2.2.6. Sumberdaya Pribadi Perempuan
Menurut Blood dan Wolfe 1960 dikutip oleh Sajogyo 1983 dikutip oleh Rosalina 2004, kebudayaan saja tidak cukup untuk menyoroti dan
menjelaskan distribusi serta alokasi kekuasaan antara suami dan istri dalam keluarga. Dalam hal ini perlu juga memperhatikan sumberdaya pribadi yang
disumbangkan dalam perkawinan mereka. Sumberdaya pribadi oleh Blood dan Wolfe 1960 dikutip oleh Sajogyo 1983 dikutip oleh Rosalina 2004,
didefinisikan sebagai sesuatu yang disediakan oleh salah satu pihak suami atau istri untuk pihak lainnya pasangannya, agar yang terakhir ini terpenuhi
kebutuhannya atau terwujud tujuannya. Sajogyo 1981 mengartikan sumberdaya pribadi meliputi berbagai aspek berupa pendidikan yaitu pendidikan formal dan
informal, pengalaman, keterampilan, dan kekayaan yang menunjukkan adanya variasi alokasi kekuasaan dalam keluarga dan menentukan siapa yang dominan
dalam pengambilan keputusan. Sajogyo 1983 serta White dan Hastuti 1980 sebagaimana dikutip oleh
Wahyudini 1997 mengatakan bahwa pendidikan bukan satu-satunya aspek sumberdaya pribadi yang paling berpengaruh pada kekuasaan. Dikatakan bahwa
seorang istri yang mengenyam pendidikan formal lebih rendah dari suami tetapi mempunyai pengalaman yang dapat memperkaya pribadinya maka mempunyai
kekuasaan yang setara dengan suami. Bahkan, istri tersebut mampu mengambil keputusan tertentu. Melalui pengalaman terutama yang diperoleh di luar rumah,
istri akan berinteraksi dengan nilai-nilai baru yang pada akhirnya akan menambah pengetahuannya. Bagi istri yang pendidikannya rendah dan tidak mempunyai
sumberdaya lain selain pendidikan, maka otonominya dalam rumahtangga akan didominasi suaminya.
Menurut Syakti 1997, pergaulan di luar rumahtangga pada umumnya juga dapat menambahkan pengalaman anggota itu dalam keluarganya, bahkan tak
jarang pula memperbesar potensi dalam mengambil keputusan di berbagai bidang kehidupan. Agassi 1991 sebagaimana dikutip oleh Daulay 2001 mengatakan
bahwa keseimbangan status perempuan dalam keluarga baru bisa diperoleh jika ada kekuatan yang sama antara suami dan istri dalam bidang ekonomi dan kontrol
terhadap sumber-sumber yang vital. Pengambilan keputusan tidak bisa dilepas
dari masalah kekuasaan dalam keluarga, dan berbicara tentang itu tidak bisa menghindar dari masalah patriarki.
2.2.7. Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga