benang, saat ini berkisar antara Rp. 20.000 – Rp. 27.000 per kilogram. Sedangkan
untuk harga benang sutera saat ini berkisar antara Rp. 225.000 – Rp. 250.000 per
kilogram.
2.4 Ekonomi Persuteraan Alam
Perkembangan persuteraan alam di Indonesia mulai tahun 2005-2010 dapat
dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Perkembangan persuteraan alam di Indonesia tahun 2005-2010
Tahun Tanaman
Murbei Ha Produksi
Kokon Kg Produksi
Benang Kg Petani Sutera
KK 2005
4.573,00 418.276,00
58.949,00 2.911
2006 3.660,55
338.593,55 46.573,68
3.951 2007
3.544,07 469.819,27
65.194,50 3.339
2008 4.658,05
272.827,16 36.864,52
5.714 2009
3.766,10 132.792,26
19.212,23 8.867
2010 2.063,82
161.409,58 20.337,50
3.508 Sumber : Statistik Kehutanan Ditjen Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan
Sosial 2010 dan Statistik Pengembangan Persuteraan Alam 2011
Volume impor sutera alam dari berbagai negara produsen sutera seperti China, India, Jepang, Korea dan Brazil lebih banyak pada hasil budidaya ulat
sutera produksi kokon dan benang sutera. Kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan potensi sumber daya alam yang menunjang bagi pengembangan
budidaya murbei dan pemeliharaan kokon di Indonesia. Dengan demikian pasar bagi pemenuhan kebutuhan kokon dan benang dalam negeri masih terbuka.
Sedangkan untuk volume ekspor banyak pada produksi kain dan barang jadi. Hal tersebut menunjukkan masih besarnya respon pasar luar negeri untuk produk-
produk hilir persuteraan alam Yusup 2009. Peningkatan permintaan produk sutera alam dunia merupakan peluang bagi
Indonesia untuk memproduksi sutera alam yang lebih optimal. Ekspor sutera alam Indonesia saat ini telah mencakup berbagai negara, antara lain : Malaysia, Jepang,
Turki, Yunani, Jerman, Amerika dan Spanyol. Nilai dan perkembangan ekspor sutera alam di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai dan perkembangan ekspor produk sutera alam Indonesia tahun 2001-2006
Tahun Nilai Ekspor US
Perkembangan 2001
44.274 -
2002 241.009
444,36 2003
275.993 14,52
2004 365.844
32,56 2005
1.866.493 410,19
2006 1.972.568
5,68 Sumber : Badan Pusat Statistik 2007
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai ekspor produk sutera alam di Indonesia dari tahun 2001 sampai tahun 2006 mengalami peningkatan. Nilai ekspor dari
tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 berkembang positif. Persentase perkembangan nilai ekspor terbesar terjadi pada periode tahun 2002 dan 2005.
Walaupun demikian, secara keseluruhan nilai ekspor produk sutera alam di Indonesia meningkat, hal ini berarti peluang bisnis pesuteraan alam di Indonesia
masih menjanjikan.
Gambar 2 Produksi benang sutera di Indonesia tahun 2005-2010. Berdasarkan data produksi benang sutera dari Direktorat Jenderal Bina
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial pada tahun 2005-2010. Penghasil benang sutera di indonesia dari yang terbesar adalah berturut-turut
provinsi Sulawesi Selatan dengan total jumlah produksi 130,3 ton, Jawa Tengah 11,7 ton, Jawa Barat 6,5 ton, dan Sulawesi Utara 3,6 ton, Berdasarkan data
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2, bahwa provinsi Sulawesi Selatan menyumbang hampir 83 produksi benang sutera dari total produksi nasional
82,83 7,44
4,12 2,31
3,31 Sulawesi Selatan
Jawa Tengah Jawa Barat
Sulawesi Utara others
pada tahun 2005-2010. Tingginya produksi benang sutera di Sulawesi Selatan karena sejak tahun 1970 telah diadakan proyek pembinaan persuteraan alam.
Produksi benang sutera dari setiap provinsi di Indonesia secara rinci dapat dilihat pada Tabel Lampiran 9.
Wilayah pengembangan persuteraan alam di Indonesia yang dilakukan oleh Balai Persuteraan Alam Kementerian Kehutanan telah mencakup 16 provinsi,
seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Saat ini provinsi yang mengelola persuteraan alam mulai dari hulu penanaman murbei dan pemeliharaan ulat sutera hingga
hilir industri pemintalan dan industri pertenunan hanya terdapat di lima provinsi yaitu, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Bali, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Hal
ini merupakan peluang dan potensi dari setiap provinsi untuk mengembangkan persuteraan alam mulai dari sektor hulu hingga hilir, mengingat kebutuhan benang
sutera secara nasional cenderung meningkat dan masih banyak bergantung dari produk benang sutera impor.
12
Gambar 3 Wilayah pengembangan persuteraan alam di Indonesia.
BAB III METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian