Disamping itu juga dijumpai jenis M. bombycis koidz, Morus sp. sering disebut jenis x, Morus sp. berasal dari tengger dan M. macroura.
Berdasarkan kebutuhan ulat sutera perlu diketahui bahwa untuk memelihara ulat kecil stadia 1
– 3 dibutuhkan daun murbei yang masih muda tetapi yang tidak terlalu lembek, jadi daun daun pucuk apalagi di musim hujan sebaiknya
tidak dipakai. Untuk memelihara ulat besar stadia 4 – mengokon dibutuhkan
daun murbei yang cukup tua asal tidak terlalu keras atau kering. Hamamura 2001 menyatakan bahwa pada daun murbei terdapat attracting factor, biting factor, dan
swallowing factor yang mempengaruhi perilaku makan ulat sutera. Komposisi
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku makan ulat sutera disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi faktor yang menyebabkan perilaku makan ulat sutera
Feeding Behaviour Stimulate Substance
Attracting Citral
Biting β-sitosterol
Morin or isoquercitrin Swallowing
Cellulose powder Supplementary
Potassium diposphate Sucrose
Inositol Silicasol
Sumber: Hamamura 2001
2.2.2 Pemeliharaan Ulat sutera
Ulat sutera Bombyx mori L. merupakan serangga yang biasa dipelihara dalam ruangan dan penghasil sutera utama, meliputi 95 produksi sutera dunia.
Sebutan lain adalah ulat sutera murbei karena secara alami hanya makan daun murbei Morus spp. dan sutera yang dihasilkan dikenal sutera alam murbei
Sunanto 1997 dalam Nurhaedah 2009. Ulat sutera merupakan serangga dengan metamorfosis sempurna, yaitu
serangga dengan perkembangan sayap terjadi di dalam tubuh dan fase pra dewasa berbeda dengan fase dewasa baik morfologi ataupun perilaku makan. Secara
keseluruhan siklus hidup yang dilalui ulat sutera meliputi telur, larva instar, pupa dan dewasa imago. Pada masing-masing akhir instar ditandai dengan
pergantian kulit moulting. Pada fase instar ada lima tahap, yaitu: instar I, instar
II, instar III, instar IV, dan instar V. Katsumata 1964 dalam Ekastuti 1994 memberikan batasan waktu tahapan instar ini sebagai berikut:
1. Instar I lamanya 2 hari 13 jam, dihitung dari saat telur menetas sampai istirahat I.
2. Instar II lamanya 2 hari 2 jam, dihitung setelah istirahat 20 jam pada istirahat I.
3. Instar III lamanya 2 hari 14 jam, dihitung setelah istirahat II selama 20 jam. 4. Instar IV lamanya 3 hari 16 jam, dihitung setelah istirahat III yang lamanya
24 jam. 5. Instar V lamanya 8 hari 5 jam, dihitung setelah istirahat IV yang lamanya 1
hari 13 jam. Tahap terakhir ini ditandai dengan ulat mulai tidak mau makan.
Gambar 1 Siklus hidup ulat sutera Bombyx mori berdasarkan dari www.cdfd.org.in.
Lamanya periode hidup ulat sutera mulai saat menetaskan telur sampai masa membuat kokon sekitar satu bulan dan sangat tergantung pada iklim serta keadaan
lingkungan Atmosoedarjo et al. 2000 dalam Nurhaedah 2009. Menurut Tazima 1964, lamanya siklus hidup ulat sutera secara keseluruhan sekitar 55
– 60 hari
pada suhu 23 – 25
o
C. Siklus hidup ulat sutera B. mori secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1.
Menurut Sangaku 1975 dalam Ekastuti 1994, ulat sutera dapat dibagi berdasarkan atas sifat fisiologis dan ekologisnya, yaitu :
1. Berdasarkan atas voltinismenya jumlah generasi per tahun, maka akan didapatkan ulat sutera yang monovoltine, yaitu yang hanya mengalami satu
generasi dalam setahun, atau secara alam telurnya hanya menetas sekali setahun. Ulat sutera bivoltine yaitu ulat sutera yang mengalami dua generasi
setahun. Dan ulat sutera polivoltine yaitu ulat yang mengalami tiga generasi atau lebih dalam setahun. Dalam hal ini telurnya dapat menetas setiap saat.
2. Berdasarkan atas moltinismenya pergantian kulit, terdapat jenis three molter
, yaitu ulat sutera yang mengalami tiga kali pergantian kulit. Jenis four molter
mengalami empat kali pergantian kulit. Dan jenis five molter mengalami lima kali pergantian kulit.
3. Berdasarkan asalnya, terdapat jenis Jepang yang kupu-kupunya bertelur banyak, kokon berwarna putih dan bentuknya seperti kacang tanah. Jenis
China kokonnya agak bulat, ada yang berwarna putih, dan kuning kehijauan. Jenis Eropa kokonnya besar dan berwarna putih. Ulatnya tidak tahan
terhadap iklim panas dan lembab, ukuran telur dan ulatnya panjang dan periodenya juga panjang. Dan ulat sutera jenis Tropika kokonnya kecil.
Kokon adalah rajutan filamen sutera yang dihasilkan kelenjar sutera melalui proses insolubisasi yang disebabkan oleh aksi mekanik pengeluaran
cairan sutera dan berfungsi sebagai pelindung saat berlangsungya proses metamorfosis Rukaesih et al. 1991 dalam Nurhaedah 2009. Bagian luar kokon
berupa serat sutera yang membungkus kokon secara rapi dengan warna dan kehalusannya sangat ditentukan oleh jenis serangga penghasil sutera dan bahan
pakannya Lee 2000; Sunanto 1997 dalam Nurhaedah 2009. Produk dari kokon yang sangat penting adalah serat atau filamen sutera.
Serat sutera dihasilkan oleh sepasang kelenjar sutera silk gland dengan bagian- bagian seperti : 1. Bagian depan merupakan saluran pengeluaran kelenjar yang
terbuka pada ujungnya tepat di bawah mulut larva; 2. bagian tengah, bagian ini sebagai penghasil zat warna yang dibentuk bersama serisin yang berfungsi
sebagai perekat dua serat paralel dengan proporsi 25 dari bobot serat dan bersifat mudah larut dalam air panas; 3. bagian belakang kelenjar, sebagai
penghasil serat sutera yang disebut fibroin merupakan bagian utama serat filamen dengan proporsi 75 dari bobot total serat dan tidak larut dalam air panas
Tazima 1978 dalam Nurhaedah 2009.
2.2.3 Pemintalan