1
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Jabodetabek merupakan satuan wilayah yang terdiri dari sembilan wilayah administratif. Wilayah tersebut meliputi DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Bogor,
Kota Depok, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, serta Kota dan Kabupaten Bekasi Jabodetabek. Wilayah Jabodetabek merupakan
wilayah aglomerasi perkotaan terbesar dan paling dinamis di Indonesia. Jakarta sebagai ibukota Negara Indonesia dan Bodetabek sebagai wilayah yang ada di
sekitarnya hinterland merupakan pusat perekonomian nasional sehingga tidaklah heran jika wilayah-wilayah tersebut sangat dinamis perkembangannya.
Peningkatan penduduk di Jabodetabek menyebabkan kebutuhan alokasi pemanfaatan ruang untuk aktifitas perkotaan semakin meningkat pula. Kebutuhan
lahan untuk kegiatan permukiman dan penggunaan perkotaan lainnya seperti perindustrian, pertokoan, dan lain-lain juga semakin meningkat. Hal ini
menyebabkan alih fungsi penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek. Perubahan penggunaan lahan di Jabodetabek banyak terjadi dari penggunaan lahan pertanian
menjadi penggunaan lahan non pertanian atau menjadi kawasan terbangun terutama permukiman sebagaimana pada tahun 1992 hingga 2001 telah terjadi
peningkatan penggunaan permukiman di Jabodetabek sebesar 10,05 Deni 2004.
Rencana Tata Ruang dan pemanfaatan ruang harus memperhatikan semua aspek yang ada baik sosial, ekonomi maupun aspek lingkungan. Aspek yang
masih kurang dipertimbangkan dengan memadai dalam memanfatakan ruang adalah aspek lingkungan terutama terkait dengan daya dukung. Hal ini berakibat
pada pemanfaatan ruang tidak seimbang dengan lingkungan yang ada dan akhirnya dapat melampaui batas dari daya dukung lingkungan. Pada dasarnya
evaluasi daya dukung wilayah sangat terkait erat dengan evaluasi sumberdaya lahan, dimana satuan lahan yang memiliki hambatan tinggi akan sesuai untuk
menjadi kawasan lindung, dan sebaliknya yang memiliki hambatan rendah dapat menjadi kawasan budidaya Rustiadiet al. 2011.
Berdasarkan UU No. 262007 pasal 19 tentang penataan ruang menyebutkan bahwa penyusunan Rencana Tata Ruang Nasional harus
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa Rencana Tata Ruang kawasan Jabodetabek harus didasarkan
pada daya dukung dan daya tampung lingkungan yang salah satu parameternya dapat dilihat dari kemampuan lahan wilayahnya. Pengaturan penataan ruang
menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Sistem keterpaduan dari penataan ruang Jabodetabek ini nantinya akan dapat
mempengaruhi penataan ruang dalam skala nasional. Hal ini disebabkan karena wilayah Jabodetabek merupakan salah satu wilayah strategis nasional yang
penataan ruangnya perlu ditata sebaik-baiknya.
Adanya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah atau Kawasan menyebabkan terjadinya beberapa permasalahan terkait
dengan penataan ruang seperti banjir, longsor, dan sebagainya. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa terjadi inkonsistensi penggunaan lahan tahun
2001 terhadap peruntukan lahan kawasan di Jabodetabek sebesar 8,50 dari total
2 luas wilayah Jabodetabek Nurhasanah 2004. Hal ini menunjukkan bahwa masih
adanya pemanfaatan ruang yang belum memperhatikan RTR Kawasan yang telah ditetapkan. Penggunaan lahan aktual tahun 2010 yang inkonsisten terhadap
peruntukan lahan kawasan sebesar 10,21. Hal ini mengindikasikan bahwa inkonsistensi penggunaan lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan akan
terus meningkat jika dibiarkan terus menerus. Oleh sebab itu, analisis penyimpanganinkonsistensi penggunaan lahan perlu dilakukan untuk melihat
besarnya inkonsistensi penggunaan lahan aktual dengan Rencana Tata Ruang Kawasan yang terjadi. Analisis kemampuan lahan suatu wilayah juga harus
diperhatikan mengingat penggunaan suatu lahan dan Rencana Tata Ruang harus disesuaikan dengan kapasitaskarakteristik fisik lingkungan lahanwilayah.
I.2. Permasalahan