dilihat pada Tabel 5. Setelah sekitar lima hari sejak ulat dipindahkan ke tempat pengokonan, kokon sudah dapat dipanen. Apabila kokon terlalu cepat dipanen,
pupa masih terlalu muda sehingga mudah pecah dan mengakibatkan kokon menjadi kotor. Sebaliknya apabila pemanenan terlambat, pupa yang ada dalam
kokon akan berubah menjadi kupu-kupu dan keluar dengan merusak kulit kokon. Tabel 5 Proses dan waktu pemeliharaan ulat sutera dalam satu periode
Hari ke- Tahapan
Keterangan 1-2
Penetasan telur -
Dilakukan di kotak penetasan 3-6
Instar I -
Daun untuk pakan berasal dari pucuk 1-2 7
Tidur -
Pakan dihentikan -
Setelah bangun ditaburi kapur sesaat sebelum makan 8-10
Instar II -
Daun untuk pakan berasal dari pucuk 3-5 11
Tidur -
Pakan dihentikan -
Setelah bangun ditaburi kapur sesaat sebelum makan 12-14
Instar III -
Daun untuk pakan berasal dari pucuk 6-7 15
Tidur -
Pakan dihentikan -
Dipindah ke Unit Pemeliharaan Ulat Besar 16-19
Instar IV -
Daun untuk pakan diberikan dengan batangnya 20
Tidur -
Pakan dihentikan -
Setelah bangun ditaburi kapur sesaat sebelum makan 21-25
Instar V -
Daun untuk pakan diberikan dengan batangnya -
Hari ke-5 ulat dipindah ke alat pengokonan 26-29
Mengokon -
Pada alat pengokonan yang berupa anyaman bambu 30
Panen Kokon -
Dipungut dan dibersihkan bila ada kotoran yang menempel
Sumber: hasil wawancara dan pengamatan di lapangan
4.3 UPT Tekstil Enrekang
UPT Tekstil Enrekang merupakan usaha pemintalan binaan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Selatan. UPT Tekstil Enrekang
terletak di dusun To’banga, Kelurahan Kalosi, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang. Usaha ini membeli hasil produksi kokon dari kelompok usaha bersama
yang ada disekitar Kelurahan Kalosi dan Desa Mata Allo sebagai bahan baku pemintalan benang sutera.
Kokon yang baru didatangkan perlu diberi perlakuan pendahuluan dengan dimasukkan kedalam oven pengering. Proses pengeringan ini bertujuan untuk
mematikan pupa yang ada didalam kokon tersebut sehingga kokon lebih awet dan tahan dalam penyimpanan. Kokon dikeringkan selama kurang lebih 2 jam di oven
pengering dengan suhu 100
o
C. Selanjutnya kokon direbus dalam air panas untuk menghilangkan serisin yaitu lapisan luar dari serat sutera, sehingga serat inti
bagian dalam fibroin mudah keluar dan terpisah menjadi lembaran-lembaran benang sutera.
Gambar 10 Tahapan proses pemintalan benang. Pemintalan reeling merupakan proses penyatuan filamen dari kokon untuk
dipintal menjadi benang sutera. Proses pemintalan di UPT Tekstil Enrekang menggunakan mesin pintal semi tradisional. Reeling adalah pemintalan awal dari
kokon untuk digulung pada gulungan kecil atau haspel. Setelah benang terkumpul dalam haspel, Tahap selanjutnya dilakukan pemintalan ulang rereeling yang
bertujuan untuk memindahkan benang sutera yang sudah dipintal dari reel dengan keliling yang lebih kecil ke reel yang lebih besar. Hasil rereeling disebut juga
dengan benang rawsilk. Selanjutnya benang dikeluarkan dari gulungan besar untuk dikeringanginkan lalu kemudian dikemas untuk siap dipasarkan. Alur
proses produksi benang sutera secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 10.
4.4 Pertenunan Nenek Mallomo
Pertenunan Nenek Mallomo terletak di Desa Carawali, Kecamatan Wattampulu, Kabupaten Sidrap. Usaha Pertenunan Nenek Mallomo merupakan
kelompok usaha bersama binaan Disperindag Kabupaten Sidrap. Kelompok usaha bersama ini berdiri sejak tahun 1983 dan saat ini diketuai oleh Hj. Nafisah. Usaha
pertenunan ini sebagai salah satu konsumen benang sutera hasil pintalan UPT Tekstil Enrekang. Jenis produk utama yang dihasilkan ada dua yaitu, kain sarung
sutera bugis dan kain tenun ikat. Pertenunan merupakan pembuatan kain dari bahan baku benang sutera
dengan menggunakan alat tenun. Pertenunan sutera di pertenunan nenek mallomo
Penyortiran Kokon Pengeringan Kokon
Perebusan Kokon
Penggulungan I Penggulungan II
Pengeringan Benang Pengepakan
menggunakan dua jenis alat tenun yaitu alat tenun tradisional gedogan dan alat tenun bukan mesin ATBM. Pada ATBM terdapat dua benang utama yaitu
benang lungsi yang dipasang secara vertikal dan benang pakan yang dipasang secara horizontal.
a b
Gambar 11 Alat tenun tradisional gedogan a dan alat tenun bukan mesin b. Proses pembuatan kain ikat terdiri dari pembuatan benang pakan dan
benang lungsi. Tahap pertama pembuatan benang pakan untuk tenun kain ikat adalah dengan pemaletan. pemaletan merupakan kegiatan menggulung benang
pakan pada gulungan palet dengan menggunakan alat kincir secara manual. Gulungan palet adalah gulungan benang pakan yang berukuran lebih kecil dari
gulungan kelos yaitu berdiameter satu cm. Kemudian benang sutera yang sudah
berada dalam gulungan palet diatur pada rak benang untuk kemudian disejajarkan. Setelah sejajar selanjutnya benang diikat pada tiap-tiap bagian sesuai dengan
motif yang diinginkan. Setelah proses pengikatan selanjutnya pemberian warna atau pencoletan. Bagian yang terikat tidak akan terkena warna sehingga ketika
ditenun akan memberikan motif. Setelah pewarnaan benang dikeringkan untuk selanjutnya kembali digulung pada gulungan kecil untuk dimasukkan kedalam
pistol kayu sebagai benang pakan. Proses pembuatan benang lungsi adalah dengan pengelosan atau
penggulungan benang lungsi pada gulungan kelos. Gulungan kelos ini merupakan gulungan benang lungsi yang berdiameter dua cm. Pengelosan dilakukan secara
manual dengan tangan menggunakan alat kincir yang diputar. Benang sutera yang berada dalam gulungan kelos selanjutnya digintir pada mesin twist. Proses
selanjutnya adalah pencelupan benang sutera pada bahan pewarna. Bahan
pewarna yang digunakan merupakan zat warna asam eronyl. Setelah diwarna benang kembali dipalet untuk kemudian diatur pada rak benang. Kemudian proses
selanjutnya adalah penghanian yaitu kegiatan memasukkan dan mensejajarkan gulungan benang dengan pegangan yang sama dalam panjang tertentu. Setelah
benang dihani selanjutnya adalah proses pencucukan benang ke dalam mata gun yang berjumlah 3800 pada ATBM. Proses hani dan pencucukan bisa dikerjakan
dalam 1-2 hari.
a b
Gambar 12 Produk kain sarung sutera mandar a dan kain tenun ikat b. Usaha Pertenunan Nenek Mallomo terletak di pinggir jalan poros antara
Kota Makassar dengan Kabupaten Toraja. Usaha Pertenunan Nenek Mallomo sering dikunjungi baik wisatawan lokal maupun mancanegara yang tertarik untuk
melihat secara langsung proses pertenunan kain sutera. Wisatawan yang berkunjung juga sekaligus membeli produk hasil produksi yang berupa kain
sarung sutera bugis dengan ukuran 0,7x7 meter per lembar kain dan kain tenun ikat yang berukuran 1,5x2,5 meter per lembar kain.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Biaya Produksi Persuteraan Alam