Dinamika Sikap Remaja terhadap Kaum Waria

Jadi waria berbeda dengan homoseksual, walaupun pada batas-batas tertentu keduanya masih dapat digolongkan sebagai penyimpangan seksual. Terdapat perbedaan yang mendasar antara waria dan homoseksual, yaitu homoseksual tidak terganggu dengan keadaan fisiknya, sedangkan waria merasa bahwa alat kelamin dan ciri-ciri fisiknya tidak pada tempatnya sehingga mereka mempunyai keinginan untuk mengubah ciri-ciri fisiknya sesuai dengan jiwanya. Selain itu, seorang homoseksual tidak perlu menyatakan dirinya dengan berpakaian wanita karena mereka tidak menganggap dirinya wanita, sedangkan waria memiliki dorongan psikis bahwa dirinya adalah seorang wanita sehingga mereka terdorong untuk berpenampilan layaknya seorang wanita. Seorang laki- laki yang berpenampilan kewanitaan tidak bisa disebut sebagai waria jika di dalam dirinya tidak ada dorongan untuk menjadi wanita.

K. Dinamika Sikap Remaja terhadap Kaum Waria

Sikap sosial adalah masalah yang erat hubungannya dengan norma dan sistem nilai dalam kelompok masyarakat. Dengan masuknya individu dalam suatu kelompok, maka akan diperoleh suatu sistem nilai atau norma yang akan menentukan sikap sosialnya sampai juga pada tingkah laku perbuatannya Wuryo, dan Saifullah, 1983. Oleh karena itu, dalam masyarakat terjadi pro dan kontra terhadap kaum waria. Ada masyarakat yang menolak kaum waria dan ada juga masyarakat yang bisa menerima kaum waria. Namun, masyarakat mana yang menolak kaum waria dan masyarakat mana yang bisa menerima kaum waria belum jelas. Lalu bagaimana dengan sikap remaja? Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam menentukan sikap, remaja tidak bergantung pada orang lain yang lebih dewasa. Hal ini dikarenakan pada masa remaja seseorang sudah mencapai kemandirian dan kestabilan emosi. Perasaan senang dan tidak senang terhadap suatu obyek didasarkan pada hasil pemikirannya sendiri dengan realistis dan kritis. Remaja juga dapat menghargai orang lain sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Selain itu, pada masa ini remaja mempunyai kecenderungan untuk mewujudkan dirinya sendiri dan berdiri sendiri dengan membebaskan dirinya dari lindungan orang tuanya. Hal ini tidak hanya berarti bahwa ia mencoba untuk membebaskan dirinya dari pengaruh kekuasaan orang tua, baik dalam segi afektif maupun dalam segi ekonomi seperti halnya remaja yang bekerja, namun hal ini juga berarti bahwa remaja secara mental tidak suka lagi menurut pada orang tuanya. Kewibawaan wakil-wakil generasi tua seperti orang tua, guru, pemimpin- pemimpin agama dan sebagainya tidak lagi begitu saja diterima. Remaja akan mengkritisi norma-norma dan nilai-nilai yang berada dalam masyarakat dan tidak begitu saja menerimanya Monks, 1991. Jika demikian yang terjadi pada remaja, maka remaja akan menyikapi kaum waria berdasarkan pemikirannya sendiri yang realistis dan kritis tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Norma atau nilai-nilai yang ada di masyarakat tidak begitu saja diterima karena mereka tentu akan mengkritisi norma atau nilai-nilai yang ada di masyarakat dan akan menyikapi kaum waria secara obyekif dan realistis berdasarkan pemikiran mereka sendiri. Jadi, remaja sebagai bagian dari masyarakat bisa bersikap menerima atau menolak terhadap kaum waria. Oleh karena itu, remaja bisa bersikap positif atau negatif terhadap kaum waria. Sikap positif ditunjukkan remaja dengan menerima kaum waria dan sikap negatif ditunjukkan remaja dengan menolak kaum waria. Sikap remaja terhadap kaum waria juga bisa berubah apabila ketiga komponen sikap, yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif tidak selaras atau tidak konsisten. Ketiga komponen tersebut menjadi tidak selaras atau tidak konsisten karena berbagai cara seperti yang telah dijabarkan di atas. Penelitian yang dilakukan oleh Nastiti dalam P. Esty dan Sugoto, 1998 dan Elisabeth 1996 yang telah dijabarkan di latar belakang di atas, menyatakan bahwa banyak orang yang memandang bahwa waria menentang kodratnya, dan tingkah laku seksualnya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Akibatnya, masyarakat tidak menyenangi mereka, mendiskriminasikan mereka dan sering tidak menerima serta menolak mereka, bahkan pihak keluarganya sendiri juga menolak keberadaan mereka. Remaja adalah bagian dari masyarakat. Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa remaja juga cenderung akan bersikap negatif terhadap kaum waria. Asumsi ini juga diperkuat dengan adanya sistem nilai, norma dan agama yang ada di masyarakat yang juga akan mempengaruhi sikap seseorang terhadap suatu hal. Selain itu, jika kita cermati informasi yang sering kita dapat baik melalui media cetak dan media elektronik mengenai waria lebih cenderung menampilkan informasi mengenai kaum waria yang negatif, seperti razia kaum waria di jalan, demonstrasi penolakan pemilihan miss waria, dan hal-hal negatif lainnya yang dilakukan oleh kaum waria. Informasi yang ada jarang sekali yang menampilkan informasi mengenai kaum waria yang berprestasi dan kegiatan positif mereka lainnya. Padahal informasi ini akan mempengaruhi sikap orang yang mendapatkan informasi tersebut termasuk remaja.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif-deskriptif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 1989. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta atau keadaan tertentu, yaitu sikap remaja terhadap kaum waria. Sedangkan Travers dan Sevilla dalam Halida, 2004, mengatakan bahwa data yang diperoleh bertujuan untuk menggambarkan suatu keadaan yang sementara berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.

B. Definisi Operasional

1. Sikap Sikap adalah suatu kumpulan pendapat, keyakinan seseorang mengenai obyek yang relatif menetap, yang disertai perasaan tertentu, dan memberikan dasar untuk membuat kecenderungan berperilaku atau merespon obyek tersebut dengan cara tertentu.