dengan nilai ABI kurang dari 0,90 menghidap tekanan darah tinggi. Peningkatan 2,5- 4 kali lipat resiko klaudikasio intermiten pada pria dan wanita dengan hipertensi
diperoleh dari Framingham Study. Pada Systolic Hypertension in Elderly SHEP melaporkan 25,5 partisipan dengan nilai ABI 0,90.
The Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure menyatakan bahwa
PAP merupakan faktor ekuivalen terjadi penyakit jantung koroner. Pasien dengan hipertensi dan PAP mempunyai resiko yang tinggi terjadi strok dan
miokard infark. f. Lama HD
Prevalensi PAP sangat bervariasi, bergantung pada populasi mana yang diteliti. Berdasarkan HEMO study dan USRDS di Amerika Serikat, prevalensinya
pada penderita yang baru menjalani hemodialisis berkisar antara 14-15. Sedang pada penderita yang menjalani telah hemodialisis kronis, prevalensinya meningkat
menjadi 25.
2.3.3. Patofisiologi
Aterosklerosis merupakan proses kompleks yang melibatkan disfungsi endotel, gangguan lipid, aktivasi platlet, trombosis, stres oksidatif, aktivasi otot polos vaskuler
dan faktor genetik. Aterosklerosis sering terjadi pada arteri bifurkatio dan cabangnya dimana
terjadi gangguan terhadap mekanisme ateroproteksi endogen yang menghasilkan efek gangguan aliran pada sel endotel. Peningkatan usia, diabetes melitus, merokok,
peningkatan kolesterol total dan low density lipoprotein LDL dan hipertensi merupakan faktor resiko yang berperan penting dalam proses inisiasi dan aselerasi
aterosklerosis. Tingkatan aterosklerosis dapat dibagi atas adanya lesi, pembentukan lapisan
lemak dan ateroma fibroproliferatif. Adanya lesi berasal dari disfungsi endotel, dimana lapisan lemak menyebabkan adanya lesi inflamasi yang pertama kali
mempengaruhi arteri intima dan terjadi pembentukan sel busa. Lapisan lemak terdiri
Universitas Sumatera Utara
dari sel otot polos, monosit, makrofag dan sel T dan B. Atero fibroproliferatif berasal dari lapisan lemak yang terdiri dari banyaknya sel otot polos yang berisi lemak.
Akumulasi sel yang membuat lapisan lemak dan atero proliferatif menghasilkan lesi tahap lanjutan. Lesi tahap lanjut kaya dengan sel yang terdiri dari sel dinding vaskuler
intrinsik endotel dan otot polos dan sel-sel inflamasi monosit, makrofag dan T limposit.
Pembentukan aterosklerosis yang dapat menyebabkan peningkatan ukuran pembuluh darah adalah proses awal dari kompensasi arteri. Stenosis dan sindroma
iskemik kronis akan terjadi apabila lesi tahap lanjut menggangu lumen sehingga akhirnya aliran darah menjadi terbatas.
Kejadian arteri akut terjadi jika adanya sumbatan fibrous yang menggangu; hasilnya terjadi pembukaan prothrombotic necrotic lipid core dan jaringan
subendotel yang memudahkan pembentukan trombus dan terjadi oklusi aliran darah Bartholomew JR, Olin JW, 2006.
2.3.4. Klasifikasi
Pada terminologi klinis maka PAP dapat dibagi menjadi 4 kelas menurut Fontaine tabel 3 :
Tabel 4. Klasifikasi PAP menurut Fontaine
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi PAP menurut Fontaine di atas praktis digunakan, namun belakangan kurang sering digunakan terutama bila dihubungkan ke aspek kualitas
hidup oleh karena sering dijumpainya salah penempatan tingkat misalnya bisa saja penderita tidak dijumpai klaudikasio intermiten dan karena tidak sering olah raga
penderita ditempatkan pada kelas asymptomatic, padahal kenyataanya bisa penderita sudah pada tingkat IIb. Klasifikasi yang lain adalah klasifikasi Rutherford Tabel 4. Klasifikasi
ini membagi PAP menjadi empat derajat dan 6 kategori, di mana masing-masing derajat satu kategori kecuali derajat I dibagi menjadi 3 kategori.
Klasifikasi ini sangat berguna pada studi epidemiologi dalam mengidentifikasi PAP baik yang simptomatik maupun yang tidak simptomatik.
Tabel 5. Klasifikasi PAP menurut Rutherford
Universitas Sumatera Utara
2.3.5. Manifestasi Klinik