Tugas Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia

berarti sama saja dengan ketentuan dalam Pasal 7 UU OJK tentang kewenangan pengaturan dan pengawasan. Jika dianalisa pasal-pasal dalam UU OJK secara keseluruhan, tidak ada satupun pasal yang mengamanatkan pembentukan Peraturan Pemerintah yang dibuat oleh pemerintah dalam arti luas. Akan tetapi dalam ketentuan Pasal 37 ayat 6 UU OJK di bagian penjelasannya dijelaskan bahwa yang menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah memuat antara lain: tata cara penetapan, jenis, besaran, waktu penagihan dan pembayaran pungutan, dan sanksi denda adalah OJK itu sendiri. Demikian pula halnya dalam UU BI tidak ada satupun pasal yang mengamanatkan kepada BI untuk membuat Peraturan Pemerintah, melainkan BI diberikan amanat oleh undang-undang untuk membuat PBI. Hal ini berarti dalam rangka menjalankan kewenangan tugas mengatur, BI dan OJK berwenang membuat peraturan pelaksananya bukan pemerintah dalam arti luas.

3. Tugas Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia

Dalam UU OJK terdapat ketentuan yang menentukan secara khusus tentang kewenangan OJK yang berkaitan dengan tugas pengawasan terhadap bank yakni terdapat pada Pasal 9 UU OJK. Ketentuan ini juga dipandang tidak konsisten menentukan tugas OJK untuk pengawasan bank sebab aspek yang ditentukan dalam Pasal 9 UU OJK adalah “Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang”. Pasal 9 UU OJK ini juga menentukan “….sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, …” yang berarti adalah Universitas Sumatera Utara kombinasi antara pengaturan dan pengawasan terhadap bank. Selengkapnya ketentuan Pasal 9 UU OJK menentukan sebagai berikut: Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang: a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala eksekutif; c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, danatau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; d. Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan danatau pihak tertentu; e. Melakukan penunjukan pengelola statuter; f. Menetapkan penggunaan pengelola statuter; g. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan h. Memberikan danatau mencabut: 1 Izin usaha; 2 Izin orang perseorangan; 3 Efektifnya pernyataan pendaftaran; 4 Surat tanda terdaftar; 5 Persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6 Pengesahan; 7 Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan 8 Penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Aspek yang dikritik dalam hal ini tepatnya berada pada bagian pengantar Pasal 9 dan juga Pasal 8 UU OJK bahwa ketentuan ini tidak konsisten menentukan mana yang menjadi tugas mengawasi, mana tugas mengatur serta mana tugas mengawasi dan mengatur. Jika yang ingin dimaksud oleh pembuat undang-undang dalam Pasal 9 UU OJK adalah tugas pengawasan, mengapa mesti disebutkan lagi Universitas Sumatera Utara dengan redaksi “…sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,…”. Sedangkan yang dimaksud dalam Pasal 6 UU OJK itu adalah kombinasi antara pengaturan dan pengawasan terhadap bank. Hal ini berarti Pasal 9 UU OJK juga mengkombinasi kewenangan pengaturan dan pengwasan OJK terhadap bank, seperti dalam Pasal 7 UU OJK tentang kewenangan pengaturan dan pengawasan. Jika dibaca sepintas lalu maksud ketentuan Pasal 9 UU OJK adalah menentukan kewenangan OJK yang berkaitan dengan pengawasan. Akan tetapi karena digunakan redaksi “…sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,...”, sehingga tampak ketentuannya benar-benar tidak konsisten sebab Pasal 9 UU OJK juga merupakan kombinasi kewenangan OJK untuk mengatur dan mengawasi bank. Jika maksud pembuat undang-undang untuk menentukan kewenangan OJK untuk mengawasi dalam ketentuan ini, maka seharusnya redaksi yang digunakan di bagian pengantar Pasal 6 UU OJK adalah: OJK melaksanakan tugas pengaturan, pengawasan, pengaturan dan pengawasan terhadap: a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Sehingga dengan redaksi yang demikian di atas, akan tampak dengan jelas bidang-bidang apa saja yang menjadi kewenangan OJK untuk pengaturan, bidang apa saja yang menjadi kewenangan OJK untuk pengawasan, serta bidang apa saja yang menjadi kewenangan OJK untuk pengaturan dan pengawasan. Jika UU OJK khususnya Pasal 6 tetap menggunakan redaksi “….pengaturan dan pengawasan…” Universitas Sumatera Utara saja, maka ketentuan ini jelas bisa membuka peluang besar kepada lembaga OJK untuk masuk pada semua aspek dan termasuk hal-hal yang bersifat khusus yang seharusnya hal itu menjadi kewenangan BI. Selanjutnya dengan menggunakan redaksi “…pengaturan dan pengawasan…” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU OJK tersebut, jelas-jelas DPR ingin menjadikan OJK adalah lembaga super body bukan dewan pengawas supervisory board sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 34 ayat 1 UU BI.

4. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia Tentang Penilaian Terhadap Kesehatan Bank