Pendeteksian Fraud Efektivitas Peran Auditor Internal dan Pendeteksian Fraud Terhadap Penerapan Good Corporate Governance

27 bagian yang terpisah ini dan merupakan suatu kewajiban bagi mereka untuk mengatur suatu pola tertentu yang memungkinkan terjalinnya suatu penafsiran yang baik.

5. Pendeteksian Fraud

a. Definisi Deteksi

Pendekatan baru untuk deteksi dan pencegahan penipuan kerah putih dan memeriksa empat bidang yang memainkan peran dominan dalam pemeriksaan fraud: akuntansi dan audit, investigasi, hukum dan kriminologi. Bagian pertama memeriksa kriminologi dengan penekanan spesial diberikan kepada teori pelaku kerah putih. Bagian berikutnya tentang hukum memeriksa pengadilan, berbagai prosedur untuk membuktikan metters penipuan dan berbagai undang-undang pidana dan perdata dimana pelaku penipuan dihukum. Bagian auditing menggambarkan teknik-teknik khusus yang dibutuhkan untuk memeriksa buku-buku dan catatan untuk aktivitas penipuan. Bagian akhir investigasi menyediakan teknik tentang cara untuk mendapatkan yang terbaik metode wawancara informasi trought Yuhertiana, 2005. Beberapa atribut yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya indikasikecurangan di dalam fraudulent financial reporting di perusahaan, antara lain Yuhertiana, 2005: 1 Terdapat kelemahan dalam pengendalian intern internal control. 2 Perusahaan tidak memiliki komite audit. 3 Terdapat hubungan kekeluargaan family relationship antara manajemen director dengan karyawan perusahaan. 28 Langkah pertama dalam mendeteksi fraud investigatif adalah untuk mengembangkan pemahaman yang menyeluruh dari organisasi tersangka dan lingkungan di mana ia beroperasi. Selain itu, kinerja perekonomian secara keseluruhan dan pengaruhnya terhadap industri dan organisasi harus dilakukan. Mendeteksi kecurangan merupakan suatu tantangan bagi auditor, hal ini bisa di sebabkan karena auditor tidak memiliki banyak pengalaman dalam mendeteksi kecurangan atau teman yang kemungkinan merupakan kecurangan telah disamarkan oleh pihak lain yang sebelumnya telah mengantisipasi bagaimana auditor berpikir dan bertindak Yuhertiana, 2005.

b. Definisi Fraud Kecurangan

Pengertian kecurangan fraud berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik PSAP No. 70 seksi 316.2 paragraf 4 adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan. Pemakai laporan keuangan disini termasuk pihak luar maupun dalam entitas itu sendiri. Menurut Tunggal, 2014:3 kecurangan fraud adalah suatu tindakan yang disengaja intentional oleh suatu individu atau lebih dalam manajemen, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola karyawan atau pihak ketiga, yang melibatkan penggunaan tipu muslihat untuk memperoleh suatu keuntungan secara tidak adil atau melanggar hukum. Menurut Black Law Dictonary yang dikutip Priantara, 2013:3 yaitu: 29 “The intentional use of deceit, a trick or some dishonest means to deprive another of his money, property or legal right, either as a cause of action or as a fatal element in the action it self.” “Suatu perbuatan sengaja untuk menipu atau membohongi, suatu tipu daya atau cara-cara tidak jujur untuk mengambil atau menghilangkan uang, harta, hak yang sah milik orang lain baik-baik, karena suatu tindakan atau dampak yang fatal dari tindakan itu sendiri”. Sedangkan menurut Standar the Institute of Internal Auditors tahun 2013 yang dikutip oleh Priantara, 2013:4 yaitu: “Any illegal act characterized by deceit, concealment, or violation of trust. These acts are not dependent upon the threat of violence or physical force. Frauds are perpetrated by parties and organizations to obtain, money, property or services, to avoid payment or loss of services, or to secure personal or business advantage”. Yang dapat diartikan sebagai segala perbuatan yang dicirikan dengan pengelabuhan atau pelanggaran kepercayaan untuk mendapatkan uang, aset, jasa atau mencegah pembayaran atau kerugian atau untuk menjamin keuntungan atau manfaat pribadi dan bisnis. Perbuatan ini tidak tergantung pada ancaman kekerasan oleh pelaku terhadap orang lain Priantara, 2013:4. Definisi kecurangan menurut Jack Bologna, Robert J. Lindquist Josep T. Wells yang dikutip oleh Tunggal, 2014:4 adalah: “Fraud is criminal intended of financially benefit the deivers”. Menurut Howard R. David yang dikutip oleh Tunggal, 2014:3 mendefinisikan kecurangan fraud sebagai berikut: “Fraud is an intentional pervertion of the truth to induct another to act with some valuable thing belonging to him or her”. Kitab Undang-undang hukum pidana seperti yang dikutip oleh Tuanakotta, 2012:194 menyebutkan pasal-pasal yang mencakup pengertian fraud diantaranya: 30 “Pasal 362 pencurian: Mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Pasal 368 Pemerasan dan Pengancaman: Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Memaksa seseorang dengan kekuasaan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang. Pasal 372 Penggelapan: Dengan sengaja melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagiannya adalah kepunyaan orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaan hukum karena kejahatan. Pasal 378 Perbuatan curang: Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melanggar hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang kepadanya atau supaya memberi utang maupun menghapus piutang”. Fraud merupakan suatu perbuatan yang dilakukan secara sadar dan dengan sengaja untuk menutupi atau menghilangkan informasi yang bersifat material yang dapat menyesatkan pengguna informasi tersebut. Tindakanfraud ini melalui penyusunan strategi atau taktik atau tipuan agar kecurangannya tidak diketahui oleh pihak lain. Menurut Singleton, 2006 yang dikutip oleh Tedjasukma, 2012 mendefinisikan kecurangan fraud sebagai tindakan dari seseorang yang menginginkan keuntungan lebih dengan cara memberikan laporan palsu kepada pihak-pihak lain, tindakan penipuan ini dapat berupa tindakan yang tidak jujur, tipuan dan kelicikan yang dilakukan dalam menyajikan laporan keuangan yang belum diaudit. Masih menurut Singleton, 2006 yang dikutip oleh Tedjasukma, 2012 memberikan pengertian fraud dari tugas sudut pandang, yaitu: 1 Corporation fraud adalah segala bentuk kecurangan yang dipersiapkan oleh, untuk atau melawan perusahaan. 31 2 Management fraud adalah kekeliruan yang disengaja didalam perusahaan atau pada tingkat kinerja karyawan untuk melayani dan mendukung peran manajemen dalam mencari keuntungan dari suatu kecurangan, seperti promosi, bonus atau insentif keuangan dan kenaikan pangkat. 3 Layperson’s definition of fraud. Fraud seperti yang telah diketahui sampai saat ini berarti suatu ketidakjujuran yang telah disengaja dalam meggambarkan suatu fakta yang ada. Tuntutan terhadap pengembangan atau peningkatan penerapan tata kelola perusahaan yang baik agar suatu entitas bisnis yang dirumuskan dalam kerangka badan hukum perseroan terbatas untuk dapat mengembangkan usahanya secara efisien dan berkesinambungan. Hal tersebut berkaitan erat juga dengan cara perusahaan mengatasi kendala yang ada pada abad sekarang seperti fraud, karena dengan pengendalian internal,model kepemimpinan, manajemen risiko dan sumber daya manusia yang baik pada tata kelola perusahaan yang baik dapat mencegah kecurangan dan investigasi kecurangan,external auditor,etika bisnis dan konsultasi yang kompeten dapat mendeteksi fraud yang terjadi. Hal ini yang merupakan aset perusahaan dalam jangka pendek maupun jangka panjang untuk bersaing dalam dunia bisnis modern Simbolon, 2010.

c. Pohon Kecurangan Fraud Tree

1 Definisi Pohon Kecurangan Fraud Tree Menurut Tuanakotta 2012: 195 secara skematis, Assosiation of certified Fraud Examination ACFE menggambarkan 32 occupationalfraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya. Fraud tree ini disajikan dalam Gambar bagan 2.1: Gambar 2.1 Fraud Tree Sumber: Thodorus M, 2012 33 Occuptional fraud tree ini mempunyai tiga cabang utama, yakni corruption, asset misappropiation dan fraudelent statement. a Korupsi Corruption Menurut Tuanakotta, 2010:196 istilah corruption disini serupa tetapi tidak sama dengan istilah korupsi dalam ketentuan perundang-undangan kita. Dalam ranting-ranting yang terdapat pada fraud tree terdapat empat bentuk ranting-ranting yaitu, conflicts of interest, bribery, illegal gratuities, economic extortion. Conflicts of interest atau benturan kepentingan sering kita jumpai dalam berbagai bentuk, diantaranya bisnis pelat merah atau bisnis pejabat penguasa dan keluarga serta kroni mereka yang menjadi pemasok atau rekanan dilembaga-lembaga pemerintah dan didunia bisnis sekalipun. Bisnis yang mengandung benturan kepentingan sering disamarkan dengan kegiatan sosial-keagamaan dan muncul dalam bentuk yayasan-yayasan. Konsep conflicts of interest digunakan dalam konvensi PBB mengenai pemberantasan korupsi United Nations Convention Against Corruption. Indonesia meratifkasi konvensi ini Tuanakotta, 2012:196. Masih menurut Tuanakotta, 2012:198 Bribery atau penyuapan merupakan bagian yang akrab dalam kehidupan bisnis dan politik di Indonesia. Kickbacks secara harafiah berarti tendangan balik merupakan salah satu bentuk penyuapan dimana 34 si penjual mengikhlaskan sebagian dari hasil penjualannya. Kicbacks berbeda dari bribery. Dalam halbribery pemberinya tidak mengorbankansuatu penerimaan. Illegal gratuities adalah pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung dari penyuapan. b Penyimpangan atas Aset Asset Misappropriation Asset misappropriation atau pengambilan aset secara ilegal dalam bahasa sehari-hari disebut mencuri. Namun dalam istilah hukum mengambil aset secara ilegal tidak sah atau melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau mengawasi aset tersebut, disebut menggelapkan. Istilah pencurian, dalam fraud tree disebut larceny. Istilah penggelapan dalam bahas inggrisnya adalah embezzlement. Dalam fraudtree ACFE, kelihatannya istilah larceny dipergunakan sebagai sinonim dari embezzlement Tuanakotta, 2012:199. Sedangkan Priantara, 2013:68 menyebutkan bahwa asset misappropriation meliputi penyalahgunaan, penggelapan atau pencurian aset atau harta perusahaan oleh pihak didalam atau pihak diluar perusahaan. c Pernyataan atau Pelaporan yang Menipu atau dibuat Salah Fraudulent Statement Menurut Tuanakotta, 2012:205 jenis fraud ini sangat dikenal para auditor yang melakukan general audit opinion audit. 35 Ranting pertama mnggambarkan fraud dalam menyusun laporan keuangan. Fraud ini berupa salah saji misstatements baik overstatements maupun understatements. Cabang dari ranting ini ada dua. Pertama, menyajikan aset atau pendapatan lebih tinggi dari yang sebenarnya assetrevenue overstatements. Kedua, menyajikan aset atau pendapatan lebih rendah dari yang sebenarnya assetrevenue understatements. Sedangkan menurut Priantara, 2013:68 fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif dan manajer senior suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan financial engineering atau mempercantik penyajian laporan keuangan guna memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi mereka terkait dengan kedudukan dan tanggung jawabnya. d Manfaat Fraud Tree Fraud tree yang dibuat ACFE sangat bermanfaat. Fraud tree memetakan fraud dalam lingkungan kerja. Peta ini membantu akuntan forensik mengenali dan mendiagnosis fraud yang terjadi. Ada gejala- gejala “penyakit” fraud yang dalam auditing dikenal sebagai red flags. Dengan memahami gejala-gejala ini dan menguasai teknik-teknik audit investigatif, akuntan forensik dapat mendeteksi fraud tersebut Tuanakotta, 2012:205. 36 Fraud Triangle

d. Segitiga Kecurangan Fraud Triangle

Segitiga Fraud ini adalah gagasan dari seorang mahasiswa yang bernama Donald R.Cressy yang ada pada waktu itu, dia melakukan penelitian disertai doktornya dibidang sosiologi tentang Kriminalitas di Masyarakat. Segitiga penipuan juga akan menjadi pedoman internal auditor dalam mendeteksi fraud. Paraauditor internal bisa maju dengan rencana risiko audit dengan mengamati perubahan perilaku manajemen, dan kemudian menghasut kepribadian skeptis seperti pikiran ingin tahu Castro, 2013. Menurut Priantara, 2013:44 Cressey tertarik pada embezzlers yang disebutnya “trust violators” atau “pelanggar kepercayaan”, yakni mereka yang melanggar kepercayaan atau amanah yang dititipkan kepada mereka. Dalam perkembangan hipotesa ini lebih dikenal sebagai fraud Triangle. Tiga faktor tersebut digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.2 Fraud Triangle Sumber: Theodorus M, 2007:106 Opportunity Pressure Rationalization 37 Tiga kondisi kecurangan yang berasal dari pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva diuraikan dalam SAS 99 AU 316. Ketiga kondisi ini disebut sebagai segitiga kecurangan fraud triangle, yaitu: 1 Tekanan Insentive or Pressure Menurut Priantara, 2013: 44 pressure adalah dorongan orang untuk melakukan fraud. Pada umumnya tekanan muncul karena kebutuhan atau masalah finansial, tapi banyak juga yang didorong oleh keserakahan. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan. Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari suatu tekanan pressure yang menghimpitnya. Orang ini mempunyai kebutuhan yang mendesak, yang tidak dapat diceritakan kepada orang lain. Konsep yang penting disinilah adalah tekanan yang menghimpit hidupnya berupa kebutuhan akan uang, padahal ia tidak bisa berbagi sharing dengan orang lain. Setidak-tidaknya itulah yang dirasakannya. Konsep ini dalam bahasa inggris disebut perceived non shareable financial need. Tuanakotta, 2012:207. Incentive or pressure dorongan atau tekanan adalah segala sesuatu yang berasal dari target waktu maupun target pelaksanaan yang tidak realistis yang dilimpahkan kepada seseorang ataupun kelompok orang yang memiliki sifatkebiasaan yang kurang baik. Pengaruh tekanan insentif untuk membuat individu ataupun entitas melakukan fraud sangat besar Hanchox, 2013. 38 Menurut Priantara, 2013:44 Cressey juga menemukan bahwa non-sharable problems yang dihadapi orang-orang yang diwawancarainya timbul dari situasi yang dapat dibagi dalam 6 enam kelompok, yaitu: a Pelanggaran terhadap Kewajiban Violation of ascribed obligation Suatu kedudukan atau jabatan dengan tanggung jawab keuangan, membawa konsekuensi tertentu bagi yang bersangkutan dan juga menjadi harapan atasan atau majikan Priantara, 2013:45. b Masalah Akibat Kegagalan Pribadi Problems resulting from personal failure Kegagalan pribadi juga merupakan situasi yang dipersiapkan oleh orang yang mempunyai kdudukan yang dipercaya dalam bidang keuangan, sebagai kesalahannya menggunakan akal sehatnya dan karena itu menjadi tanggung jawab pribadinya Priantara, 2013:45. c Pembalikan Bisnis Business revelsals Cressey menyimpulkan bahwa kegagalan bisnis merupakan kelompok situasi yang juga mengarah kepada non- shareableproblem. Kegagalan itu karena inflasi yang tinggi atau krisis moneter atau ekonomi, tingkat bunga yang tinggi dan lain- lain Priantara, 2013: 45. 39 d Isolasi fisik Physical isolation Secara bebas, situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan dalam kesendirian. Dalam situasi ini, orang itu bukan tidak mau berbagi keluhan dengan orang lain. Ia tidak mempunyai orang lain tempat ia berkeluh dan mengungkapkan masalahnya. e Status Mendapatkan Status gaining Situasi kelima ini tidak lain dari kebiasaan buruk untuk tidak mau kalah de ngan “tetangga”. Orang lain punya harta tertentu, ia juga harus punya seperti itu atau lebih dari itu. f Hubungan Pengusaha-Pekerja Relations of Employer-employee. Cressey menjelaskan bahwa pada umumnya situasi keenam mencerminkan kekesalan atau kebencian seorang pegawai yang menduduki jabatan yang sama ia merasa tidak ada pegangnya sekarang, tetapi pada saat yang sama ia merasa tidak ada pilihan baginya, yakni ia harus tetap menjalankan apa yang dikerjakannya sekarang. 2 Kesempatan Opportunity Menurut Priantara, 2013:46 opportunity adalah peluang yang memungkinkan terjadinya fraud. Para pelaku percaya bahwa aktivitas mereka tidak akan terdeteksi. Menurut Hanchox, 2013 Opportunity adalah sebuah cara untuk menyelesaikan masalah yang tidak dapat diungkapkan dan bersifat rahasia dengan melanggar kepercayaan. Secara umum 40 kesempatan ada karena lemahnya pengendalian internal. Contoh dari kesempatan ini adalah kondisi dimana tidak cukupnya pengawasan dan review, tidak adanya pemisahan tugas dan lemahnya sistem pengendalian. Sedangkan menurut pendapat Cressey yang dikutip oleh Tuanakotta, 2012:211 ada dua komponen dari persepsi tentang peluang ini. Pertama, general information, yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan yang mengandung trust atau kepercayaan, dapat dilanggar tanpa konsekuensi. Kedua, technical skill atau keahlian atau keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kejahatan tersebut. 3 Sikap Rasionalisasi Attitude or Rationalization Sudut ketiga dari fraud triangle adalah rationalization atau mencarai pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Ada sikap, karakter atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur Tuanakotta, 2012:212. Sedangkan menurut Priantara, 2013:7 rasionalisasi merupakan bagian dari fraud triangel yang paling sulit diukur. Bagi mereka yang terbiasa tidak jujur, mungkin lebih mudah untuk merasionalisasi fraud. Menurut Hanchox, 2013 rationalization or attitude rasionalisasi adalah bagian yang sangat penting untuk semua fraud 41 karena sebagian besar orang harus merekonsiliasi perilaku mereka terhadap nilai-nilai umum mengenai tanggung jawab dan kepercayaan. Para pelaku fraud biasanya selalu mencari pemakluman atas perilakunya dan berusaha memaafkan perbuatan curangnya terhadap pihak lain. Ini dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi rasa bersalah mereka. Dibeberapa kasus, rationalization or attitude dilakukan oleh para pelaku fraud untuk menutupi kecurangan yang telah dilakukannya. Ini dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi rasa bersalah mereka. Dibeberapa kasus, rationalization or attitude dilakukan oleh para pelaku fraud untuk menutupi kecurangan yang telah dilakukannya. Hal ini sangat manusiawi dilakukan oleh mereka. Contoh dari rationalization or attitude adalah tindakan manajemen korupsi yang membatasi lingkup ataupun akses informasi untuk auditor saat mengaudit.

e. Pendeteksian Kecurangan Fraud

Menurut Agoes 2013:15 dalam mencegah dan mendeteksi serta menangani fraud sebenarnya ada beberapa pihak yang terkait yaitu, akuntan baik sebagai auditor internal, auditor eksternal atau auditor forensik dan manajemen perusahaan.Peran dan tanggungjawab masing- masing pihak ini dapat digambarkan sebagai suatu siklus yang dinamakan fraud deterrence cycle atau siklus pencegahan fraud. Siklus tersebut terdiri dari: 42 1 Tata Kelola Perusahaan Corporate Governance Dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud.Corporate governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan- kebijakan dan pendelegasian wewenang. 2 Proses Pengendalian Tingkat Transaksi Transaction Level Control Process Dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian. 3 Retrospektif Pemeriksaan Retrospective Examination Dilakukan oleh auditor eksternal diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan investigation dan remediation yang dilakukan oleh forensik auditor.Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpamemandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhadap kebijakan perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangan dalam laporan keuagan atau penyalahgunaan aset. Secara garis besar salah satu unsur pencegahan kecurangan yaitu pembentukan tata kelola perusahaan, sebuah sistem yang bagus harus 43 lahir bersamaan dengan perusahaan itu sendiri, tumbuh dalam kompleksitas dan mencapai kedewasaan atau kecakapan sesuai dengan kemajuan perusahaan. Dengan kata lain, sistem tata kelola perusahaan harus bertumbuh seiring dengan perubahan dalam perusahaan dan lingkungan luarnya. Sistem ini harus selalu lebih canggih atau mendahului kehebatannya dari pada kecurangan yang mungkin terjadi. Tata kelola perusahaan adalah berupa pengaturan dan monitoring tujuan, peraturan, kebijakan, manajemen risiko, akuntabilitas dan kinerja. Dalam definisinya sendiri, mengandung pengertian seperangkat sikap, kebijakan, prosedur, delegasi wewenang dan kontrol yang di komunikasikan dengan semua konstituen, termasuk manajemen senior, bahwa kecurangan tidak akan terjadi Wind, 2014 :25. Mencegah fraud adalah bagian dari fraud audit yang bersifat proaktif, sedangkan mendeteksi fraud adalah bagian dari fraud audit yang bersifat investigatif Tuanakotta, 2012: 285. Davia menganjurkan standar untuk pemeriksaan yang secara spesifik ditujukan untuk menemukan fraud. Ia menyebutnya fraud-specific examinations. Para praktisi harus tahu apa yang mereka harapkan dari standar untuk pemeriksaan yang secara spesifik ditujukan untuk menemukan fraud Tuanokotta, 2012: 292. Sekurang-kurangnya para praktisi harus menyadari hal-hal berikut ini: 44 1 Mereka tidak bisa, karenanya tidak boleh, memberikan jaminan bahwa mereka bisa menemukan fraud. Klien dapat membatasi upaya menemukan fraud di atas jumlah tertentu dengan pengertian bahwa potensi menemukan fraud ini bergatung kepada waktu dan keahlian yang digunakan pada giliran berikutnya, ini tercermin dari fee. 2 Seluruh pekerjaan didasarkan atas standar audit. Di Indonesia untuk pekerjaan KAP standar ini adalah SPAP. 3 Jumlah fee bergantung pada luasnya upaya pemeriksaan yang ditetapkan klien. Jadi klien bisa memilih penugasan yang bernilai Rp.100 juta, RP.200 juta, Rp. 1 miliar dan seterusnya. 4 Praktisi tersedia untuk memperluas jasanya dari tahap proactive review ke tahap pendalaman apabila ada indikasi terjadinya fraud. Tentunya dengan tambahan fee. Sedangkan menurut Priantara, 2013: 211 risiko yang dihadapi perusahaan diantaranya adalah integrity risk atau risiko fraud yaitu risiko terjadinya fraud oleh manajemen atau pegawai perusahaan, tindakan ilegal oleh perusahaan atau tindakan penyimpangan lainnya. Adanya risiko tersebut mengharuskan perusahaan untuk menyusun tindakan pencegahan prevention untuk menangkal terjadinya kecurangan. Namun, pencegahan saja tidaklah memadai, perusahaan harus memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya fraud. Kecurangan akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan keadaan lingkungan maupun perilaku seseorang. 45 Karakteristik yang bersifat kondisisituasi tertentu, prilakukondisi seseorang tersebut dinamakan red flag, symptom atau fraud indicators. Masih menurut Priantara, 2013:211 meskipun timbulnya red flag tidak selalu otomatis fraud namun red flag biasanya selalu muncul disetiap kasus fraud yang terjadi. Pemahaman, naluri dan analisis lebih lanjut terhadap red flag sangat membantu langkah selanjutnya untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya fraud yang selanjutnya akan menentukan berhasilnya pengungkapan fraud. Menurut Albrecht yang dikutip oleh Priantara 2013:211 menjelaskan bahwa indikasi fraud dapat dikenali atau dideteksi dari gejala-gejala atau tanda-tanda red flag sebagai berikut: 1 Anomali dokumentasi bukti transaksi meliputi antara lain: a Terdapat dokumen sumber transaksi yang hilang atau penggunaan dokumen tidak asli foto kopi atau banyak dijumpai penggantian dokumen. b Nama dan alamat penerima pembayaran sama dengan nama dan alamat pembeli atau pegawai perusahaan. c Piutang yang telah melewati tanggal jatuh tempo dan berusia sangat lanjut. d Jumlah item penyebab selisih yang direkonsiliasi banyak dan belum tuntas atau berasal dari periode lalu. e Pembayaran dengan bukti transaksi duplikat salinan. 46 2 Anomali akuntansi meliputi antara lain: a Ayat entry jurnal yang salah atau tidak sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku baik salah dalam klasifikasi akun maupun salah dalam pengukuran atau salah dalam saat pengakuan. b Buku besar ledger yang tidak akurat seperti ledger yang tidak seimbang dan akun master atau akun kontrol pada buku besar general ledger tidak sama dengan jumlah akun dari customer atau pemasok secara individual pada buku pembantu subsidiary ledger. 3 Kelemahan struktur pengendalian intern baik level transaksi maupun level entitas meliputi antara lain: a Tidak ada pemisahan tugas. b Tidak ada pengamanan yang memadai untuk aset. c Tidak ada pengecekan dan penelaahan independen. d Tidak ada otoritas yang tepat. e Mengesampingkan atau mengabaikan pengendalian control yang dibuat. f Sistem akuntansi yang tidak memadai. 4 Anomali dari prosedur analitis, contohnya antara lain: a Pendapatan yang meningkat dengan persediaan yang menurun. b Pendapatan yang meningkat dengan piutang yang menurun. c Pendapatan yang meningkat dengan arus kas masuk yang menurun. d Persediaan yang meningkat dengan utang yang menurun. 47 e Volume penjualan yang meningkat dengan penambahan biaya per unit yang menurun. f Volume produksi yang meningkat dengan jumlah scrap yang menurun. g Persediaan yang meningkat dengan biaya pergudangan yang menurun. 5 Gaya hidup mewah. 6 Perilaku yang tidak biasa. 7 Pengaduan dan komplain. Menurut Priantara, 2013:212 pendeteksian fraud dapat dilakukan secara proaktif sebagai berikut: 1 Pelaksanaan audit internal yang menerapkan proactive fraud auditing. 2 Pengumpulan data intelijen terhadap gaya hidup dan kebiasaan pribadi pegawai. 3 Penerapan prinsip pengecualian exception didalam pengendalian dan prosedur intern dimana setiap exception harus ditelusuri dengan cermat. 4 Pelaksanaan review terhadap penyimpangan variances dalam kinerja operasi standar, tujuan, sasaran, anggaran dan rencana. 5 Adanya laporan pengaduan dan keluhan atau whistleblower hotmail. 6 Intuisi atasan pegawai atau sesama pegawai melihat kejanggalan atau kecurigaan. 48

f. Investigasi Fraud

Mendeteksi fraud baik mencegah maupun mendeteksi merupakan cakupan fraud audit. Mencegahfraud adalah bagian dari fraud audit yang bersifat proaktif, sedangkan mendeteksi fraud adalah bagian dari fraud audit yang bersifat investigatif. Pemeriksa fraud atau investigator perlu mengetahui tiga aksioma dalam pemeriksaan fraud. Suatu investgasi dimulai apabila ada dasar yang layak, yang dalam investigasi dikenal sebagai predication. Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya pembuktian. Umumnya pembuktian ini berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum acara yang berlaku. Tujuan audit investigatif adalah mengumpulkan bukti-bukti yang dapat diterima oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau mengumpulkan bukti hukum dan barang bukti sesuai dengan hukum acara atau hukum pembuktian yang berlaku Tuanakotta, 2013:321. Lingkup atau intensitasnya audit investigatif lebih dalam dan lebih luas dari audit atas laporan keuangan, karena bukti hukum dan barang bukti yang dikumpulkan akuntan forensik, akan diuji dalam persidangan pengadilan atau luar pengadilan. Pengujian inilah yang akan menentukan apakah bukti dan barang bukti ini dapat menjadi alat bukti yang dapat memberikan keyakinan kepada majelis hukum didalam pengadilan atau diluar pengadilan Tuanakotta, 2012:360. 1 Definisi Audit Investigasi Menurut Jack Bologna dan Paul Shaw yang dikutip oleh Tunggal, 2013: 27: 49 “Forensic Accounting sometimes called fraud auditing or Investigative accounting is skill that goes beyond the realm of corporation and management fraud, embezzlement, or commercial bribery indeed, forensic accounting skills go beyond the general realm of white collar crime”. Pendapat lain tentang audit investigatif dikemukakan oleh Messier dkk., 2006:21 yaitu: “Forensic audit is an audit to detection or defference of a wide variety of fraudelent activities. The use of auditors to conduct forensi audits has grown significantly, especially where the fraud involves financial issue”. Menurut Tunggal, 2014:80 Fraud auditing yang kadang- kadang juga dinamakan forensic accounting atau investigative accounting merupakan disiplin yang relatif baru.Tidak seperti halnya financial auditing dan operational auditing yang mempunyai sejarah akseptasi yang lama. Association of Certified fraud Examiner seperti dikutip Tunggal, 2014: 80, mendefinisikan Audit Investigatif sebagai berikut: “Fraud auditing is an initial approach proactive to detecting financial fraud, using accounting records and information, analytical relationship and an awareness of fraud perpetation and concealment efford”. Sedangkan menurut Agoes, 2013: 21 audit investigasi adalah bagian dari manajemen kontrol yang dilaksanakan dalam kegiatan internal audit, disamping audit lainnya, seperti audit keuangan dan audit kepatuhan atau compliance audit. 50 Dari definisi audit investigatif di atas, dapat disimpulkan bahwa audit investigatif merupakan suatu cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dan memeriksa kecurangan terutama dalam laporan keuangan yang kemungkinan sedang atau sudah terjadi menggunakan keahlian tertentu dari seorang auditor teknik audit. Berdasarkan siapa yang melakukan audit investigatif, menurut Karni, 2000:7 dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu: a Audit Investigatif Dilakukan Atas Inisiatif Lembaga Audit Dasar pelaksanaan audit investigatif yang dilakukan atas dasar inisiatif lembaga audit pada umumnya adalah pengembangan temuan audit sebelumnya dan informasi atau pengaduan dari masyarakat. Apabila audit bersumber dari pengaduan masyarakat sebelum melakukan audit, umumnya dilakukan dahulu penelitian awal untuk mengidentifikasikan kasus yang akan diaudit. Apabila dari penelitian awal tersebut dapat disumpulkan bahwa dapat dilakukan audit investigatif baru dapat dibuat satu surat khusus. Hal yang terpenting adalah sejauh mana kewenangan lembaga audit untuk melakukan audit investigatif terutama apabila hasil auditnya terbukti ada pelanggaran hukum formal atau material, kemungkinan akan diserahkan kepada jaksa untuk diselesaikan secara hukum. b Audit Investigatif Dilakukan Secara Dasar Permintaan Penyidik Sesuai pasal 120 ayat 1 Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHP, bila penyidik menganggap perlu, dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. 51 Terdapat kelemahan atau hambatan perundang-undangan yang dihadapi auditor karena tidak diatur lebih lanjut dalam KUHP atau Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Auditor bekerja atau melaksanakan tugas atas nama penyidik Polisi atau Jaksa. Para audit yang dilaksanakan atas dasar permintaan penyidik, auditor bertanggung jawab atas nama pribadi yang ditunjuk. Oleh karena itu apabila pernyataan yang dikemukakan oleh auditor adalah pernyataan palsu, auditor tersebut terjerat hukum. 2 Standar Audit Investigatif Akuntan publik memiliki Standar Profesi Akuntan Publik SPAP. SPAP memuat standar-standar audit, atestasi, pengendalian mutu dan lain-lain. Namun SPAP tidak secara khusus mengatur audit investigatif atau audit fraud. Secara sederhana, standar adalah ukuran mutu. K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett yang dikutip oleh Tuanakotta, 2012: 115 merumuskan beberapa standar untuk melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rujuk adalah investigasi atas fraud yang dilakukan oleh pegawai diperusahaan. Standar tersebut adalah: a Seluruh investigasi harus dilandasi praktik yang diakui accepted best practices. b Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian due care sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan. 52 c Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan jejal audit tersedia. d Pastikan bahwa seluruh investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa menghormatinya. e Beban pembuktian ada pada yang “menduga” pegawainya melakukan kecurangan dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana. f Cukup seluruh subtansi investigasi dan “kuasai” seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu. g Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan, pengumpulan bukti dan barang. 3 Aksioma dalam Investigasi Menurut Tuanakotta, 2012:322 dalam pandangan para filsuf Yunani, aksioma adalah klaim atau pernyataan yang dapat dianggap benar, tanpa perlu pembuktian lebih lanjut. Tradisi ini diteruskan dalam logika yang tradisional, bahkan sampai kepada ilmu-ilmu eksakta. Aksioma atau postulate adalah pernyataan proposition yang tidak dibuktikan atau tidak diperagakan dan dianggap sudah jelas dengan sendirinya self-evident. Kebenaran dari proposisi ini tidak dipertanyakan lagi taken for granted. Aksioma merupakan titik tolak untuk menarik kesimpulan tentang suatu kebenaran yang harus dibuktikan melalui pembentukan teori. 53 Association of Certified Fraud Examiners ACFE menyebut tiga aksioma dalam melakukan investigasi atau pemeriksaan fraud. Ketiga aksioma ini oleh ACFE diistilahkan fraud axioms aksioma fraud, yang terdiri atas, Fraud is Hidden, Reverse proof, dan Existence of Fraud Tuanakotta, 2013:322. Priantara 2013:226 menjelaskan ketiga aksioma fraud tersebut sebagai berikut: a Fraud Itu Pasti Tersembunyi Dan Pasti Disembunyikan Fraud is Hidden. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pelaku untuk menutupi perbuatannya sangat beragam dan seringkali sangat canggih sehingga hampir semua orang termasuk auditor intern dan auditor independen sekalipun akan terkecoh. Adalah suatu kebodohan apabila pelaku tidak menutupi dan menyembunyikan perbuatannya maka seorang fraud examiner wajib hukumnya dengan pengetahuan, kemampuan dan keterampilannya membongkar dan mengungkap fraud. b Melakukan Pembuktian Dua Sisi Reverse Proof. Dalam upayanya yang sangat keras untuk mengumpulkan bukti- bukti yang sah untuk membongkar dan mengungkap fraud serta menuduh tersangka melakukan fraud, fraud examiner wajib hukumnya memperhatikan kemungkinan adanya bukti-bukti yang dapat membuktikan tersangka tidak melakukan fraud. Demikian 54 juga sebaliknya, untuk membuktikan bahwa fraud tidak terjadi, fraud examiner wajib hukumnya berusaha keras membuktikan tersangka melakukan fraud, maka dia harus memperhatikan dan mendapatkan bukti-bukti bahwa yang bersangkutan melakukan tindakan fraud. Aksioma ini mengajarkan fraud examiner agar bekerja mandapatkan fakta atau bukti yang dapat membuktikan tersangka melakukan fraud, namun setiap bukti atau fakta yang dibuat harus dibuat simulasi what-if yaitu bagaimana jika ternyata terdapat alibi atau bukti sebaliknya yang menghapus semua konstruksi fraud theory. Oleh karena itu bukti yang didapat harus diuji dengan ketat validitasnya sesuai hukum acara dan unsur-unsur yang dituduhkan. c Keberadaan Fraud Existence of Fraud Kepastian adanya suatu fraud atau korupsi baru dapat dipastikan jika telah diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugasnya, seorang fraud examiner dalam laporannya tidak boleh memberikan opini mengenai kesalahan atau tanggung jawab salah satu pihak jawab atas terjadinya suatu fraud atau korupsi. Fraud examiner hanya mengungkapkan fakta dan proses kejadian, beserta pihak-pihak yang terkait dengan terjadinya kejadian tersebut berdasarkan bukti- bukti yang telah dikumpulkannya. 55 4 Tujuan Audit Investigasi Audit ivestigatif termasuk dalam audit ketaatan compliance walaupun terkadang ada juga yang mengelompokkannya secara terpisah. Menurut pendapat Karni, 2000:4 tentang audit investigatif adalah: “Audit ketaatan bertujuan untuk mengetahui apakah seorang klien telah melaksanakan prosedur atau aturan yang telah ditetapkan oleh pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi. Dalam audit investigatif, ketentuan yang harus ditaati sangat luas, tidak hanya kebijakan manajemen, auditor investigatif sampai dengan hukum formal, hukum material dan lain-lain. Untuk itu, audit investigatif tidak hanya cukup untuk menguasai bidang ekonomi, tetapi juga mengerti tentang hukum- hukum yang berlaku”. Tujuan audit investigasi adalah mencari temuan lebih lanjut atas temuan audit sebelumnya, serta melaksanakan audit untuk membuktikan kebenaran berdasarkan pengaduan atau informasi dari masyarakat. Tanggung jawab pelaksanaan audit investigasi ada pada lembaga audit atau satuan pengawas. Prosedur dan teknik audit investigasi mengacu pada standar auditing dan penyesuaian dilakukan sesuai dengan keadaan yang dihadapi. Dalam merencanakan dan melaksanakan audit investigasi, auditor menggunakan sikap skeptic yang professional skeptic professionalism serta menerapkan asas praduga tidak bersalah. Audit investigasi sebaiknya dilaksanakan oleh tim atau minimal salah satu auditor yang telah mengembangkan temuan audit sebelumnya. Tim audit baru dapat dibentuk apabila sumber informasi berasal dari informasi dan pengaduan masyarakat. Laporan hasil audit invetigasi menetapkan siapa yang terlibat atau 56 bertanggung jawab dan ditandatangani oleh kepala lembaga atau satuan audit. Sumber informasi audit investigasi adalah: a Pengembangan temuan audit sebelumnya. b Adanya pengaduan dari masyarakat. c Adanya permintaan dari dewan komisaris atau DPR untuk melakukan audit, misalnya karena adanya dugaan penyelewengan oleh manajemen atau pejabat. Menurut Tuanakotta, 2012:360 tujuan audit investigatif adalah mengumpulkan bukti-bukti yang dapat diterima oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau mengumpulkan bukti hukum dan barang bukti sesuai dengan hukum acara atau hukum pembuktian yang berlaku. Lingkup atau intensitasnya juga berbeda. Dalam audit atas laporan keuangan, auditor mengumpulkan bukti audit untuk memberikan reasonable assurance atau keyakinan yang memadai. Audit investigatif lebih dalam dan lebih luas dari audit atas laporan keuangan, karena bukti hukum dan barang bukti yang dikumpulkan akuntan forensik, akan diuji dalam persidangan. Menurut Priantara, 2013:247 tujuan utama investigatif adalah bukan untuk mencari-cari kesalahan seseorang karena keseluruhan tujuan adalah untuk menemukan dan menentukan adanya fakta kebenaran yang harus dijalankan secara objektif to find and establish the truth. Jadi pada investigasi sama sekali tidak boleh ada rekayasa, termasuk tidak boleh ada penangkapan sebelum diketahui 57 siapa pelakunya yang jelas, tidak boleh ada tuduhan sebelum reverse proof sudah dipastikan dievaluasi dan seluruh bukti atau fakta menguatkan serta berbicara yang sebenarnya terjadi dan tidak bertentangan satu dengan yang lain. 5 Jenis Audit Investigatif Menurut Ikatan Akuntan Indonesia Edisi No.20Tahun IVMaret2008 mengemukakan bahwa ada dua jenis audit investigatif: a Audit Investigatif Proaktif Dilakukan pada entitas yang mempunyai resiko penyimpangan tetapi entitas tersebut dalam proses awal auditnya belum atau tidak didahului oleh informasi tentang adanya indikasi penyimpangan, yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangankekayaan Negara dan atau perekonomian Negara. b Audit Investigatif Reaktif Audit Investigatif reaktif mengandung langkah-langkah pencarian dan pengumpulan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung dugaansangkaan awal tentang adanya indikasi penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian keuangankekayaan Negara dan atau perekonomian Negara. 6 Investigatif dengan Teknik Audit Menurut Tuanakotta, 2012:349 audit investigatif diarahkan kepada pembuktian ada atau tidak adanya fraud termasuk korupsi 58 dan perbuatan melawan hukum lainnya. Teknik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian laporan keuangan. Hasil dari penerapan teknik audit adalah bukti audit. Menurut Tuanakotta, 2012:350 ada tujuh teknik, yang dirinci dalam bentuk kata kerja bahasa Indonesia, dengan jenis bukti auditnya dalam kurung kata benda bahasa Inggris, yakni: a Memeriksa Fisik Dan Mengamati Physical Exaination Memeriksa fisik atau physical examination lazimnya diartikan sebagai perhitungan uang tunai baik dalam mata uang rupiah atau mata uang asing, kertas berharga, persediaan barang, aktiva tetap dan barang berwujud tangible asset lainnya. Mengamati sering diartikan sebagai pemanfaatan indera kita untuk mengetahui sesuatu. Maka peneliti tidak membedakan pemeriksaan fisik dan pengamatan. Dalam kedua ini teknik ini investigator menggunakan inderanya, untuk mengetahui atau memahami sesuatu. b Meminta Informasi Dan Konfirmasi Confirmation Meminta informasi baik lisan ataupun tulisan kepada auditan, merupakan prosedur biasa dilakukan auditor. Pertanyaannya, apakah dalam investigatif hal itu perlu dilakukan, apakah sebagainya kita tidak meminta informasi supaya yang diperiksa tidak mengetahui apa yang kita cari? Yang bersangkutan juga mempunyai kepentingan dan peluang untuk berbohong Tuanakotta, 2012:353. 59 Seperti dalam audit, juga dalam investigasi, permintaan informasi harus dibarengi, diperkuat atau dikolaborasi dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat substantatied dengan cara lain. Permintaan informasi sangat penting dan juga memerlukan prosedur yang normal dalam suatu investigasi. Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain dari yang diinvestigasikan untuk menegaskan kebenaran dan ketidakbenaran suatu informasi. Dalam audit, teknik ini umumnya diterapkan untuk mendapatkan kepastian mengenai saldo piutang. Tapi sebenarnya ia dapat diterapkan untuk berbagai informasi, keuangan maupun non keuangan. Dalam investigatif ini harus memperhatikan apakah pihak ketiga mempunyai kepentingan dalam investigatif Tuanakotta, 2012:353. c Memeriksa Dokumen Documentation Tidak ada investigasi tanpa pemeriksaan dokumen. Hanya saja, dengan kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi lebih luas, termasuk informasi yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara elektronis atau digital Tuanakotta, 2012:353. d Review Analitikal Analitycal Review Dellote Haskin den Sells disingkat DHS, cikal bakal dari Delliote Touche Tohmatsu mencatat penggunaan teknik ini dalam audit manual mereka ditahun 1930-an. Diakhiri 1960-an dan awal 1970-an DHS mengembangkan berbagai perangkat lunak review analikal, diantaranya Statical Techniques for Analytical Review 60 STAR in auditing. Penalaran yang membawa seorang auditor atau investigator pada gambaran mengenai wajar, layak atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran yang diperoleh secara global, menyeluruh atau agregat. e Membandingkan Anggaran dengan Realisasi. Membandingkan anggaran dengan realisasi dapat mengindikasikan adanya fraud. Yang harus benar-benar diketahui adalah seluruh mekanisme pelaksanaan anggaran, evaluasi atas pelaksanaan anggaran, dan intensif keuangan maupun non keuangan yang terkandung didalamnya sistem anggaran. Dalam entitas yang merupakan profit center atau revenue center, pejabat tertentu menerima intensif bonus sesuai dengan keberhasilan yang diukur dengan pelampauan anggaran. Investigator perlu mengantisipasi kecendrungan realisasi penjualannya dibuat tinggi overstated. f Hubungan antara Satu Data dengan Data Keuangan lainnya. Beberapa akun, baik dalam suatu maupun beberapa laporan keuangan, bias mempunyai keterkaitan yang dapat dimanfaatkan untuk review awal. g Menggunakan Data Non Keuangan Inti dari review anatikal ini adalah mengenal pola hubungan relationship pattern. Pola hubungan ini tidak mesti hanya antara satu data keuangan dengan data keuangan lainnya. Pola hubungan non keuangan pun biasa bermacam-macam bentuknya. 61 h Regresi atau Analitis Trend Dengan data historical yang memadai makin banyak makin baik, carteris pribus review analitikal dapat mengungkapkan trend. Berbagai perangkat lunak mempermudah hitungan dan grafiknya. Misaknya STAR, perangkat lunak Delloite. i Menggunakan Indikator Ekonomi Makro Ada hubungan antara besarnya pajak penghasilan yang diperoleh dalam suatu tahun dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, tingkat pengangguran, cadangan devisa, indikator ekonomi. Negara-negara yang menjadi partner perdagangan Indonesia, harga minyak mentah dan komoditi lain-lain. Kehandalan perumusan ekonometri akan membantu auditor dan investigator melalui data agregat, tanpa harus memasuki pemeriksaan SPT sebagai langkah pertama. 7 Menghitung Kembali Menghitung kembali atau reperform tidak lain dari mengecek kebenaran perhitungan kali, bagi, tambah, kurang dan lain-lain. Ini prosedur yang sangat lazim dalam audit. Biasanya tugas ini diberikan kepada seorang yang baru mulai bekerja sebagai auditor, seorang auditor junior di kantor akuntan. Dalam investigatif, perhitungan yang dihadapi umumnya sangat kompleks, didasarkan atas kontrak atau perjanjian yang rumit, mungkin sudah terjadi perubahan dan 62 renegosiasi berkali-kali dengan pejabat atau kabinet yang berbeda. Perhitungan ini dilakukan atau disupervisi oleh investigator yang berpengalaman Tuanakotta, 2012:359. 8 Kesimpulan dalam hasil audit investigasi Menurut Indra, 2007:49 hasil audit investigasi, pada umumnya dapat disimpulkan sebagai berikut: a Apa yang dilaporkan masyarakat tidak terbukti. b Apa yang diadukan terbukti, misalnya terjadi penyimpangan dari suatu aturan dan ketentuan yang berlaku namun tidak merugikan perusahaan atau Negara. c Terjadi kerugian bagi perusahaan akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh karyawan. d Terjadi ketekoran atau kekurangan kas atau persediaan barang milik negara dan bendaharawan tidak dapat menbuktikan bahwa kekurangan tersebut bukan diakibatkan karena kesalahan atau kelalaian bendaharawan. e Terjadi kerugian negara sabagai akibat terjadinya wanprestasi atau kerugian dari perikatan yang lahir dari undang-undang. f Terjadi kerugian negara sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum dan tindak pidana lainnya. Laporan audit investigasi bersifat rahasia. Laporan tersebut akan diserahkan kepada kejaksaan. Dalam menyusun laporan tersebut, auditor tetap menggunakan asas praduga tak bersalah. Pada umumnya, 63 audit investigasi berisi: dasar audit, temuan audit, tindak lanjut dan saran. Sementara laporan audit yang akan diserahkan kepada kejaksaan berisi temuan audit yang terdiri atas: modus operasi, sebab terjadinya penyimpangan, bukti yang diperoleh dan kerugian yang ditimbulkan Indra, 2007:49.

6. Good Corporate Governance GCG