sekolah, maka harus menunggu hingga saudara yang laki-laki lulus sekolah terlebih dahulu.”
Ada juga perempuan yang mengungkapkan bahwa perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi. Menurut mereka, perempuan pada akhirnya hanya
akan mengurus rumahtangga sehingga tidak perlu memiliki pendidikan yang tinggi. Anak perempuan telah dididik oleh ibu mereka agar dapat mengurus
rumahtangga dengan baik sejak mereka kecil. Sementara itu, bila ada kesempatan, laki-laki harus berpendidikan tinggi agar mudah memperoleh pekerjaan. Dengan
pekerjaan yang baik, laki-laki dapat memperoleh penghasilan yang memadai untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga mereka. Oleh karena itu, jika orangtua
memiliki biaya untuk pendidikan anak, maka anak laki-laki yang akan diutamakan.
7.2.2. Kepemilikan Rumah Tinggal
Kepemilikan rumah tinggal adalah pihak yang memiliki atau dianggap memiliki rumah yang saat ini ditinggali oleh perempuan beserta keluarga. Rumah
tinggal adalah salah satu harta yang dibawa oleh suami atau istri ke pernikahan. Kepemilikan rumah tinggal dibedakan menjadi: milik suami atau kerabat suami
skor 1 dan milik istri atau kerabat istri skor 2. Kerabat perempuan mencakup orangtua, kakak atau adik, dan teman. Begitupula dengan kerabat suami. Jumlah
dan persentase perempuan berdasarkan kepemilikan rumah tinggal dan kategori
rumahtangga dapat dilihat pada Tabel 14 berikut:
Tabel 14. Jumlah dan Persentase Perempuan berdasarkan Kepemilikan Rumah
Tinggal dan Kategori Rumahtangga, di Dusun Jatisari, Tahun 2009
Kepemilikan Rumah Tinggal Rumahtangga Prasejahtera
Rumahtangga Sejahtera n
n Milik suami atau kerabat suami
11 39,29
8 28,57
Milik istri atau kerabat istri 17
60,71 20
71,43 Jumlah
28 100
28 100
Sebagian besar 66,07 persen perempuan beserta keluarga saat ini tinggal di rumah milik istri responden atau kerabat istri responden. Jumlah
perempuan dari rumahtangga prasejahtera yang tinggal di rumah milik istri responden atau kerabat istri responden mencapai 60,71 persen. Jumlah ini
10,72 persen lebih sedikit dibandingkan dengan perempuan dari rumahtangga
sejahtera yang berjumlah 71,43 persen. Di sisi lain, 39,29 persen perempuan dari rumahtangga prasejahtera tinggal di rumah milik suami atau kerabat suami,
sedangkan perempuan dari rumahtangga sejahtera berjumlah 28,57 persen. Jumlah perempuan dari rumahtangga sejahtera yang tinggal di rumah
milik istri responden atau kerabat istri responden lebih banyak daripada jumlah perempuan dari rumahtangga prasejahtera. Hal ini karena keluarga perempuan
dari rumahtangga sejahtera lebih berpeluang untuk memiliki rumah yang dapat diwariskan kepada perempuan. Rumah warisan diberikan kepada perempuan
setelah perempuan menikah. Ada juga perempuan yang membangun sendiri rumah miliknya, terutama perempuan yang pernah bekerja di kota dalam jangka
waktu cukup lama. Orangtua perempuan lebih memilih untuk mewariskan rumah kepada
anak perempuan karena mereka berharap anak perempuan yang akan merawat mereka ketika mereka lanjut usia. Harapan ini timbul karena anak perempuan
dianggap lebih sabar dalam merawat orangtua daripada anak laki-laki. Seperti yang dikemukakan oleh mantan Kepala Desa Sawahan:
“Anak perempuan itu diharapkan suatu saat nanti dapat menjaga orangtuanya yang telah lanjut usia. Maka dari itu, ada anak perempuan
yang diharapkan tidak meninggalkan rumah orangtuanya. Bahkan saat ia sudah menikah.”
Bapak Su Jika anak perempuan yang mewarisi rumah orangtua mereka, maka
otomatis orangtua akan tinggal bersama mereka. Seperti mantan Kepala Desa Sawahan, istri Kepala Dusun Jatisari juga mengemukakan hal yang serupa:
“Nek anak wedok ki mengke dikon njaga wong tuane. Nek wong wedok kan luweh apik nek njaga wong tuo timbangane wong lanang. Dadi
wong tuo milih melu anak wedok.” Ibu Pa
“Anak perempuan nantinya akan diminta untuk menjaga orangtua. Hal ini karena anak perempuan dianggap lebih mampu menjaga orangtua
daripada anak laki-laki. Oleh karena itu, orangtua lebih memilih untuk tinggal dengan anak perempuan.”
7.2.3. Kepemilikan Tanah untuk Rumah Tinggal