Mata Pencaharian Kontribusi Ekonomi Perempuan

BAB VII KONTRIBUSI EKONOMI, SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN, DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

7.1. Kontribusi Ekonomi Perempuan

7.1.1. Mata Pencaharian

Sebagian besar perempuan 6 bermatapencaharian utama sebagai petani, yaitu 27,88 persen untuk rumahtangga prasejahtera dan 32,43 persen untuk rumahtangga sejahtera. Berdasarkan jumlah petani pada rumahtangga prasejahtera, 96 persen diantaranya memiliki lahan sendiri, sedangkan 4 persen lainnya menggarap lahan milik orang lain. Sementara itu, semua petani perempuan pada rumahtangga sejahtera memiliki lahan garapan sendiri. Walaupun memiliki lahan sendiri, para petani pemilik terkadang juga menggarap lahan milik orang lain. Pekerjaan ini mereka lakukan pada masa tanam dan panen untuk menambah pendapatan rumahtangga mereka. Pekerjaan yang biasa dilakukan oleh perempuan yang bekerja sebagai buruh tani diantaranya menyemai benih, menanam bibit, memupuk, dan memanen hasil. Dari pekerjaan ini, perempuan yang bekerja sebagai buruh tani memperoleh upah sebesar Rp 15.000 – Rp 20.000 atau setara dengan 3 – 4 kilogram beras per hari. Besarnya upah yang diterima tergantung dari beratnya pekerjaaan yang mereka lakukan. Jumlah ini sekitar Rp 5.000 lebih kecil bila dibandingkan dengan upah yang diterima oleh laki-laki yang bekerja sebagai buruh tani. Perempuan yang bekerja sebagai buruh tani bekerja sekitar 3 – 7 hari pada setiap masa tanam dan masa panen. Mata pencaharian lain yang digeluti oleh perempuan diantaranya sebagai pedagang, pekerja jasa, dan peternak. Ada 28,58 persen perempuan yang memiliki lebih dari satu mata pencaharian. Jumlah ini 14,54 persen lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah suami responden yang memiliki lebih dari satu mata pencaharian. Sebagian besar 62,5 persen perempuan yang berdagang membuka 6 Perempuan yang dimaksud dalam pembahasan adalah perempuan yang termasuk responden penelitian. warung kecil di rumah mereka, sedangkan sisanya menjajakan dagangannya di tempat lain. Misalnya: Ibu Pa 32 tahun, salah seorang perempuan dari rumahtangga prasejahtera. Selain bertani dan beternak, ia juga berdagang. Ibu Pa berdagang makanan dan minuman di sebuah Sekolah Dasar. Ia berangkat dari rumah sekitar pukul 6 pagi kemudian pulang sekitar pukul 1 siang. Selain berdagang di sekolah, ia juga berdagang di sekitar tempat pengajian anak-anak dua hari dalam seminggu. Dari usaha dagang ini, Ibu Pa memperoleh keuntungan sekitar Rp 5.000 per hari, walaupun dengan keuntungan yang terbilang kecil, Ibu Pa mengakui bahwa melalui usaha inilah ia mampu menjamin kebutuhan sehari-hari tetap tercukupi. Suami sebagian besar responden bermatapencaharian utama sebagai petani, yaitu 56,1 persen untuk rumahtangga prasejahtera dan 52,5 persen untuk rumahtangga sejahtera. Berdasarkan jumlah petani pada rumahtangga prasejahtera, 91,3 persen diantaranya memiliki lahan sendiri, sedangkan 8,7 persen lainnya menggarap lahan milik orang lain. Sementara itu, semua petani pada rumahtangga sejahtera memiliki lahan garapan sendiri. Sebagaimana yang dilakukan oleh para istri, para suami yang memiliki lahan sendiri terkadang juga menggarap lahan milik orang lain. Pekerjaan ini mereka lakukan pada masa tanam dan panen untuk menambah pendapatan rumahtangga mereka. Pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki yang bekerja sebagai buruh tani antara lain mencangkul lahan, mengangkut pupuk ke ladang, dan mengangkut hasil panen dari ladang. Dari pekerjaan ini, laki-laki yang bekerja sebagai buruh tani memperoleh upah sebesar Rp 20.000 – Rp 25.000 per hari. Besarnya upah yang diterima tergantung dari beratnya pekerjaaan yang mereka lakukan. Jumlah ini sekitar Rp 5.000 lebih besar bila dibandingkan dengan upah yang diterima oleh perempuan yang bekerja sebagai buruh tani. Seperti perempuan yang bekerja sebagai buruh tani, laki-laki yang bekerja sebagai buruh tani bekerja sekitar 3 – 7 hari pada setiap masa tanam dan masa panen. Mata pencaharian lain yang digeluti oleh suami responden diantaranya sebagai pedagang, pegawai, bekerja di bidang jasa, beternak, buruh, dan sebagai supir. Bapak To 35 tahun membuka usaha kayu di pinggir jalan desa dekat rumahnya, sedangkan Bapak Di 56 tahun berdagang sapi setiap hari pasaran pada penanggalan Jawa. Ada 14,04 persen suami responden yang memiliki lebih dari satu mata pencaharian. Jumlah ini 14,54 persen lebih kecil bila dibandingkan dengan jumlah perempuan yang memiliki lebih dari satu mata pencaharian. Suami salah satu perempuan dari rumahtangga sejahtera yang memiliki lebih dari satu pekerjaan adalah Bapak Ro 26 tahun. Selain sebagai petani, ia juga menjual jasa. Oleh karena memiliki keterampilan di bidang musik, Bapak Ro sering diminta untuk menjadi pengiring musik di berbagai jenis acara, seperti pernikahan, acara panggung musik dangdut, dan pagelaran wayang kulit. Selain itu, ia juga menyewakan alat-alat yang dibutuhkan untuk pagelaran musik. Jenis mata pencaharian perempuan dan suami responden dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini: Tabel 8. Jumlah dan Persentase Perempuan dan Laki-laki berdasarkan Mata Pencaharian dan Kategori Rumahtangga, di Dusun Jatisari, Tahun 2009 Mata Pencaharian Rumahtangga Prasejahtera Rumahtangga Sejahtera Istri Suami Istri Suami n n N n Tidak bekerja 1 1,51 1 1,35 Petani 25 37,88 23 56,1 24 32,43 21 52,5 Pedagang 3 4,55 5 6,76 2 5 Pegawai 2 5 Pekerja jasa 2 3,03 3 4,05 1 2,5 Peternak 16 24,24 3 7,32 20 27,03 2 5 Buruh 6 14,63 6 15 Supir 2 4,88 1 pekerjaan 19 28,79 7 17,07 21 28,38 6 15 Pada Tabel 8 di atas, terlihat bahwa mata pencaharian istri rumahtangga prasejahtera dan sejahtera memiliki ragam yang sama. Perbedaan jumlah terbesar 4,55 persen terletak pada mata pencaharian sebagai petani, yaitu 37,88 persen untuk rumahtangga prasejahtera dan 32,43 persen untuk rumahtangga sejahtera. Sementara itu, persentase responden dari rumahtangga prasejahtera dan sejahtera yang memiliki lebih dari satu pekerjaan hampir sama. Artinya, baik pada rumahtangga prasejahtera maupun sejahtera, ada tuntutan yang besarnya sama untuk perempuan bekerja. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Suryochondro dalam Ihromi 1990 yang menyimpulkan bahwa perempuanistri lapisan bawah lebih banyak bekerja dibanding perempuanistri lapisan atas. Di sisi lain, mata pencaharian suami dari rumahtangga sejahtera lebih beragam dibandingkan dengan suami dari rumahtangga prasejahtera. Suami dari rumahtangga sejahtera ada yang bekerja sebagai pedagang, pegawai, dan pekerja jasa, sedangkan suami dari rumahtangga prasejahtera tidak ada yang bekerja di bidang tersebut, akan tetapi suami dari rumahtangga prasejahtera ada yang bekerja sebagai supir, sedangkan suami dari rumahtangga sejahtera tidak ada. Keterampilan dan modal yang dimiliki oleh para suami tentu saja berpengaruh terhadap jenis mata pencaharian yang mereka pilih. Perlu modal yang tidak sedikit untuk memulai usaha dagang, sedangkan untuk menjadi pegawai, seseorang harus memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 10 juga terlihat bahwa pada bidang pertanian, laki- laki lebih produktif dari perempuan, akan tetapi perempuan lebih produktif daripada laki-laki di bidang nafkah lainnya. Hal ini dapat terlihat dari persentase perempuan yang memiliki lebih dari satu mata pencaharian lebih besar dari persentase laki-laki. Kegiatan nafkah perempuan tentunya akan berhubungan dengan pendapatan rumahtangga, pendapatan perempuan, dan kontribusi ekonomi perempuan. Ketiga aspek tersebut akan dibahas lebih rinci pada sub-bab berikutnya.

7.1.2. Pendapatan Rumahtangga

Dokumen yang terkait

Kontribusi Petani Perempuan Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Di Desa Sibangun Mariah Kecamatan Silimakuta Kabupetan Simalungun

8 66 113

Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )

2 50 64

Kesetaraan Perempuan Dalam Pengambilan Keputusan Dalam Keluarga Pada Masyarakat Hukum Adat Karo (Studi Di Desa Tiga Panah Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo)

0 48 157

Pengaruh Kontribusi Ekonomi Wanita Bekerja terhadap Pola Pengambilan Keputusan dan Tingkat Kesejahteraan dalam Rumahtangga Nelayan, Kasus Dusun Petoran, Desa Gebang Mekar, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon.

0 10 106

Model Konseptual Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

0 23 137

PERENCANAAN DRAINASE TERTUTUP DUSUN DUKUH, DESA BANYURADEN, KECAMATAN GAMPING, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

0 3 25

PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN BUNDER DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN BUNDER DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

1 3 17

ASPEK KULTURAL DAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM CERITA RAKYAT ONGGOLOCO DI DUSUN DUREN, DESA BEJI, KECAMATAN NGAWEN, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ( SEBUAH TINJAUAN FOLKLOR ).

0 2 14

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA BEDOYO, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Nesti Listianingrum nesti.listianingrumyahoo.co.id Sudrajat sudrajatgeoyahoo.com Abstract - KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA BEDOYO, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

0 0 8

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI SMALL GROUP DISCUSSION TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU USIA 30-50 TAHUN TENTANG ASAM URAT DI DUSUN JATISARI SAWAHAN PONJONG GUNUNGKIDUL NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Small Group Discussio

1 1 18