Tingkat Pengambilan Keputusan Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga

melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Pengambilan keputusan dikategorikan menjadi: suami sendiri skor 1, bersama tetapi suami dominan skor 2, bersama setara skor 3, bersama tetapi istri dominan skor 4, dan istri sendiri skor 5. Pengambilan keputusan oleh istri dan suami dalam rumahtangga dapat diperinci menurut empat bidang Sajogyo, 1981, sebagai berikut: 1. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan produksi, yang mencakup pembelian sarana produksi, pembelian alat-alat, penanaman modal, penggunaan tenaga buruh, penjualan hasil, dan cara penjualan; 2. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam kebutuhan pokok, yang mencakup makanan, perumahan, pembelian pakaian, biaya pendidikan, pembelian peralatan rumahtangga, dan perawatan kesehatan; 3. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pembentukan keluarga, yang mencakup jumlah anak, ajar atau sosialisasi anak, pembagian kerja antara anak-anak, dan pendidikan; serta 4. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga dihubungkan dengan kegiatan sosial, sesuai dengan yang ada di dalam masyarakat, yang mencakup selamatan, kegiatan gotong royong dan sambatan, dan peranserta pengeluaran pada berbagai kegiatan kelompok.

7.3.1. Tingkat Pengambilan Keputusan

Tingkat pengambilan keputusan oleh perempuan dalam rumahtangga yaitu tingkat dominansi perempuan dalam pengambilan keputusan di berbagai bidang rumahtangga. Variabel ini diukur dengan 50 jenis keputusan. Keputusan tersebut mencakup keputusan di bidang produksi, pengeluaran kebutuhan rumahtangga, pembentukan keluarga, dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Tingkat pengambilan keputusan oleh perempuan dalam rumahtangga dikategorikan menjadi: rendah total skor 50 – 150 dan tinggi total skor 151 – 250. Jumlah dan persentase perempuan berdasarkan tingkat pengambilan keputusan dan kategori rumahtangga tersaji pada Tabel 18 di bawah ini: Tabel 18. Jumlah dan Persentase Perempuan berdasarkan Tingkat Pengambilan Keputusan dan Kategori Rumahtangga, di Dusun Jatisari, Tahun 2009 Tingkat Pengambilan Keputusan Rumahtangga Prasejahtera Rumahtangga Sejahtera n n Rendah 9 32,14 6 21,43 Tinggi 19 67,86 22 78,57 Jumlah 28 100 28 100 Tabel 20 memperlihatkan bahwa lebih dari separuh 73,21 persen perempuan memiliki tingkat pengambilan keputusan tinggi dalam rumahtangga mereka, sedangkan 26,79 persen sisanya rendah. Perempuan dari rumahtangga prasejahtera yang memiliki tingkat pengambilan keputusan tinggi sebanyak 67,86 persen. Jumlah ini 10,71 persen lebih sedikit dibandingkan dengan perempuan dari rumahtangga sejahtera. Di sisi lain, perempuan dari rumahtangga prasejahtera yang memiliki tingkat pengambilan keputusan rendah berjumlah 32,14 persen. Angka ini 10,71 persen lebih banyak dibandingkan dengan perempuan dari rumahtangga sejahtera. Perempuan dari rumahtangga sejahtera yang memiliki tingkat pengambilan keputusan tinggi lebih banyak daripada perempuan dari rumahtangga prasejahtera. Pada rumahtangga prasejahtera, keputusan banyak yang diambil secara bersama oleh suami dan istri. Keterbatasan keuangan rumahtangga membuat mereka harus ekstra berhati-hati dalam mengambil keputusan. Ini karena keputusan yang mereka buat harus memperhatikan kelestarian ekonomi rumahtangga mereka. Oleh karena itu, istri lebih memilih berdiskusi terlebih dahulu dengan suami sebelum mengambil keputusan. Menurut Lestari 1990, pola pengambilan keputusan decision making dalam suatu keluarga menggambarkan bagaimana struktur atau pola kekuasaan dalam keluarga tersebut. Khususnya tentang perempuan 7 sebagai pengambil keputusan, masih terdapat anggapan bahwa perempuan tidak mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan di dalam maupun di luar rumahtangga. Norma yang umumnya diakui menyatakan bahwa yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan adalah kaum laki-laki 8 suami. 7 Penulis menggunakan istilah wanita. 8 Penulis menggunakan istilah pria. Bila melihat Tabel 20 di atas, pengambilan keputusan dalam rumahtangga di Dusun Jatisari didominasi oleh perempuan istri. Dengan demikian, hasil penelitian ini menyanggah anggapan bahwa yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan adalah kaum laki-laki suami. Informasi ini menggambarkan bahwa perempuan di Dusun Jatisari memiliki kekuasaan yang tinggi dalam rumahtangga masing-masing. Seperti pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu perempuan berikut: “Sing luweh sering neng ngomah kan wong wedok. Makane wong wedok sing mutuske. Nek ngenteni wong lanang yo ra iso mlaku no....” Ibu Tu, 35 tahun “Perempuan yang lebih sering di rumah. Maka dari itu, perempuan yang mengambil keputusan. Jika harus menunggu laki-laki pulang ke rumah, maka rumahtangga tidak akan berjalan dengan baik.” Sebagaimana yang diungkapkan pula oleh istri Kepala Dusun Jatisari dan istri Mantan Kepala Desa Sawahan, pengambilan keputusan dalam rumahtangga di dusun tersebut memang lebih sering dilakukan oleh perempuan. Hal ini mengingat bahwa perempuan lah yang lebih sering berada di rumah, sedangkan laki-laki lebih sering berada di luar rumah. Maka dari itu, perempuan yang dapat mengambil keputusan dengan cepat saat dibutuhkan. Pengambilan keputusan oleh perempuan di Dusun Jatisari sesuai dengan pendapat Geertz 1961 yang dikutip oleh Sajogyo 1981 bahwa dalam keluarga Jawa, ditemukan adanya peranan perempuan yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini karena pada masyarakat Jawa, ada suatu alokasi solidaritas yang lebih kuat dan lebih dalam pada hubungan keluarga antara anggota-anggota perempuan dalam keluarga itu atau grup kerabat lainnya atau yang dikenal dengan “Matrifokal” Levy, 1971 dikutip oleh Sajogyo, 1981.

7.3.2. Pengambilan Keputusan di Bidang Produksi

Dokumen yang terkait

Kontribusi Petani Perempuan Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Di Desa Sibangun Mariah Kecamatan Silimakuta Kabupetan Simalungun

8 66 113

Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )

2 50 64

Kesetaraan Perempuan Dalam Pengambilan Keputusan Dalam Keluarga Pada Masyarakat Hukum Adat Karo (Studi Di Desa Tiga Panah Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo)

0 48 157

Pengaruh Kontribusi Ekonomi Wanita Bekerja terhadap Pola Pengambilan Keputusan dan Tingkat Kesejahteraan dalam Rumahtangga Nelayan, Kasus Dusun Petoran, Desa Gebang Mekar, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon.

0 10 106

Model Konseptual Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

0 23 137

PERENCANAAN DRAINASE TERTUTUP DUSUN DUKUH, DESA BANYURADEN, KECAMATAN GAMPING, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

0 3 25

PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN BUNDER DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN BUNDER DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

1 3 17

ASPEK KULTURAL DAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM CERITA RAKYAT ONGGOLOCO DI DUSUN DUREN, DESA BEJI, KECAMATAN NGAWEN, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ( SEBUAH TINJAUAN FOLKLOR ).

0 2 14

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA BEDOYO, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Nesti Listianingrum nesti.listianingrumyahoo.co.id Sudrajat sudrajatgeoyahoo.com Abstract - KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA BEDOYO, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

0 0 8

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI SMALL GROUP DISCUSSION TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU USIA 30-50 TAHUN TENTANG ASAM URAT DI DUSUN JATISARI SAWAHAN PONJONG GUNUNGKIDUL NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Small Group Discussio

1 1 18