Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data Sistem Pemasaran dan Dampak Usaha Persuteraan Alam Terhadap Kelompok Usaha Bersama Sinar Buntu Kurung

BAB III METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2011 di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat dan Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

3.2 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara pengukuran langsung dan wawancara di lapangan, sementara data sekunder dikumpulkan dengan cara pencatatan data yang tersedia di perusahaan atau pengutipan dari laporan dan literatur yang berkaitan. Secara rinci jenis dan metode pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 4.

3.3 Metode Analisis Data

Analisis yang dilakukan adalah analisis biaya produksi per tahapan produksi, analisis break event point, analisis profitabilitas, dan analisis sistem pemasaran produk dan dampak usaha persuteraan alam terhadap kesejahteraan masyarakat.

3.3.1 Analisis Biaya Produksi

Biaya produksi dalam penelitian ini terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku, membayar upah, membeli bahan penolong, dan biaya energi. Besarnya biaya variabel dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan bahan baku atau tenaga kerja atau bahan penolong per unit produk dengan harganya masing- masing seperti yang disajikan di bawah ini. Tabel 4 Jenis data dan pengumpulan data Tahapan Produksi Jenis Data Data Cara Pengumpulan data Budidaya Murbei Data Primer - Tahapan proses budidaya murbei serta jenis dan jumlah peralatan yang digunakan - Pengamatan di lapangan - Biaya dan kebutuhan bahan baku pengadaan stek - Wawancara - Biaya dan kebutuhan bahan pelengkap - Wawancara - Upah tenaga kerja - Wawancara Data Sekunder - Luas area kebun - Data perusahaan - Produksi daun per ha - Data perusahaan Pemeliharaan Ulat Sutera Data primer - Tahapan proses pemeliharaan ulat sutera serta peralatan dan perlengkapan yang digunakan - Pengamatan di lapangan - Biaya dan kebutuhan bahan baku pengadaan bibit ulat sutera - Wawancara - Biaya dan kebutuhan bahan pelengkap - Wawancara - Upah tenaga kerja - Wawancara Data Sekunder - Keadaan umum perusahaan - Data perusahaan - Jumlah daun untuk pakan - Data perusahaan - Jumlah boks ulat yang dipelihara - Data perusahaan - Jumlah produksi kokon - Data perusahaan - Harga jual kokon - Data perusahaan Pemintalan Benang Data Primer - Tahapan proses pemintalan benang serta peralatan dan perlengkapan yang digunakan - Pengamatan di lapangan - Biaya dan kebutuhan bahan baku biaya pembelian kokon - Wawancara - Biaya dan kebutuhan bahan pelengkap - Wawancara - Upah tenaga kerja - Wawancara - Kegiatan pemasaran - Wawancara Data sekunder - Keadaan umum perusahaan - Data perusahaan - Jenis, jumlah, dan lama masa pakai mesin - Data perusahaan - Volume produksi - Data perusahaan - Harga jual produk - Data perusahaan Pertenunan Data Primer - Tahapan proses pertenunan serta peralatan dan perlengkapan yang digunakan - Pengamatan di lapangan - Biaya dan kebutuhan bahan baku biaya pembelian benang - Wawancara - Biaya dan kebutuhan bahan pelengkap - Wawancara - Upah tenaga kerja - Wawancara - Kegiatan pemasaran - Wawancara Data Sekunder - Keadaan umum perusahaan - Data perusahaan - Jenis dan jumlah produk - Data perusahaan - Jenis, jumlah, dan lama masa pakai mesin - Data perusahaan - Volume produksi - Data perusahaan - Harga jual produk - Data perusahaan Biaya kebutuhan bahan baku bibit ulat sutera yang dipakai oleh petani dihitung dengan cara pada persamaan 1 sebagai berikut.: 1 Dimana: B 1 = Biaya bahan baku bibit ulat sutera Rpkg. a = Kebutuhan bibit ulat sutera boxkg. H = Harga bibit ulat sutera Rpboks. Sistem kerja dilakukan dengan sistem borongan dengan pengendalian langsung dari pengawas produksi. Perhitungan biaya untuk gaji dan upah untuk setiap kilogram produksi dihitung dengan cara: Karyawan kontrak: 2 Dimana: B 2 = Biaya upah langsung Rpkg. UL j = Upah langsung RpHOK. HOK = Hari orang kerja HOKkg. Karyawan tetap: 3 Dimana: B 3 = Biaya untuk gaji dan upah karyawan tetap Rpkg. U = Gaji dan upah yang dikeluarkan setiap bulan Rpbulan. Q = Rata-rata produksi kgbulan. Sedangkan biaya tetap mencakup biaya penyusutan, bunga modal dan asuransi dari mesin-mesin peralatan, sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses produksi. Biaya tetap ini juga mencakup pajak dan pembebanan lainnya. Cara penghitungan besarnya biaya tetap disajikan di bawah ini. Besarnya biaya penggunaan mesin-mesin dan peralatan untuk setiap kilogram produk dihitung dengan cara: 4 Dimana: B 4 = Biaya penggunaan mesin-mesin dan peralatan Rpkg. D e = Depresiasi dari mesin-mesin dan peralatan ke-e Rpbulan. M e = Biaya bunga modal dari mesin-mesin dan peralatan ke-e Rpbulan. r = Bunga dalam persen per tahun e = 1,2, ..., 1; Jenis mesin-mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi. Q = Rata-rata produksi kgbulan. Besarnya penyusutan dihitung dengan cara: 5 Dimana: D e = Depresiasi dari mesin-mesin dan peralatan ke-e Rpbulan. A e = Harga beli dari mesin-mesin dan peralatan ke-e Rupiah. T e = Masa pakai dari mesin-mesin dan peralatan ke-e bulan. Sedangkan untuk bunga modal dapat dihitung dengan rumus: 6 Dimana: M e = Bunga modal dari mesin-mesin dan peralatan ke-e Rpbulan. A e = Harga beli dari mesin-mesin dan peralatan ke-e Rupiah. T e = Masa pakai dari mesin-mesin dan peralatan ke-e bulan. r = Tingkat bunga bulan.

3.3.2 Analisis Break Even Point

Break Even Point adalah suatu kondisi dimana suatu usaha tidak memperoleh keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian atau kondisi imbang antara penerimaan dan biaya-biaya Nugroho 2002. BEP dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : 7 Dimana: Q = Produksi titik impas, dalam satuan unit produksi P = Harga jual per unit produksi FC = Biaya tetap VC = Biaya Variabel

3.3.3 Analisis Profitabilitas

Analisis profitabilitas dilakukan untuk melihat kemampuan perusahaan memperoleh laba dan kelayakan usaha persuteraan alam. Kemampuan perusahaan memperoleh laba dilihat dari nilai Return on Investment ROI yang dihasilkan. Semakin besar nilai ROI, maka semakin besar pula laba bersih yang mampu dihasilkannya. ROI dihitung dengan menggunakan rumus pada persamaan 8. 8 Dimana : ROI = Return on investment ; NI = Laba bersih perusahaan per tahun Rptahun; dan AV = Semua aset modal yang dimiliki perusahaan Rp.

3.4 Sistem Pemasaran dan Dampak Usaha Persuteraan Alam Terhadap

Kesejahteraan Masyarakat Analisis sistem pemasaran produk dilakukan secara deskriptif dengan cara melihat rantai pemasaran produk tersebut mulai dari produsen hingga ke konsumen, sedangkan analisis dampak usaha persuteraan alam terhadap masyarakat dilakukan untuk mengetahui manfaat keberadaan usaha persuteraan alam bagi masyarakat dari segi tingkat pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kegiatan persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dilakukan secara terintegrasi oleh kelompok tani di Desa Pallis mulai dari pemeliharaan murbei sampai pertenunan. Kegiatan persuteraan alam di Kabupaten Enrekang dilakukan secara terpisah, kegiatan pemeliharaan murbei dan pemeliharaan ulat sutera dilakukan oleh kelompok tani di Desa Mata Allo kemudian kokon yang dihasilkan dibawa ke UPT Tekstil Enrekang yang terletak di Kelurahan Kalosi untuk dipintal menjadi benang. Benang sutera yang dihasilkan selanjutnya dijual kepada pengusaha pertenunan yang lokasinya berada di luar Kabupaten Enrekang seperti usaha pertenunan Nenek Mallomo yang terletak di Kabupaten Sidrap.

4.1 Kelompok Tani Pallis

Kegiatan usaha persuteraan alam yang dilakukan oleh Kelompok Tani Pallis di Desa Pallis sudah berlangsung sejak tahun 1960-an. Desa Pallis terletak di Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Desa Pallis berada pada ketinggian 250-300 mdpl. Sumber mata pencaharian masyarakat di desa ini antara lain beternak, berkebun kakao, dan memelihara ulat sutera. Kegiatan persuteraan alam sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat di desa ini karena sarung mandar yang dihasilkan merupakan salah satu tradisi adat suku mandar yang memang berasal dari daerah ini.

4.1.1 Budidaya Murbei

Daun tanaman murbei merupakan satu-satunya pakan bagi ulat sutera jenis B. mori . Bibit tanaman murbei yang ditanam oleh petani didapat dari kebun bibit murbei yang terletak di Desa Tammangalle, Kecamatan Balanipa. Tanaman murbei yang dibudidayakan oleh petani di Desa Pallis adalah jenis M. cathayana, M. nigra , dan M. multicaulis. M. cathayana memiliki bentuk daun berlekuk dengan ketebalan daun yang tipis dan warnanya hijau muda. M. nigra dikenal juga dengan nama murbei hitam, ujung daunnya lancip dan ukurannya lebih kecil dibanding dengan murbei jenis lain. M. multicaulis dikenal dengan nama murbei besar karena ukuran daunnya yang besar dan bentuknya agak membulat. M. multicaulis banyak ditanam oleh petani karena ukuran daunnya yang besar dan lebar dibandingkan kedua jenis diatas sehingga produksi daunnya lebih tinggi. Sumber: Balai Persuteraan Alam Gambar 4 Daun beberapa jenis murbei kiri ke kanan: M. nigra, M. alba, M. cathayana, M. multicaulis . Pemeliharaan kebun murbei yang dilakukan oleh petani berupa pemupukan dan pemangkasan tanaman murbei. Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kandungan zat hara dalam tanah di sekitar tanaman murbei. Pupuk yang digunakan oleh petani adalah pupuk organik yang berupa pupuk kandang dan pupuk anorganik yang berupa pupuk urea. Setiap selesai periode pemeliharaan ulat, tanaman murbei dipangkas dengan ketinggian 100cm dari atas tanah. Pemangkasan tanaman murbei bertujuan untuk membentuk tanaman dan mengatur produksi daun. Apabila tanaman murbei tidak dipangkas akan menyulitkan dalam proses pengambilan daun karena tanaman akan tumbuh tinggi.

4.1.2 Budidaya Ulat Sutera

Kegiatan budidaya ulat sutera sericulture bertujuan untuk memproduksi kokon. Ulat sutera yang dipelihara oleh petani merupakan jenis B. mori. Bibit ulat yang dipelihara berasal dari Pusat Pembibitan Ulat Sutera PPUS Perum Perhutani di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan seharga Rp 80.000 per boks dengan jumlah telur ulat sebanyak 25.000 telur per boks. Tahapan pemeliharaan ulat dibagi menjadi dua yaitu pemeliharaan ulat kecil Instar I-III dan pemeliharaan ulat besar Instar IV-V. Tahap pemeliharaan ulat kecil dilakukan di unit pemeliharaan ulat kecil atau kandang ulat dengan menggunakan rak pemeliharaan, sedangkan pada tahap pemeliharaan ulat besar petani kemudian memindahkan ulat mereka untuk dipelihara di kolong rumah masing-masing. Ulat yang akan mengokon selanjutnya akan dipindahkan ke alat pengokonan yang berupa mayang kelapa. Lama waktu pemeliharaan ulat hingga panen kokon kurang lebih 30 hari. a b Gambar 5 Pemeliharaan ulat sutera instar II a dan ulat sutera instar V b.

4.1.3 Pemintalan Benang

Kokon yang telah dipanen selanjutnya siap untuk dipintal menjadi benang sutera. Alat pemintal benang sutera yang banyak digunakan oleh petani adalah alat pintal tradisional yang masih diputar dengan tangan. Sebelum dipintal kokon direndam dulu dalam air panas. Untuk mencari ujung benang biasanya petani menggunakan bambu ataupun sikat. Tiap benang biasanya terdiri dari 10-12 serat kokon. Serat tersebut dimasukkan ke penyaring atau mangkok, kemudian ke peluncur, selanjutnya ke tempat penggulung benang haspel. Benang sutera yang sudah mengumpul di haspel kemudian dikeringanginkan dan diambil dari haspel.

4.1.4 Pertenunan

Pertenunan merupakan tahap produksi setelah pemintalan. Sebelum ditenun benang sutera perlu melalui tahapan pemasakan dan pewarnaan terlebih dahulu. Proses pemasakan benang sutera menggunakan bahan berupa sabun netral dan soda abu yang bertujuan untuk menghilangkan serisin yang mungkin masih melekat pada benang. Setelah dimasak benang direndam di dalam larutan tawas selama 24 jam dengan tujuan agar pori-pori benang terbuka pemordanan dan siap untuk proses pewarnaan. Proses pewarnaan benang sutera yang dilakukan oleh petani menggunakan zat pewarna alam. Zat pewarna alam didapat dari ekstraksi tumbuhan yang mengandung zat warna seperti kayu secang Caesalpinia sappan untuk warna merah, daun mangga Mangifera indica untuk warna kuning, dan kulit buah kakao Theobroma cacao untuk menghasilkan warna coklat. Benang sutera yang sudah dicelup dalam pewarna alam selanjutnya direndam dalam air yang diberi asam cuka dengan tujuan untuk menguatkan warna. Setelah itu benang dibilas dengan air bersih dan diangin-anginkan hingga kering. Benang yang sudah diberi warna selanjutnya ditenun dengan menggunakan alat tenun tradisional gedogan untuk dijadikan kain sarung. Tahapan proses pemasakan dan pewarnaan benang dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Tahapan proses pemasakan dan pewarnaan benang.

4.2 Kelompok Usaha Bersama Sinar Buntu Kurung

Desa Mata Allo terletak di Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang pada ketinggian 800-1500 mdpl, curah hujan 1500 mmtahun dan suhu 20 o C. Kegiatan persuteraan alam di Desa Mata Allo sudah dilakukan mulai dari tahun 1980-an dan merupakan mata pencaharian utama para petani. Kegiatan usaha persuteraan alam dilakukan secara berkelompok. Jumlah kelompok usaha bersama ulat sutera yang terdapat di Desa Mata Allo berjumlah enam kelompok dengan jumlah anggota dari masing-masing kelompok berkisar antara 20-40 orang. Kelompok Usaha Bersama KUB Sinar Buntu Kurung merupakan salah satu kelompok Pemasakan Pemordanan Pencucian Persiapan Bahan Pewarna Alam Ekstraksi Penyaringan Pencelupan Fiksasi Perendaman Penyabunan Pencucian usaha persuteraan alam yang terdapat di Desa Mata Allo. KUB Sinar Buntu Kurung terletak di Dusun To’collo dan diketuai oleh Pak Sukri. Kegiatan pemeliharaan ulat sutera di Desa Mata Allo dalam setahun rata-rata bisa sampai lima kali periode pemeliharaan, hal ini tergantung dari kondisi luasan lahan tanaman murbei yang dimiliki oleh petani. Gambar 7 Kebun murbei petani di Desa Mata Allo, Kabupaten Enrekang. Kegiatan pemeliharaan ulat sutera meliputi kegiatan pemeliharaan tanaman murbei sebagai sumber pakan, pemeliharaan ulat, hingga pemanenan kokon. Tanaman murbei yang ditanam oleh petani di Desa Mata Allo ada 2 jenis yaitu M. alba dan M. indica. M. alba dikenal dengan nama murbei buah, sifat yang mencolok dari jenis ini adalah ruas batangnya yang pendek dan bentuk daun seperti jenis M. nigra. Kebanyakan petani di Desa Mata Allo lebih memilih untuk menanam jenis M. indica karena daunnya lebih lembut sehingga disukai oleh ulat. Kegiatan pemeliharaan tanaman yang dilakukan oleh petani antara lain pemangkasan, pembersihan gulma, pemupukan, penyemprotan insektisida, dan pemberian pupuk daun. Pemangkasan tanaman murbei yang dilakukan berupa pangkasan rendah dengan ketinggian 5-10cm dari permukaan tanah, setelah dipangkas selanjutnya adalah pembersihan gulma dengan menyemprotkan herbisida. Untuk mengembalikan zat hara yang terkandung dalam tanah perlu dilakukan pemupukan. Pupuk yang diberikan oleh petani berupa pupuk anorganik yaitu pupuk urea dan TSP. Pemeliharaan tanaman selanjutnya adalah pengendalian hama dengan penyemprotan insektisida dan pemberian pupuk daun untuk memicu pertumbuhan produksi daun. a b Gambar 8 Macam-macam tempat pengokonan; frame dari bilah bambu a dan seriframe dari plastik b. Pemeliharaan ulat sutera oleh petani di Desa Mata Allo ada tiga jenis yang pertama bibit yang berasal dari Perum Perhutani Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, kedua bibit yang berasal dari PPUS Candiroto, Jawa Tengah, dan yang ketiga bibit impor yang berasal dari negara Cina. Bibit ulat sutera dikemas dalam boks dengan jumlah telur perboksnya 25.000 butir 100 induk. Bibit ulat sutera diterima oleh petani paling lambat 3 hari sebelum jadwal penetasan yang tertera pada boks, yaitu tanggal 1 setiap bulannya. Ciri-ciri telur ulat sutera yang mau menetas adalah berubahnya warna telur dari kuning menjadi biru hingga berwarna keabu-abuan. a b Gambar 9 Ulat mulai membuat kokon a dan kokon yang sudah dipanen b. Lama waktu yang dibutuhkan dalam satu kali pemeliharaan rata-rata 30 hari. Tahap penetasan dan pemeliharaan ulat kecil Instar I-III dilakukan selama 15 hari sedangkan pemeliharaan ulat besar Instar IV-V sampai panen kokon menghabiskan waktu 15 hari. Tahapan proses pemeliharaan ulat sutera dapat dilihat pada Tabel 5. Setelah sekitar lima hari sejak ulat dipindahkan ke tempat pengokonan, kokon sudah dapat dipanen. Apabila kokon terlalu cepat dipanen, pupa masih terlalu muda sehingga mudah pecah dan mengakibatkan kokon menjadi kotor. Sebaliknya apabila pemanenan terlambat, pupa yang ada dalam kokon akan berubah menjadi kupu-kupu dan keluar dengan merusak kulit kokon. Tabel 5 Proses dan waktu pemeliharaan ulat sutera dalam satu periode Hari ke- Tahapan Keterangan 1-2 Penetasan telur - Dilakukan di kotak penetasan 3-6 Instar I - Daun untuk pakan berasal dari pucuk 1-2 7 Tidur - Pakan dihentikan - Setelah bangun ditaburi kapur sesaat sebelum makan 8-10 Instar II - Daun untuk pakan berasal dari pucuk 3-5 11 Tidur - Pakan dihentikan - Setelah bangun ditaburi kapur sesaat sebelum makan 12-14 Instar III - Daun untuk pakan berasal dari pucuk 6-7 15 Tidur - Pakan dihentikan - Dipindah ke Unit Pemeliharaan Ulat Besar 16-19 Instar IV - Daun untuk pakan diberikan dengan batangnya 20 Tidur - Pakan dihentikan - Setelah bangun ditaburi kapur sesaat sebelum makan 21-25 Instar V - Daun untuk pakan diberikan dengan batangnya - Hari ke-5 ulat dipindah ke alat pengokonan 26-29 Mengokon - Pada alat pengokonan yang berupa anyaman bambu 30 Panen Kokon - Dipungut dan dibersihkan bila ada kotoran yang menempel Sumber: hasil wawancara dan pengamatan di lapangan

4.3 UPT Tekstil Enrekang