkan proses asimilasi dilakukan oleh tumbuhan termasuk alga Barsanti et al. 2006. Laju pertumbuhan harian LPH rumput laut berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan thallus rumput laut. Pertumbuhan thallus rumput laut diduga semakin memperbesar luas permukaan thallus dan luas bidang difusi nitrogen di wadah pemeliharaan. Semakin besar permukaan thallus maka semakin luas permukaan difusi nitrogen, dan penyerapan nitrogen semakin tinggi. Hal ini terlihat dari hasil penelitian, penyerapan nitrogen pada perlakuan dengan kepadatan rumput laut lebih tinggi, yaitu 600 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 dan 400 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 memiliki konsentrasi penyerapan lebih tinggi dari perlakuan 200 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 , nilai penyerapan nitrogen secara berturut-turut sebesar 2,965x10 3 µmolgram per hari dan 2,850x10 3 µmolgram per hari serta 1,986x10 3 µmolgram per hari pada perlakuan 200 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 . Nilai penyerapan nitrogen di wadah pemeliharaan oleh rumput laut dapat digunakan sebagai indikator mengetahui konsentrasi protein dan perubahan kualitas air yang disebabkan oleh rumput laut. Tubuh tumbuhan tersusun oleh sel- sel yang setiap intinya memiliki dinding sel selulosa bersifat permeable yang dilewati air dan zat terlarut didalamnya termasuk nitrogen. Nitrogen yang terserap akan diubah menjadi asam-asam amino pembentuk protein tersimpan dalam dinding sel selulosa Barsanti et al. 2006. Oleh sebab itu protein pada rumput laut juga terdapat pada dinding sel selulosa dari tumbuhan. Konsentrasi protein thallus rumput laut pada perlakuan 600 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 lebih tinggi dari perlakuan 400 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 lebih tinggi dari 200 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 berturut-turut adalah 24,31, 22,06, dan 18,38. Hal ini diduga pada padat tanam rumput laut lebih tinggi memiliki luas permukaan dan dinding sel yang tebal dan besar Sinaga 2010, sehingga penyimpanan nutrien oleh dinding sel lebih banyak. Selain 51 melakukan penyerapan nitrogen rumput laut G. verrucosa juga melakukan penyerapan terhadap mineral-mineral lain termasuk fosfat. Penyerapan fosfat oleh rumput laut tidak sebesar penyerapan nitrogen terhadap rumput laut, akan tetapi tetap dipengaruhi oleh LPH rumput laut. Penyerapan fosfat perlakuan 600 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 lebih tinggi dari perlakuan 400 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 lebih tinggi dari 200 gramm 3 rumput laut + ikan nila 100 ekorm 3 . Kondisi wadah pemeliharaan yang kurang sesuai dapat ditinjau dari ketahanan ikan terhadap media pemeliharaan, ikan nila yang hidup pada wadah pemeliharaan yang sesuai untuk kehidupannya secara umum memiliki tingkat kematian yang rendah dan bobot tubuh yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ikan nila 100 ekorm 3 tanpa rumput laut menghasilkan tingkat kelangsungan hidup rendah dibanding perlakuan polikultur yaitu sebasar 72,84±2,14, sedangkan perlakuan polikultur ikan nila dan rumput laut menghasilkan tingkat kelangsungan hidup lebih dari 85, sesuai dengan kriteria kegiatan budidaya harus memiliki tingkat kelangsungan hidup lebih dari 80. Rendahnya tingkat kelangsungan hidup ikan nila pemeliharaan secara monokultur disebabkan kualitas air yang kurang mendukung, konsentrasi TAN, nitrit, nitrat dan fosfat yang cenderung lebih tinggi dibanding perlakuan polikultur selama 35 hari pemeliharaan. Penyerapan energi yang berasal dari pakan tidak mampu dimanfaatkan ikan untuk pertumbuhan bobot dan panjang ikan nila, akan tetapi energi tersebut dialihkan untuk melakukan proses adaptasi atau penyesuaian diri ikan nila terhadap lingkungan yang tidak sesuai, sehingga energi yang dibutuhkan berkurang, sehingga ikan akan mengalami kemunduran pertumbuhan bahkan kematian. Oleh karena itu pengontrolan kualitas air dan manajemen pemberian pakan sangat diperlukan dalam kegiatan budidaya. TAN yang tinggi di wadah pemeliharaan dapat mengakibatkan kematian masal pada ikan. Hal ini dapat disebabkan kepadatan ikan yang tinggi menghasilkan NH 4 + dalam jumlah banyak, sementara Nitrosomonas dan Nitrobacter belum berkembang sehingga kadar NH 4 + yang tinggi tersebut akan meracuni ikan itu sendiri. Nitrit juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan ikan, 52 nitrit yang tinggi dapat mengakibatkan hyperthrophy insang, hyperplasia, meningkatkan kerentanan ikan terhadap penyakit infeksi, dan hemoragi. Berdasarkan Gambar 29 menunjukkan bahwa kematian ikan pada pemeliharaan polikultur b diduga karena kompetitor diantara organisme dalam mendapatkan makanan, unsur hara, maupun kualitas media yang cukup, sedangkan pemeliharaan monokultur dikarenakan jamur atau bakteri yang menggerogoti sirip ikan yang timbul karena kualitas air yang tidak mendukung. a b Gambar 28. Tampak fisik kematian ikan nila Oreochromis niloticus di wadah pemeliharaan monokultur a dan polikultur b Kisaran suhu, DO, cahaya, dan salinitas keempat perlakuan pada tiga kali ulangan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda nyata dan masih dalam kisaran maksimum untuk kegiatan budidaya ikan nila dan rumput laut Lampiran 8. Budiardi 2005 menyatakan selama proses katabolisme makanan berlangsung, energi kimia dari makanan tubuh diubah bentuknya menjadi ATP dan sisanya hilang sebagai panas. Meningkatnya suhu pada umumnya disertai dengan meningkatnya laju metabolisme yang berarti meningkatnya permintaan oksigen oleh jaringan. Secara umum, meningkatnya suhu lingkungan 10 o C menyebabkan meningkatnya laju pengambilan oksigen oleh hewan menjadi dua sampai tiga kali lipat. Pertumbuhan rumput laut secara monokultur biasanya dipengaruhi oleh substrat endapan, cahaya, temperatur, ketersediaan kualitas air dan kepadatan rumput laut. Berdasarkan data kualitas air yang tertera di Lampiran 8, nilai suhu masih dalam batas toleransi tidak ekstrim yaitu sebesar 23-32 C, sehingga pertumbuhan rumput laut pada penelitian ini tidak terpengaruh oleh faktor suhu. Kemampuan ikan dalam mengonsumsi oksigen sangat ditentukan oleh faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, pH, semakin tinggi fluktuasi kualitas air maka akan semakin tinggi kebutuhan oksigen untuk dikonsumsi oleh ikan. 53 Pengukuran tingkat konsumsi oksigen ikan dan rumput laut bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan oksigen oleh dua organisme dalam satu wadah pemeliharaan yang sama, sehingga dapat dipastikan terdapat kompetitor oksigen atau tidak. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila dengan bobot tertentu mengalami perbedaan. Gambar 23 menunjukkan grafik persamaan linier tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada bobot 1,8, 1,9, dan 2 gram yang mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya bobot ikan. Ikan nila dengan ukuran bobot lebih kecil mengonsumsi oksigen lebih banyak per satuan waktu dan bobot, dari ikan nila dengan ukuran bobot lebih besar. Hal ini disebabkan ikan nila yang berukuran lebih kecil membutuhkan banyak energi untuk pertumbuhan dan laju metabolisme tubuh lebih cepat dibandingkan ikan nila yang berukuran besar, karena peredaran darah yang membawa oksigen dan makanan lebih cepat dari ikan nila dengan bobot yang lebih besar. Oleh sebab itu, grafik persamaan linier menunjukkan hubungan berbanding terbalik slope negatifturun antara bobot ikan nila dengan tingkat konsumsi oksigen. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada berbagai ukuran dapat menentukan konsentrasi oksigen terlarut minimal yang dibutuhkan ikan selama pemeliharaan. Hasil penelitian pada Gambar 23 menunjukkan hubungan antara waktu dan tingkat konsumsi oksigen ikan nila. Penurunan tingkat konsumsi oksigen sejalan dengan bertambahnya waktu selama 180 menit. Hal ini diduga disebabkan oleh berkurangnya konsentrasi oksigen terlarut dan penurunan aktifitas ikan nila menuju pada laju pengambilan oksigen minimal. Selain ikan nila, tumbuhan seperti rumput laut juga mengalami proses respirasi. Respirasi rumput laut terjadi sepanjang hari pagi, siang, dan malam hari, respirasi pada malam hari lebih tinggi dari siang hari, seperti pada hasil penelitian tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat tidak terpapar cahaya matahari lebih tinggi yaitu 0,008 mg O 2 gramjam dari terpapar cahaya matahari sebesar 0,002 mg O 2 gramjam. Hal ini dikarenakan faktor cahaya sangat menentukan proses fotosintesis yang mampu menghasilkan karbohidrat dan oksigen sehingga siang hari proses respirasi lebih rendah. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan berbanding terbalik antara biomasa rumput laut terhadap tingkat konsumsi oksigen saat terpapar cahaya 54 matahari Gambar 25. Grafik persamaan kurva linier, penurunan nilai tingkat konsumsi oksigen rumput laut sejalan dengan bertambahnya bobot. Hal ini dikarenakan proses respirasi rumput laut dilakukan diseluruh bagian tubuh thallus, sehingga semakin besar bobot rumput laut semakin luas permukaan thallus dan semakin besar bidang respirasi, akan tetapi peranan cahaya matahari dalam proses fotosintesis rumput laut menghasilkan produk berupa oksigen dan karbohidrat, sehingga proses konsumsi oksigen lebih kecil. Gambar 24 menjelaskan hubungan waktu terhadap tingkat konsumsi oksigen pada saat terpapar cahaya matahari. Pada bobot yang lebih kecil tingkat konsumsi oksigen menurun lebih curam sejalan dengan bertambahnya waktu dibandingkan bobot yang lebih besar, yang dikarenakan konsentrasi oksigen di wadah pemeliharaan dan aktifitas rumput laut mengalami penurunan. Fotosintesis yang dilakukan rumput laut saat terpapar matahari diindikasikan juga memberikan pengaruh terhadap tingkat konsumsi oksigen rumput laut. Fotosintesis yang dilakukan di seluruh bagian thallus akan menghasilkan produk akhir oksigen dan karbohidrat. Bobot rumput laut yang lebih besar mampu melakukan fotosintesis lebih tinggi dan menghasilkan oksigen dalam jumlah tertentu, sehingga tingkat konsumsi oksigen akan lebih rendah dari bobot yang lebih kecil. Penelitian selanjutnya untuk mengetahui tingkat konsumsi oksigen pada rumput laut saat tidak terpapar cahaya matahari. Gambar 26 menunjukkan hubungan antara waktu terhadap tingkat konsumsi oksigen rumput laut, penurunan tingkat konsumsi oksigen akan sejalan dengan bertambahnya waktu pengamatan. Gambar 27 menunjukkan hubungan berbanding lurus antara bobot rumput laut terhadap tingkat konsumsi oksigen, semakin besar bobot rumput laut maka laju respirasi lebih tinggi dari bobot kecil sehingga tingkat konsumsi oksigen lebih besar. Persamaan linier pada Gambar 25 dan 27 menunjukkan persamaan yang terbentuk terhadap tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat terpapar cahaya matahari Gambar 25 dan tanpa cahaya matahari Gambar 27. Persamaan yang terbentuk pada Gambar 25 adalah y = - 0,003x + 0,005 dengan x adalah padat tanam rumput laut dan y adalah tingkat konsumsi oksigen, maka pada bobot rumput laut satu gram akan mengonsumsi oksigen sebanyak 0,002 mg 55 O 2 gramjam, dan pada kondisi wadah pemeliharaan yang sesuai dan terpapar cahaya matahari yang cukup untuk rumput laut. Persamaan linier yang terbentuk pada Gambar 27 adalah yaitu y = 0,002x + 0,006, sehingga setiap 1 gram rumput laut akan mengonsumsi oksigen sebanyak 0,008 mg O 2 gramjam dengan kondisi yang sesuai untuk wadah pemeliharaan dan tanpa cahaya yang mempengaruhi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat tanpa ada cahaya matahari lebih besar dibanding saat terpapar cahaya matahari pada 1 gram bobot rumput laut per jam, dan terdapat pengaruh cahaya matahari terhadap proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat dan oksigen di wadah pemeliharaan. Berdasarkan data tingkat konsumsi okesigen ikan nila dan rumput laut, dan dilihat dari data dissolved oxygen DO pada Lampiran 8, menunjukkan tidak terjadi kompetitor antara kedua organisme tersebut dalam pengambilan oksigen, karena ketersediaan oksigen masih memenuhi batas kebutuhan organisme. Kegiatan akuakultur, selain berorientasi terhadap perbaikan lingkungan budidaya seperti pemaparan di atas, juga berorientasi terhadap keuntungan yang dihasilkan, prospek usaha akan menjadi faktor layak atau tidak kegiatan akuakultur polikultur ikan nila dan rumput laut diterapkan ke pembudidaya. Berikut akan disajikan prospek usaha monokultur dan polikultur. Asumsi kegiatan budidaya produksi rumput laut dan ikan nila per dua bulan sekali dan dalam satu tahun terdapat empat kali siklus dilakukan di Kabupaten Belanakan Subang. Produksi ikan nila pada skala pendederan yaitu menebar benih ukuran 2 gram dan dipanen pada ukuran 6-8 gram. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan usaha ikan nila dan rumput laut adalah sebagai berikut, padat tanam awal ikan nila adalah 100 ekorm 3 dan padat tanam rumput laut adalah 600 gramm 3 dengan pemeliharaan selama 35 hari menghasilkan LPH ikan nila 3,12 per hari dan LPH rumput laut 2,03 per hari. Pakan yang diberikan berupa pelet dengan konsentrasi protein 38, dengan FR 5 tiga kali sehari. Penjualan ikan nila dilakukan pada pedagang di TPI Belanakan Subang dan rumput laut dijual ke pabrik pembuat agar dalam bentuk basah. Analisis usaha dilakukan pada tambak dengan luas 5000 m 2 dan terdapat empat tambak dengan luas yang sama dan harga sewa tanah Rp 5.000m 2 selama 35 hari pemeliharaan 56 tanpa ada pergantian air dan pada musim sedikit hujan. Berikut akan disajikan analisis usaha polikultur ikan nila dan rumput laut dan monokultur ikan nila Lampiran 28 dan 29. Prospek usaha ditampilkan pada Tabel 5, berdasarkan nilai BEP dan RC rasio kegiatan budidaya ikan nila secara monokuktur maupun polikultur bersama rumput laut maka kegiatan polikultur lebih menguntungkan. Tabel 5. Perbandingan analisis usaha kegiatan budidaya monokultur dan polikultur rumput laut G. verrucosa dan ikan nila O. niloticus. Analisis Usaha Polikultur Monokultur Biaya Investasi Rp 373.500.000 Rp 373.500.000 Biaya Tetap Rp 275.825.000tahun Rp 275.825.000tahun Biaya Variabel Rp 1.191.200.000tahun Rp 1.143.200.000tahun Biaya Operasional Rp 1.467.925.000tahun Rp 1.419.025.000tahun Penerimaan Rp 2.476.800.000tahun Rp 1.728.000.000tahun Keuntungan Rp 1.009.775.000tahun Rp 308.975.000tahun RC rasio Rp 1,70 Rp 1,22 BEP harga Rp 531.352.340,6 Rp 815.085.697,4 PP 0,4 tahun 1,20 tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan rumput laut memberikan pengaruh positif terhadap pemeliharaan ikan nila secara polikultur, selain mampu menyerap limbah nitrogen di wadah pemeliharaan, rumput laut juga mampu menambah oksigen di wadah pemeliharaan melalui proses fotosintesis yang dilakukan saat ada cahaya matahari. 57

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Padat tanam 600 gramm 3 rumput laut dan padat tebar ikan nila 100 ekorm 3 memiliki pertumbuhan ikan nila yang paling baik dengan laju pertumbuhan harian 3,12 hari, dan mampu menyerap limbah nitrogen sebesar 2,965x10 3 µmolgramhari serta fosfat sebesar 0,0068x10 3 µmolgramhari. Padat tanam rumput laut 600 gramm 3 mampu memperbaiki lingkungan akuakultur dengan menyerap unsur hara nitrogen lebih dari 85 dan fosfat sebesar 72.

6.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan kepadatan maksimal rumput laut yang dapat dipeliharan dengan ikan nila sesuai dengan daya dukung air dan carrying capacity wadah budidaya serta melakukan pengukuran kemampuan penyerapan rumput laut terhadap nitrat dan amonia. Selain itu mengetahui laju fotosintesis dan produksi oksigen rumput laut dalam suatu wadah pemeliharaan bersama ikan nila.

Dokumen yang terkait

Identifikasi Dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Rawa Dan Tambak Paluh Merbau Percut Sei Tuan

9 144 57

Studi Pembudidayaan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Dalam Air Tawar Dan Dalam Campuran Air Tawar Dan Air Laut

3 92 100

Efektifitas Pertumbuhan Bibit Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Terhadap Pengaruh Mineral Fe, Na, Ca, Mg, Dan Cl Pada Akuarium Air Tawar Dan Campuran Air Tawar Dan Air Laut.

4 66 64

Analisis Pembudidayaan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Dalam Kolam Air Tawar Dan Campuran Air Laut Berdasarkan Perubahan Kandungan Mineral

2 52 116

Screening of Probiotic Bacterium for Controling Streptococcosis in Tilapia Oreochromis niloticus.

0 4 112

Improvement of corn quality using physical mechanism and fermentation with Rhizopus oligosporus and its utilization in tilapia (Oreochromis niloticus) feed

0 5 173

Changes of Media Quality with production of Tilapia Oreochromis niloticus on Intensive Cultivation with Outdoor IMTA System by aplication of Different fish Density

0 3 97

The evaluation use coconut leaves substrates with different area to increase media quality and production of Tilapia Oreochromis niloticus base on periphyton.

0 5 66

Improvement of corn quality using physical mechanism and fermentation with Rhizopus oligosporus and its utilization in tilapia (Oreochromis niloticus) feed

0 3 100

The Improvement of the Survival, Growth and Production of Vaname Shrimp (Litopenaeus vannamei) and Seaweed (Gracilaria verucosa) based on Polyculture Cultivation | Susilowati | International Journal of Marine and Aquatic Resource Conservation and Co-exist

0 0 6