B. Laporan Hasil
Penelitian a. Deskripsi Tiap-tiap Subyek
1. Subyek 1
Subyek 1 adalah TYS. Ia berumur 21 tahun dan sedang menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Jarak
tempat tinggal responden dengan tempat waria biasa berkumpul sangat dekat, yaitu sekitar 400 meter. Tempat kaum waria biasa berkumpul
yang dekat dengan tempat tinggal subyek adalah di sekitar jalan Kaliurang, mulai perempatan Mirota Kampus sampai perempatan
Barek. Kaum waria di daerah itu biasanya mengamen secara bergerombol di warung-warung makan lesehan sepanjang jalan
tersebut. Di tempat itu pula, di salah satu warung subyek pernah bertemu dengan waria yang sedang mengamen.
Dari hasil wawancara, dapat diketahui bahwa pada komponen kognitif, subyek mengetahui bahwa waria adalah sifat bawaan
seseorang yang tidak wajar, misalnya laki-laki tetapi mempunyai sifat bawaan wanita lihat lampiran R1; 3 - 13. Responden juga mengetahui
bahwa kegiatan kaum waria diantaranya adalah menjadi pengamen dan PSK lihat lampiran R1; 8 – 23. Selain itu, subyek juga mengetahui
pendapat warga sekitar tempat tinggalnya yang juga menganggap bahwa waria itu tidak wajar sehingga mereka belum bisa diterima dan
masih mendapat cibiran-cibiran lihat lampiran R1; 125 – 131. Hal itu dikarenakan faktor pendidikan dari masyarakat yang kurang dan juga
pengaruh Agama yang pada dasarnya belum bisa menerima keberadaan waria. Subyek juga menyebutkan bahwa sebenarnya
lembaga pendidikan dan kemasyarakatan atau sekolah sudah mulai terbuka dan bisa memahami kaum waria lihat lampiran R1; 238 –
249. Begitu juga dengan teman-teman sebayanya, walaupun pendapat teman sebaya subyek ada yang bisa mengerti, menghargai dan
menerima kaum waria dan ada yang tidak peduli, namun kebanyakan cenderung menerima kaum waria walaupun terkesan tidak peduli
dalam arti jadi waria itu urusan mereka lihat lampiran R1; 325 – 332. Secara pribadi, subyek menganggap bahwa waria itu adalah hal tidak
normal lihat lampiran R1; 541 – 551. Walaupun begitu, subyek menganggap hal itu wajar terjadi karena itu adalah sifat bawaan dan
sudah takdir, malah menurutnya akan menambah variasi lihat lampiran R1; 359 – 367.
Pada komponen afektif, sehubungan dengan keberadaan kaum waria, subyek merasa biasa-biasa saja karena ada atau tidak adanya
kaum waria bagi subyek tidak masalah dan tidak mempengaruhinya, walaupun sebenarnaya ada perasaan takut jika tiba-tiba didatangi oleh
waria atau saat ia bertemu dengan waria yang mengamen lihat lampiran R1; 387 – 391. Subyek justru merasa kasihan terhadap kaum
waria yang pada kenyataannya masih sering diperlakukan secara diskriminatif di masyarakat sehingga mungkin saja mereka harus
mengamen dan jadi PSK untuk mempertahankan eksistensinya lihat
lampiran R1; 103 – 116, 207 – 224, 476 – 484. Subyek juga merasa kasihan dan prihatin melihat kaum waria diperlakukan semena-mena
saat dirazia lihat lampiran R1; 291 – 297. Begitu pula subyek akan merasa kasihan dan sedih apabila ada saudara atau temannya yang
menjadi waria, namun tidak merasa malu karena itu sudah takdir lihat lampiran R1; 406 – 425, 441 – 449. Selain itu subyek juga merasa
salut dan bangga terhadap kaum waria yang berprestasi karena mereka tidak minder bahkan justru mampu memanfaatkan potensi yang ada
walaupun mereka sering mendapatkan penolakan lihat lampiran R1; 68 – 78. Subyek pernah juga merasa takut akan tanggapan masyarakat
jika bergaul dengan kaum waria, tetapi rasa takut itu bisa dihilangkan dan tidak dipermasalahkan karena kegiatan tersebut positif lihat
lampiran R1; 621 – 629. Pada komponen konatif, warga sekitar tempat tinggal subyek
masih belum bisa menerima kaum waria lihat lampiran R1; 120 – 132. Namun, teman-teman sebaya subyek bisa menerima kaum waria.
Begitu pula dengan Lembaga pendidikan dan kemasyarakatan atau sekolah yang juga mulai terbuka dan memahami kaum waria, lihat
lampiran R1; 238 – 244, 351 - 352. Secara pribadi, subyek menerima keberadaan kaum waria dan mau bergaul jika waria tersebut sopan dan
tidak macam-macam lihat lampiran R1; 488 – 494. Bahkan subyek mau melakukan kegiatan yang positif bersama kaum waria termasuk
menjadi rekan kerja kaum waria lihat lampiran R1; 508 – 520, 572 – 582.
2. Subyek 2
Subyek 2 adalah RBY. Ia berumur 20 tahun dan sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Jarak tempat tinggal subyek sekitar 1,5 Km dari tempat kaum waria biasa berkumpul, yaitu krasil. Krasil terletak di pinggir
Ring Road selatan, tepatnya di sebelah utara Pabrik Gula Madukismo. Di situ, kaum waria biasa berkumpul untuk menjajakan diri.
Dari hasil wawancara dengan subyek dapat diketahui bahwa pada komponen kognitif, responden mengetahui bahwa waria adalah pria
yang suka memakai pakaian wanita dan bertingkah laku seperti wanita dan mereka biasanya bekerja di salon dan menjadi PSK lihat lampiran
R2; 3 – 6, 9 - 15. Warga sekitar tempat tinggal subyek menganggap bahwa waria itu tidak normal lihat lampiran R2; 127 - 136. Walaupu
begitu, warga sekitar tempat tinggal subyek memandang waria itu sama saja seperti masyarakat lainnya tetapi masyarakat juga berjaga-
jaga supaya tidak timbul gosip yang tidak mengenakkan lihat lampiran R2; 86 – 90. Sepengetahuan subyek, lembaga pendidikan
hanya mengenal hanya mengenal pria dan wanita dengan segala perannya masing-masing lihat lampiran R2; 147 – 154. Teman-teman
sebaya subyek ada yang setuju dan mau berteman dengan kaum waria, tetapi ada juga yang tidak setuju dan menganggap kaum waria itu
menjijikan, namun kebanyakan teman-teman sebaya subyek tidak setuju dan menganggap waria itu menjijikan lihat lampiran R2; 194 –
196, 201 – 203, dan 223 – 225. Secara pribadi, subyek menganggap waria itu tidak normal, namun tidak mempermasalahkannya dan tetap
menganggapnya seperti manusia biasa karena sama-sama ciptaan Tuhan lihat lampiran R2; 236 – 242, 246, 263 – 268, dan 281 – 285.
Pada komponen afektif, sehubungan dengan keberadaan kaum waria, subyek merasa biasa saja seperti teman, bahkan saat subyek
potong di salon waria ia tidak takut karena menurut subyek waria juga manusia lihat lampiran R2; 72 – 79, 250 – 255. Subyek merasa
kasihan terhadap kaum waria yang sering dijauhi dan diperlakukan diskriminatif oleh masyarakat serta diperlakukan seperti hewan saat
dirazia lihat lampiran R2; 188 – 189, 332 – 337. Subyek merasa bangga terhadap kaum waria yang berprestasi karena walaupun ada
kelemahan tetapi dapat menunjukkan kelebihannya lihat lampiran R2; 49 – 52. Akan tetapi, subyek merasa malu jika ada temannya yang
menjadi waria, terlebih jika saudaranya menjadi waria subyek akan malu dengan tetangganya karena itu adalah aib keluarga dan bisa
menimbulkan pembicaraan yang tidak mengenakkan lihat lampiran R2; 302 – 305. Subyek juga merasa takut dicap atau dibicarakan di
masyarakat jika bergaul dengan kaum waria tetapi bagi subyek hal itu tidak masalah karena yang dilakukan adalah hal yang baik lihat
lampiran R2; 414 – 420.
Pada komponen konatif, warga sekitar tempat tinggal subyek bisa menerima kaum waria bahkan justru diajak berkegiatan bersama
seperti voli dan sepak bola bersama lihat lampiran R2; 102 – 104. Begitu pula dengan subyek, secara pribadi subyek menerima
keberadaan kaum waria dan mau berdiskusi, bergaul, bekerja dan melakukan kegiatan bersama kaum waria, namun subyek tidak mau
melakukannya dengan waria yang menjadi PSK lihat lampiran R2; 292, 359 – 362, 373 – 380, 389 – 391, 398, dan 400 – 405.
Sepengetahuan subyek, lembaga pendidikan dan kemasyarakatan atau sekolah belum bisa menerima kaum waria sehingga bila ada waria,
maka ia akan dikeluarkan supaya waria tersebut tidak diejek dan dikucilkan serta supaya ada kesetaraan lihat lampiran R2; 155 – 158,
162 – 167. Teman-teman sebaya subyek ada yang bisa menerima atau setuju dengan keberadaan kaum waria sehingga mau bergaul dengan
mereka, tetapi ada juga yang tidak setuju dan menjauhi kaum waria lihat lampiran R2; 212 – 216. Namun, kebanyakan teman-teman
sebaya subyek tidak setuju atau tidak menerima kaum waria lihat lampiran R2; 223 – 225.
3. Subyek 3
subyek 3 adalah WCK. Ia berumur 19 tahun dan sedang menempuh pendidikan di Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Yogyakarta. Jarak tempat tinggal subyek dari tempat kaum waria biasa
berkumpul sekitar 13 Km. Tempat kaum waria biasa berkumpul tersebut adalah daerah Stasiun Lempuyangan sampai sekitar
perempatan Duta Wacana. Kaum waria di tempat tersebut ada yang menjajakkan diri dan juga mengamen di perempatan Duta Wacana. Di
tempat itu pula, tepatnya di perempatan Duta Wacana subyek pernah digoda oleh waria.
Dari hasil wawancara dengan subyek diketahui bahwa pada komponen kognitif, subyek mengetahui bahwa waria adalah setengah
laki-laki setengah wanita tetapi aslinya adalah laki-laki lihat lampiran R3; 3 – 5. Subyek juga mengetahui bahwa kegiatan waria yang ecek-
ecek atau yang kelas bawah hanya mangkal cari om-om, tetapi yang kelas atas jadi desainer dan artis lihat lampiran R3; 9 – 15.
Sepengetahuan subyek, warga sekitar tempat tinggal subyek, teman- teman sebaya subyek, dan lembaga pendidikan dan kemasyarakatan
atau sekolah berpandangan biasa saja terhadap kaum waria karena sama-sama manusia lihat lampiran R3; 74 – 78, 126 – 130, dan 183 -
190. Secara pribadi subyek menganggap bahwa waria itu tidak normal lihat lampiran R3; 250 – 259.
Pada komponen afektif, sehubungangan dengan keberadaan kaum waria subyek merasa kasihan terhadap kaum waria karena
mereka tidak seratus persen wanita dan tidak seratus persen laki-laki sehingga sebagian orang menjauhi mereka, bahkan diperlakukan
semena-mena saat dirazia lihat lampiran R3; 177 – 179, 230 – 237.
Subyek juga merasa kasihan terhadap kaum waria yang baik-baik diperlakukan secara diskriminatif, tetapi tidak merasa kasihan jika
waria yang diperlakukan secara diskriminatif itu adalah waria yang suka bawa tamu ke kos atau yang neko-neko lihat lampiran R3; 350 –
358, 365 – 368. Subyek merasa bangga dan minder terhadap kaum waria yang berprestasi karena waria saja bisa berprestasi kenapa kita
yang normal tidak lihat lampiran R3; 39 – 44. Saat didatangi oleh waria seperti pengalamannya di perempatan Duta Wacana, subyek
merasa takut dan panik karena itu pasti waria yang aneh-aneh lihat lampiran R3; 62 – 63, 438 – 445. Namun berbeda jika ada saudara
atau teman subyek yang ternyata adalah seorang waria, subyek justru merasa sedih dan kasihan jika ternyata ada saudara atau temannya
yang menjadi waria lihat lampiran R3; 321 – 324. Akan tetapai, subyek tidak merasa malu jika ternyata ada saudara atau temannya
yang menjadi waria lihat lampiran R3; 279 – 292. Subyek juga pernah merasa takut dicap dan dibicarakan oleh masyarakat jika
bergaul dengan kaum waria, tetapi itu tergantung bagaimana cara mengantisipasinya dan subyek akan tetap berteman dengan kaum
waria lihat lampiran R3; 310 – 312. Pada komponen kognitif, warga sekitar tempat tinggal subyek
bisa menerima kaum waria, seperti lembaga pendidikan dimana subyek menempuh pendidikan yang juga memperlakukan waria yang menjadi
mahasiswa seperti mahasiswa pada umumnya lihat lampiran R3; 82 –
89, 139 – 140. Teman-teman sebaya subyek pun memperlakukan kaum waria seperti manusia biasa tergantung dari perilaku waria itu
sendiri, kalau waria yang suka mangkal ya akan dijauhi lihat lampiran R3; 208 – 214. Begitu pula dengan subyek, secara pribadi subyek bisa
menerima kaum waria, bergaul, melakukan kegiatan bersama, dan bekerja dengan mereka kecuali kaum waria yang suka mangkal dan
mencari om-om lihat lampiran R3; 239 – 245, 372 – 284, 390 – 393, 397 – 400, 410 – 412, dan 419 - 423.
4. Subyek 4
Subyek 4 adalah CAP. Ia berumur 18 tahun dan masih menempuh pendidikan di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Jarak
tempat tinggal subyek dengan tempat kaum waria biasa berkumpul sekitar 6 Km. Tempat kaum waria biasa berkumpul tersebut adalah
daerah Stasiun Lempuyangan sampai perempatan Duta Wacana. Kaum waria di daerah tersebut ada yang menjajakkan diri dan juga ada yang
mengamen di perempatan Duta Wacana. Subyek mempunyai pengalaman dengan kaum waria, yaitu pernah dikejar waria di Taman
Kota. Dari hasil wawancara dengan subyek dapat diketahui pada
komponen kognitif, subyek mengetahui bahwa waria adalah transseksual atau wanita jadi-jadian lihat lampiran R4; 3 – 6. Subyek
juga mengetahui bahwa kaum waria ada yang bekerja di salon dan
menjadi PSK lihat lampiran R4; 9 – 11. Warga sekitar tempat tinggal subyek sama dengan teman-teman sebaya subyek menganggap bahwa
kaum waria itu adalah hal aneh dan menjijikkan lihat lampiran R4; 68 – 73, 134 - 138. Begitu pula secara pribadi subyek menganggap
bahwa waria itu tidak normal sehingga menjijikkan dan memalukan lihat lampiran R4; 170 – 173, 148 – 150.
Pada komponen afektif, subyek merasa jijik dan kasihan terhadap kaum waria karena mungkin saja mereka menjadi waria karena
terpaksa, lihat lampiran R4; 176 – 181, dan 183 – 190. Subyek juga merasa kasihan terhadap kaum wariayang dijauhi oleh masyarakat,
apalagi sampai diperlakukan semena-mena saat dirazia lihat lampiran R4; 84 – 89, 125 – 130. Begitu pula jika ada saudara atau teman
subyek yang menjadi waria, subyek akan merasa kasihan karena bisa menjadi bahan ejekan lihat lampiran R4; 195 – 198. Selain itu,
subyek tentunya juga akan merasa sedih dan kecewa jika ternyata ada saudara atau temannya yang menjadi waria, walaupun tidak akan
merasa malu lihat lampiran R4; 201 – 205. Subyek merasa takut jika tiba-tiba didatangi waria seperti pengalamannya didatangi dan dikejar
waria di Taman Kota lihat lampiran R4; 59, 302 – 303. Begitu pula subyek merasa takut dibicarakan di masyarakat apabila melakukan
kegiatan bersama waria, tetapi kalau kegiatan itu positif tidak masalah lihat lampiran R4; 287 – 291. Terhadap waria yang berprestasi,
subyek merasa bangga karena kaum waria bisa mendapatkan uang yang halal lihat lampiran R4; 32 – 39.
Pada komponen konatif, warga sekitar tempat tinggal subyek tidak menerima kaum waria dan akan menjauhi mereka lihat lampiran
R4; 78 – 79. Begitu pula dengan teman-teman sebaya subyek akan menjauhi kaum waria karena takut dan akan menggodanya lihat
lampiran R4; 141 – 146. Lembaga pendidikan dan kemasyarakatan atau sekolah ada yang bisa menerima dan ada yang tidak bisa
menerima kaum waria tergantung perilaku waria itu lihat lampiran R4; 94 – 102. Begitu pula dengan subyek, secara pribadi subyek bisa
menerima kaum waria tergantung dari perilaku waria itu sendiri lihat lampiran R4; 225 – 226. Subyek juga kurang bisa bergaul dengan
kaum waria karena takut, tetapi bisa bergaul dengan waria yang baik- baik lihat lampiran R4; 231 – 233, 235 – 238. Subyek juga mau
berdiskusi, bekerja, dan melakukan kegiatan bersama dengan kaum waria lihat lampiran R4; 225 – 226, 242 – 245, 256 – 257, 268 – 269,
dan 277 – 278.
b. Kategorisasi Subyek
Tabel 4. Kategori Subyek
Coding R1
R2 R3
R4 Komponen Kognitif
• Pengertian waria • Kegiatan kaum
waria • Pendapat warga
sekitar terhadap kaum waria
Sifat bawaan seseorang yang tidak wajar,
misalnya laki-laki tapi punya sifat bawaan
wanita S1; 3 – 13. Mengamen dan jadi
PSK S1; 18 – 23. Warga sekitar
menganggap bahwa waria itu tidak wajar
sehingga kaum waria belum bisa diterima dan
masih mendapatkan cibiran-cibiran S1; 125
– 131. Waria adalah pria yang
suka memakai pakaian wanita dan bertingkah
laku seperti wanita S2; 3 – 6.
Waria bekerja di salon, dan menjadi PSK S2; 9
– 15. Warga sekitar
menganggap kaum waria tidak normal S2;
127 – 136. Pandangan masyarakat
sekitar tempat tinggal terhadap kaum waria
sama saja dengan masyarakat lain,
walaupun tetap berjaga- jaga supaya tidak timbul
gosip S2; 86 – 90, 93 - 95.
Waria adalah setengah laki-laki setengah
wanita, tapi aslinya laki- laki S3; 3 – 5.
Kegiatan waria yang ecek-ecek mangkal cari
om-om, tapi yang kelas atas jadi artis, desainer
S3; 9 – 15. Pendapat warga sekitar
biasa-biasa saja kan sama-sama manusia,
mereka tidak berhak mengatur hidup
seseorang S3; 74 – 78. Transseksual, wanita
jadi-jadian S4; 3 – 6. Kegiatan kaum waria di
salon dan jadi PSK S4; 9 – 11.
Menganggap bahwa waria itu hal aneh dan
menjijikan S4; 68 – 73.
• Pendapat lembaga pendidikan dan
kemasyarakatan atau sekolah terhadap
kaum waria
• Pendapat teman sebaya terhadap
kaum waria • Pendapat pribadi
terhadap kaum waria Sudah mulai terbuka dan
memahami waria S1; 238 – 249.
Pendapat teman-teman sebaya berbeda-beda,
ada yang bisa menerima, mengerti, dan
menghargai kaum waria, tapi ada yang masih
tidak peduli dan mencibir S1; 301 –
312. Kebanyakan teman
sebaya bisa menerima walaupun tidak peduli
dengan kaum waria S1; 325 – 332.
Kaum waria adalah hal yang tidak normal S1
541 – 551. Tetapi itu wajar terjadi
karena itu adalah sifat bawaan dan sudah
takdir, malah banyak variasi S1; 359 – 367.
Lembaga pendidikan hanya mengenal pria
dan wanita dengan segala perannya masing-
masing S2; 147 – 154. Ada yang setuju dan
mau berteman dengannya, tetapi ada
juga yang tidak setuju dan menganggap waria
itu menjijikan S2; 194 – 196, 201 - 203
Kebanyakan tidak setuju S2; 223 – 225.
Tidak mempermasalahkan
waria atau tidak, tapi berharap bisa berubah
sedikit demi sedikit S2; 236 – 242.
Kaum waria dipandang seperti manusia biasa
S2; 246. Biasa saja, seperti
mahasiswa pada umumnya, seperti yang
terjadi di UPN dan perguruan tinggi
lainnnya S3; 126 – 130 Pendapat teman sebaya
biasa saja dalam arti seperti manusia biasa
terhadap kaum waria S3; 183 – 190.
Waria memang tidak normal S3; 250 – 259
Biasa saja seperti siswa lain S4; 94 – 95.
Waria dianggap aneh dan menjijikkan S4;
134 – 138. Pendapat pribadi waria
itu tidak normal jadi nggilani
menjijikan dan memalukan S4;
170 - 173, 148 – 150.
Komponen Afektif
• Perasaan terhadap kaum waria
Senang dan bangga terhadap waria yang
berprestasi, karena mereka tidak minder dan
mampu memanfaatkan potensi yang mereka
miliki S1; 68 – 78. Pernah diameni waria,
dan saat diameni perasaan takut muncul
karena dalam pikiran muncul jangan-jangan
kalau tidak dikasih uang nanti sifat laki-lakinya
muncul S1; 86 – 92, 96 - 101.
Muncul juga perasaan kasihan karena waria
dilahirkan seperti itu tidak normal dan
beberapa kalangan tidak bisa menerimanya
sehingga mereka harus ngamen dan jadi PSK
Waria memang tidak normal dan beda dengan
kita tapi kan sama-sama ciptaan Tuhan S2; 263
– 268, 281 – 285. Bangga kepada waria
yang berprestasi, karena walaupun ada
kelemahan tetapi dapat menunjukkan
kelebihannya S2; 49 – 52.
Tidak merasa takut saat potong di salon waria,
karena waria juga manusia S2; 78 – 79.
Perasaan terhadap kaum waria yang berprestasi
bangga dan minder, waria aja bisa kenapa
kita tidak S3; 39 – 44. Pernah digoda dan
dicolak-coleh oleh waria, saat itu takut dan
panik saat S3; 56 – 59, 62 - 63.
Bangga terhadap waria berprestasi karena bisa
mendapatkan uang yang halal S4; 32 – 39.
Muncul perasaan takut saat dikejar waria S4;
59.
untuk mempertahankan eksistensinya S1; 103 –
116. Merasa kasihan melihat
warga sekitar yang mencibir, mengejek dan
sinis terhadap waria karena itu tidak adil,
seakan-akan yang salah adalah warianya,
padahal itu sudah takdir, jika ditawari pun kita
tidak mau jadi waria. Merasa salut juga karena
kaum waria tetap mau bekerja dan
bersosialisasi dengan warga walaupun tidak
sepenuhnya diterima S1; 207 – 224.
Merasa prihatin melihat waria diseret-seret saat
razia S1; 291 – 297. Perasaan terhadap
keberadaan waria biasa saja karena ada atau
tidak ada waria tidak Biasa saja melihat
masyarakat bisa menerima kaum waria
S2; 117 – 125. Kasihan melihat waria
diperlakukan seperti hewan saat razia S2;
188 – 189. Perasaan terhadap
keberadaan kaum waria biasa saja dan dianggap
seperti teman biasa S2; Senang melihat
perlakuan warga sekitar yang bisa menerima dan
biasa-biasa saja terhadap kaum waria, karena
tidak dikucilkan di masyarakat atau
dimanusiakan S3; 102 – 104, 106 - 113.
Kasihan melihat waria diperlakukan semena-
mena saat dirazia S3; 177 – 179.
Kasihan terhadap kaum waria karena mereka
tidak seratus persen wanita dan tidak seratus
Kasihan melihat kaum waria dijauhi oleh
masyarakat karena tentu waria itu akan merasa
tertekan S4; 83 – 89. Kasihan melihat waria
yang diperlakukan semena-mena saat dirazia
S4; 125 – 130. Kadang merasa jijik dan
kadang merasa kasihan juga dengan kaum waria
karena mungkin itu sudah
pengaruh S1; 387 – 391.
Kasihan dan sedih jika ada teman atau saudara
yang ternyata waria S1; 406 – 425.
Tidak malu bila ada teman atau saudara yang
jadi waria karena itu sudah takdir, kalau malu
malah kasihan dia jadi tidak punya teman dan
semangat hidup S1; 441 – 449.
Merasa kasihan dan prihatin terhadap kaum
waria yang sering dijauhi dan diperlakukan
diskriminatif S1; 476 – 484.
Awalnya ada rasa takut akan tanggapan
250 – 255. Sedikit malu jika ada
saudara atau teman yang menjadi waria S2; 302
– 305. Malu dengan tetangga
karena itu aib keluarga, inginnya bisa
menghindari pembicaraan yang tidak
enak S2; 309 – 314. Kasihan terhadap waria
yang sering dijauhi dan diperlakukan
diskriminatif oleh masyarakat S2; 332 –
337. Ada sedikit perasaan
takut dicap atau persen laki-laki serta
sebagian orang menjauhi dan merasa jijik S3;
230 – 237.
Sedih dan kasihan jika ada saudara atau teman
yang menjadi waria S3; 321 – 324.
Tidak merasa malu jika ada teman atau saudara
yang menjadi waria karena pernah juga
mempunyai teman seorang waria S3; 279 -
282. Perasaan terhadap waria
yang suka bawa tamu ke kos neko-neko jika
didiskriminasi ya biasa saja itu sudah pantas
didapatkannya tapi kasihan kalu waria baik-
baik didiskriminasi S3; 350 – 358, 365 – 368.
Pernah merasa takut dibicarakan dan dicap
takdir dan mungkin saja mereka jadi waria karena
terpaksa S4; 176 – 181, 183 - 190.
Kasihan jika ada saudara atau teman yang jadi
waria karena bisa jadi bahan ejekan S4; 195 –
198. Ada juga rasa sedih dan
kecewa, tapi tidak malu S4; 201 – 205.
Kasihan melihat kaum waria dijauhi oleh
masyarakat karena tentu waria itu akan merasa
tertekan S4; 83 – 89. Ada perasaan takut dan
malu dengan masyarakat
Komponen Konatif • Menerima tidak
kaum waria masyarakat jika bergaul
dengan kaum waria, tapi rasa takut itu bisa
dihilangkan dan tidak dipermasalahkan karena
kegiatan tersebut positif S1; 621 – 629.
Saat sendirian tiba-tiba didatangi waria muncul
secara spontan perasaan takut S1; 637 – 646.
Warga sekitar belum bisa menerima kaum
waria dan kadang malah mencibir dan sinis
terhadap waria S1; 120 – 132, 191 – 201.
Warga sekitar belum bisa menerima karena
kurang pendidikan dan kurang pengetahuan
tentang waria sehingga tidak mencoba melihat
dari sisi lain mengapa dia jadi waria serta
agama yang masih menentang keberadaan
dibicarakan di masyarakat jika bergaul
dengan kaum waria, tetapi tidak masalah
karena yang kita lakukan adalah hal yang
baik S2; 414 – 420. Perasaan saat sendirian
tiba-tiba didatangi waria biasa saja seperti
didatangi orang lain S2; 437 – 440.
Masyarakat sekitar tempat tinggal bisa
menerima dan justru mengajak kaum waria
berkegiatan bersama seperti voli dan sepak
bola S2; 102 – 104. oleh masyarakat karena
bergaul dengan waria, tapi tergantung kita
mengantisipasinya dan tetap berteman S3; 310
– 312. Panik dan bertanya-
tanya saat didatangi waria
karena itu pasti waria yang aneh-aneh S3; 438
– 445. Bagi warga sekitar tidak
masalah dan bisa dibilang menerima S3;
82 – 89. karena berkegiatan
dengan waria, tetapi kalau positif tidak
masalah S4; 287 – 291. Takut saat sendirian tiba-
tiba didatangi waria S4; 302 – 303.
Warga sekitar tidak menerima dan akan
menjauhi waria S4; 78 – 79.
kaum waria, padahal warga memegang teguh
agama S1; 142 – 149, R1; 156 – 179.
Lembaga pendidikan dan kemasyarakatan
atau sekolah sudah mulai terbuka dan
memahami waria S1; 238 – 244.
Melihat di tv saat polisi melakukan razia, waria
diseret-seret bahkan dengan kekerasan
seperti pencuri S1; 279 –284.
Perlakuan teman sebaya terhadap waria
menerima tapi biasa saja, ada waria ya sudah
S1; 351 – 352. Secara pribadi bisa
menerima waria karena Jika ada waria ya
dikeluarkan dari sekolah supaya waria itu tidak
diejek dan dikucilkan serta biar ada kesetaraan
S2; 155–158, 162 - 167.
Saat dirazia, kaum waria diperlakukan secara
kasar seperti diseret- seret S2; 174 – 177,
181 - 185. Perlakuan teman sebaya,
yang tidak setuju menjauhi kaum waria,
dan yang setuju mau berteman dan ngobrol
dengan mereka S2; 212 – 216.
Secara pribadi bisa menerima kaum waria
Pihak Universitas juga memperlakukan dia
seperti mahasiswa pada umumnya S3; 139 –
140. Saat dirazia waria
diperlakukan semena- mena seperti ditarik-
tarik, dikejar-kejar, dan lain-lain S3; 156 – 157,
160 - 169. Perlakuan teman sebaya
terhadap waria seperti manusia biasa, tapi
tergantung perilaku waria itu sendiri, kalau
waria yang suka mangkal ya dijauhi S3;
208 – 214. Secara pribadi mau
berteman dengan waria, Ada yang menerima dan
ada yang tidak tergantung perilaku si
waria, kalau keterlaluan pasti tidak akan diterima
karena meresahkan S4; 94 – 102.
Lihat di tv waria dikejar- kejar, diseret-seret saat
dirazia S4; 118 – 122. Teman-teman akan
menjauhi karena takut atau akan menggodanya
S4; 141 – 146. Secara pribadi bisa
menerima kaum waria
mereka pun baik-baik saja dan tidak
merugikan S1; 359 – 367, 371 - 379.
Akan membantu teman atau saudara yang jadi
waria supaya bisa menerima keadaannya
dan bisa mengolah potensi yang ada untuk
bertahan hidup S1; 454 – 469.
Sejauh dia sopan dan tidak macam-macam
bisa menerima dan mau bergaul dengan kaum
waria S1; 488 – 494. Mau bekerja di salon
dan bidang lain bersama kaum waria asal mereka
bisa bekerja sama S1; 508 – 520.
S2; 292. Memberitahu teman atau
saudara yang menjadi waria supaya bisa
berubah sesuai dengan jati dirinya S2; 318 –
327. Mau bergaul dan bekerja
dengan kaum waria, tapi tidak mau dengan waria
yang jadi PSK S2; 359 – 362.
tapi kalau dengan waria yang mangkal dan suka
cari om-om tidak mau dan akan dijauhi S3;
239 – 245.
Mau berteman dan menerima teman atau
saudara yang menjadi waria serta memotivasi
dia untuk bisa menerima kenyataan S3; 336 –
343. Mau bergaul dengan
kaum waria karena banyak waria yang
mempunyai kelebihan, tapi tidak mau kalau
dengan waria yang suka mangkal S3; 372 –
384. Selama tidak merugikan
mau bekerja dengan kaum waria di bidang
apa saja S3; 390 – 393. asal tidak mengganggu
S4; 225 – 226. Saya akan berdoa agar
teman atau saudara yang menjadi waria itu diberi
jalan yang terbaik dan sebisa mungkin
membantu teman atau saudara yang jadi waria,
tapi tidak dijauhi S4; 209 – 213, 217 – 221.
Kurang bisa bergaul dengan waria karena
takut dan itu merupakan hal aneh S4; 231 – 233,
235 - 238. Mau bekerja dengan
kaum waria di dunia entertaint S4; 242 –
245.
Mau berdiskusi atau bertukar pendapat
dengan kaum waria, karena mungkin mereka
justru punya ide-ide yang lebih bagus S1;
524 – 540. Mau melakukan
kegiatan yang positif bersama siapa saja
termasuk bersama kaum waria S1; 572 – 582.
Mau melakukan kegiatan kepedulian
terhadap kaum waria seperti pendampingan
atau penyuluhan HIV- AIDS S1; 588 – 592.
Jika tiba-tiba didatangi waria akan mengajak
waria itu berkomunikasi S1; 650 – 654.
Mau berdiskusi dan bertukar pendapat
dengan kaum waria S2; 373 – 380.
Mau melakukan kegiatan bersama kaum
waria seperti masak, dan lain-lain S2; 389 –
391. Mau melakukan
kegiatan kepedulian
terhadap kaum waria seperti pendampingan
dan penyuluhan HIV- AIDS karena bagus dan
bermanfaat S2; 398, 400 – 405.
Jika tiba-tiba didatangi waria, kalau diajak
bicara ya ngobrol tidak masalah, tapi kalau tidak
diajak bicara ya tidak bicara S2; 443 – 448.
Mau berdiskusi atau bertukar pendapat
dengan kaum waria karena bisa menambah
pengetahuan S3; 397 – 400.
Mau berkegiatan bersama kaum waria
seperti sepak bola, voli dan lain-lain S3; 410 –
412. Mau melakukan
kegiatan kepedulian seperti pendampingan
atau penyuluhan HIV- AIDS karena itu hal
yang positif S3; 419 – 423.
Jika tiba-tiba didatangi waria akan menolaknya
dengan halus tapi kalau tidak mau ya dengan
kekerasan S3; 429 – 435.
Mau berdiskusi atau bertukar pendapat dengan
kaum waria tetapi tidak sendirian S4; 256 –
257. Mau melakukan
kegiatan bersama kaum waria seperti voli dan
sepak bola karena bisa dijadikan hiburan S4;
268 – 269. Mau melakukan
pendampingan atau penyuluhan HIV-AIDS
terhadap kaum waria S4; 277 – 278.
Jika saat sendirian tiba- tiba didekati oleh waria
lebih baik lari S4; 302 - 303.
c. Rangkuman Hasil Wawancara Keempat Subyek
Subyek 1 memberikan pengertian waria sebagai sifat bawaan seseorang yang tidak wajar. Subyek 1 menuturkan bahwa seseorang
menjadi waria itu sudah takdir sehingga kemungkinan untuk berubah kecil. Konsep ini juga muncul pada subyek 3 dan subyek 4 yang juga
cenderung menginterpretasikan waria ke teori bawaan. Subyek 3 mengatakan bahwa waria adalah setengah laki-laki dan setengah wanita
tetapi aslinya adalah seorang laki-laki, sedangkan subyek 4 mengatakan bahwa waria adalah transseksual atau wanita jadi-jadian. Berbeda dengan
subyek 2 yang mengatakan bahwa waria adalah pria yang suka memakai pakaian wanita dan bertingkah laku seperti wanita. Subyek 2 memberikan
konsep waria cenderung ke behavioral sehingga ada kemungkinan untuk diubah menjadi laki-laki normal.
Respon masing-masing subyek terhadap kaum waria juga berbeda- beda. Subyek 1, subyek 3, dan subyek 4 merasa takut terhadapkaum waria.
Hal ini dimungkinkan karena pengalaman pribadi masing-masing subyek. Subyek 3 dan subyek 4 misalnya yang pernah mempunyai pegalaman
digoda oleh waria, bahkan sampai dikejar-kejar. Sedangkan subyek 1 pernah bertemu dengan waria yang mengamen dan ia merasa takut karena
saat itu muncul dalam pikirannya jangan-jangan jika tidak diberi uang waria itu akan marah. Berbeda dengan subyek 2 yang tidak merasa takut
terhadap waria. Hal ini juga dikarenakan pengalaman subyek yang sering berinteraksi dengan waria khususnya di salon karena subyek 2 lebih
senang ke salon waria. Selain itu, subyek 2 tidak takut terhadap waria juga dikarenakan di kampung tempat tinggal subyek 2, warga sekitar justru
mengajak kaum waria untuk bermain voli bersama saat acara tujuhbelasan. Selain itu juga setiap pembukaan giling di Pabrik Gula Madukismo, sering
juga mengundang waria untuk bertanding sepak bola. Hal ini dibenarkan oleh peneliti karena kebetulan tempat tinggal subyek 2 dekat dengan
peneliti. Peneliti sendiri juga ikut dalam acara tersebut, dan menurut observasi peneliti, animo masyarakat sangat besar saat ada acara voli dan
sepak bola bersama dengan kaum waria. Masyarakat yang melihat acara tersebut lebih banyak dari pada acara voli dan sepak bola tanpa waria.
Keempat subyek juga merasa bangga dan kasihan terhadap kaum waria. Bangga terhadap kaum waria yang berprestasi karena mereka dapat
menunjukkan potensi yang ada dalam diri mereka ditengah-tengah cibiran dan penolakan terhadap eksistensi mereka. Keempat subyek kasihan
terhadap kaum waria karena masih banyak kaum waria yang belum diterima dimasyarakat sehingga banyak mendapatkan perlakuan yang
diskriminatif bahakan tidak jarang diperlakukan semena-mena khususnya saat dirazia.
Subyek 2 merasa malu jika ada temannya yang ternyata adalah seorang waria, terlebih jika saudaranya yang menjadi waria. Subyek 2
merasa malu dengan tetanggannya karena itu adalah aib keluarga dan tentu akan memunculkan pembicaraan yang tidak mengenakkan. Berbeda
dengan subyek 1, subyek 3, dan subyek 4 yang tidak merasa malu apabila
ada teman bahkan saudaranya yang ternyata adalah waria. Subyek 1 tidak merasa malu karena subyek 1 menganggap itu sudah takdir. Subyek 1 dan
subyek 4 justru merasa kasihan kalau harus malu karena tentu waria itu tidak mempunyai teman dan semangat hidup. Sedangkan subyek 3 tidak
merasa malu karena subyek 3 memang mempunyai teman waria dan ia merasa nyaman berteman dengannya.
Secara umum, keempat responden bisa menerima keberadaan kaum waria, bahkan bergaul, melakukan kegiatan bersama, dan bekerja
sama dengan kaum waria. Akan tetapi tidak semua waria bisa diterima oleh keempat subyek. Keempat subyek belum bisa menerima kaum waria
yang suka mangkal dan menggoda atau yang menjadi PSK. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, maka dapat diketahui
bahwa keempat subyek mendapatkan berbagai macam informasi yang berbeda. Informasi tersebut diperoleh remaja baik melalui pengalaman
pribadi, masyarakat sekitar, teman sebaya, sekolah, dan media massa. Informasi yang diterima masing-masing subyek berbeda dikarenakan jarak
tempat tinggal subyek yang berbeda sehingga mempengaruhi akses informasi masing-masing subyek. Informasi yang didapatkan masing-
masing subyek tentu akan mempengaruhi bagaimana subyek menyikapi kaum waria walaupun informasi yang ada tidak begitu saja diterima oleh
subyek. Informasi tersebut akan dikritisi dan subyek akan menyikapi kaum waria bedasarkan pemikiran mereka sendiri.
C. Gambaran Sikap Remaja terhadap Kaum Waria