Analisis Break Even Point Analisis Profitabilitas

sebesar -1,09, sedangkan usaha pemintalan benang Koko memiliki nilai ROI yang positif yaitu sebesar 2,98. Nilai tersebut menunjukkan bahwa petani ulat di Kabupaten Garut mengalami kerugian, sementara usaha pemintalan memperoleh keuntungan. Hal ini disebabkan pemintalan benang Koko merupakan satu-satunya pemintalan yang ada di Kabupaten Garut, sehingga petani ulat hanya dapat menjual kokonnya sesuai harga yang ditwarkan oleh pemintalan ini. Usaha persuteraan alam di Kabupaten Enrekang menunjukkan hal yang sebaliknya dimana nilai ROI yang dimiliki petani ulat KUB Sinar Buntu Kurung bernilai positif yaitu sebesar 15,71, sedangkan usaha pemintalan UPT Tekstil Enrekang bernilai negatif yaitu sebesar -12,88. Nilai tersebut menunjukkan bahwa petani ulat di Kabupaten Enrekang mempunyai kemampuan memperoleh laba yang cukup besar bila dibandingkan dengan petani ulat di Kabupaten Garut. Selain itu nilai ROI yang negatif pada usaha pemintalan disebabkan karena usaha pemintalan berproduksi jauh dibawah kapasitas optimumnya. Besarnya jumlah investasi yang dikeluarkan untuk peralatan pemintalan tidak diikuti dengan tingkat produksi optimum, UPT Tekstil Enrekang hanya berproduksi 12,97 dari kapasitas pemintalan. Usaha persuteraan alam secara terintegrasi di Kebun Cibidin Kabupaten Sukabumi hanya sampai pada tahap produksi benang, sedangkan di Kabupaten Polewali Mandar sampai pada tahap produksi kain. Pada tahun 2004 Kebun Wanatani Sutera Cibidin memiliki nilai ROI yang negatif yaitu sebesar -4,58. Hal ini disebabkan karena produksi pemintalan yang rendah, yaitu hanya sebesar 10 dari kapasitas terpasang, selain itu usaha pemintalan benang di Kebun Cibidin juga mengalami kesulitan dalam memasarkan benangnya. Hal yang sebaliknya terjadi pada petani sutera di Kabupaten Polewali Mandar, walaupun tidak begitu besar tetapi petani mampu memperoleh keuntungan.

5.2 Analisis Break Even Point

Break even point KUB Sinar Buntu Kurung di Kabupaten Enrekang pada tahun 2011 dicapai pada tingkat produksi kokon 2647,15 kg. Produksi kokon KUB Sinar Buntu Kurung pada tahun 2011 mencapai 6847,5 kg. Nilai tersebut berada jauh di atas break even point sehingga terlihat bahwa KUB Sinar Buntu Kurung memperoleh keuntungan yang cukup besar dari usaha ini. Break even point Pemintalan UPT Tekstil di Kabupaten Enrekang pada tahun 2011 dicapai pada tingkat produksi benang 481,5 kg atau 38,21 dari kapasitas terpasang. Produksi benang sutera UPT Tekstil Enrekang pada tahun 2011 berada jauh di bawah break even point yaitu hanya sebesar 163,4 kg. Dengan demikian terlihat bahwa usaha pemintalan UPT Tekstil Enrekang mengalami kerugian yang cukup besar. UPT Tekstil Enrekang berproduksi jauh dibawah kapasitas optimumnya karena memiliki kendala yaitu sulit mencari tenaga kerja yang mau diupah untuk memintal benang. Break even point Pertenunan Nenek Mallomo pada tahun 2011 dicapai pada tingkat produksi kain ikat 68 unit dan kain sarung 826 unit. Produksi kain ikat di pertenunan nenek mallomo berada jauh di atas break even point yaitu sebesar 292 unit sedangkan produksi kain sarung berada dibawah break even point yaitu sebesar 697 unit. Dengan demikian terlihat bahwa kerugian akibat produksi kain sarung dapat ditutupi oleh keuntungan yang didapat dari produksi kain ikat. Break even point untuk kegiatan persuteraan alam Kelompok Tani pallis di Kabupaten Polewali Mandar yang terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir adalah sebesar 119 unit kain sarung. Produksi kain sarung di kelompok tani pallis berada di atas break even point yaitu sebesar 156 unit. Dengan demikian terlihat bahwa kelompok tani pallis mendapatkan keuntungan dari usaha ini.

5.3 Analisis Profitabilitas

Kegiatan persuteraan alam secara terintegrasi mulai dari budidaya murbei, budidaya ulat, pemintalan, hingga pertenunan yang dilakukan oleh kelompok tani pallis di Kabupaten Polewali Mandar memperoleh keuntungan sebesar Rp 5,62 juta per tahun. Keuntungan yang diterima oleh kelompok tani masih bisa ditingkatkan lagi mengingat kelompok tani hanya memanfaatkan 3 kali periode pemeliharaan setiap tahunnya. Apabila petani bisa melakukan periode pemeliharaan setiap sebulan sekali atau 12 kali dalam setahun, tentunya berturut- turut produktivitas kokon, benang, dan sarung akan meningkat dan diiringi dengan meningkatnya pendapatan. Tabel 9 Rugi laba usaha persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang Komponen Satuan Kab. Polman Kab. Enrekang KTP SBK UPT NM ikat sarung Produksi Kokon kgtahun 306,00 6847,50 Benang kgtahun 39,00 163,40 Kain lembartahun 156,00 292,00 697,00 Harga Jual Kokon Rp 000,-kg 35,00 Benang Rp 000,-kg 330,00 Kain Rp 000,-lembar 180,00 250,00 300,00 Biaya Produksi Kokon Rp Jutatahun 14,83 166,45 Benang Rp Jutatahun 6,62 64,38 Kain Rp Jutatahun 1,01 57,62 211,50 Pendapatan Rp Jutatahun 28,08 239,66 53,92 73,00 209,10 Keuntungan Rp Jutatahun 5,62 73,21 -10,46 12,98 Biaya Tetap Rp Jutatahun 18,30 46,14 15,83 4,70 15,36 Biaya Variabel Rp Jutakg 0,02 0,03 Rp Jutalembar 0,03 0,18 Break Event Point kgtahun 2647,15 481,50 lembartahun 119,35 68,35 826,07 Investasi Rp Juta 169,74 465,88 81,22 193,98 ROI 3,31 15,71 -12,88 6,69 Harga Pokok Rp 000,-kg 172,77 29,17 472,80 236,79 364,13 Kelompok Tani Pallis di Kabupaten Polewali Mandar akan menderita kerugian apabila menjual produknya dalam bentuk kokon, karena biaya produksi kokon per kilogram adalah sebesar Rp 47 ribu lebih besar daripada harga kokon di Kabupaten Polewali Mandar yaitu Rp 38 ribu. kelompok tani juga akan menderita kerugian apabila menjual dalam bentuk benang sutera, karena biaya produksi benang dengan menyertakan biaya produksi kokon per kilogramnya menjadi sebesar Rp 541 ribu lebih besar daripada harga benang sutera di Kabupaten Polewali Mandar yaitu sebesar Rp 400 ribu per kilogram. Hal ini terjadi karena investasi yang dikeluarkan oleh petani mulai dari budidaya murbei, budidaya ulat, hingga pemintalan cukup besar nilainya yaitu Rp 165,6 juta, namun tidak diikuti dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Keputusan Kelompok Tani Pallis untuk menjual produknya dalam bentuk kain sarung, bukan dalam bentuk kokon maupun benang sutera dinilai cukup baik karena petani bisa mengambil nilai tambah dari produk yang dihasilkan sehingga biaya produksi yang tinggi pada tahapan produksi kokon dan benang sutera bisa tertutupi. Kelompok usaha bersama KUB Sinar Buntu Kurung di Kabupaten Enrekang yang melakukan kegiatan persuteraan alam hingga tahapan produksi kokon mampu memperoleh keuntungan sebesar Rp 73,21 juta per tahun. Kelompok usaha bersama Sinar Buntu Kurung dapat menggunakan sumber daya seefisien mungkin, besarnya investasi yang dikeluarkan diikuti dengan tingkat produktivitas yang tinggi sehingga pendapatan yang diterima besar. Kegiatan pemintalan benang sutera di UPT Tekstil Enrekang mengalami kerugian karena pendapatan hasil pemintalan yang rendah Rp 53,92 juta per tahun tidak mampu menutupi biaya produksi yang dikeluarkan Rp 64,38 juta per tahun. Kerugian yang diderita oleh UPT Tekstil mencapai Rp 10,46 juta per tahun. Kerugian yang dialami disebabkan biaya tetap yang berupa penyusutan dan bunga modal dari sarana dan prasarana tidak pernah diperhitungkan karena merupakan hibah bantuan dari pemerintah daerah. Pendapatan dari produksi kain ikat pada Pertenunan Nenek Mallomo lebih besar daripada biaya produksi kain, sehingga mendapat keuntungan sebesar Rp 15,38 juta per tahun. Sedangkan hasil pendapatan yang diterima dari produksi kain sarung lebih kecil daripada biaya produksi yang harus dikeluarkan sehingga mendapatkan kerugian sebesar Rp 2,4 juta per tahun. Secara keseluruhan Pertenunan Nenek Mallomo menerima keuntungan sebesar Rp 12,98 juta per tahun. ROI pada kegiatan pemintalan di UPT Tekstil bernilai negatif, sedangkan pada kegiatan produksi kokon di KUB Sinar Buntu Kurung, produksi kain di Pertenunan Nenek Mallomo dan kegiatan persuteraan alam terintegrasi di Kelompok Tani Pallis memiliki nilai yang positif. Nilai ROI untuk kegiatan produksi kokon di KUB Sinar Buntu Kurung yaitu sebesar 15,71, Pertenunan Nenek Mallomo sebesar 6,69, dan usaha persuteraan alam terintegrasi Kelompok Tani Pallis sebesar 3,31. Nilai ROI yang positif menunjukkan bahwa usaha ini menguntungkan, namun apabila suku bunga bank sekitar 12 per tahun maka ROI pada kegiatan produksi kokon di KUB Sinar Buntu Kurung berada diatas tingkat bunga bank yang ditetapkan. Hal ini berarti dengan menjalankan usaha ini, KUB Sinar Buntu Kurung memperoleh pendapatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan hanya menaruh uang mereka di bank. Harga pokok penjualan dihitung dengan asumsi bahwa petani sutera menginginkan keuntungan sebesar 20 dari biaya produksi yang dikeluarkan. Harga pokok penjualan kain sutera Kelompok Tani Pallis sebesar Rp 173 ribu per unit sarung. Harga pokok penjualan kokon KUB Sinar Buntu Kurung sebesar Rp 29 ribu, benang sutera UPT Tekstil Enrekang sebesar Rp 473 ribu, kain ikat Pertenunan Nenek Mallomo sebesar Rp 237 ribu, dan kain sarung Pertenunan Nenek Mallomo sebesar Rp 364 ribu. Harga pokok penjualan benang sutera UPT Tekstil Enrekang dan kain sarung Pertenunan Nenek Mallomo yang ditetapkan sangat tinggi dan berada di atas harga jual sebenarnya. Hal ini dapat menyebabkan keuntungan menurun bahkan merugi karena biaya produksi tidak dapat tertutupi oleh pendapatannya. Harga pokok penjualan kain sutera Kelompok Tani Pallis, kokon KUB Sinar Buntu Kurung, dan kain ikat Pertenunan Nenek Mallomo yang ditetapkan masih berada dibawah harga jual rata-rata yang berlaku di daerah tersebut sehingga keuntungan yang diperoleh menjadi lebih besar. Dengan demikian terlihat bahwa Kelompok Tani Pallis, KUB Sinar Buntu Kurung ,dan Pertenunan Nenek Mallomo mendapatkan excess profit dari usaha persuteraan alam ini.

5.4 Sistem Pemasaran dan Dampak Usaha Persuteraan Alam Terhadap