Pemanfaatan Ikan Pora-Pora Sebagai Bahan Baku Tambahan Pembuatan Kerupuk Dan Daya Terimanya

(1)

PEMANFAATAN IKAN PORA-PORA SEBAGAI BAHAN BAKU TAMBAHAN PEMBUATAN KERUPUK DAN

DAYA TERIMANYA

SKRIPSI

Oleh :

YATI OKTAVIANI BR KELIAT NIM. 091000104

FAKULTAS KESEHATAN MASYRAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PEMANFAATAN IKAN PORA-PORA SEBAGAI BAHAN BAKU TAMBAHAN PEMBUTAN KERUPUK DAN

DAYA TERIMANYA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

YATI OKTAVIANI BR KELIAT NIM.091000104

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

(4)

ABSTRAK

Ikan pora-pora termasuk jenis ikan air tawar dengan ciri-ciri berwarna hitam, bersisik putih dan halus, ukuran kecil 10-12 cm, ekornya berwarna kuning dan mengandung kadar protein 8,03% dan kalsium 0,505%. Dalam penelitian ini ikan pora-pora dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kerupuk selain tepung tapioka. Hal ini merupakan upaya diversifikasi produk dari ikan pora-pora. Kerupuk yang dibuat dengan penambahan ikan pora-pora diharapkan menambah keanekaragaman kerupuk ikan yang telah ada di pasaran dan juga untuk menambah nilai gizi dari kerupuk itu sendiri.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan ikan pora-pora terhadap kandungan gizi dan daya terima dari kerupuk. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen dengan desain rancangan acak lengkap yang terdiri dari satu perlakuan yaitu penambahan ikan pora-pora pada pembuatan kerupuk dengan tiga konsentrasi. Adapun perlakuan pembuatan kerupuk yang dilakukan yaitu P1 : penambahan 5% ikan pora-pora, P2 : penambahan 10% ikan pora-pora, dan P3 : penambahan 15% ikan pora-pora. Parameter yang diuji pada penelitian ini adalah kadar protein, kalsium dan uji organoleptik.

Berdasarkan hasil analisis kimia, kadar protein kerupuk ikan pora-pora secara berurutan dari P1, P2, dan P3 yaitu 2,00 % b/b, 4,11 % b/b, dan 6,40% b/b. Kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora 15% (P3) dapat dikategorikan sebagai kerupuk sumber protein karena menurut SII (1990), syarat minimal kadar protein kerupuk sumber protein adalah 5%. Kadar kalsium kerupuk ikan pora-pora secara berurutan dari P1, P2, dan P3 yaitu 28,6 mg/100 g, 51,3 mg/100 g, dan 77,1 mg/100 g. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa pada umumnya ketiga kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora dengan konsentrasi yang berbeda disukai oleh panelis. Berdasarkan uji organoleptik warna dan tekstur kerupuk yang paling disukai panelis adalah kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora 5%, sedangkan aroma dan rasa kerupuk yang paling disukai panelis adalah kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora 15%. Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan ikan pora-pora-pora-pora dengan konsentrasi yang berbeda pada pembuatan kerupuk memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna dan tekstur, akan tetapi penambahan konsentrasi ikan pora-pora yang berbeda, tidak memberi pengaruh yang berbeda terhadap aroma dan rasa kerupuk.

Disarankan kepada konsumen untuk menjadikan kerupuk ikan pora-pora sebagai alternatif variasi pangan ditingkat rumah tangga ataupun tingkat industri. Juga perlu dilakukan upaya untuk memperkenalkan kerupuk ikan pora-pora dengan bekerjasama dengan pihak kantin sekolah dan dilakukan penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan ikan pora-pora.


(5)

ABSTRACT

Pora-pora fish including species of freshwater fish with a distinctive black, white scaly and smooth, 10-12 cm in size, yellow tails and contains 8,03% protein and 0,505% calcium. In this study pora-pora fish used as raw materials in making crackers besides tapioca flour. This is an effort to diversify the product from pora-pora fish. Crackers that is made with the addition of pora-pora-pora-pora fish is expected to increase the diversity of fish crackers that has been on the market and also increase the nutritional value of the cracker itself.

The purpose of this study was to determine the effect of pora-pora fish to the nutrients composition and acceptability test for crackers. This research use experimental design with completely randomized design consisting of a treatment :i.e the addition of pora-pora fish in making crackers with three concentrations. The treatment that is carried out, namely in making crackers P1: the addition of 5% pora-pora fish, P2 : the addition of 10% pora-pora fish, and P3 : the addition of 15% pora-pora fish. Parameters tested in this study is protein content, calcium and organoleptic tests.

Based on the result of chemical analysis, protein content of pora-pora fish crackers in order of P1, P2, and P3 is 2,00% b/b, 4,11% b/b, and 6,40% b/b.Crackers with addition of pora-pora fish 15% (P3) can be categorized as a protein source due to crackers by SII (1990), the terms of crackers minimum protein content of protein source is 5%. Calcium content of pora-pora fish crackers in order of P1, P2, and P3 is 28,6 mg/100 g, 51,3 mg/100 g, 77,1 mg/100 g. Organoleptic test result show that in general the three crackers with the addition of pora-pora fish with different concentrations preferred by the panelist. Based on organoleptic test of color and texture the most preferred is crackers with the addition of pora-pora fish 5%, while the flavor and taste the most preferred is cracker with the addition of pora-pora fish 15%. Based on the analysis of variance, the addition of pora-pora fish with deffrent concentration in making crackers gave a significantly different effect on the color and texture, but the addition of fish pora-pora different concentration, does not give a different effect on the flavor and taste of the crackers.

It is suggestioned for consumer tomake pora-pora fish crackers as an alternative food precent variations in household and industry levels. Also be made to introduce pora-pora fish crackers to cooperate with the school canteen and other foods made with the addition of the diversification of pora-pora fish.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yati Oktaviani Br Keliat Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 29 Oktober 1991

Agama : Katolik

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Bersaudara : 4 (empat) Bersaudara

Alamat : Jalan Bunga Mayang 1, Laucih

Riwayat Pendidikan

Tahun 1997 – 2003 : SD Negeri No. 067247 Tahun 2003 – 2006 : SMP Negeri 31 Medan

Tahun 2006 – 2009 : SMA Swasta Budi Murni 2 Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepda Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyususnan skripsi ini yang berjudul “PEMANFAATAN IKAN PORA-PORA SEBAGAI BAHAN BAKU TAMBAHAN PEMBUATAN KERUPUK DAN DAYA TERIMANYA”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memeperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahakan kepada orangtua tercinta yang telah banyak berkorban materi dan moril dalam membesarkan, memdidik, memotivasi, dan selalu mendoakan penulis, ucapan syukur tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Easa telah memberi orangtua yang terbaik. Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Dosen Pembimbing II atas pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Kes selaku Dosen Penguji atas masukan, saran, kritik kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.


(8)

5. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH selaku Dosen Penguji atas masukan, saran, kritik kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Bapak Marihot Samosir ST yang sudah banyak meluangkan waktu untuk mengurus segala keperluan yang harus dipersiapkan demi terselesaikannya skripsi ini.

7. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik.

8. Seluruh Dosen dan Staff serta seluruh civitas Akademika FKM USU yang telah membimbing dan membantu selama perkuliahan.

9. Bapak Drs. Indah selaku Kepala Sekolah SD Negeri Nomor 060971 Kemenangan Tani Medan yang telah menerima saya dengan senang hati untuk melakukan penelitian di sekolah yang bapak pimpin sehingga penelitian saya dapat terlaksana dengan baik.

10. Bapak Alhamra selaku Ketua Lab MMH

11. Saudara-saudariku tersayang Fransiska Br Keliat, Kristiani Br Keliat, David Soni Keliat dan Andri Jos Perdamenta terima kasih atas doa, nasihat dan dukungan semangat untuk penulis serta buat dua orang adik kecilku Kesya dan Ruben yang selau menemaniku dalam membuat kerupuk serta menghiburku dengan tingkahnya disaat aku sedih.

12. Sahabat-sahabat terbaikku Geng Mejin, Juniettha Hutapea dan Vebri Sesta Lestari atas segala doa, perhatian dan dukungannya selam ini kepada penulis serta terima kasih juga karena sudah menjadi tempat berbagi cerita dengan penulis.


(9)

13. Seluruh teman-teman peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Adelina, Winada, Ayu, Anggi, Putri, Kak Lamria, Kak Angel, Kak Rani, Pak Darmawan, Kak Farah, Santi, Defi, Atina, Nurmaida, Cristi dan seluruh rakan-rekan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU khususnya anak-anak angkatan 2009 FKM USU.

14. PT. Angkasa Pura II (Persero) mewakili kementerian BUMN yang telah menyisihkan pendapatan dan keuntungan untuk pembrian bantuan BUMN Peduli Beasiswa Pendidikan serta mengingatkan hakekat mahasiswa yang terus belajar untuk mencapai cita-cita sehingga penulis mendapat dukungan materi dan moral yang sangat membantu selama proses pembelajaran hingga akhir penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan sarran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2013


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Pernelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Ikan Pora-Pora ... 8

2.1.1. Penanganan dan Kerusakan Ikan ... 10

2.2. Protein ... 12

2.2.1. Sumber Protein ... 14

2.2.2. Analisis Protein ... 16

2.3. Kalsium ... 17

2.3.1. Penyerapan Kalsium... 18

2.3.2. Analisis Kalsium ... 19

2.4. Tepung Tapioka ... 19

2.5. Kerupuk ... 21

2.6. Pengujian Organoleptik ... 25

2.6.1. Uji Daya Terima ... 25

2.6.2. Macam Uji Organoleptik... 26

2.7. Kerangka Konsep ... 28

2.8. Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN... 29

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 29

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1. Tempat Penelitian... 30


(11)

3.3. Objek Penelitian ... 30

3.4. Definisi Operasional... 30

3.5. Alat dan Bahan ... 31

3.5.1. Alat ... 31

3.5.2. Bahan... 32

3.6. Tahapan Penelitian ... 34

3.6.1. Proses Pembuatan Kerupuk dengan Penambahan Tepung Ikan Pora-Pora ... 34

3.6.3. Perhitungan Zat Gizi Kerupuk ... 38

3.6.4. Uji Daya Terima ... 38

3.7. Analisis Kimia ... 40

3.7.1. Analisis Protein ... 40

3.7.2. Analisis Kalsium ... 42

3.8. Pengolahan dan Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 50

4.1.Deskripsi Ikan Pora-Pora yang Digunakan dalam Pembuatan ... Kerupuk Ikan Pora-Pora ... 50

4.2. Karakteristik Kerupuk dengan Penambahan Ikan ... Pora-pora ... 50

4.3. Deskriptif Panelis ... 51

4.4. Analisis Organoleptik Warna Kerupuk dengan Penambahan .... Ikan Pora-Pora dengan Berbagai Variasi ... Penambahan Ikan Pora-Pora ... 51

4.5. Analisis Organoleptik Aroma Kerupuk dengan Penambahan .... Ikan Pora-Pora dengan Berbagai Variasi ... Penambahan Ikan Pora-Pora ... 52

4.6. Analisis Organoleptik Rasa Kerupuk dengan Penambahan ... Ikan Pora-Pora dengan Berbagai Variasi ... Penambahan Ikan Pora-Pora ... 53

4.7. Analisis Organoleptik Tekstur Kerupuk dengan Penambahan .. Ikan Pora-Pora dengan Berbagai Variasi ... Penambahan Ikan Pora-Pora ... 54

4.8. Kandungan Gizi Kerupuk Ikan Pora-Pora ... 56

4.9. Analisis Penerimaan Konsumen terhadap Kerupuk Ikan... Pora-Pora dengan Berbagai Variasi... Penambahan Ikan Pora-Pora ... 57


(12)

BAB V PEMBAHASAN ... 59

5.1. Deskripsi Ikan Pora-Pora yang Digunakan dalam Pembuatan ... Kerupuk Ikan Pora-Pora ... 59

5.2. Karakteristik Kerupuk dengan Penambahan Ikan Pora-Pora ... 59

5.3. Daya Terima Terhadap Warna Kerupuk dengan Penambahan... Ikan Pora-Pora dengan Berbagai Variasi Penambahan Ikan ... Pora-Pora ... 60

5.4. Daya Terima Terhadap Aroma Kerupuk dengan Penambahan... Ikan Pora-Pora dengan Berbagai Variasi Penambahan Ikan ... Pora-Pora ... 61

5.5. Daya Terima Terhadap Rasa Kerupuk dengan Penambahan... Ikan Pora-Pora dengan Berbagai Variasi Penambahan Ikan ... Pora-Pora ... 62

5.6. Daya Terima Terhadap Tekstur Kerupuk dengan Penambahan.. Ikan Pora-Pora dengan Berbagai Variasi Penambahan Ikan ... Pora-Pora ... 64

5.7. Kandungan Protein dan Kalsium dalam Kerupuk Ikan ... Pora-Pora ... 65

5.7.1. Kandungan Protein dalam Kerupuk Ikan Pora-Pora ... 65

5.7.2. Kandungan Kalsium dalam Kerupuk Ikan Pora-Pora ... 67

5.8. Penerimaan Konsumen terhadap Kerupuk Ikan Pora-Pora... dengan Berbagai Variasi Penambahan Ikan Pora-Pora ... 69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

6.1. Kesimpulan ... 71

6.2. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.Kandungan Gizi Ikan Pora-Pora Dalam 100 gram Tabel 2.2.Ciri Utama Ikan Segar dan Ikan yang Mulai Busuk

Tabel 2.3. Kecukupan Protein yang Dianjurkan Di Indonesia (tahun 2000-an) Tabel 2.4. Syarat Teknis Tepung Tapioka Berdasarkan Standar Nasional Indonesia Tabel 2.5.Kandungan Unsur Gizi Tepung Tapioka per 100 gram Bahan

Tabel 2.6.Syarat Mutu Kerupuk menurut SII 0272 – 1990 Tabel 3.1.Rincian Perlakuan

Tabel 3.2. Alat Dalam Penelitian Tabel 3.3.Bahan Dalam Penelitian

Tabel 3.4.Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Kerupuk Tabel 3.5.Tingkat Penerimaan Panelis

Tabel 3.6.Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan Tabel 3.7.Tabel Penolong untuk Perhitungan Uji Barlet

Tabel 3.8.Daftar Analisa Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap Tabel 4.1.Karakteristik Kerupuk yang Dihasilkan

Tabel 4.2.Hasil Analisa Organoleptik Warna Kerupuk dengan Penambahan Ikan Pora-Pora

Tabel 4.3.Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Warna Tabel 4.4.Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Warna

Tabel 4.5.Hasil Analisa Organoleptik Aroma Kerupuk dengan Penambahan Ikan Pora-Pora


(14)

Tabel 4.7.Hasil Analisa Organoleptik Rasa Kerupuk dengan Penambahan Ikan Pora-Pora

Tabel 4.8.Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Rasa

Tabel 4.9.Hasil Analisa Organoleptik Tekstur Kerupuk dengan Penambahan Ikan Pora-Pora

Tabel 4.10.Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Tekstur Tabel 4.11.Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Tekstur

Tabel 4.12.Hasil Analisis Kandungan Gizi Kerupuk dengan Penambahan Ikan Pora-Pora dengan Berbagai Variasi Penambahan Ikan Pora-Pora-Pora-Pora

Tabel 4.14.Perbandingan Penilaian Parameter yang Diamati terhadap Kerupuk Ikan Pora-Pora dengan Berbagai Penambahan Ikan Pora-Pora


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Ikan Pora-Pora

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Kerupuk


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. SuratPermohonanIzinPenelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian dari Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari SD Negeri No. 060971 Kemenangan Tani, Medan

Lampiran 4. Surat Izin Pemakaian Laboratorium Lampiran 5. Formulir Uji Daya Terima

Lampiran 6. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Rasa Kerupuk Ikan Pora-Pora

Lampiran 7. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Aroma Kerupuk Ikan Pora-Pora

Lampiran 8. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap WarnaKerupuk Ikan Pora-Pora

Lampiran 9. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Tekstur Kerupuk Ikan Pora-Pora

Lampiran 10. Hasil Analisa Kerupuk Ikan Pora-Pora dari Balai Riset dan Standardisasi Industri, Medan


(17)

ABSTRAK

Ikan pora-pora termasuk jenis ikan air tawar dengan ciri-ciri berwarna hitam, bersisik putih dan halus, ukuran kecil 10-12 cm, ekornya berwarna kuning dan mengandung kadar protein 8,03% dan kalsium 0,505%. Dalam penelitian ini ikan pora-pora dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kerupuk selain tepung tapioka. Hal ini merupakan upaya diversifikasi produk dari ikan pora-pora. Kerupuk yang dibuat dengan penambahan ikan pora-pora diharapkan menambah keanekaragaman kerupuk ikan yang telah ada di pasaran dan juga untuk menambah nilai gizi dari kerupuk itu sendiri.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan ikan pora-pora terhadap kandungan gizi dan daya terima dari kerupuk. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen dengan desain rancangan acak lengkap yang terdiri dari satu perlakuan yaitu penambahan ikan pora-pora pada pembuatan kerupuk dengan tiga konsentrasi. Adapun perlakuan pembuatan kerupuk yang dilakukan yaitu P1 : penambahan 5% ikan pora-pora, P2 : penambahan 10% ikan pora-pora, dan P3 : penambahan 15% ikan pora-pora. Parameter yang diuji pada penelitian ini adalah kadar protein, kalsium dan uji organoleptik.

Berdasarkan hasil analisis kimia, kadar protein kerupuk ikan pora-pora secara berurutan dari P1, P2, dan P3 yaitu 2,00 % b/b, 4,11 % b/b, dan 6,40% b/b. Kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora 15% (P3) dapat dikategorikan sebagai kerupuk sumber protein karena menurut SII (1990), syarat minimal kadar protein kerupuk sumber protein adalah 5%. Kadar kalsium kerupuk ikan pora-pora secara berurutan dari P1, P2, dan P3 yaitu 28,6 mg/100 g, 51,3 mg/100 g, dan 77,1 mg/100 g. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa pada umumnya ketiga kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora dengan konsentrasi yang berbeda disukai oleh panelis. Berdasarkan uji organoleptik warna dan tekstur kerupuk yang paling disukai panelis adalah kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora 5%, sedangkan aroma dan rasa kerupuk yang paling disukai panelis adalah kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora 15%. Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan ikan pora-pora-pora-pora dengan konsentrasi yang berbeda pada pembuatan kerupuk memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna dan tekstur, akan tetapi penambahan konsentrasi ikan pora-pora yang berbeda, tidak memberi pengaruh yang berbeda terhadap aroma dan rasa kerupuk.

Disarankan kepada konsumen untuk menjadikan kerupuk ikan pora-pora sebagai alternatif variasi pangan ditingkat rumah tangga ataupun tingkat industri. Juga perlu dilakukan upaya untuk memperkenalkan kerupuk ikan pora-pora dengan bekerjasama dengan pihak kantin sekolah dan dilakukan penganekaragaman makanan lainnya dengan penambahan ikan pora-pora.


(18)

ABSTRACT

Pora-pora fish including species of freshwater fish with a distinctive black, white scaly and smooth, 10-12 cm in size, yellow tails and contains 8,03% protein and 0,505% calcium. In this study pora-pora fish used as raw materials in making crackers besides tapioca flour. This is an effort to diversify the product from pora-pora fish. Crackers that is made with the addition of pora-pora-pora-pora fish is expected to increase the diversity of fish crackers that has been on the market and also increase the nutritional value of the cracker itself.

The purpose of this study was to determine the effect of pora-pora fish to the nutrients composition and acceptability test for crackers. This research use experimental design with completely randomized design consisting of a treatment :i.e the addition of pora-pora fish in making crackers with three concentrations. The treatment that is carried out, namely in making crackers P1: the addition of 5% pora-pora fish, P2 : the addition of 10% pora-pora fish, and P3 : the addition of 15% pora-pora fish. Parameters tested in this study is protein content, calcium and organoleptic tests.

Based on the result of chemical analysis, protein content of pora-pora fish crackers in order of P1, P2, and P3 is 2,00% b/b, 4,11% b/b, and 6,40% b/b.Crackers with addition of pora-pora fish 15% (P3) can be categorized as a protein source due to crackers by SII (1990), the terms of crackers minimum protein content of protein source is 5%. Calcium content of pora-pora fish crackers in order of P1, P2, and P3 is 28,6 mg/100 g, 51,3 mg/100 g, 77,1 mg/100 g. Organoleptic test result show that in general the three crackers with the addition of pora-pora fish with different concentrations preferred by the panelist. Based on organoleptic test of color and texture the most preferred is crackers with the addition of pora-pora fish 5%, while the flavor and taste the most preferred is cracker with the addition of pora-pora fish 15%. Based on the analysis of variance, the addition of pora-pora fish with deffrent concentration in making crackers gave a significantly different effect on the color and texture, but the addition of fish pora-pora different concentration, does not give a different effect on the flavor and taste of the crackers.

It is suggestioned for consumer tomake pora-pora fish crackers as an alternative food precent variations in household and industry levels. Also be made to introduce pora-pora fish crackers to cooperate with the school canteen and other foods made with the addition of the diversification of pora-pora fish.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim yang terbagi atas pulau-pulau dan sebagian wilayahnya merupakan perairan yang cukup luas. Potensi yang cukup luas terdapat di laut Indonesia berupa sumber daya alam yang melimpah, termasuk didalamnya terdapat banyak spesies ikan khususnya ikan yang dapat dikonsumsi. Tidak hanya di lautan namun, di air tawar juga terdapat ikan yang melimpah. Oleh sebab itu, seharusnya sektor perikanan memiliki peluang yang cukup besar untuk dapat berkembang.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat potensial untuk dikembangkan. Peningkatan konsumsi ikan diharapkan dapat menanggulangi masalah kekurangan protein yang masih banyak ditemui pada anak-anak pra-sekolah, ibu hamil dan ibu menyusui di Indonesia. Dari data yang telah didapat dapat diketahui bahwa selama lima tahun terakhir yakni, dari 2007-2011, konsumsi ikan per kapita masyarakat Indonesia terus meningkat, pada 2007 (26 kg/kapita/tahun), 2008 (28 kg/kapita/tahun), 2009 (29,08 kg/kapita/tahun), 2010 (30,48 kg/kapita/tahun), 2011 (31,64 kg/kapita/tahun). Rata-rata kenaikan sebesar 5,06 %. Hal ini dapat menjelaskan bahwa tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia diharapkan dapat terus meningkat dari tahun ketahun. Dilihat dari rata-rata konsumsi ikan di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu 29,40 kg/kapita/tahun, besaran angkanya ini masih di bawah Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 30,40 kg/kapita/tahun (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011).


(20)

Meskipun tingkat konsumsi ikan penduduk Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan Cina, namun kontribusi protein ikan terhadap totalprotein hewani lebih baik yaitu mencapai 52,5%. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN kontribusi asupan protein ikan masyarakat Indonesia terhadap total protein hewani ini masih lebih tinggi dibanding Malaysia, Philipina, Thailand, Vietnam dan Myanmar.

Bahkan untuk tahun 2008 dan 2009, kontribusinya mencapai 2/3 dari total konsumsi protein hewani yaitu pada tahun 2008 sebesar 66,55% dan pada tahun 2009 mencapai 65,41%. Namun, ketika asupan protein dari ikan tersebut dibandingkan dengan total protein (termasuk protein nabati), komposisi asupan protein dari ikan masih di bawah 15%. Berdasarkan kelompoknya, pasokan konsumsi protein ikan sebagian besar berasal dari konsumsi protein ikan dan udang segar yaitu lebih dari 43% sedangkan kontribusi dari konsumsi protein ikan dan udang diawetkan sekitar 22% (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011).

Selain mengandung protein ikan juga mengandung kalsium yang banyaknya hampir setara dengan kalsium yang ada dalam susu. Peranan kalsium selain sebagai pembentukan tulang dan gigi tetapi juga memegang peranan penting pada berbagai proses fisiologik dan biokhemik di dalam tubuh (Krisno, 2009).

Kalsium yang baik juga terdapat pada ikan kecil karena ikan kecil dimakan seluruh tubuhnya termasuk tulangnya sehingga memberikan persentasi tinggi kalsium yang berasal dari tulang belulangnya tersebut. Ikan kecil segar merupakan sumber yang paling penting untuk kalsium bagi anak-anak yang sedang tumbuh (Ellya, 2010).


(21)

Ikan pora-pora merupakan salah satu ikan air tawar yang hidup di perairan Danau Toba yang memiliki ciri-ciri berwarna hitam, bersisik putih dan halus, ukurannya kecil 10-12 cm dan ekornya berwarna kuning. Perkembangbiakan ikan pora-pora sangat pesat, setiap harinya dapat dikumpulkan rata-rata 10 ton ikan untuk dikirim keluar daerah penghasilnya seperti Pematang Siantar, Medan dan Padang.

Harga jual ikan pora-pora inipun relatif murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat. Berdasarkan harga jual pasar, harga ikan pora-pora berkisar Rp. 6.000 sampai Rp. 7000 per kg. Selain harganya yang murah ikan pora-pora ini juga memilki nilai gizi yang cukup tinggi terutama kandungan protein dan kalsiumnya. Berdasarkan Penelitian Nazmi (2009), bahwa kandungan gizi ikan pora-pora yaitu kandungan protein per 100 gr adalah 8,03 gr (8,03%), dan kandungan kalsium per 100 gr adalah 0,505 gr (0,505%).

Pemanfaatan ikan pora-pora untuk di daerah sekitar Danau Toba sudah mulai digalakkan seperti jika kita pergi berkunjung ke Danau Toba maka kita akan melihat dan dapat menikmati sajian ikan pora-pora dalam bentuk crispy ikan pora-pora. Namun, untuk daerah diluar Danau Toba pemanfaatan ikan pora-pora masih kurang, dikarenakan masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai nilai gizi dari ikan pora dan masih adanya beberapa pendapat dari masyarakat tentang ikan pora-pora seperti, yang pertama ikan pora-pora-pora-pora memilki duri yang banyak sehingga para orangtua malas menjadikan ikan pora-pora sebagai lauk saat makan dikarenakan anak-anak mereka tidak dapat memakannya, yang kedua dilihat dari ukurannya yang kecil sehingga menjadikan ikan pora-pora kurang diminati oleh masyarakat, dan pendapat yang ketiga yaitu pengolahan untuk ikan pora-pora memakan waktu yang


(22)

lama terutama dalam pembersihan ikan pora-pora dari kotoran dan jeroannya dibandingkan ikan yang lebih besar dengan harga yang lebih mahal, karena sekarang ini hampir seluruh masyarakat menginginkan hal-hal yang praktis dan cepat sehingga tidak mempedulikan lagi nilai gizi dari suatu makanan.

Dengan melihat hal tersebut saya berkeinginan untuk membuat alternatif agar ikan pora-pora dapat dikonsumsi masyarakat dengan melakukan diversifikasi terhadap ikan pora-pora yang juga merupakan salah satu penganekaragaman pangan.

Secara kuantitatif belum ada data yang menggambarkan jumlah konsumsi kerupuk ikan, meskipun demikian dapat diperkirakan bahwa jumlah konsumsi kerupuk relatif tinggi, karena makanan olahan ini banyak digemari oleh masyarakat luas. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Masyarakat (Susenas), penduduk wilayah perkotaan lebih banyak mengkonsumsi kerupuk dibanding penduduk wilayah pedesaan. Hal ini dikarenakan kepadatan penduduk di perkotaan juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan pedesaan.

Pada umumnya salah satu makanan hasil olahan dari ikan adalah kerupuk ikan. Produk makanan kering dengan bahan baku ikan dicampur dengan tepung tapioka ini sangat digemari masyarakat bahkan kerupuk sudah dikenal baik disegala usia maupun tingkat sosial. Makanan ini sering digunakan sebagai pelengkap ketika bersantap atau sebagai makanan ringan. Makanan ini menjadi makanan kegemaran masyarakat dikarenakan rasanya yang enak, gurih, dan ringan, selain itu juga memiliki kandungan zat kimia yang dibutuhkan oleh tubuh manusia (Wahyono dan Marzuki, 2003). Kerupuk diolah secara sederhana berupa adonan tepung tapioka yang dibumbui dengan garam dan kadang-kadang diberi sedikit bawang putih agar gurih


(23)

setelah itu dikukus dan kemudian dicetak dan dijemur di sinar matahari. Dalam keadaan kering inilah adonan tadi sudah dapat dikatakan kerupuk mentah. Dibeberapa daerah kerupuk diolah sedemikian rupa dengan mencampurkan beberapa bahan seperti ikan dan udang.

Dengan melihat hal tersebut maka diketahui komponen terbesar kerupuk adalah pati sehingga kerupuk mempunyai kandungan protein yang rendah. Sehingga perlu dilakukan diversifikasi pangan yang bertujuan meningkatkan gizi kerupuk terutama protein dan kalsium. Protein sangat dibutuhkan oleh tubuh terkait dengan fungsinya sebagai zat pembangun dan kalsium berguna dalam proses fisiologik dan biokemik didalam tubuh.

Pembuatan kerupuk dapat dilakukan dengan penambahan ikan pora-pora. Dan pada pembuatan kerupuk tidak memerlukan peralatan yang canggih, sehingga masyarakat dapat membuat sendiri dengan peralatan yang sederhana. Dan diharapkan pada penggunaan ikan pora-pora ini dapat meningkatkan kandungan nutrisi produk kerupuk.

Pada pembuatan kerupuk ikan pora-pora ini akan menggunakan konsentrasi yang berbeda dimana penentuan konsentrasi ini diambil batas bawah dan batas atas adonan, dimana dalam menentukan batas bawah disesuaikan dengan warna kerupuk yang biasa yaitu putih kekuning-kuningan sedangkan untuk batas atas ditentukan dengan sampai batas adonan dapat dibuat.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mempunyai keinginan untuk melakukan penelitian tentang pemanfaatan ikan pora-pora sebagai bahan baku tambahan pembuatan kerupuk dan daya terimanya.


(24)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah saya adalah bagaimana komposisi zat gizi kerupuk dan daya terimanya dengan pemanfaatan ikan pora-pora sebagai bahan baku tambahan pembuatan kerupuk.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh penambahan ikan pora-pora sebagai bahan baku tambahan dalam pembuatan kerupuk terhadap komposisi zat gizi protein dan kalsium kerupuk.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui bagaimana pengaruh penambahan ikan pora-pora sebagai bahan baku tambahan pembuatan kerupuk terhadap kandungan protein pada kerupuk.

2. Mengetahui bagaimana pengaruh penambahan ikan pora-pora sebagai bahan baku tambahan pembuatan kerupuk terhadap kandungan kalsium pada kerupuk.

3. Mengetahui pengaruh penambahan ikan pora-pora sebagai bahan baku tambahan pembuatan kerupuk terhadap daya terima (aroma, rasa, warna dan tekstur) panelis.


(25)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai pengenalan ikan pora-pora kepada masyarakat melalui produk olahan kerupuk.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai nilai gizi dari ikan pora-pora sebelum dan sesudah dilakukan diversifikasi. 3. Sebagai salah satu penganekaragaman pangan.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Pora-pora

Ikan Pora-Pora adalah salah satu jenis ikan air tawar yang hidup di perairan Danau Toba ciri-cirinya berwarna hitam, memiliki sisik berwarna putih dan halus, ukurannya kira-kira 10-12 cm, dan ekornya berwarna kuning.

Gambar 2.1 Ikan Pora-Pora

Perkembangbiakan ikan pora-pora sangat pesat, setiap harinya dapat dikumpulkan rata-rata 10 ton ikan untuk dikirim keluar daerah penghasilnya seperti Pematang Siantar, Medan dan Padang. Harga jual ikan pora-pora masih tergolong relatif murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat. Berdasarkan harga jual pasar, harga ikan pora-pora berkisar Rp. 6.000 sampai Rp. 7000/kg. Ikan pora-pora ini pula sudah dapat diperoleh masyarakat di pasar tradisional.


(27)

Bagi masyarakat sekitar Danau Toba ikan pora-pora dijadikan menjadi salah satu mata pencaharian mereka sehingga dengan adanya kehadiran ikan pora-pora ini sangat menggembirakan bagi mereka. Dan kini sebagian besar penduduknya menjadi nelayan untuk menangkap ikan pora-pora sehingga diharapkan pihak pemerintah kabupaten dapat melestarikannya karena dikhawatirkan punah dikarenakan keadaan lingkungan Danau Toba yang kini sudah mulai tidak terawat.

Kandungan gizi ikan air tawar hampir sama dengan ikan air laut sehingga sekarang ini diharapkan memakan ikan dalam jumlah yang cukup. Berdasarkan penelitian Hamid (2010) dimana manfaat ikan bukan hanya untuk mencerdaskan otak melainkan masih banyak lagi manfaatnya seperti meningkatkan kekebalan tubuh, menurunkan resiko penyakit jantung, menghambat pertumbuhan beberapa kanker dan mempertahankan fungsi otak terutama yang berhubungan dengan daya ingat. Adapun kandungan gizi ikan pora-pora dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 2.1. Kandungan gizi ikan pora-pora dalam 100 gram

Kandungan gizi Jumlah (%)

Protein 8,03

Kalsium 0,505

Lemak 3,7


(28)

2.1.1 Penanganan dan Kerusakan Ikan

Penanganan ikan segar dimaksudkan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan terhadap ikan segar sejak ditangkap sampai saat diterima oleh pemakainya. Salah satu penyebab dari keadaan kerusakan adalah tingginya pH akhir daging ikan, biasanya pH 6,4 – 6,6 karena rendahnya cadangan glikogen dalam daging ikan. Lagipula, ikan sukar ditangkap dalam jumlah besar tanpa pergulatan yang selanjutnya mengakibatkan turunnya cadangan glikogen (Buckle, dkk, 1985).

Walaupun begitu, ikan tidak akan mengalami kerusakan karena bakteri sampai kekejangan mati (rigor mortis) selesai. Pendinginan segera sesudah penangkapan akan memperlambat berlangsungnya rigor dan akibat lanjutannya, oleh karena itu kerusakan oleh mekanisme ini akan terhambat dan berakibat memperlambat pertumbuhan bakteri.

Sesungguhnya tidak terlalu sulit membedakan antara ikan segar dan ikan yang mulai membusuk. Ciri-ciri ikan segar dan ikan yang mulai membusuk dapat dilihat pada tabel 2.


(29)

Tabel 2.2. Ciri Utama Ikan Segar dan Ikan yang Mulai Busuk

Ikan Segar Ikan yang Mulai Busuk

Kulit

- Warna kulit terang dan jernih. - Kulit masih kuat membungkus

tubuh, tidak mudah sobek, terutama pada bagian perut.

- Warna-warna khusus yang ada masih terlihat jelas.

Sisik

- Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas.

Mata

- Mata tampak terang, jernih, menonjol dan cembung. Insang

- Insang berwarna merah sampai merah tua, terang dan lamella insang terpisah.

- Insang tertutup oleh lendir

berwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan.

Daging

- Daging kenyal, menandakan rigor mortis masih berlangsung.

- Daging dan bagian tubuh lain berbau segar .

- Bila daging ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan. - Daging ,melekat kuat pada tulang. - Daging perut utuh dan kenyal. - Warna daging putih

Bila ditaruh didalam air - Ikan segar akan tenggelam,

- Kulit berwarna suram, pucat dan berlendir banyak.

- Kulit mulai terlihat mengendur di beberapa tempat tertentu.

- Kulit mudah robek dan warna-warna khusus sudah hilang.

- Sisik mudah terlepas dari tubuh.

- Mata tampak suram, tenggelam dan berkerut.

- Insang berwarna cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang

berdempetan.

- Lendir insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung.

- Daging lunak, menandakan rigor mortis telah selesai.

- Daging dan bagian tubuh lain mulai berbau busuk.

- Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan.

- Daging mudah lepas dari tulang. - Daging lembek dan isi perut sering

keluar.

- Daging berwarna kuning kemerah-merahan terutama di sekitar tulang punggung.

- Ikan yang sudah sangat membusuk akan mengapung di permukaan air. Sumber : Afriyanto dan Edi, 1991


(30)

2.2 Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh. Karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan n yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga(Winarno, 1982).

Dalam setiap sel yang hidup, protein merupakan bagian yang sangat penting. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Diperkirakan separuh atau 50% dari berat kering sel dalam jaringan seperti misalnya hati dan daging terdiri dari protein dan dalam tenunan segar sekitar 20% (Winarno. 1982).

Fungsi protein sebagai zat pembangun tubuh adalah karena protein merupakan bahan pembentuk jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, pembentukan jaringan baru tersebut terjadi secara besar-besaran. Oleh karena itu kebutuhan akan protein bagi golongan ini lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa sehat.

Protein berfungsi sebagai zat pengatur dalam tubuh, karena protein merupakan bahan pembentuk enzim dan hormon sedangkan keduanya bekerja sebagai zat pengatur metabolisme di dalam tubuh.

Para ahli gizi di Indonesia (Muhilal et al, 1993) menggunakan nilai cerna (daya cerna) makanan sebagai salah satu pertimbangan penting dalam perhitungan kecukupan akan protein. Nilai cerna yang digunakan untuk protein adalah 85 persen,


(31)

yang setara dengan perkiraan kelompok Ahli FAO/WHO/UNU untuk menu yang berasal dari bahan pangan nabati. Selain dari itu, mengingat banyaknya penderita KKP (Kurang Kalori Protein) dan penyakit infeksi maka untuk menghitung kecukupan protein, kecukupan untuk pertumbuhan dikalikan 2, untuk mengejar kekurangan. Kecukupan protein untuk berbagai kelompok umur didasarkan pada berat badan yang dianjurkan di indonesia(tahun 1980-an) sedangkan anjuran protein yang paling mutakhir disajikan pada Tabel 3.

Tabel 2.3. Kecukupan Protein yang Dianjurkan di Indonesia (tahun 2000-an)

No Kelompok

Umur

Kecukupan protein/hari

(g)

No Kelompok Umur Kecukupan

protein/hari (g)

Bayi/Anak Perempuan

1 0 – 6 bulan 10 13 10 – 12 tahun 50 2 7 -12 bulan 16 14 13 – 15 tahun 57 3 1 – 3 tahun 25 15 16 – 18 tahun 50 4 4 – 6 tahun 39 16 19 – 29 tahun 50

5 7 -9 tahun 45 17 30 – 49 tahun 50

Laki-laki 18 50 – 64 tahun 50

6 10 – 12 tahun 60 19 60+ tahun 50

7 13 – 15 tahun 65 Hamil (tambahan)

8 16 – 18 tahun 60 20 Trimester 1 0 9 19 – 29 tahun 60 21 Trimester 2 0 10 30 – 49 tahun 60 22 Trimester 3 0 11 50 – 64 tahun 60 Menyusui(tambahan) 12 60 + tahun 60 23 6 bulan pertama 0

24 6 bulan kedua 0 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004

Data yang dihimpun dari Biro Pusat Statistik dan disusun dalam bentuk Neraca Bahan Makanan menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen sumber protein bagi rakyat Indonesia berasal dari bahan pangan nabati, dan 90 persen diantaranya berasal dari beras. Mengingat kadar protein beras yang rendah (6 – 8 persen) serta nilai gizinya yang relatif rendah, maka jelas nampak perlu dikembangkannya


(32)

diversifikasi sumber-sumber protein dalam rangka memecahkan masalah gizi utama yang dihadapai bangsa Indonesia dan sekaligus mencerdaskan kehidupan bangsa. 2.2.1 Sumber Protein

Sumber Protein bagi manusia dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu sumber protein konvensional dan non-konvensional. Sumber protein konvensional adalah yang berupa hasil-hasil pertanian pangan serta produk-produk hasil olahannya. Berdasarkan sifatnya, sumber protein konvensional ini dibagi menjadi dua golongan yaitu sumber protein nabati dan sumber protein hewani (Muchtadi, 2009).

Sumber protein non-konvensional adalah merupakan sumber protein baru, yang dikembangkan untuk menutupi kebutuhan penduduk dunia akan protein.

 Protein Nabati

Hampir sekitar 70 persen penyediaan protein di dunia berasal dari bahan nabati terutama berasal dari biji-bijian dan kacang-kacangan. Sayuran dan buah-buahan memberikan kontribusi protein dalam jumlah yang cukup berarti.

1. Serealia

Serealia tersusun dari zat pati ( sekitar 90%) dan hanya mengandung sedikit protein yaitu pada gandum 9 – 15%, jagung 10 – 14%. Disamping kadar proteinnya rendah, protein serealia mempunyai susunan amino esensial yang kurang lengkap dibandingkan dengan kebutuhan tubuh.

Karena protein serealia mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan protein hewani, masalah kekurangan protein akan timbul bila serealia ini digunakan sebagai sumber protein yang utama.


(33)

2. Kacang-kacangan

Meskipun kacang-kacangan dan biji-bijian berminyak banyak mengandung protein dalam jumlah relatif tinggi (>15%), tetapi yang telah dimanfaatkan untuk konsumsi manusia baru sedikit sekali.

Sebagai contoh, biji bunga matahari dan biji kapas umumnya hanya dimanfaaatkan minyaknya, sedangkan bungkilnya untuk pakan ternak, padahal bungkil ini mengandung sekitar 17 – 27 % protein.

 Protein Hewani

Hasil-hasil hewani yang umumnya digunakan sebagai sumber protein adalah daging, telur, susu, dan hasil perikanan.

Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi, karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap yang susunannya mendekati apa yang diperlukan oleh tubuh, serta daya cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap juga tinggi.

Masalah yang umum ditemui dalam penggunaan hasil-hasil hewani ini terutama menyangkut harga produk atau daya beli. Sampai saat ini produk-produk yang hewani masih dirasakan sangat mahal oleh sebagian besar penduduk Indonesia, terutama daging.


(34)

2.2.2 Analisis Protein

Berdasarkan pendapat Budianto (2009) bahwaanalisis protein secara kuantitatif dapat dilakukan dengan berbagai metode sebagai berikut :

1. Cara Kjeldahl

Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein yang kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan nilai tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut : 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut : mula-mula bahan didekstruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditambung atau dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu: cara makro dan semimikro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang untuk ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk N – N dan N – 0 dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar.

Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan (Krisno, 2009).


(35)

2.3 Kalsium

Khomsan dalam Devi (2012) menyatakan bahwa kalsium merupakan mineral paling banyak dalam tubuh. Sebanyak 99 persen kalsium terdapat dalam tulang dan gigi dan sisanya 1 persen terdapat dalam darah dan jaringan lunak.

Berdasarkan Khomsan dalam Devi (2012) angka kecukupan gizi tahun 2004 bagi anak usia 10-18 tahun untuk kalsium adalah 1.000 mg per hari. Angka ini merupakan angka kecukupan tertinggi di sepanjang hidup seorang manusia. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan tinggi badan anak yang begitu pesat dan pembentukan masa tulang pada rentang usia tersebut.

Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang dan gigi, mencegah osteoporosis, pertumbuhan, mengaktifkan saraf, kontraksi otot, mencegah penyakit jantung, mengurangi keluhan saat haid dan menopause, mencegah hipertensi, melancarkan peredaran darah, mencegah obesitas, mencegah kencing manis, mengatasi kram, sakit pinggang, wasir dan rematik, menurunkan risiko kanker usus dan menjaga keseimbangan cairan tubuh (Macho, 2009).

Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil olahannya, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakaan kalsium yang baik. Serealia, kacang-kacangan, tahu dan tempe dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Ellya, 2010).

Kekurangan kalsium mengakibatkan osteoporosis, osteomalasia,. Tulang menjadi lunak dan mudah bengkok, stimulasi sel saraf rusak, kontraksi otot tidak terkontrol, tekanan darah tinggi, dan kanker kolon.


(36)

Kekurangan kalsium saat usia 10-18 tahun dapat menyebabkan pertambahan tinggi badan terhambat dan kepadatan tulang tidak optimal. Apabila pada masa ini kalsium yang dikonsumsi kurang dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, Kepadatan tulang tidak akan terbentuk secara optimal (Kalkwarf et al, 2010) dan berisiko osteoporosis.

Kelebihan kalsium tidak menyebabkan toksik karena bila mengonsumsi berlebihan, maka penyerapan akan menurun dan dikeluarkan lewat urine.

2.3.1 Penyerapan Kalsium

Khomsan dalam Devi (2012) menyatakan bahwa efisiensi penyerapan kalsium pada orang dewasa 10-60 persen, pada anak yang sedang tumbuh di atas 75 persen.

Faktor yang dapat meningkatkan penyerapan kalsium adalah : a. Jumlah kalsium yang tersedia dalam diet.

b. Kebutuhan akan kalsium pada ibu hamil dan menyusui, untuk anak remaja kalsium dibutuhkan paling banyak di atas 50 persen.

c. Penyerapan kalsium untuk wanita mengabsorbsi lebih sedikit dibanding pria. d. Tersedianya vitamin D dalam tubuh akan meningkatkan usus halus dalam

menyerap kalsium 10-30 persen.

e. Telah terbukti bahwa laktosa dapat meningkatkan absorbsi kalsium. f. Asupan protein dapat meningkatkan penyerapan kalsium.

g. Kalsium lebih larut dalam asam karena itu lebih mudah diserap dibandingkan dalam alkali.


(37)

2.3.2 Analisis Kalsium

Salah satu pemeriksaan kimia adalah titrimetri, yakni pemeriksaan jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk beraksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan. Pada satu segi cara ini menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitiannya dan ketepatannya cukup tinggi.Pada segi lain, cara ini menguntungkan karena dapat digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai sifat yang berbeda. Dalam proses titrimetri bagian pentiter ditambahkan kedalam larutan zat yang akan ditentukan dengan bantuan alat yang disebut buret sampai tercapai titik kesetaraan. Titik kesetaraan adalah titik pada saat pereaksi dan zat yang ditentukanbereaksi sempurna secara stoikiometri. Titrasi harus dihentikan pada atau dekat pada titik kesetaraan. Jumlah volume peniter yang terpakai untuk mencapai titik kesetaraan disebut volume kesetaraan. Dengan mengetahui volume kesetaraan, kadar pentiter, dan faktor stoikiometri, maka jumlah zat yang ditentukan dapat dihitung dengan mudah (Krisno, 2009).

2.4 Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah pati dari umbi singkong yang dikeringkan dan dihaluskan. Tepung tapioka merupakan produk awetan singkong yang memiliki peluang pasar yang sangat luas (Suprapti, 2005).

Muchtadi dalam Tababaka (2004) menyatakan bahwa tepung tapioka adalah hasil ekstraksi pati ubi kayu yang telah mengalami proses pencucian secara sempurna serta dilanjutkan dengan pengeringan. Tepung tapioka hampir seluruhnya terdiri dari pati. Pati merupakan senyawa yang tidak memiliki rasa dan bau sehingga mudah


(38)

melakukan modifikasi pada cita rasanya. Ukuran granula tepung tapioka berkisar antara 5 – 35 mikron.

Tepung tapioka digolongkan menjadi baku mutu I,II, dan III (SNI 1994). Syarat mutu ini meliputi syarat organoleptik dan syarat teknis. Syarat organoleptik yang harus dipenuhi yaitu sehat, tidak berbau apek dan tidak kelihatan ampasnya. Oleh karena produk akhir nantinya dipengaruhi oleh bahan dasar sehingga pemilihannya harus dengan baik dan teliti. Syarat teknis tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 2.4. Syarat teknis tepung tapioka berdasarkan Standar Nasional Indonesia

Karakteristik

Syarat

I II III

Kadar Air % (b/b)

maks 17 17 17

Kadar Abu %

(b/b) maks 0,60 0,60 0,60

Serat dan Kotoran

% (b/b) maks 0,60 0,60 0,60

Derajat Putih ( BaSo4 = 100)

Min 94,5 Min 92,0 Min 92,0

Kekentalan 3-4 2,5-3 Kurang dari 2,5

Derajat Asam Kurang dari 4 ml 1N NaOH/100g

Kurang dari 4 ml 1N NaOH/100g

Kurang dari 4 ml 1N NaOH/100g Kadar HCN %

(b/b) Negatif Negatif Negatif

Sumber : SNI, 1994

Selain mengandung karbohidrat, tepung tapioka juga mengandung protein dan lemak dalam jumlah yang sedikit. Berdasarkan pendapat Suprapti (2009) yang mengutip dari direktorat gizi depkes, RI (1981) bahwa kandungan gizi tepung tapioka yaitu dapat dilihat pada tabel 5.


(39)

Tabel 2.5. Kandungan Unsur Gizi Tepung Tapioka per 100 gram bahan

Kandungan Unsur Gizi Jumlah

Kalori (kal) 362,00

Protein (g) 0,50

Lemak(g) 0,30

Karbohidrat (g) 86,90

Kalsium (mg) 0,00

Fosfor (mg) 0,00

Zat Besi (mg) 0,00

Vitamin A (SI) 0,00

Vitamin B1 (mg) 0,00

Vitamin C (mg) 0,00

Air (g) 12,00

Bagian yang dapat dimakan (g) 0,00

Sumber : Direktorat Gizi Depkes, 1981 2.5 Kerupuk

Kerupuk adalah suatu jenis makanan kering yang khas, yang dibuat dari bahan-bahan yang mengandung pati yang cukup tinggi. Kerupuk merupakan makanan rakyat yang sudah dikenal di Indonesia, umumnya dijual dalam bentuk mentah dan gorengan. Kerupuk pada dasarnya dibagi menjadi dua jenis yaitu kerupuk kasar dan kerupuk halus, dimana kerupuk kasar dibuat hanya dari bahan pati ditambah dengan bumbu – bumbu sedangkan kerupuk halus ditambah dengan bahan yang berprotein seperti ikan dan udang.

Berdasarkan penggunaan proteinnya, kerupuk dibagi menjadi kerupuk tidak bersumber protein dan kerupuk bersumber protein. Kerupuk bersumber protein


(40)

merupakan kerupuk yang pada pembuatannya ada penambahan menggunakan sumber protein hewani maupun nabati yang masih segar.

Bahan baku merupakan bahan yang digunakan dalam jumlah yang besar dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh bahan lain. Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dengan tujuan tertentu dan jumlahnya biasanya lebih sedikit dari bahan baku. Bahan baku kerupuk yang paling banyak digunakan yaitu tepung tapioka.

Pemanfaatan ikan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk telah lama dilakukan. Ikan yang digunakan sebagai bahan tambahan dapat berasal dari hasil sampingan proses pengolahan lain atau bahan segar, tergantung kualitas kerupuk yang diharapkan (Afrianto dan Liviawaty, 1991).

Ikan yang digunakan untuk membuat kerupuk biasanya tergantung kebiasaan masing-masing daerah, misalnya kerupuk tenggiri atau belida telah dikenal sebagai kerupuk khas Palembang ( Afrianto dan Liviawaty, 1991).

Komposisi gizi kerupuk yaitu mengandung karbohidrat yang tinggi dikarenakan bahan utama kerupuk adalah pati sehingga kandungan protein dan kalsium kerupuk sangat rendah, diharapkan setelah dilakukan penambahan ikan pora pada proses pembuatan kerupuk maka zat gizi yang ada pada ikan pora-pora seperti protein dan kalsium dapat menambah nilai gizi dari kerupuk. Adapun syarat mutu kerupuk menurut SII 0272 – 1990 dilihat pada tabel 2.6.


(41)

Tabel 2.6. Syarat Mutu Kerupuk menurut SII 0271 – 1990 Kriteria Uji Satuan Persyaratan Kerupuk

non Protein

Persyaratan Kerupuk Protein

Bau, rasa, warna - Normal Normal

Benda Asing %b/b Tidak nyata Tidak nyata

Abu %b/b Maks 2 Maks 2

Air %b/b Maks 12 Maks 12

Protein %b/b - Min 5

Keutuhan %b/b

Bahan Tambahan Makanan

-pewarna - Boraks

Sesuai SNI 0222-M dan peraturan Men Kes No 722/MenKes/Per/IX/88 Tidak nyata

Sesuai SNI 0222-M dan peraturan Men Kes No 722/MenKes/Per/IX/88 Tidak nyata

Cemaran Logam - Timbal (Pb) - Tembaga (Cu) - Seng (Zn) - Raksa (Hg) - Arsen (As)

Mg/Kg Mg/Kg Mg/Kg Mg/Kg Maks 1,0 Maks 10,0 Maks 40,0 Maks 0,05 Maks 0,5 Maks 1,0 Maks 10,0 Maks 40,0 Maks 0,2 Maks 0,5 Cemaran Mikroba - Angka lempeng total - E. Coli - Kapang

Koloni/g APM/g Koloni/g

Maks 1,0 x 106 <3

Maks 1,0 x 104

Maks 1,0 x 106 <3

Maks 1,0 x 104 Sumber : SII, 1990

Berdasarkan penelitian Afrianto dan Liviawaty (1991), cara pembuatan kerupuk sangat mudah, dapat dikerjakan dengan mengandalkan peralatan dan teknologi sederhana, yaitu :

1. Bahan baku, ikan atau udang, sebaiknya disiangi dahulu dengan cara membersihkan sisik, insang, maupun isi perutnya kemudian mencucinya sampai bersih, selanjutnya bahan baku tersebut digiling sampai halus.

2. Sediakan adonan kerupuk yang terdiri dari tepung tapioka, garam, telur, bumbu dan sedikit air, lalu dimasak sambil diaduk sampai merata.


(42)

4. Setelah adonan inti dingin, campurkan ikan yang telah dihancurkan kedalamnya, aduk hingga rata.

5. Campurkan adonan tadi dengan tepung sedikit demi sedikit, aduk berkali kali sampai mendapatkan adonan yang benar-benar kompak dan tidak lengket lagi.

6. Adonan dibuat berbentuk silinder dengan diameter sesuai keinginan masing-masing. Silinder-silinder tersebut kemudian dibungkus dengan daun pisang atau dimasukkan ke dalam cetakan khusus terbuat dari kaleng.

7. Adonan berbentuk silinder kemudian dikukus selama kira-kira 2 jam sampai masak. Untuk mengetahui apakah adonan kerupuk telah masak atau belum, tusukkanlah sebuah lidi ke dalamnya. Bila tidak melekat, berarti adonan telah masak. 8. Adonan kerupuk yang telah masak segera diangkat dan didinginkan dengan cara membiarkannya di udara terbuka selama 1 – 2 malam hingga adonan menjadi cukup keras dan mudah diiris dengan pisau.

9. Tahap selanjutnya adalah mengiris adonan dengan pisau yang tajam. Pengirisan harus dilakukan setipis mungkin, dengan tebal kira-kira 2 mm, agar hasilnya baik ketika digoreng. Untuk memudahkan pengirisan, pisau dilumuri dahulu dengan minyak goreng.

10. Tahap terakhir proses pembuatan kerupuk adalah menjemur adonan yang telah diiris hingga benar-benar kering. Kerupuk yang telah kering bisa segera digoreng, disimpan atau dijual.


(43)

2.6 Pengujian Organoleptik 2.6.1 Uji Daya Terima

Berdasarkan pendapat Denny (2011)bahwa uji daya terima merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap suatu produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk.

Mutu organoleptik adalah mutu produk yang hanya dapat diatur atau dinilai dengan proses penginderaan yang meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur. Keempat mutu tersebut sangat berpengaruh pada penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Aroma merupakan salah satu aspek dalam penentuan kelezatan makanan. Aroma dapat diketahui dengan indera penciuman, dimana kepekaan indera penciuman lebih tinggi dibandingkan indera pencicipan. Bahkan yang tidak dapat dikenali dengan analisa kimia masih dapat dikenali melalui indera penciuman ini.

Warna dibedakan dengan menggunakan indera penglihatan. Indera ini merupakan indera yang paling sering dalam menilai suatu produk pangan. Indera ini juga merupakan indera yang paling cepat dapat memberikan kesan dibanding indera lain, namun paling sulit memberikan deskripsi dan cara pengukuran.

Indera yang digunakan dalam pemberian penilaian tekstur adalah indera peraba. Penilaian didasarkan pada rangsangan mekanis, fisik, dan kimiawi, dari sinilah akan dihasilkan kesan rabaan. Sedangkan rasa dapat dikenali melalui kuncup-kuncup kecupan yang terlihat pada papila lidah, yaitu bagian yang berwarna merah dan jingga pada lidah. Rasa manis dan asin juga dapat dirasakan pada ujung lidah.


(44)

Sedangkan rasa pahit pada pangkal dan rasa asam pada bagian sisi lidah ( Winarno, 1995).

2.6.2 Macam Uji Organoleptik

Berdasarkan pendapat Hidayat, Sugeng (2008) bahwa macam-macam uji organoleptik dibedakan atas :

1. Uji Pembedaan

- Uji pembedaan pasangan, yaitu uji yang sederhana yang berfungsi untuk menilai ada tidaknya perbedaan antar dua macam produk. Biasanya produk yang diuji adalah produk baru kemudian dibandingkan dengan prosuk terdahulu yang sudah diterima di masyarakat.

- Uji pembedaan segitiga, yaitu uji untuk mendeteksi perbedaan yang kecil. Uji ini lebih peka dibandingkan dengan uji pasangan. Uji segitiga disajikan tiga contoh sekaligus dan tidak ada pembanding atau contoh baku.

- Uji pembedaan duo trio. Uji ini relatif lebih mudah karena adanya contoh baku dalam pengujian, biasanya digunakan untuk melihat perlakuan baru terhadap mutu produk ataupun menilai mutu bahan.

Organoleptik disebut juga dengan panelis. Ada beberapa macam panelis, dimana diantaranya yaitu :

a. Panel Pencicip Perorangan (Individual Expert)

Orang yang mempunyai kepekaan yang tinggi melebihi kepekaan rata-rata manusia (untuk komoditi tertentu) yang diperoleh dari bakat, pengalaman dan latihan.


(45)

b. Panel Pencicip Terbatas ( Small Expert Panel)

Terdiri dari 3 – 5 orang dan biasanya personel laboratorium. Panelis ini mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara penilaian organoleptik.

c. Panel Terlatih (Trained Panel)

Terdiri dari 15 – 25 orang. Digunakan untuk menguji pembedaan. d. Panel Tidak terlatih (Untrained Panel)

Digunakan untuk menguji kesukaan. Terdiri dari 25 orang atau lebih. e. Panel Agak Terlatih (Semi Trained Panel)

terdiri dari 15 – 25 orang. Panelis dipilih berdasarkan kepekaan. f. Panel Konsumen (consumen Panel)

Terdiri dari 30 – 100 orang. Digunakan untuk uji kesukaan dan pengujian dilakukan dengan kunjungan rumah atau ke tempat yang banyak orang.

g. Panel Anak-anak

Biasanya untuk penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti eskrim dan biskuit. Menggunakan anak berusia 3 – 10 tahun.


(46)

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu dengan adanya penambahan ikan pora-pora dalam pembuatan kerupuk maka dapat meningkatkan nilai gizi dari kerupuk itu sendiri.

Dalam penelitian ini juga ingin melihat bagaimana daya terima dari masyarakat terhadap kerupuk yang sudah ditambahkan dengan ikan pora-pora dalam berbagai konsentrasi.

2.8 Hipotesis Penelitian

Ho : Tidak ada perbedaan daya terima pada pembuatan kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora dalam beberapa konsentrasi.

Ha : Ada perbedaan daya terima pada pembuatan kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora dalam beberapa konsentrasi.

Ikan Pora-Pora Tepung Tapioka

Kerupuk

Daya terima

(Aroma, Warna, Rasa, dan Tekstur) Komposisi zat gizi


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis eksperimen dengan desain rancangan acak lengkap, dimana hanya memilki satu faktor atau 1 perlakuan yaitu penambahan ikan pora-pora pada pembuatan kerupuk dimana yang berbeda hanya konsentrasi yang digunakan dalam penelitian. Berdasarkan percobaan awal maka konsentrasi yang dipilih yaitu 5%, 10%, dan 15%(r = 3) dikarenakan pada konsentrasi tersebut merupakan batas adonan dapat dibuat, dimana pada konsentrasi batas bawah mempertimbangkan segi warna kerupuk dan untuk batas atas apabila konsentrasi dinaikkan maka adonan kerupuk tidak jadi. Selanjutnya konsentrasi tersebut diberi kode P1, P2, dan P3. Ulangan dilakukan sebanyak 2 kali( i = 1,2 ) setiap perlakuan.

Dengan menggunakan kode yang hanya diketahui oleh peneliti, tiap-tiap kerupuk tersebut diuji kandungan gizinya dan diuji daya terimanya. Dalam pengujian daya terima diberikan skor 1 sampai 3.

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan

Perlakuan ( P ) Ulangan ( U )

1 2

P1 A11 A12

P2 A21 A22

P3 A31 A32

Keterangan :

P1 : Perlakuan terhadap pembuatan kerupuk dengan perbandingan ikan pora-pora 5%, tepung

tapioka 45%, telur 24%, air 21%, garam 2%, gula 2%, dan soda kue 1%.

P2 : Perlakuan terhadap pembuatan kerupuk dengan perbandingan ikan pora-pora 10%, tepung

tapioka 45%, telur 24%, air 16%, garam 2%, gula 2%, dan soda kue 1%.

P3 : Perlakuan terhadap pembuatan kerupuk dengan perbandingan ikan pora-pora 15%, tepung

tapioka 45%, telur 24%, air 11%, garam 2%, gula 2%, dan soda kue 1%. A11 : Perlakuan P1 pada ulangan ke-1

A12 : Perlakuan P1 pada ulangan ke-2

A13 : Perlakuan P2 pada ulangan ke-1

A21 : Perlakuan P2 pada ulangan ke-2

A22 : Perlakuan P3 pada ulangan ke-1


(48)

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian untuk pembuatan kerupuk dilakukan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, pengujian zat gizi kerupuk dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan dan pelaksanaan uji kesukaan atau daya terima kerupuk dilakukan di SD Negeri 060971.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai bulan Mei 2013. 3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora 5%, 10%, dan 15%.

3.4 Definisi Operasional

1. Ikan pora-pora adalah ikan air tawar yang memiliki ciri-ciri berwarna hitam, berukuran 10-12 cm, bersisik putih dan halus, dan memiliki ekor berwarna kuning.

2. Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti ikan. Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipis-tipis, dikeringkan dibawah sinar matahari dan digoreng.

3. Bahan baku tambahan adalah bahan baku selain tepung tapioka yang digunakan sebagai penambah cita rasa dan termasuk bahan pangan yang mengandung protein seperti ikan.


(49)

4. Uji daya terima adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap cita rasa kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora dengan menggunakan skala hedonik tiga titik sebagai acuan.

3.5 Alat dan Bahan 3.5.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.2. Tabel 3.2. Alat Dalam Penelitian

Jenis Penelitian Nama Alat

Pembuatan Kerupuk Kompor

Plastik (Cetakan) Baskom

Panci Dandang Blender Telenan Sendok Lidi

Timbangan Nampan Pisau Kuali

Uji Daya Terima Formulir Uji Daya Terima Alat Tulis

Uji Penilaian Zat Gizi Kerupuk Spektrofotometer Serapan Atom Hot Plate

Penangas Air Corong Labu Ukur Gelas Ukur Pipet Ukur

Kertas Saring 0,45 µm Labu Kjeldhal 100 ml

Alat Penyulingan dan kelengkapannya Pemanas Listrik/pembakar


(50)

3.5.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.3. Tabel 3.3. Bahan Dalam Penelitian

Jenis Penelitian Nama Bahan

Pembuatan Kerupuk Tepung Tapioka

Ikan Pora-Pora Garam Gula Telur Bawang Putih Soda Kue Air Minyak Ketumbar

Uji Daya Terima Kerupuk dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 15%.

Uji Penilaian Zat Gizi Kerupuk Kerupuk dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 15%.

Aquabidest HCL 1:1

Lantan Chlorida (LaCl3)

Larutan Standar CaCl2

Gas Asetilen HNO3

Campuran Selen Indikator Campuran

Larutan Asam Borat H3BO3 2%

Larutan Asam Klorida, HCl 0,01% Larutan natrium hidroksida NaOH 30%

Tabel 3.4. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Kerupuk setiap 425 gram Bahan

Bahan Perlakuan

P1 P2 P3

Tepung Tapioka 190 gram 190 gram 190 gram

Ikan Pora-Pora 20 gram 40 gram 60 gram

Garam 10 gram 10 gram 10 gram

Telur 100 gram 100 gram 100 gram

Air 90 gram 70 gram 50 gram

Soda Kue 5 gram 5 gram 5 gram


(51)

Keterangan :

Berat Total dari bahan utama = 425 gram

P1 Ikan pora-pora 5% = 5% x 425 gram

= 20 gram

Tepung tapioka 45% = 45% x 425 gram = 190 gram

Air 21% = 21% x 425 gram

= 90 gram

Telur 24% = 24% x 425 gram

= 100 gram

Garam 2% = 2% x 425 gram

= 10 gram

Gula 2% = 2% x 425 gram

= 10 gram

Soda Kue 1% = 1% x 425 gram = 5 gram

P2 Ikan pora-pora 10% = 10% x 425 gram

= 40 gram

Tepung tapioka 45% = 45% x 425 gram = 190 gram

Air 16% = 16% x 425 gram

= 70 gram

Telur 24% = 24% x 425 gram

= 100 gram

Garam 2% = 2% x 425 gram

= 10 gram

Gula 2% = 2% x 425 gram

= 10 gram

Soda Kue 1% = 1% x 425 gram = 5 gram

P3 Ikan pora-pora 15% = 15% x 425 gram

= 60 gram

Tepung tapioka 45% = 45% x 425 gram = 190 gram

Air 11% = 11% x 425 gram

= 50 gram

Telur 24% = 24% x 425 gram

= 100 gram

Garam 2% = 2% x 425 gram

= 10 gram

Gula 2% = 2% x 425 gram

= 10 gram

Soda Kue 1% = 1% x 425 gram = 5 gram


(52)

3.6 Tahapan Penelitian

3.6.1 Proses pembuatan kerupuk ikan pora-pora

Proses pembuatan kerupuk berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (2007) yaitu :

1. Penggilingan ikan pora-pora

Ikan pora-pora dipilih sebanyak 400 gram dalam keadaan segar. Dibersihkan dari kotoran dan dibuang sisik serta jeroannya kemudian cuci sampai bersih dan tiriskan. Ikan pora-pora digiling/dihaluskan sehingga menjadi bubur ikan.

2. Pencampuran bahan

Tepung tapioka dicampurkan dengan ikan pora-pora, tujuannya agar tepung ini menjadi homogen dan merata warnanya, kemudian dilakukan pencampuran dengan bahan lain seperti air, telur, garam dan gula.

Pada proses pencampuran ini yang dilakukan terlebih dahulu yaitu mencampur telur,gula,garam dan bumbu dengan sedikit tepung tapioka ke dalam panci lalu dimasak sambil diaduk beberapa menit, lalu didiamkan sampai dingin, sementara tepung tapioka yang sisa dicampurkan dengan ikan pora-pora. Secara perlahan-lahan, campuran tersebut diaduk rata dan ditambahkan dengan telur dan tepung yang sudah dimasak, gula, garam dan ditambah air sedikit demi sedikit sampai adonan membentuk adonan yang homogen, yaitu menggempal bila adonan dikepal dengan tangan.


(53)

3. Pengulenan bahan

Adonan yang sudah membentuk homogen kemudian diuleni, pengulenan dilakukan selama 15 menit sampai adonan tidak lengket di tangan lagi.

4. Pencetakan Adonan

Adonan yang sudah selesai diuleni kemudian dicetak berbentuk silindris dengan diameter 4 cm, kemudian dibungkus dengan plastik atau dicetak dengan cetakan yang telah disediakan.

5. Pengukusan Adonan

Adonan yang sudah dicetak kemudian dikukus selama ± 2 jam didalam uap panas, untuk mengetahui adonan sudah matang tusukkan lidi ke adonan jika tidak lengket lagi maka adonan sudah matang.

6. Pendinginan Adonan

Adonan yang sudah matang kemudian didinginkan di udara terbuka selama 2 hari sampai adonan menjadi cukup keras.

7. Pengirisan Adonan

Adonan yang sudah dingin kemudian diiris dengan pisau, dalam pengirisan ini diusahakan agar dibuat setipis mungkin, dalam penelitian ini ketebalan irisan kerupuk yaitu 2 mm.


(54)

8. Pengeringan

Adonan yang sudah diiris kemudian diletakkan kedalam nampan kemudian dikeringkan dengan dijemur disinar matahari hingga benar-benar kering selama 5 jam setiap hari dan dilakukan dalam dua hari.

9. Penggorengan

Setelah benar-benar kering kemudian kerupuk sudah dapat digoreng. Berdasarkan literatur suhu minyak penggorengan 1700C, namun dalam penelitian ini

½

kg minyak dipanaskan dengan api kecil dalam waktu 5 menit. Untuk melihat minyak sudah dapat digunakan dilakukan percobaan terhadap satu kerupuk jika mengembang maka sudah dapat dilakukan penggorengan. Minyak yang digunakan berbeda atau diganti untuk setiap jenis kerupuk.


(55)

Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Kerupuk untuk 425 gram Bahan

- Ikan pora-pora 5%

- Ikan pora-pora 10%

- Ikan pora-pora 15%

- Tepung Tapioka 48%

- Tepung Tapioka 48%

- Tepung Tapioka 48%

- Air

- Garam ( 20 gram )

- Gula ( 20 gram )

- Soda Kue( 10 gram)

- Telur ( 100 gram ) Pencampuran bahan

Pengulenan bahan ( 15 menit)

Pencetakan Adonan

Pengukusan Adonan (± 2 jam)

Pendinginan Adonan

Pengirisan

Pengeringan

Penggorengan

Kerupuk Penggilingan Ikan


(56)

3.6.3 Perhitungan Zat Gizi Kerupuk

Perkiraan perhitungan protein dan kalsium kerupuk dengan penambahan ikan pora pora dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.

3.6.4 Uji Daya Terima

Untuk mengetahui hasil dari percobaan perlu dilaksanakan penilaian kepada masyarakat dengan uji daya terima (uji organoleptik). Jenis uji daya terima yang digunakan adalah uji kesukaan/ hedonik menyatakan suka atau tidak sukanya terhadap suatu produk.

Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai acuan. Namun untuk mempermudah panelis dan peneliti skala ini dikecilkan menjadi tiga tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang tertinggi adalah 3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan Tabel 3.3.

Tabel 3.5. Tingkat Penerimaan Konsumen

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna Menarik

Kurang Menarik Tidak Menarik

3 2 1

Aroma Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1

Rasa Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1

Tekstur Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1


(57)

Dalam pelaksanaan uji daya terima terhadap percobaan ini maka perlu dipersiapkan beberapa hal seperti :

1. Pelaksanaan penilaian - Waktu dan tempat

Penilaian uji daya terima terhadap kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora hasil percobaaan dilakukan di SD Negeri 060971 Kemenangan Tani. - Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah kerupuk dari penambahan ikan pora-pora dengan variasi konsentrasi 5%, 10%, dan 15%. Sedangkan alat yang digunakan adalah formulir, alat tulis, dan air minum dalam kemasan.

- Panelis

Untuk penilaian organoleptik suatu produk diperlukan alat instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok orang yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis. Jumlah panelis yang digunakan minimal 25 orang. Panelis dalam penelitian ini adalah panelis anak-anak yang diambil dari SD Negeri 060971 Kemenangan Tani Medan, dimana pengambilan sekolah ini dilakukan secara accidental. Adapun jumlah panelisnya sebanyak 40 orang dengan kriteria sebagai berikut :

Anak SD kelas lima

Sukarela dan tanpa paksaan Dalam keadaan sehat Tidak buta warna


(58)

2. Langkah-langkah pada uji kesukaan

a. Mempersilakan panelis untuk duduk diruangan yang telah disediakan. b. Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, formulir, alat tulis dan air

minum dalam kemasan.

c. Memberikan penjelasan sedikit kepada panelis tentang bagaimana cara memulai dan pengisian formulir.

d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada formulir yang telah disediakan.

e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.

f. Setelah formulir dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisa sidik ragam.

3.7 Analisis Kimia 3.7.1 Analisis protein

Penentuan kadar protein pada penelitian ini menggunakan metode kjeldhal yaitu penerapan jumlah protein secara empiris berdasarkan jumlah N yang ada didalam bahan. Setelah bahan dioksidasi, amonia (hasil konversi senyawa N) bereaksi dengan asam menjadi amonium sulfat. Dalam kondisi basa, amonia diuapkan dan dan kemudian ditangkap dengan larutan asam. Jumlah N ditentukan dengan titrasi HCL atau NAOH (Mohammad dan Nurwantoro, 2004).

Berdasarkan prinsip diatas, prosedur analisis dengan metode kjeldhal dibagi dalam tiga tahapan, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.


(59)

a. Tahap Destruksi

Pada tahap ini mula-mula sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga bahan terdestruksi menjadi unsur-unsurnya. Hasil akhir pada tahap ini adalah terbentuknya amonium sulfat. Untuk mempercepat destruksi perlu ditambah katalisator :

- Campuran Na2 SO4 dan HgO ( 20 : 1 ) - K2 SO4

- Cu SO4

Reaksi pada saat destruksi adalah sebagai berikut : ( CHON ) + On + H2 SO4 CO2 + H2O + ( NH4 )2 SO4 b. Tahap Destilasi

Amonium sulfat hasil destruksi dipecah menjadi amonia dengan cara penambahan NaOH dan pemanasan. Selanjutnya amonia ditangkap dengan larutan standar, sampai destilat tidak bereaksi basis. Larutan asam standar yang dapat digunakan yaitu : HCL dan asam borat 4%.

c. Tahap titrasi

Apabila digunakan HCL, maka sisa HCL yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH (0,1 N). Persentase N dapat dihitung sebagai berikut : % N = mL NaOh (blanko – sampel) x A

Berat sampe (g) x 1000


(60)

Apabila deigunakan asam borat sebagai penampung destilat, maka jumlah asam borat yang bereaksi dengan amonia dititrasi dengan HCL (0,02 – 0,1 N ). Persentase N dapat dihitung dengan cara :

% N = mL HCL ( Sampel – Blanko) x B Berat sampe (g) x 1000

Dimana B = Normalitas HCL x 14.008 x 100%

Setelah diperoleh persentase N maka kadar protein sampel dapat dihitung dengan cara mengalikannya dengan faktor konversi N.

Kadar protein = % N x Faktor Konversi N 3.7.2 Analisis Kalsium

Pada Penelitian ini untuk menentukan kadar kalsium digunakan prinsip metode AAS(Atomic Absorption Spectrofotometer) dimanasampel didestruksi dengan campuran asam lalu dipisahkan dengan residunya.

Larutan stok standar kalsium 1000 ppm dibuat dengan cara menimbang 2,497 gram CaCO3 kemudian dilarutkan dengan asam nitrat 1:4 sampai 1 liter. Larutan standar dibuat dari larutan stok 1000 ppm. Seri larutan standar yang digunakan adalah 0, 2, 5, 10, dan 20 ppmdengan volume 100 ml. Larutan standar tersebut kemudian diukur absorbansinya dengan AAS. Dari nilai absorbansi yang dihasilkan AAS pada seri larutan standar didapat hubungan antara konsentrasi dengan absorban, melalui persamaan garis lurus y = a + bx. Y sebagai absorban dan x sebagai konsentrasi.

Analisis kadar kalsium sampel dilakukan dengan menimbang 0,1 gram sampel halus yang kemudian dimasukkan kedalam labu kjeldhal 100 ml dan ditambahkan 10-13 ml campuran asam yang terdiri dari HNO3, HClO4, dan HCl (perbandingan 6:6:1),


(61)

larutan didestruksi sampai berwarna jernih kemudian didinginkan. Setelah dingin campuran hasil destruksi disaring dengan kertas saring whatman. Pada saat penyaringan, labu kjeldhal dan corong dibilas dengan air bebas ion sebanyak 4 kali. Volume hasil penyaringan ditera hingga 100 ml dan siap diukur pada AAS dengan panjang gelombang 420 nm.

ppm ca =

% ca =

3.8 Pengolahan dan Analisis data

Pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam peneltian ini dalah analisis deskriptif persentase, dan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tiap-tiap perlakuan maka digunakan analisis sidik ragam. Analisis deskriptif persentase ini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang diujikan. Untuk mengetahui tingkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut :

% = x 100

Keterangan :

% = Skor Persentase

n =Jumlah skor yang diperoleh


(62)

Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen, analisisnya sama dengan analisis kualitatiif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut :

Nilai tertinggi : 3 ( suka ) Nilai terendah : 1 ( tidak suka ) Jumlah kriteria yang ditentukan : 3 kriteria

Jumlah panelis : 40 orang

a. Skor maksimum = jumlah panelis x nilai tertinggi = 40 x 3 = 120

b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah = 40 x 1 = 40

c. Persentase maksimum = x 100% = x 100% = 100%

d. Persentase minimum = x 100%

= x 100% = 33,3%

e. Rentangan = persentase maksimum – persentase minimum = 100% - 33,3% = 66,7%

f. Interval persentase = rentangan : jumlah kriteria = 66,7% : 3 = 22,2% = 22%

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval persentae dan kriteria kesukaaan sebagai berikut :


(63)

Tabel 3.6. Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan

Persentase (%) Kriteria Kesukaan

78 – 100 Suka

56 – 77,99 Kurang suka

34 – 55,99 Tidak suka

Untukmengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada organoleptik kerupuk dengan berbagai perlakuan jumlah penambahanikanpora-pora, maka dapat dilakukan beberapa tahap uji, yaitu :

1.UjiBarlet, ujiinidilakukanuntukmengujikesamaanvarians Adapunlangkah-langkah penggunaanujibarletyaitu :

1. Siapkan tabel penolong sedemikian rupa, dan tabel penolong ini juga akan digunakan dalam analisis varians serta uji komparasi ganda

Tabel 3.7.Tabelpenolonguntukperhitunganujibarlet SubjekPengamatan KelompokPerlakuan

1 2 …… K

1 x11 x12 …… x1k

2 x21 x22 …… x2k

… … … …… …

… … … …… …

N xn1 xn2 …… xnk

Jumlahpengamatan

n2 n2 …… nk

Jumlah data

…… Jumlahkuadrat data

…… Varians (ragam)

……


(64)

2. PasanganHipotesis

Ho : Data PopulasiHomogen

Ha : Sekurang-kurangnyaadaduavarianspopulasi yang tidaksama (data populasitidakhomogen)

3. SebaranBarlet

bH =

4. KoefisiensebaranBarlet

BC =

5. Daerah kritis : Tolak Ho, jikabH<bC 6. Kesimpulan :

a). Jikahasilanalisisstatistik menunjukkan Ho diterima, artinyavarians data populasidarimana data sampelditarikseragam (homogen).

b). Jikahasilanalisisstatistikmenunjukkan Ho ditolak, artinyavarians data populasidarimana data sampelditariktidakseragam (tidakhomogen).

Apabila kesimpulan menunjukkan Ho diterima maka dapat dilanjutkan ke analisis sidik ragam.

2. Uji Analisis Varians (Anova), dengan Analisa Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap (Robert danjames, 1991)


(65)

Tabel 3.8. Daftar Analisa Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap Sumber

Keragaman Db JK KT F.Hitung

F. Tabel 5% 1% Perlakuan

Galat

r-1 = V1

(rt-1)-(r-1) = V2

JKP JKG JKP (r-1) JKG (rt-1)-(r-1) KTP KTG

F (V1, V2)

Total rt-1 JKT

Keterangan :

db : Derajat bebas JK : Jumlah kuadrat KT : Kuadrat total F : Uji-F

r : Jumlah perlakuan t : Jumlah panelis G : Galat

Rumus :

1. Derajat bebas (db) a. db perlakuan = r – 1

b. db galat = (rt – 1) – (r – 1) c. db total = (rt) – 1

2. Faktor Koreksi (FK)

(∑Yij)2 Faktor Koreksi =


(66)

3. Jumlah Kuadrat

a. Jumlah Kuadrat Total = ∑ Yij2 – FK ∑ (Yi)2

b. Jumlah Kuadrat perlakuan = - FK r

c. Jumlah Kuadrat galat = jumlah kuadrat total – jumlah kuadrat perlakuan 4. Kuadrat Total

JK perlakuan a. KT perlakuan =

db perlakuan JK galat

b. KT galat =

db galat 5. F-Hitung

KT perlakuan F-Hitung =

KT galat

Bandingkan F-Hitung dengan F-tabel Lihat Tabel Anova, dimana :

Pembilang = db perlakuan Penyebut = db galat

Bila F-hit > F-tabel = Ho ditolak, Ha diterima Bila F-hit < F-tabel = Ho diterima, Ha ditolak Dengan menggunakan derajat bebas α 5%

Bila F-hitung > F-tabel berarti ada pembedaan antara perlakuan-perlakuan tersebut. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tiap-tiap perlakuan maka akan dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan. Dengan Uji Ganda Duncan maka dapat diketahui


(67)

perlakuan mana yang paling berbeda dengan perlakuan lainnya dan perlakuan mana yang hanya sedikit berbeda dengan perlakuan lainnya.

KT galat Sy =

Jumlah Kelompok

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung range tingkat nyata 5% dengan melihat derajat bebas galat dimana akan diperoleh :


(1)

Gambar 4.Bahan-Bahan untuk Pembuatan Kerupuk Gambar 3.Penghalusan Ikan Pora-Pora


(2)

Gambar 5.AdonanKerupukdengan 3 Konsentrasi

Gambar 6.PengukusanAdonan yang Telah Dicetak


(3)

Gambar 7.Kerupuk yang Siap untuk Diiris

Gambar 8.Pengirisan Adonan


(4)

Gambar 9. Penjemuran Kerupuk

Gambar 10. Kerupuk Mentah Sudah Dapat Digoreng


(5)

Gambar 11. Penggorengan Kerupuk

Gambar 12. Kerupuk Ikan Pora-Pora


(6)

Gambar 13. Uji Daya Terima kepada Siswa/siswi SD N. No 060971

Gambar 14. Uji Daya Terima kepada siswa/siswi SD N. No.060971