melalui koordinasi dalam batas-batas hubungan kelembagaan yang ditentukan dalam undang-undang.
B. Pembentukan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia
Kegagalan pengawasan lembaga finansial di Amerika Serikat di Tahun 2008 menimbulkan kekhawatiran pada sektor finansial dalam negeri di Indonesia.
Munculnya kasus Bank Century yang ditalangi lebih kurang 6,7 Triliun, kasus BLBI, kasus likuiditas terhadap 16 bank, semakin memperburuk pasar finansial di
Indonesia. Puncak krisis pada tahun 1997 telah membuat kegagalan pada pasar finansial di Indonesia. Sejak itu, ide untuk membentuk otoritas pengawas mulai
dibicarakan dan harus terbentuk pada tahun 2002 sebagaimana ditentukan dalam Pasal 34 UU No.23 Tahun 1999, nyatanya sampai dengan 2002 draf pembentukan
OJK belum juga ada. Hingga akhirnya UU No.23 Tahun 1999 direvisi, menjadi UU No.3 Tahun 2004 yang dalam Pasal 34 dinyatakan selambat-lambatnya tanggal 31
Desember 2010. Dalam perjalanan panjang pembahasan untuk membentuk otoritas pengawas
perbankan terjadi tarik-menarik antara BI dan Pemerintah Kemenkeu yang kemudian tanggal 22 Nopember 2011 ketika UU No.21 Tahun 2011 diundangkan
tetap saja menjadi perdebatan hangat. Sebahagian kalangan manganggap BI tidak mampu menjalankan tugasnya dengan efektif sehingga menimbulkan krisis keuangan
yang parah. Walaupun pandangan ini tidak sepenuhnya berdasar namun setidaknya
Universitas Sumatera Utara
dapat mengindikasi pada kekhawatiran publik terhadap kondisi pengelolaan perbankan nasional.
Bila diteliti struktur pengawasan perbankan pada waktu itu diketahui bahwa pengawasan bank dilakukan oleh dua lembaga yaitu BI dan Departemen Keuangan.
BI bertugas mengawasi bank dalam arti sempit audit sedangkan tugas mengatur dan memberimencabut ijin usaha bank ada pada Departemen Keuangan. Sehingga tidak
efektif tugas pengawasan yang dilakukan oleh BI terhadap bank sehingga memicu terjadi krisis pada tahun 19971998 tentunya adalah tanggung jawab bersama kedua
lembaga tersebut.
128
Dalam konsideran UU OJK disebutkan, untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, diperlukan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dari pertimbangannya diketahui bahwa tujuan utama dari sistem
pengawasan perbankan untuk menciptakan sistem perbankan nasional yang sehat. Jika pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan tidak dilakukan koordinasi yang
baik antar BI dengan OJK, niscaya tujuan untuk menciptakan sistem perbankan nasional yang sehat itu tidak akan dapat tercapai bahkan akan menyebabkan
kegagalan perbankan nasional.
128
Bismar Nasution, “Implementasi Pasal 34 Undang-Undang....Op. cit., hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan amanat Pasal 34 UU No.23 Tahun 1999 sebagaimana diubah melalui UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia UU BI, menghendaki
pembentukan lembaga dimaksud hanya dalam batas sebagai Dewan Pengawas supervisory board
129
Penulis sependapat dengan yang dikatakan oleh Bismar Nasution ketika masih dalam RUU OJK yang mengatakan tidak menentukan definisi dan status yang jelas
definition and clarity of status. Sebab terdapat beberapa ketentuan yang tidak sesuai dengan amanat Pasal 34 UU BI. Seharusnya lembaga yang dibentuk hanya
melakukan tugas pengawasan dan dalam hal tertentu dapat mengeluarkan ketentuan namun hanya berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan dan berkoordinasi
dengan BI. artinya dalam penjelasan pasal ini dijelaskan bahwa lembaga
yang dibentuk akan memiliki kewenangan mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank dengan koordinasi dengan BI.
130
Setelah diundangkannya UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK UU OJK, dari ketentuan menyangkut wewenang OJK yang sangat luas tampak pada Pasal 7 dan
Pasal 8 UU OJK diketahui dari kewenangan OJK tersebut memang benar-benar lembaga super body
131
129
Pasal 34 UU BI dan Penjelasannya.
bukan supervisory board sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 34 UU BI tersebut.
130
Bismar Nasution, ”Kajian Terhadap RUU Tentang Otoritas Jasa Keuangan” Artikel dalam Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan
, Volume 8, Nomor 3, September 2010, hal. 7.
131
Oka Mahendra, Op. Cit., hal. 39-41.
Universitas Sumatera Utara
Ketika masih dalam RUU OJK, Yusril mengungkapkan kewenangan OJK lebih dahsyat dari Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Hal itu tampak dari
ketentuan UU OJK yang memberikan kewenangan luas diantaranya yakni kewenangan regulasi, pengawasan, pemeriksaan dan bahkan penyidikan vide: Pasal
1 angka 1 UU OJK. Menurut Yusril dari sudut pandang tata negara tidak boleh dilakukan satu tangan oleh OJK, mengawasi dan mengatur bisa tetapi tidak
menindak. Kewenangan penyidikan dan penyelidikan itu juga tidak disebutkan mengacu kepada KUHAP atau dalam bentuk acara khusus sehingga dengan
kewenangan yang luas ini bisa menggeledah, menyita, dan macam-macam tanpa prosedur acara yang jelas. Penulis sependapat dengan Yusril yang mengatakan
kewenangan OJK akan lebih dahsyat sekali bahkan lebih dahsyat dari KPK.
132
Selanjutnya dikutip dari pendapat Bismar Nasution sebagai berikut: Harus dikritisi secara mendalam apakah amanat demikian itu dapat membuat
pengawasan bank lebih baik dan dapat membawa perubahan lebih baik dalam sistem ekonomi terutama dalam pengaturan dan dan pengawasan pengelolaan
kegiatan sektor keuangan yang diselenggarakan oleh lembaga jasa keuangan. Sebab amanat Pasal 34 UU BI tersebut sejak awal penyusunannya telah
mengandung kontroversi dan perdebatan. Berdasarkan pasal Pasal 34 UU BI fungsi BI dalam mengawasi bank dialihkan kepada LPJK. Pengalihan fungsi
pengawasan bank dari bank sentral di negara yang industri keuangannya didominasi oleh industri perbankan tentunya menimbulkan perdebatan dan
memicu kontroversi.
133
Ketidakjelasan status dari UU OJK itu dapat pula dilihat dari ketentuan Pasal 38 ayat 2 dan ayat 6 UU OJK yang menentukan: ”OJK wajib menyusun laporan
132
http:idsaham.comnews-saham-Yusril-OJK-Bisa-Lebih-Dahsyat-dari-KPK-173470.html, diakses tanggal 12 Agustus 2012. Ditulis oleh: Herdadu Purnomo dalam detikfinance.
133
Bismar Nasution, ”Kajian Terhadap RUU….Op. cit., hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
kegiatan yang terdiri atas laporan kegiatan bulanan, triwulanan, dan tahunan” vide Pasal 38 ayat 2 UU OJK dan ”Laporan kegiatan tahunan sebagaimana dimaksud
pada ayat 2 disampaikan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat” vide Pasal 38 ayat 6 UU OJK.
Ketentuan Pasal 38 ayat 2 dan ayat 6 UU OJK ini menyangkut tentang pelaporan akan tetapi tidak sesuai dengan amanat dalam penjelasan Pasal 34 ayat 1
UU BI. Sebab dalam Pasal 38 ayat 2 UU OJK, laporan kegiatan tahunan sebagaimana dimaksud pada Pasal 38 ayat 2 disampaikan kepada Presiden dan
DPR. Padahal perintah dari penjelasan Pasal 34 ayat 1 UU BI menentukan bahwa lembaga OJK hanya menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan
BPK dan Dewan Perwakilan Rakyat DPR.
134
Pengaturan definisi dan status yang tidak jelas juga terlihat dalam ketentuan Pasal 10 ayat 4 huruf i UU OJK mengenai ketentuan anggota DK OJK, sebab
ditentukan bahwa salah satu anggota DK OJK berasal dari Kementerian Keuangan. Pasal 10 ayat 4 huruf i UU OJK menentukan: ”Seorang anggota Ex-officio dari
Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan”. Ketentuan Pasal 10 ayat 4 huruf i UU OJK ini tidak sesuai dengan
134
Ibid., hal. 7. Bandingkan dengan pendapat Bismar Nasution ketika masih dalam RUU OJK, beliau mengkritisi ketidakjelasan status dari RUU OJK itu dapat pula dilihat dari ketentuan Pasal
36 ayat 3 dan ayat 4 RUU OJK tentang pelaporan yang tidak sesuai dengan penjelasan Pasal 34 ayat 1 UU BI. Sebab dalam Pasal 36 ayat 3 RUU OJK ditentukan bahwa “Otoritas Jasa Keuangan
wajib menyampaikan laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Sedangkan ayat 4 menentukan “Laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat 3 disampaikan juga kepada Presiden”. Padahal perintah dari penjelasan Pasal 34 ayat 1 UU BI menentukan bahwa lembaga OJK tersebut hanya menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan BPK dan Dewan Perwakilan Rakyat DPR.
Universitas Sumatera Utara
amanat Pasal 34 UU BI yang menghendaki lembaga yang dibentuk bersifat independen dalam menjalakan tugasnya dan kedudukannya berada di luar institusi
pemerintah.
135
Menurut hemat penulis ketentuan ini jelas bertolak belakang antara Pasal 10 ayat 4 huruf i UU OJK dan Pasal 2 ayat 2 UU OJK. Dalam tataran undang-undang
saja sudah jelas bermasalah, apalagi pada pelaksanaannya nanti. Dengan masuknya ex-officio
dari Kemenkeu ke dalam struktur OJK, jelas-jelas OJK tidak akan bisa independen sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 2 ayat 2 UU OJK.
Ketentuan Pasal 10 ayat 4 huruf i UU OJK ini menyalahi filosofi Pasal 34 UU BI yang menghendaki lembaga yang dibentuk bersifat independen. Bismar
Nasution mengatakan dalam hal ini: Di sini perlu diingat bahwa lembaga yang independen tidak dapat dilihat
sebagai bagian cabang kekuasaan eksekutif, namun terpisah untuk menjalankan kebijakannya yang khusus demi efisiensi dan lepas dari campur
tangan eksekutif. Filosofi independensi berkenaan dengan pembatasan kekuasaan eksekutif, agar organ negara yang sebelumnya dianggap
sepenuhnya berada dalam kekuasaan eksekutif dapat menjamin bahwa fungsinya tidak disalahgunakan oleh eksekutif.
136
Oleh sebab itu, dalam hal ini hukum seharusnya memberikan definisi dan status yang jelas mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan
pengawasan perbankan dan jasa keuangan. Beberapa ketentuan dalam UU OJK
135
Ibid. Bandingkan dengan pendapat Bismar Nasution ketika masih dalam RUU OJK, beliau mengkritisi ketika masih dalam RUU OJK. Pengaturan status yang tidak jelas terlihat dalam ketentuan
Pasal 5 ayat 5 RUU OJK mengenai ketentuan mengenai Dewan Komisioner. Sebab ditentukan bahwa salah satu anggota Dewa Komisioner berasal dari Kementerian Keuangan. Hal ini tidak sesuai
dengan amanat Pasal 34 UU BI yang menghendaki lembaga yang dibentuk bersifat independen dalam menjalakan tugasnya dan kedudukannya berada diluar pemerintah.
136
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana disebutkan di atas, tidak sejalan dengan salah satu unsur yang disebutkan Burg’s yaitu hukum harus mampu memberikan definisi dan status yang
jelas definition and clarity of status.
137
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal dalam UU OJK yang tampaknya menjadikan lembaga OJK sebagai lembaga yang super body berpotensi menyulitkan
BI dalam mencapai tujuan yang diamanatkan oleh Konstitusi UUD 1945 dan Pasal 8 UU BI. Pasal-pasal yang tidak memiliki status yang jelas sebagaimana disebutkan di
atas telah mengamputasi instrumen penting yang dimiliki oleh BI dalam mencapai tujuannya sebagaimana amanat Konstitusi UUD 1945 dan Pasal 8 UU BI.
Mantan Chairman Federal Reserve Bank The Fed Amerika Serikat, Paul Volker mengatakan bahwa kebijakan moneter maupun keuangan tidak dapat
dilakukan dengan baik jika Bank Sentral kehilangan perannya dalam mengawasi kegiatan sektor perbankan.
138
Berasarkan ketidakjelasan definisi dan status sebagaimana disebutkan di atas, ada baiknya direnungkan sebuah ungkapan orang bijak yang mengatakan: ”Don’t
Kendatipun demikian, kehadiran lembaga OJK di Indonesia juga merupakan tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar pada era pasar
finansial yang semakin memburuk saat ini.
137
Burg’s yang dikutip oleh Leonard J. Theberge, kemudian dikutip oleh Bismar Nasution. Ibid
., hal. 5. Dalam rangka kajian terhadap RUU OJK, perlu memperhatikan sebagaimana diamati hasil studi yang dilakukan Burg’s mengenai hukum dan pembangunan terdapat 5 lima unsur yang
harus dikembangkan supaya tidak menghambat ekonomi, yaitu “stabilitas” stability, “prediksi” preditability, “keadilan” fairness, “pendidikan” education, dan “pengembangan khusus dari
sarjana hukum” the special development abilities of the lawyer.
138
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan....Op. cit., hal. 149.
Universitas Sumatera Utara
change your jockey in the middle of the race, otherwise you will lose the game ”,
139
Dalam konteks kehadiran UU OJK bukan menggantikan pemain lama yakni BI akan tetapi mengalihkan sebahagian tugas dan kewenangan BI kepada OJK untuk
secara bersama-sama dan berkoordinasi dalam mengeluarkan pengaturan dan pengawasan perbankan. Ungkapan bijak tersebut telah terjadi dalam pengawasan
perbankan, namun belum terbukti dalam pelaksanaan. Namun walaupun demikian kehadiran OJK sebagai pemain baru tetap mutlak diperlukan saat ini dan walaupun
kegagalan negara-negara maju dengan menerapkan OJK-nya tidak berarti membuat negara Indonesia membatalkan pembentukan lembaga OJK.
yang artinya ”Jangan mengubah Joki Anda di tengah lomba, jika tidak, Anda akan kehilangan permainan”. Walaupun ungkapan tersebut hanya sekedar kata-kata bijak
dari orang-orang bijak namun perlu untuk direnungkan bahwa, kadang-kadang kekalahan dalam pertandingan bisa terjadi karena digantinya pemain atau sama sekali
tidak ada pergantian pemain.
Ketidakjelasan definisi dan status tersebut di atas juga sejalan dengan ilustrasi yang diberikan oleh Zulkarnain Sitompul, bahwa masalah siapa yang lebih tepat
mengawasi industri perbankan adalah soal sepele, semudah memilih ”teh sosro” atau ”teh kita”, tergantung selera.
140
139
Ibid., hal. 148. Lihat juga: Bismar Nasution, “Implementasi Pasal 34 Undang-Undang, ….Op. cit., hal. 14. Diartikan sendiri oleh penulis: ”Jangan mengubah Joki Anda di tengah lomba, jika
tidak, Anda akan kehilangan permainan”.
Kemungkinan ilustrasi ini bisa terjadi dalam praktiknya ke depan nanti.
140
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan,....Op. cit., hal.148.
Universitas Sumatera Utara
Namun sebenarnya di manapun dan bahkan di negara maju sekalipun, kunci keberhasilan OJK adalah: koordinasi yang baik, keseragaman kultur baru, dan anti
moral hazard merupakan kunci utamanya. Oleh sebab itu, koordinasi yang baik antar lintas sektoral dalam hubungan kelembagaan antara BI dengan OJK merupakan
strategi kunci kesuksesan untuk mencapai tujuan pembentukan OJK agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan khususnya sektor perbankan terselenggara
secara teratur, adil, transparan, akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan sustainable develompment dan stabil, serta mampu
melindungi kepentingan nasabahkonsumen dan masyarakat. Kiranya belajar dari banyak negara yang mengalami kegagalan membentuk
lembaga Banking Supervision and Regulatation hendaknya ada baiknya mengingatkan lembaga OJK Indonesia pada kisah film “Pearl Harbour” yang
dibintangi Ben Affleck yang diputar tahun 2001? Film ini bercerita tentang penyerbuan militer Jepang ke pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Pulau
Oahu, Hawaii, tanggal 7 Desember 1941. Ada sekuen kecil dalam film itu yang menarik namun luput dari perhatian sebagian besar penonton, yakni ucapan seorang
Laksamana Angkatan Laut AL Jepang usai penyerangan yang “gilang-gemilang” itu. “Sepertinya kita sedang membangunkan seorang raksasa yang sedang tidur,” ujar
sang Laksamana yang khawatir akan pukulan balik dari militer AS terhadap Jepang di kemudian hari. Benar saja, hal itu terjadi ketika kota Hiroshima dan Nagasaki dibom
Universitas Sumatera Utara
atom oleh AS. Jepang pun menyerah tanpa syarat dan tercatat dalam sejarah dunia sebagai negara kalah perang.
141
Agaknya, para petinggi militer Jepang tidak menyerap dengan baik perkataan Sun Tzu sebelum memutuskan untuk menyerang pangkalan Armada Pasifik AS di
Pearl Harbour. Bahwa sebelum angkatan bersenjata Jepang tumbuh menjadi negara maju dan modern, militer Negeri Matahari Terbit itu berguru pada militer AS dalam
segala segi. Ibarat murid ingin melawan guru, sudah barang tentu, sang guru masih menyimpan “ilmu pamungkas” yang belum diturunkan kepada muridnya. Pukulan
balik sang guru akan mematikan langkah murid yang membangkang. Intinya, militer Jepang tidaklah mengenal siapa musuh yang sedang dihadapi di medan tempur serta
terlalu yakin dengan kekuatan diri sendiri.
142
Penting untuk direnungkan oleh petinggi-petinggi DK OJK khususnya yang memiliki basic dari BI, bagi DK OJK yang baru saja dibentuk untuk mengatur dan
mengawasi perbankan di Indonesia hendaknya tidak bersikap arogansi ketika melaksanakan tugas nantinya. Prinsip mengenal medan tempur know your battle
field hendaknya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh DK OJK sebelum
bertempur dalam penanganan perbankan, sebagaimana amanat UU OJK.
141
Humas Bank Indonesia, Dinamika Transformasi Pengawasan Bank Di Indonesia, Jakarta: Bank Indonesia, 2010, hal. 44.
142
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
C. Koordinasi Dalam Mencapai Tujuan dan Fungsi Otoritas Jasa Keuangan