10
Tabel 1 . Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan
No Faktor Penghambat
Kelas Kemampuan Lahan I
II III
IV V
VI VII
VIII 1
Tekstur Tanah t Lapisan Atas 40 cm
h-s h-s
h-ak h-ak
h-ak h-ak
K
2 Lereng Permukaan
0-3 3-8
8-15 15-30
0-3 30-45
45-65 65
3 Drainase
d1 d2
d3 d4
d5 d0
4 Kedalaman Efektif
cm
90 90-50
50-25 25
5 Keadaan Erosi
e0 e1
e2 e3
e4 e5
6 Kepekaan Erosi
KE1 KE2
KE3 KE4
KE5 KE6
7 Kerikilbatuan
Volume
0-15 0-15
15-50 50-90
90 90
8 Banjir
O0 O1
O2 O3
O4 Keterangan :
: dapat mempunyai sembarang sifat faktor penghambat
: tidak berlaku
Tekstur :
ah = agak halus; h = halus; ak = agak kasar; k = kasar; s = sedang Erosi
: e0 = tidak ada; e1 = ringan; e2 = sedang; e3 = agak berat; e4 = berat; e5 = sangat
berat Drainase
: d0 = berlebih; d1 = baik; d2 = agak baik; d3 = agak buruk; d4= buruk; d5 = sangat
buruk Kepekaan
Erosi :
KE1= sangat rendah; KE2 = rendah; KE3 = sedang; KE4 = agak tinggi; KE5 = tinggi; KE6 = sangat rendah
Sumber: Konservasi Tanah dan Air Arsyad 2006.
1.4. Kawasan Jabodetabek
Sebagian besar wilayah Jabodetabek terdiri dari 1.160 desa tanpa wilayah Kepulauan Seribu dan dibatasi oleh lima Derah Aliran Sungai DAS. Batas-
batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa
Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat
Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Rangkas bitung, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Serang Provinsi Banten
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat
Wilayah Jabodetabek terbagi menjadi kategori bentuk lahan yang disesuaikan dengan kondisi ekosistemnya. Bentuk lahan tersebut adalah kawasan
pesisir pantai di bagian utara, kawasan daratan di bagian tengah, dan kawasan perbukitan di bagian selatan. Keragaman jenis tanah yang berbeda-beda terdapat
di Jabodetabek. Keragaman ini dipengaruhi banyak faktor diantaranya adalah keragaman lereng, faktor batuan induk, dan faktor iklim. Pada bagian daratan
jenis tanah didominasi oleh asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan. Jenis penggunaan lahan yang ada di Jabodetabek terdiri dari lahan berpenggunaan
badan air, ruang terbangun, hutan, kebun campuran, ladanguplandbareland, rumput, sawah tergenang, dan sawah tidak tergenang, semak, dan tambak. Jenis
penggunaan lahan yang paling dominan adalah lahan untuk ruang terbangun dengan total luas lahan 156.774,0 Ha Septiani 2009.
11 Peningkatan jumlah penduduk yang terus menerus menyebabkan
banyaknya konversi lahan yang dilakukan baik oleh masyarakat maupun oleh aparat pemerintahan. Konversi lahan pertanian terbesar di kawasan Jabodetabek
adalah wilayah Tangerang dan Bekasi yang justru merupakan wilayah dengan infrastruktur pertanian terbaik di Indonesia. Konversi tersebut semakin tahun
semakin meningkat Panuju 2004.
Pertumbuhan lahan terbangun di Jabodetabek yang tidak terkendali mengkonversi kawasan pertanian dan kawasan lindung sehingga membuat daya
dukung kawasan menurun. Hal itu antara lain terlihat dari luasan ancaman banjir di kawasan Jabodetabek yang terus naik. Pada tahun 2000, sebanyak102 desa di
Jabodetabek yang terkena banjir, tetapi tahun 2008 sudah mencapai 644 desa. Selain itu, penyediaan infrastruktur juga tidak efisien sehingga menimbulkan
kemacetan
dan kekumuhan
yang semakin
parah setiap
tahunnya http:nasional.kompas.com.
Beberapa permasalahan yang terjadi di kawasan Jabodetabek diantaranya adalah tingkat pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, degradasi lahan,
perkembangan infrastruktur,
limbah dan
terjadinya land
subsidance. Permasalahan-permasalah ini banyak terjadi disebabkan oleh penyimpangan-
penyimpangan terhadap Rencana Tata Ruang. Hal ini menyebabkan terlampauinya daya dukung lingkungan sehingga banyak permasalahan yang
bermunculan.
Pola pemanfaatan ruang Jabodetabek mengalami dinamika yang cukup pesat seiring dengan dinamika penduduk dan aktifitas masyarakat di wilayah
tersebut. Dalam hal ini lahan pertanian selalu menjadi lahan yang paling banyak terkonversi. Kajian tentang penutupan lahan di Jabodetabek data tahun 1972-2001
dapat dilihat bahwa kebutuhan ruang untuk sarana permukiman dan fasilitas meningkat cukup pesat Panuju 2004.
Terjadinya inkonsistensi output Rencana Tata Ruang antar wilayah di Jabodetabekpunjur sudah tidak dapat dihindari lagi. Tidak hanya output yang
dihasilkan yang cenderung tidak konsisten, tetapi terminologi penggunaan lahan di setiap wilayah yang tentunya berimplikasi pada output rencana detil pun dapat
berbeda-beda antar wilayah. Permasalahan yang paling utama adalah penyimpangan yang terbesar terjadi pada kawasan lindung yang seharusnya dijaga
oleh masyarakat dan pemerintah, namun malah sebaliknya.
Penelitian yang dilakukan oleh Panuju 2004 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Botabek tahun 1990 telah melampaui jumlah penduduk Jakarta. Dengan
data penduduk Jabodetabek tahun 1990 sampai tahun 2000 pertumbuhan penduduk Jakarta dan Bodetabek akan mengikuti persamaan saturation. Hal ini
menunjukkan bahwa jumlah penduduk Jakarta telah mencapai titik jenuh. Keadaan tersebut merupakan salah satu hal dari terlamapauinya daya dukung
lingkungan yang terdapat di kawasan Jabodetabek tersebut.
1.5. Sistem Informasi Geografis SIG