B. Independensi Bank Indonesia
UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mengamanatkan kepada Bank Indonesia berkedudukan sebagai lembaga independen. Amanat tersebut tampak pada
bagian konsideran huruf d undang-undang ini, lembaga Bank Sentral yang independen dalam konsideran tersebut bertujuan untuk menjamin keberhasilan dalam
memelihara stabilitas nilai rupiah. Selanjutnya perintah undang-undang yang mengamanatkan Bank Indonesia sebagai lembaga independen dengan tegas
ditentukan pada Pasal 4 ayat 2 UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Secara yuridis pembuat UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
menetapkan sebagai lembaga independen di Pasal 4 undang-undang ini merupakan norma status kedudukan. Sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab sebelum ini
bahwa independen sesungguhnya bukan menunjukkan status maupun kedudukan tetapi independen sesungguhnya lebih mengarah pada pengertian sifat.
Perubahan dari sifat menjadi norma status kedudukan diukur dari pandangan hukum positivistik. Umumnya semua undang-undang yang mengatur lembaga
independen, menempatkannya sebagai norma status kedudukan bukan sebagai sifat. Esensi hukum dalam pandangan positivistik sebenarnya ingin melihat persoalan
hukum yang ada is dan hukum yang seharusnya ought. Hukum yang seharusnya ought mengacu pada apa yang mungkin terjadi sebagai suatu kemungkinan
probabilitas fisik. Analisis ini melibatkan pengkonsentrasian pada kajian undang-
Universitas Sumatera Utara
undang sebagai keberadaannya as it is yakni undang-undang yang diberlakukan oleh negara.
91
Pengaturan lembaga independen dalam Pasal 4 ayat 2 UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia tersebut adalah, “Bank Indonesia adalah lembaga
negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini”.
Perintah undang-undang dengan tegas menyatakan “….bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya…” yang berarti pengaturan secara legalitas
formil mengenai independensi Bank Indonesia tidak bisa ditafsirkan lain sebab telah dibatasi secara limitatif. Bismar Nasution mengatakan, ”Independensi tidak berarti
bank sentral bebas menjalankan kebijakan moneter yang mereka inginkan”.
92
Independen sering terkait dengan prinsip politik yang dianut suatu pemerintah, secara historical maupun tradisional, terutama terletak pada masalah
keuangan pemerintah.
93
91
Achmad Ali, Op. cit., hal. 63.
Ketrekaitan itu dapat dilihat dari sisi pengaturan normanya maupun dari sisi teori maupun konsep negara hukum yang dianut suatu negara.
Misalnya di negara liberal Amerika Serikat memberikan status independen kepada Federal Reserve
FDR atau Bank Sentral Amerika terutama untuk tujuan agar FDR
92
Bismar Nasution, “Implementasi Pasal 34 Undang-Undang Tentang Bank Indonesia dan Dampaknya Pada Peranan dan Fungsi Bank Indonesia Di Bidang Moneter, Sistem Pembayaran dan
Stabilitas Keuangan”, Artikel yang ditulis di dalam Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 3, September 2010, hal. 12.
93
Nindyo Pramono, “Implikasi Landasan Hukum Independensi dan Posisi Dalam Sistem Ketatanegaraan Bagi Pencapaian Tujuan dan Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral
RI”, Artikel yang ditulis di dalam Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 3, September 2010, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
itu sendiri untuk mengatur kebijakan moneter Amerika Serikat secara bebas dari political presures
.
94
Pembatasan independensi Bank Indonesia tampak secara eksplisit norma yang terkandung di dalam Bab VII mengenai hubungannya dengan pemerintah. Misalnya
norma yang terkandung dalam Pasal 52 dan Pasal 53 UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Pasal 52 UU BI menentukan, “Bank Indonesia bertindak sebagai
pemegang kas Pemerintah”. Berarti sebagai lembaga pemegang kas pemerintah, Bank Indonesia masih merupakan bagian dari eksekutif.
Sedangkan pengaturannya di Indonesia dibatasi.
95
Bahkan Pasal 53 UU BI, menentukan “Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta
menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri”. Berdasarkan ketentuan ini, hubungan Bank Indonesia dengan pemerintah
tidak ubahnya hubungan antara ketua dan bendahara dalam sebuah organisasi. Tidak mungkin pemerintah tidak bisa mengintervensi kebijakan Bank Indonesia jika
pinjaman luar negeri untuk dan atas nama pemerintah itu sendiri, tetapi setidaknya intervensi itu dipastikan ada.
Penutup artikel Nindyo Pramono di dalam Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, mengatakan:
96
Dengan mendasarkan pada UUBI sebagaimana beberapa kaedahnya telah di bahas dalam uraian di atas, implikasi terhadap independensi dan posisi dalam
sistem ketatanegaraan bagi pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas BI
94
Ibid.
95
Ibid., hal. 1.
96
Ibid., hal. 8. Kualifikasi akademis penulis adalah: Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH, LLM.
Universitas Sumatera Utara
sebagai Bank Sentral RI, ternyata masih menyisakan perbedaan pemahaman diantara sebagian kalangan pemerhati BI sebagai Lembaga Negara yang
independen. Secara kaedah pengaturan independensi BI sebagai Bank Sentral sebenarnya sudah cukup tegas, sebagaimana dapat dilihat pada ketentuan
Pasal 8 UU BI. Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa independensi tersebut masih sering tidak dapat diimplementasikan secara
benar di dalam praktek karena adanya intervensi baik dari Pemerintah maupun pressure
politik. Pembatasan itu adalah bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak-
pihak lain. Bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak-pihak lain diperjelas dalam penjelasan Pasal 4 ayat 2 UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
dijelaskan bahwa Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen di bidang tugasnya berada di luar pemerintahan dan lembaga lain. Bebas dari campur tangan
pemerintah dan atau pihak-pihak lain bukan berarti pemerintah dan atau pihak lain tersebut bebas mengintervensi kebijakan Bank Indonesia tetapi norma bebas diartikan
berada di luar pemerintahan dan lembaga lain. Pembatasan itu ternyata diatur pengecualiannya dalam Pasal 4 ayat 2 UU
No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sehingga lembaga independen tersebut tidak murni dibebaskan dari unsur pemerintahan. Pengaturan tersebut tampak dari,
“…kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini”. Setidaknya dapat dikatakan pengaturan pembatasan status kedudukan lembaga
independen dalam UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, memiliki karakter: 1.
Diatur secara legalitas di Pasal 4 ayat 2 UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia;
Universitas Sumatera Utara
2. Tetapi pengaturannya dibatasi atau dikecualikan dari kemurnian sifat
independen; 3.
Pengaturannya dalam bentuk status kedudukan lembaga independen; dan 4.
Pengaturan lembaga independen umumnya menyangkut aspek ekonomi. Berdasarkan karakter di atas, dapat dianalisis dari sudut pandang teori negara
hukum materil atau negara kesejahteraan walfare state yang menghendaki masuknya unsur pemerintah dalam mengatur aspek ekonomi rakyat. Sehingga
pembatasan atau pengecualian itu membuat Bank Indonesia tidak bisa menjalankan independensinya secara murni. Apalagi konsep yang digunakan negara hukum
materil atau negara kesejahteraan walfare state menganut kebebasan bertindak disekresi dari lembaga-lembaga pemerintah yang ada atas inisiatif sendiri dalam
rangka menuju tujuan negara kesejahteraan yaitu kemanfaatan doelmatig dengan dengan menganut asas legalitas untuk membenarkan tindakan diskresi itu.
97
Mengenai pengaturan tentang lembaga pelaporan dan akuntabilitas atau pertanggungjawaban dari lembaga independen. Sebagaimana telah disinggung di atas,
secara umum karakteristik pengaturan norma pelaporan dan akuntabilitas lembaga independen di dalam UU BI, UU OJK, UU LPS, UU KPK, dan UU PPTPPU,
berbeda-beda diantaranya laporan pertanggungjawaban lembaga independen ada yang diatur bertanggung jawab kepada Presiden, kepada BPK, kepada DPR, dan ada pula
yang diumumkan kepada masyarakat luas.
97
Hotma P. Sibuea, Op. cit., hal. 68.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai bahan perbandingan untuk itu dapat dilihat pengaturan lembaga independen di dalam UU BI, UU LPS, UU KPK, dan UU PPTPPU. Pengaturan
pelaporan dan akuntabilitas lembaga independen di Pasal 58 UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia:
1. Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara
terbuka melalui media massa pada setiap awal tahun anggaran yang memuat: a.
Evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya; b.
Rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang akan datang dengan mempertimbangkan sasaran laju inflasi
serta perkembangan kondisi ekonomi dan keuangan. 2.
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, disampaikan juga secara tertulis kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan
tugas dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat setiap 3 tiga bulan.
4. Dengan tidak mengurangi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 3,
Bank Indonesia wajib menyampaikan penjelasan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenangnya apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Kemudian Pasal 61 ayat 2 UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, menentukan, “Selambat-lambatnya 7 tujuh hari setelah laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 selesai disusun, Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan tersebut kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk dimulai pemeriksaan”. Pengaturan
norma pelaporan dan akuntabilitas dari lembaga independen menurut amanat Pasal 58 dan Pasal 61 UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia di atas, harus
melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada: 1.
Masyarakat secara terbuka melalui media massa pada setiap awal tahun anggaran;
2. Presiden; dan
Universitas Sumatera Utara
3. Dewan Perwakilan Rakyat.
4. Badan Pemeriksa Keuangan.
Pengaturan pelaporan dan akuntabilitas lembaga independen di Pasal 87 UU No.24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan UU LPS menentukan:
“Dewan Komisioner menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan yang telah disetujui, serta evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 ayat 1 dan ayat 2 kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat”. Kemudian di Pasal 88 UU LPS, ditetapkan:
1. LPS wajib menyusun laporan tahunan untuk setiap tahun yang berakhir pada
tanggal 31 Desember. 2.
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari laporan kegiatan kerja dan laporan keuangan.
3. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diaudit oleh Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 4.
Hasil audit laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diterbitkan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun berikutnya.
5. Bentuk dan susunan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
ditetapkan dengan Keputusan Dewan Komisioner. Pengaturan norma pelaporan dan akuntabailitas kinerja lembaga independen
menurut amanat Pasal 87 UU LPS tersebut di atas, hanya dilaporkan kepada dua lembaga yaitu: Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Lembaga independen tidak
diperintahkan untuk menyampaikan laporannya kepada BPK menurut Pasal 88 UU LPS BPK. Lembaga independen menurut Pasal 89 ayat 2 UU LPS hanya
menyampaikan laporan keuangannya kepada masyarakat luas setelah dilakukan audit oleh BPK. Sehingga selain kepada Presiden dan DPR, lembaga independen dalam
Universitas Sumatera Utara
hal ini LPS juga menyampaikan laporan keuangan kepada masyarakat secara terbuka sekurang-kurangnya 2 dua surat kabar harian yang memiliki peredaran luas.
Kemudian untuk lembaga independen dalam hal ini KPK yang menurut Pasal 15 ayat 2 UU No.30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi UU KPK, mengamanatkan kepada KPK untuk wajib, ”Menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan”. Terakhir adalah pengaturan norma pelaporan dan akuntabilitas lembaga
independen dalam hal ini PPATK di Pasal 37 ayat 2 UU No.8 Tahun 2011 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang UU PPTPPU,
mengamanatkan kepada KPK untuk bertanggung jawab kepada Presiden. PPATK sebagai lembaga independen menurut Pasal 47 UU PPTPPU diperintahkan untuk
membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenangnya secara berkala setiap 6 enam bulan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
UU PPTPPU tidak mengandung norma perintah kepada PPATK untuk menyampaikan laporan kinerjanya kepada BPK maupun kepada masyarakat secara
terbuka. Pengaturan norma pelaporan dan akuntabilitas lembaga-lembaga independen
yang diatur dalam UU BI, UU LPS, UU KPK, dan UU PPTPPU tampak bebeda-beda dalam menempatkan status lembaga independen. Teori sebelumnya yang diketahui
bahwa independen secara filosofis mengandung pengertian sifat yang memihak kepada rakyat secara utuh, sedangkan secara yuridis norma pengaturan lembaga
Universitas Sumatera Utara
independen diatur dalam bentuk status kedudukan dan tetap memihak kepada rakyat tetapi pengaturannya dibatasi dikecualikan dalam konsep negara kesejahteraan
walfare state. Pengaturan norma pelaporan dan akuntabilitas lembaga independen Bank
Indonesia dianalisis secara kualitatif yang didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau
modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang ada sebelumnya.
98
Walaupun norma pengaturan lembaga independen bagi Bank Indonesia statusnya diakui dalam norma dasar UUD 1945 konstitusi.
Analisis secara kualitatif mengenai norma pengaturan lembaga independen khususnya lembaga
independen Bank Indonesia di dalam UU BI sesungguhnya menganut model pengaturan lembaga independen yang dibatasi.
99
Bahkan dari sisi kelembagaan independensi Bank Indonesia, status dan kedudukan kelembagannya
berbeda dalam sistim dan struktur ketatanegaraan Indonesia, di mana kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Presiden, DPR, BPK, maupun MA yang
merupakan Lembaga Tinggi Negara.
100
Namun sesungguhnya independensi Bank Indonesia dibatasi menurut UU BI. Pembatasan independensi itu akan semakin diperbesar setelah berlakunya UU No.21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan UU OJK. UU OJK mengurangi
98
Bismar Nasution, ”Metode....” Op. cit., hal. 2.
99
Bismar Nasution, “Implementasi Pasal 34 Undang-Undang....”, Op. cit., hal. 11.
100
Ec Abdul Mongid, “Bank Indonesia: Independensi, Pengawasan Bank dan Stabilitas Sistem Keuangan”, Artikel yang ditulis dalam Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan,
Volume 8, Nomor 3, September 2010, hal. hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
kewenangan BI sehingga BI hanya berfungsi dari aspek moneter dan dikhawatirkan walaupun Bank Indonesia tetap menjalankan tugas dan wewenangnya yang
ditentukan dalam UU BI tetapi independensinya tidak akan evektif dijalankan oleh Bank Indonesia setelah dimulainya rezim OJK.
Kendatipun UU BI secara legalitas mengamanatkan kepada Bank Indonesia sebagai lembaga yang independen, tetapi akan menimbulkan persoalan yang mungkin
akan timbul pada tahap implementatif adalah sejauh mana independensi itu akan diaktualisasikan untuk berpihak kepada rakyat. Sesungguhnya bergantung pada
kemauan politik political will pemerintah dan moral hazar. Kewenangan diskresi lembaga-lembaga pemerintah dapat menimbulkan efek negatif terhadap lembaga-
lembaga independen dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Setidaknya menurut Ec Abdul Mongid, diaturnya lembaga-lembaga independen dapat membatasi
kewenangan diskresi.
101
Independensi secara legal saja tidak cukup, perlu ada kewenangan lain untuk mengatasi tekanan ataupun intervensi itu. Harus ada perangkat lain yang berfungsi
mendukung peran independensi Bank Indonesia. Perangkat lain itu bukan dalam bentuk lembaga dan bukan pula sejenis OJK melainkan independensi yang
dilaksanakan secara aktual. Secara legal independensi merupakan jaminan konsitusional tentang fungsi
Bank Indonesia dalam hubungannya dengan pemerintah. Secara aktual, independensi dimaksudkan sebagai lembaga yang otonom dalam hubungannya dengan pemerintah.
101
Ibid., hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
Cukierman, Kiguel and Liviatan menggunakan istilah yang serupa yaitu independensi de jure
dan de facto. Independensi de jure merupakan independensi dari sisi legalitas dalam undang undang dan ini digunakan sebagai proksi gambaran atau perkiraan
untuk independensi de facto.
102
C. Independensi Otoritas Jasa Keuangan