h. Cita-cita Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistik dan suatu
saat ia mengalami suatu kegagalan, maka kemungkinan dalam dirinya akan muncul perasaan tidak mampu dan ia akan menyalahkan orang
lain atas kegagalannya. Berbeda dengan remaja yang realistik tentang kemampuannya, ini akan menimbulkan kepercayaan yang akan
memberikan konsep diri yang lebih baik.
3. Penggolongan konsep diri
Penelitian ini akan menggolongkan konsep diri berdasarkan konsep positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif merupakan pandangan
positif terhadap keadaan diri dan merasa yakin dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga dapat menimbulkan rasa percaya diri dan harga diri.
Burns 1993: 72 mengungkapkan bahwa remaja dengan konsep diri yang positif berarti ia memiliki evaluasi yang positif tentang dirinya. Remaja
dengan konsep diri yang positif akan memiliki penghargaan dan penerimaan diri yang positif Susana, dkk, 2006: 19.
Konsep diri negatif sama artinya dengan self image yang negatif. Remaja dengan konsep diri negatif maka evaluasi terhadap dirinya juga
akan negatif. Menurut Burns 1993: 72 ciri remaja dengan konsep diri negatif, antara lain membenci diri, memiliki perasaan rendah diri, dan
kurang menghargai serta menerima diri. Dari pendapat Centi 2006: 26 remaja dengan konsep diri negatif memiliki ciri-ciri, antara lain:
a. Cenderung memusatkan hal-hal negatif dalam dirinya. b. Suka mengingat hal-hal yang meneguhkan perasaan tak berharga.
c. Cenderung dibayangi oleh kegagalan.
4. Perkembangan konsep diri
Konsep diri remaja tidak terbentuk secara instan. Pada periode awal kehidupannya, remaja belum memiliki pengetahuan tentang dirinya,
belum memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai serta belum memiliki penilaian terhadap dirinya sendiri.
Peran orang tua menjadi sangat dominan dalam proses perkembangan konsep diri remaja. Lingkungan pertama tempat mereka
berinteraksi adalah keluarga. Sikap dan respon orangtua akan menjadi informasi bagi remaja untuk menilai dirinya. Unsur penerimaan turut
membentuk konsep diri, artinya apabila orang tua tulus menerima, menghargai serta menerima anak dengan apa adanya maka anak akan
dibantu untuk memandang dirinya pantas untuk dicintai dan disayangi orang lain maupun dirinya sendiri Hardjana, 2003: 16-23.
Konsep diri mempunyai sifat yang dinamis artinya selalu mengalami perubahan. Konsep diri yang telah terbentuk dalam lingkungan
keluarga selanjutnya mengalami perubahan dan lebih berkembang melalui interaksi dengan orang lain, yaitu teman sebaya, guru serta orang dewasa
lainnya di masyarakat. Konsep diri terbentuk karena umpan balik dari individu lain Pudjijogyanti 1985: 12.
B. Remaja
Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Masa remaja disebut juga masa transisi dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan tegas pada remaja sulit ditetapkan. Peroide ini biasanya digambarkan pertama kali dengan munculnya
karakteristik seks sekunder, yaitu 1 pada remaja laki-laki terjadi perubahan suara, timbulnya jakun, perkembangan pada alat reproduksi, dada lebih besar
dan berotot, tumbuhnya kumis, jambang, dan rambut di sekitar kemaluan dan ketiak, 2 pada remaja putri panggul melebar, perkembangan alat reproduksi,
payudara membesar, tumbuhnya rambut di sekitar kemaluan dan ketiak pubis. Masa remaja dibagi tiga bagian, yaitu:
1. Masa remaja awal 12-15 tahun, pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri
sebagai indivdu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya
konformitas yang kuat dengan teman sebaya. Remaja akan senang jika banyak teman yang menyukainya Sarwono, 2009: 25.
2. Masa remaja tengah 15-18 tahun, masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya memiliki
peran penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri. Pada masa ini individu mulai mengembangkan kematangan
tingkah laku, seperti belajar membuat keputusan-keputusan awal. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi remaja.
3. Masa remaja akhir 18-21 tahun, masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja
berusaha mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan
orang dewasa.
C. Konsep Diri Siswa SMA Sebagai Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi yang penuh dengan berbagai macam perubahan Gunarso, 1986: 236. Pada masa ini remaja mengalami
perubahan tidak hanya perubahan yang dapat diamati secara langsung, misalnya perubahan fisik dan tingkah laku, akan tetapi juga perubahan yang
lebih halus seperti konsep dirinya. Peneliti sudah menemukan penelitian yang relevan sebagai gambaran
konsep diri siswa SMA sebagai remaja. Penelitian pertama adalah Maria Ursula Indriati 2008 mengadakan penelitian yang bertujuan mengetahui
bagaimana konsep diri para siswa kelas XI SMA Stella Duce I Yogyakarta tahun ajaran 20082009. Jenis penelitiannya adalah penelitian deskriptif.
Subyek penelitian adalah para siswa kelas XI SMA Stella Duce I Yogyakarta tahun ajaran 20082009. Untuk memperoleh data, penelitian ini menggunakan
kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan siswa kelas XI SMA Stella Duce I Yogyakarta tahun ajaran 20082009 memiliki konsep diri yang positif.
Penelitian kedua adalah penelitian Dwi Ineke Gushanna Hendrik 2007 mengadakan penelitian yang bertujuan mengetahui tingkat konsep diri
siswa kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 20052006. Jenis penelitiannya adalah deskriptif dengan subyek penelitian sebanyak 63
orang. Penelitian ini menggunakan kuesioner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat konsep diri siswa kelas XI IPS SMA BOPKRI 2
Yogyakarta tahun ajaran 20052006 sebagian besar pada kategori rendah. Kategori rendah dapat diartikan konsep diri siswa kelas XI IPS SMA BOPKRI
2 Yogyakarta tahun ajaran 20052006 negatif.
D. Bimbingan Klasikal Untuk Meningkatkan Konsep Diri Siswa
Peserta didik sebagai individu sedang berada dalam proses berkembang ke arah kematangan. Menurut Syamsu Supriatna, 2011: 61
untuk mencapai kematangan peserta membutuhkan bimbingan dari orang dewasa karena mereka belum memiliki cukup wawasan dan pemahaman
tentang dirinya. Pemahaman tentang diri ini berkaitan dengan bagaimana peserta didik memandang dirinya secara positif baik kelebihan maupun
kekurangannya. Bimbingan diartikan sebagai pemberian bantuan kepada peserta didik
dalam memecahkan masalah yang dihadapi agar tercapai pemahaman diri, penerimaan diri, realisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya dalam
mencapai perkembangan yang optimal. Peserta didik merupakan remaja yang sedang tumbuh dan berkembang menuju masa kedewasaan. Kegiatan
bimbingan di sekolah memusatkan pelayanannya pada peserta didik sebagai individu yang harus mengembangkan kepribadiannya, salah satunya konsep