Inkonsistensi PenggunaanPenutupan Lahan Aktual terhadap

28 Gambar 7. Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek Tahun 2008

4.4. Inkonsistensi PenggunaanPenutupan Lahan Aktual terhadap

Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang RTR Kawasan Jabodetabek Inkonsistensi penggunaan lahan merupakan penggunaan lahan yang tidak konsisten terhadap Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkanyang telah ada dan biasanya terkait dengan hukum. Inkonsistensi ini dapat menimbulkan dampak baik positif maupun negatif, akan tetapi sebagian besar berdampak negatif baik bagi masyarakat maupun lingkungan. Berdasarkan hasil analisis, luas penggunaanpenutupan lahan yang konsisten terhadap peruntukan Rencana Tata Ruang RTR Kawasan Jabodetabek adalah sebesar 574.355,3 Ha 89,79, sedangkan yang inkonsisten sebesar 65.286,0 Ha atau 10,21 dari total luas wilayah penelitian. Kombinasi inkonsistensi penggunaan lahan di wilayah Jabodetabek sebanyak 34 kombinasi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 10 urutan luasan terbesar inkonsistensi penggunaanpenutupan lahan aktual terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan yang disajikan pada Tabel 7. Luas Inkonsistensi terbesar terjadi pada peruntukan lahan untuk zona B- 4HP atau peruntukan zona B-4 yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi tetap atau hutan poduksi terbatas sesuai peraturan perundang-undangan dengan penggunaan lahan belukarsemak sebesar 12.208,7 Ha 1,91 dari total luas wilayah penelitian. Hal tersebut sejalan dengan banyaknya penggunaan lahan untuk belukarsemak di wilayah penelitian. Inkonsistensi terbesar kedua terjadi pada peruntukan kawasan konservasicagar alam N2 dengan penggunaan lahan 29 belukarsemak dengan luas 10.830,1 Ha 1,69, sebagaimana yang terjadi di lapangan yaitu di Bantar Karet Bogor yang seharusnya digunakan untuk kawasan konservasi, saat ini dijumpai adanya belukarsemak dan permukiman di dalamnya. Selanjutnya yaitu peruntukan pertanian lahan basah atau irigasi teknis zona B-5 dengan penggunaan permukiman sebesar 7.710,2 Ha atau 1,21. Hasil analisis ini sesuai dengan adanya peningkatan jumlah penduduk di wilayah Jabodetabek sehingga banyak terjadi konversi lahan untuk permukiman khususnya dan penggunaan lain seperti pembangunan fasilitas-fasilitas umum dan lain lain. Tabel 7 . Urutan 10 Besar Luas Ha dan Proporsi Luas Kombinasi Inkonsistensi PenggunaanPenutupan Lahan Aktual Tahun 2010 terhadap Peruntukan Lahan RTR No Kombinasi Inkonsistensi Luas Ha Luas 1 B-4HP--BelukarSemak 12.208,7 1,91 2 N-2--BelukarSemak 10.830,1 1,69 3 B-5--Permukiman 7.710,2 1,21 4 N-1--Empang 4.646,0 0,73 5 B-4HP--Sawah Tadah Hujan 3.153,0 0,49 6 N-2--Kebun 2.772,3 0,43 7 B-4HP--Kebun 2.519,6 0,39 8 B-7HP--Empang 2.497,1 0,39 9 B-4HP--Tanah LadangTegalan 1.968,9 0,31 10 B-7HP--Kebun 1.887,0 0,30 Berdasarkan matrik logik inkonsistensi penggunaan lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek yang disajikan pada Lampiran 1, maka diperoleh peta inkonsistensi yang merupakan hasil overlay dari peta penggunaanpenutupan lahan aktual tahun 2010 terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek tahun 2008 yang disajikan pada Gambar 8. Gambar 9 menunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon terbanyak yang mengalami inkonsistensi penggunaanpenutupan lahan aktual terhadap RTR Kawasan. Jumlah poligon inkonsistensi sebanyak 11.051 poligon dengan poligon inkonsistensi terbanyak berjumlah 3.016 poligon pada peruntukan pertanian lahan basahirigasi teknis B-5 dengan penggunaan permukiman. Hal ini menunjukkan adanya intensitas penggunaan permukiman dengan peluang perubahan yang cukup besar, hal ini terlihat dengan adanya perubahan peruntukan pertanian lahan basah menjadi permukiman sebanyak 3.016 perubahan penggunaan. Jumlah poligon inkonsistensi terbesar kedua yaitu peruntukan kawasan konservasi N-2 dengan penggunaan sawah tadah hujan dengan jumlah poligon 876 poligon, dilanjutkan dengan peruntukan kawasan konservasi N-2 dengan belukarsemak. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk telah banyak mengubah fungsi peruntukan RTR Kawasan yang telah ditetapkan, menjadi penggunaan yang inkonsisten yang seharusnya tidak terjadi. 30 Gambar 8 . Peta Inkonsistensi Penggunaanpenutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek Gambar 9 . Urutan 10 Besar Poligon Terbanyak Kombinasi Inkonsistensi Penggunaanpenutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek 31 Gambar 10 . Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Poligon Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek Ha Urutan 10 besar luas rata-rata poligon inkonsistensi ditunjukkan pada Gambar 10. Luas rata-rata poligon terluas terjadi pada kombinasi peruntukan B-5 pertanian lahan basahirigasi teknis dengan penggunaan sawah tadah hujan dengan luas 69,2 Ha, diikuti oleh peruntukan hutan lindung N-1 dengan penggunaan sawah irigasi sebesar 29,9 Ha, dan seluas 23,8 Ha peruntukan B-5 dengan penggunaan belukarsemak. Luasan rata-rata setiap poligon ini tidak sebanding dengan banyaknya jumlah poligon, hal ini dikarenakan antara satu poligon dengan poligon yang lain mempunyai luasan yang berbeda dan banyaknya jumlah poligon tidak selalu mengindikasikan luasan terbesar rata-rata setiap poligon. Tabel8 . Luas Ha dan Proporsi Luas Kabupatenkota Kombinasi Inkonsistensi PenggunaanPenutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan RTR No Kabupatenkota Luas Ha PersentaseLuas Inkonsistensi Jabodetabek Kabupatenkota 1 Jakarta Barat 0,0 0,0 0,0 2 Jakarta Pusat 0,0 0,0 0,0 3 Jakarta Selatan 0,0 0,0 0,0 4 Jakarta Timur 0,0 0,0 0,0 5 Jakarta Utara 232,3 0,04 1,8 6 Kab. Bekasi 13.136,3 2,05 10,9 7 Kab. Bogor 45.987,5 7,19 16,1 8 Kab. Tangerang 5.923,4 0,93 6,4 9 Kota Bekasi 0,0 0,0 0,0 10 Kota Bogor 0,0 0,0 0,0 11 Kota Depok 0,0 0,0 0,0 12 Kota Tangerang 6,5 0,00 0,0 13 Kota Tangerang Selatan 0,0 0,0 0,0 65.286,0 10,21 32 Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa luas inkonsistensi tertinggi dominan terjadi di Kabupaten Bogor 45.987,5 Ha atau 7,19, Kabupaten Bekasi 13.136,3 Ha atau 2,05, dan Kabupaten Tangerang 5.927,4 Ha atau 0,93 dari total luas wilayah penelitian. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Tangerang merupakan kabupatenkota yang mengelami inkonsistensi terbesar antara penggunaan lahan tahun 2001 terhadap Rencana Tata Ruang RTR Kawasan Jabodetabek Nurhasanah 2004. Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor mengalami inkonsistensi terbesar dikarenakan di kabupaten ini banyak terdapat belukarsemak yang berada baik di zona B-4HP 1,91 maupun di zona N-2 1,69 terhadap luas wilayah penelitian. Walaupun diktahui bahwa belukarsemak belum dapat dikatakan inkonsisten mutlak terhadap RTR dikarenakan penggunaan tersebut dimungkinkan dapat dijadikan sebagai media konservasi, akan tetapi zona N-2 dan zona B-4HP sebaiknya tetap digunakan sebagaimana fungsinya yaitu sebagai hutan konservasi dan sebagai hutan produksi. Berbeda dengan Kabupaten Bekasi dan Tangerang, kedua kabupaten ini Rencana Tata Ruang Kawasannya banyak yang mengalami ketidakkonsistenan dikarenakan banyaknya permukiman yang dibangun di zona B-5 pertanian lahan basah. Mengingat kedua kabupaten ini terkenal dengan sawah irigasi teknis Pantai Utara, jika hal ini dibiarkan terus menerus maka masyarakat akan dengan mudah mengkonversi lahan yang dialokasikan untuk sawah tersebut menjadi permukiman atau penggunaan lain sehingga dapat menurunkan luasan dari sawah dan juga produksi padi. Selain dampak tersebut, lahan sawah yang telah dikonversi menjadi permukiman akan dapat menurunkan daya dukung lahannya. Kombinasi yang lain yang mengakibatkan kedua kabupaten ini mengalami inkonsistensi tertinggi yaitu adanya lahan empang yang terdapat di hutan lindung zona N-1 sebesar 0,56 di Kabupaten Bekasi dan 0,14 di Kabupaten Tangerang. Padahal telah diketahui bahwa hutan lindung tidak dapat digunakan untuk penggunaan yang lain kecuali fungsi dari hutan lindung sendiri. Gambar 11 menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi merupakan kabupaten yang memiliki jumlah poligon inkonsistensi terbanyak dengan jumlah masing-masing 7.561, 2.304, dan 1.769 poligon. Hal ini menggambarkan bahwa di Kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi merupakan kabupaten dengan jumlah aktual perubahan penggunaan lahan yang paling dominanin konsisten terhadap RTR Kawasan, sedangkan kabupatenkota yang lain aktual perubahannya yang inkonsisten dalam jumlah relatif sedikit. Banyaknya jumlah poligon di ketiga kabupaten ini sebanding dengan luasan inkonsistensi terbesar. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah aktual perubahan penggunaan lahan yang inkonsisten di ketiga kabupaten tersebut kemungkinan besar sebanding dengan luasan setiap poligonnya, sehingga berakibat pada luas inkonsistensi yang besar pula, akan tetapi hal ini belum tentu berlaku untuk kabupatenkota yang lain dikarenakan jumlah poligon tidak berhubungan dengan luas poligon. 33 Gambar 11 . Jumlah Poligon Inkonsistensi Penggunaanpenutupan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek di Setiap Kabupatenkota Gambar 12 . Luas Rata-rata Ha Poligon Inkonsistensi Penggunaanpenutupan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek di Setiap Kabupatenkota Luas rata-rata setiap poligon inkonsistensi terbesar terdapat di Jakarta Utara 23,2 Ha, Kabupaten Bekasi 7,4 Ha, Kabupaten Bogor 6,1 Ha Gambar 12. Hasil analisis untuk Kabupaten Bekasi dan Bogor sebanding dengan jumlah aktual perubahan penggunaan lahan terhadap RTR Kawasan dan luas inkonsistensinya dominan di Jabodetabek, sedangkan Jakarta Utara tidak sebanding, bahkan Jakarta Utara memiliki luas rata-rata poligon inkonsistensi terbesar. Hal ini kemungkinan dikarenakan luas inkonsistensi di Jakarta Utara relatif tinggi 232,3 Ha atau urutan no. 4 dari luas inkonsistensi terbesar; Tabel 8, 34 sedangkan aktual perubahan penggunaanya ditunjukkan dengan jumlah poligon relatif kecil, sehingga didapatkan luas rata-rata poligon inkonsistensi yang besar. Selain hal tersebut, Jakarta Utara dominan penggunaan lahannya adalah penggunaan lahan dengan karakteristik bentuk yang rapat dan sebagian besar dominan dalam satu atau dua penggunaan lahan yang sama yaitu permukiman dan empang karena merupakan wilayah pesisir, sehingga areal permukiman dan empang yang mempunyai luasan yang besar ternyata banyak yang inkonsisten terhadap RTR Kawasan.

4.4.1. Inkonsistensi Penggunaanpenutupan Lahan Aktual terhadap

Peruntukan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR Berdasarkan Gambar 13 Inkonsistensi penggunaan lahan aktual dominan terjadi pada peruntukan kawasan budidaya dan lindung. Inkonsistensi terbesar terjadi pada peruntukan zona B-4HP sebesar 21.439,8 Ha atau 32,84 dari total luas inkonsistensi, diikuti inkonsistensi peruntukan lahan zona N-2 kawasan konservasicagar alam sebesar 16.335,8 Ha atau 25,02 dari total luas inkonsistensi. Hasil analisis yang disajikan pada Gambar 13 menunjukkan bahwa alokasi peruntukan lahan yang mengalami inkonsistensi sebagian besar adalah lahan-lahan yang dialokasikan untuk kelestarian lingkungan yaitu kawasan lindung zona N-1 dan N-2 dan kawasan budidaya zona B-7HP, B-4HP, dan B- 5. a Luas Inkonsistensi menurut Peruntukan Penggunaan Lahan Ha b Proporsi Inkonsistensi menurut Peruntukan Penggunaan Lahan Gambar 13 . Luas Ha Proporsi Luas Inkonsistensi Penggunaanpenutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR Terdapat 5 besar kombinasi inkonsistensi penggunaan lahan terhadap peruntukan lahan menurut klasifikasi peruntukan lahan RTR Kawasan Gambar 14. Inkonsistensi terbesar terjadi pada peruntukan lahan B-4HP yang digunakan untuk belukarsemak dengan proporsi sebesar 45,50 dari total luas peruntukan zona B-4HP. Hal ini dimungkinkan banyaknya konversi yang terjadi pada a b 35 peruntukan zona B-4HP yang dipergunakan untuk beberapa macam penggunaan lahan, akan tetapi lahan-lahan tersebut belum dimanfaatkan untuk penggunaan yang lebih produktif misalnya sawah, perkebunan sehingga belukarsemak tumbuh pada lahan tersebut, atau belukarsemak ini tumbuh pada area-area bekas ladangtegalan, atau bekas hutan yang pohonnya telah ditebang Sandy 1975. Inkonsistensi selanjutnya terjadi pada peruntukan kawasan lindung yaitu hutan lindung yang digunakan untuk empang dengan luas 31,14 dari total luas hutan lindung. Inkonsistensi seperti ini memiliki dampak yang positif khususnya bagi para pelaku ekonomi, karena dengan digunakannya sebagai empang di kawasan yang seharusnya dilindungi tersebut akan dapat memberikan penghasilan bagi pelaku ekonomi, akan tetapi inkonsistensi tersebut juga membawa dampak yang negatif diantaranya adalah semakin berkurangnya areal luasan hutan, sehingga daya penyangga air juga semakin berkurang, akibatnya banyak terjadi banjir di wilayah khususnya dataran rendah. Hal ini menunjukkan masih banyaknya penggunaan lahan aktual yang belum memperhatikan peruntukan lahan yang telah ditetapkan, walaupun diketahui bahwa luas kawasan lindung persentasenya sangat kecil bila dibandingkan dengan total luas wilayah Jabodetabek, akan tetapi inkonsistensi penggunaan lahan terhadap kawasan lindung cukup besar sehingga hal ini berakibat pada pergeseran fungsi utama kawasan lindung yang sebenarnya, beralih menjadi fungsi lain yang dapat berdampak negatif terhadap area tersebut. Kombinasi inkonsistensi pengggunaan lahan terhadap peruntukan lahan menurut klasifikasi peruntukan lahan RTR selengkapnya disajikan pada Lampiran 10. Gambar 14. Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Inkonsistensi Penggunaanpenutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR 36

4.4.2. Inkonsistensi Penggunaanpenutupan Lahan Aktual terhadap

Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaanpenutupan Lahan Aktual Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan lahan aktual yang inkonsisten terbesar terhadap peruntukan lahan RTR Kawasan adalah penggunaan belukarsemak sebesar 24.514,1 Ha 37,55 dari total luas inkonsistensi. Hal ini dikarenakan penggunaan belukarsemak merupakan penggunaan yang pada umumnya sering terjadi pada lahan yang diberakan akibat konversi lahan Sandy 1975, sehingga inkonsistensi pada penggunaan ini lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan lahan yang lain. Akan tetapi, inkonsistensi penggunaan belukarsemak ini tidak mutlak penuh dikategorikan inkonsisten terhadap RTR Kawasan. Hal ini dikarenakan belukarsemak dimungkinakan dapat dijadikan sebagai media konservasi bagi lahan dan masih dapat dikonversi lagi menjadi hutan. Inkonsistensi terbesar kedua terjadi pada penggunaan aktual permukiman dengan luas 8.789,9 Ha 13,46 dari luas inkonsistensi Gambar 15a dan b. Banyaknya penggunaan permukiman yang inkonsisten terhadap RTR diakibatkan banyaknya konversi lahan yang terjadi pada area-area yang tidak boleh digunakan untuk permukiman menurut peruntukan RTR. Hal ini juga diakibatkan oleh adanya peningkatan jumlah penduduk yang berdampak pada peningkatan konversi lahan. Inkonsistensi permukiman ini banyak memberikan dampak yang negatif terhadap permukiman itu sendiri, diantaranya sering terjadinya banjir, longsor pada daerah-daerah yang memang tidak diperbolehkan digunakan sebagai permukiman. a Luas Inkonsistensi menurut Penggunaan Lahan Ha b Proporsi Inkonsistensi menurut Penggunaan Lahan Gambar 15. Luas Ha dan Proporsi Luas Inkonsistensi Penggunaanpenutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaanpenutupan Lahan Aktual Berdasarkan Gambar 16 dapat diketahui bahwa kombinasi inkonsistensi terbesar antara penggunaan lahan terhadap peruntukan RTR Kawasan menurut tipe penggunaan lahan terjadi pada penggunaan lahan aktual empang pada peruntukan hutan lindung N-1 dengan luas 34,85 terhadap luas lahan empang. a b 37 Kombinasi inkonsistensi ini banyak terjadi di wilayah Jabodetabek bagian Pesisir Utara yaitu Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tangerang, dan Jakarta Utara. Inkonsistensi terbesar kedua terjadi pada penggunaan lahan belukarsemak yang terdapat pada peruntukan zona B-4HP dengan proporsi 26,69 terhadap luas lahan belukarsemak. Kombinasi inkonsistensi selengkapnya disajikan dalam Lampiran 11. Gambar 16 . Urutan 5 Besar Persentase Luas Inkonsistensi Penggunaanpenutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaanpenutupan Lahan Aktual

4.5. Ketidaksesuaian PenggunaanPenutupan Lahan Aktual terhadap