dari masalah kekuasaan dalam keluarga, dan berbicara tentang itu tidak bisa menghindar dari masalah patriarki.
2.2.7. Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga
Secara populer dapat dikatakan bahwa mengambil atau membuat keputusan berarti memilih satu di antara sekian banyak alternatif. Pada umumnya
suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan atau persoalan problem solving, setiap keputusan yang dibuat pasti ada tujuan yang
akan dicapai. Inti dari pengambilan keputusan ialah terletak dalam perumusan berbagai alternatif tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan
dalam pengambilan alternatif yang tepat setelah suatu evaluasi penilaian mengenai efektivitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil
keputusan. Salah satu komponen terpenting dari proses pembuatan keputusan ialah kegiatan pengumpulan informasi dari mana suatu apresiasi mengenai situasi
keputusan dapat dibuat Supranto, 2005. Cromwell dan Olson yang diacu oleh Lestari dalam Ihromi 1990
mengemukakan tiga bidang yang berbeda untuk menganalisa konsep kekuasaan dalam keluarga. Pertama, sumber atau dasar kekuasaan bases of family power.
Kedua, proses kekuasaan dalam keluarga family power processes. Ketiga, hasil kekuasaan dalam keluarga family power outcomes.
Dari ketiga bidang ini, masalah pengambilan keputusan digolongkan ke dalam bidang kedua dan ketiga. Pengambilan keputusan adalah perwujudan
proses yang terjadi dalam keluarga dan merupakan hasil interaksi di antara para anggota keluarga untuk saling mempengaruhi bidang kedua, serta sekaligus juga
menunjuk pada hasil atau akibat dari struktur kekuasaan dalam keluarga tersebut. Safilios-Rotschild yang diacu oleh Lestari dalam Ihromi 1990 juga menyatakan
bahwa untuk melihat struktur kekuasaan dalam keluarga dapat terlihat dari proses pengambilan keputusan, yakni tentang siapa yang mengambil keputusan,
bagaimana frekuensinya, dan sebagainya. Pengambilan keputusan oleh istri dan suami dalam rumahtangga dapat
diperinci menurut empat bidang Sayogyo, 1981, sebagai berikut:
1. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan produksi, yang mencakup
pembelian sarana produksi, pembelian alat-alat, penanaman modal, penggunaan tenaga buruh, penjualan hasil, dan cara penjualan;
2. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam
kebutuhan pokok, yang mencakup makanan, perumahan, pembelian pakaian, biaya pendidikan, pembelian peralatan rumahtangga, dan
perawatan kesehatan; 3.
Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pembentukan keluarga, yang mencakup jumlah anak, ajar atau sosialisasi anak, pembagian kerja
antara anak-anak, dan pendidikan; serta 4.
Pengambilan keputusan dalam rumahtangga dihubungkan dengan kegiatan sosial, sesuai dengan yang ada di dalam masyarakat, yang
mencakup selamatan, kegiatan gotong royong dan sambatan, dan peranserta pengeluaran pada berbagai kegiatan kelompok.
Geertz 1961 dikutip oleh Sajogyo 1981 menggambarkan bahwa dalam keluarga Jawa, ditemukan adanya peranan perempuan yang lebih besar
dalam proses pengambilan keputusan. Sebagai istri, perempuan lah yang mengelola keuangan keluarga, walaupun secara resmi suami yang memutuskan
setelah berunding dengan istri. Suami yang berkemauan keras dalam hubungan suami istri mempunyai status yang sama nilainya. Kenyataannya, keluarga di
mana suami mempunyai kekuasaan besar jarang ditemukan. Pada masyarakat Jawa, ada suatu alokasi solidaritas yang lebih kuat dan lebih dalam pada hubungan
keluarga antara anggota-anggota perempuan dalam keluarga itu atau grup kerabat lainnya atau yang dikenal dengan “Matrifokal” Levy, 1971 dikutip oleh Sajogyo,
1981. Ditinjau dari pola pengambilan keputusan dalam kegiatan usaha tani,
perempuan selalu memberikan andil dalam setiap keputusan yang diambil, mulai dari praproduksi hingga pasca produksi. Bahkan hingga pada tahap pengelolaan
pasca panen, keputusan didominasi oleh perempuan tani, artinya, perempuan tani sangat berperan dalam penentuan penggunaan hasil panen, baik untuk dikonsumsi,
maupun untuk dipasarkan Lailogo, 2003.
Berdasarkan hasil penelitian Pratiwi 2007 di Karanganyar, Jawa Tengah, pengambilan keputusan yang terjadi dalam rumahtangga petani
monokultur sayur dilakukan atas dasar musyawarah atau hasil diskusi dari responden suami dan istri. Jadi, pengambilan keputusannya dilakukan bersama
dengan perbedaan pengaruh dari masing-masing responden, akan tetapi ada juga masalah yang pengambilan keputusannya didominasi oleh suami atau didominasi
oleh istri. Pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani didominasi oleh suami. Sebaliknya, pengambilan keputusan yang didominasi oleh istri adalah
dalam hal pemasaran. Sementara itu, pola pengambilan keputusan yang seimbang antara suami dan istri tampak dalam hal pengaturan biaya hidup selama menunggu
musim panen, pengelolaan modal dan pendapatan, serta penentuan dan pengaturan tenaga kerja usahatani.
2.2.8. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pola Pengambilan