Hubungan konsep diri dan hasil belajar fisika siswa melalui pembelajaran inkuiri pada konsep tekanan

(1)

(Penelitian Survey di MTs Islamiyah Ciputat Tangerang Selatan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Strata 1 (S.Pd) Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun oleh:

MUHAMAD SOLIHIN NIM: 104 016 30 476

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

FISIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI PADA KONSEP TEKANAN, disusun oleh Muhamad Solihin, NIM 104016300476 diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 Juni 2011 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Program Studi Pendidikan Fisika.

Jakarta, 16 Juni 2011

Panitia Ujian Munaqasyah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Prodi Fisika )

Iwan Permana Suwarna, M.Pd NIP. 19780504 200901 1 013

Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA)

Nengsih Juanengsih, M.Pd ...

NIP. 19790510 200604 2 001 Penguji I

Drs. Zamris Habib, M.Si ...

NIP. 130 695 192 Penguji II

Iwan Permana Suwarna, M.Pd ...

NIP. 19780504 200901 1 013

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 19571005 198703 1 003


(3)

Skripsi berjudul Hubungan Konsep Diri dan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Pembelajaran Inkuiri pada Konsep Tekanan di MTs Islamiyah Ciputat Tangerang, yang disusun oleh M.Solihin, NIM 104 016 300 476, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Pendidikan Fisika, telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqosah sesuai ketentuan yang ditetapkan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

Yang Mengesahkan, Pembimbing I

Drs. Hasian Pohan, S. Pd, M.Si NIP 196501151987031020

Pembimbing II

Diah Mulhayatiah, S.Si, M.Pd NIP 197903092008012016


(4)

(5)

Waktu kadang lambat bagi yang menunggu, tetapi

terlalu cepat bagi yang terburu-buru. Terlalu

panjang bagi yang gundah, tetapi terlalu pendek

bagi yang bahagia. Bagi yang selalu bersyukur

waktu senantiasa adalah kebahagaiaan. Bersyukur

membuka kekayaan hidup. Bersyukur mengubah

apa yang di miliki jadi cukup. Nikmatilah lelah

proses pembuatan skripsi ini dengan bersyukur.

Selamat berjuang. Semoga hari esok tetap

semangat dalam mencapai titian Ridha- Nya


(6)

i

Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan hasil belajar melalui pembelajaran Inkuiri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yang dilaksanakan di MTs Islamiyah Ciputat Tangerang dengan melibatkan 33 siswa kelas VIII (1). Data konsep diri dikumpulkan dengan angket (kuesioner), sedangkan data hasil belajar dikumpulkan dengan tes tertulis kognitif dalam bentuk pilihan ganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konstribusi kecenderungan konsep diri dengan hasil belajar ditunjukkan oleh hasil koefesien korelasi sebesar 0.2835, atau konsep diri memberikan kontribusi sebesar 8,04% terhadap hasil belajar fisika siswa dan 91.96% ditentukan oleh faktor lain. Analisis regresi yang dihasilkan dengan model regresi Y = 25.43 + 0.65X dan setelah uji taraf signifikansi 5% ternyata model tersebut linier. Berdasarkan data penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara konsep diri dan hasil belajar siswa melalui pembelajaran inkuiri korelasinya terletak antara 2,00-3,00 termasuk dalam kategori yang lemah/rendah.


(7)

ii

inquiry learning on Pressure Concepts." Skripsi, Physical Education, Natural Sciences Education, Faculty of Science and Teacher Training Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This study aims to determine the relationship between self concept and learning through inquiry learning. The method used in this research is method survey was conducted in the MTs Islamiyah Ciputat Tangerang, involving 33 students of class VIII (1). Data were collected by self-concept questionnaire (questionnaire), while data collected with the learning outcomes of cognitive written test in multiple choice form. The results of this study indicate that the contribution of the trend of scientific attitude to the learning result is indicated by the results of the correlation coefficient of 0.2835. This means that the scientific attitude contributed 8.04% of physics student learning outcomes and 91.96% determined by other factors. Regression analysis yielded a regression model Y = 25.43 0.65X and after a 5% significance level test of the model was linear. Based on research data above, we can conclude that there is a positive relationship between self concept and student learning outcomes through inquiry learning correlation lies between 2.00 to 3.00 are included in the category of weak / low.


(8)

iii

bimbingan Allah Azza Wa Jalla Rabb yang telah memberikan kenikmatan dunia menghantarkan kepada kehidupan akhirat. Ampuni atas kelalaian dan keingkaran syahadah yang tidak mampu termanifestasi dalam kehidupan.

Allahumma shalli’ala Muhammad, semoga shalawat ini selalu tercurah untuk sebaik-baik mahluk ciptaan yang mewarisi kebenaran Ibrahim, tongkat penuntun Musa, kasih sayang Isya, kebenaran Daud, dan kearifan Sulaiman, yang menemani zaman memapah manusia menuju rumah kebahagiaan dengan sinar Al-Islam.

Selanjutnya, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun, atas bimbingan-Nya dan motivasi dari berbagai pihak penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang berjasa dalam penulisan skripsi ini, diantaranya:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Si, Kepala Prodi Pendidikan Fisika 4. Ibu Erina Hertanti, M. Si, penasehat akademik

5. Bapak Drs. Hasian Pohan, M.Si., Dosen Pembimbing I yang penuh kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing penulis selama ini.

6. Ibu Diah Mulhayatiah, S.Si, M.Pd, Dosen Pembimbing II juga telah banyak memberikan pemikiran dan waktu sehingga tuntasnya skripsi ini.

7. Bapak, Ibu Dosen, atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan selama penulis mengikuti perkuliahan.

8. Kepala Sekolah MTs Islamiyah Bapak Drs Oding, M. Hartato selaku guru bidang studi fisika di MTs Islamiyah telah banyak membantu selama proses penelitian. Siswa kelas VIII (1) yang telah bersedia di jadikan sampel penelitian.


(9)

iv

S.Pd, Ibu Fuji, Bapak Ilham, Bapak M. Yahya, S.Ag, Bapak Giman, S.Pd, serta Bapak Sugiharto, S.E) serta siwa-siswi SMP Djojoredjo Pamulang, Tangerang Selatan terimakasih atas kebersamaannya dalam keharmonisan dalam perbedaan agama, pendapat dan pemikiran, dalam toleransi yang begitu indah.

10.Teristimewa Ayahanda dan Ibunda segenap kasih dan sayangnya yang tak henti-hentinya mendo’akan, dalam setiap waktu. Hanya Allah SWT yang dapat membalasnya, semoga penulis dapat memberikan yang terbaik.

11.Teman-teman Fisika angkatan 2004; terimakasih untuk kebersamaannya yang menginspirasi selalu menjadi lebih baik setiap harinya dan semua keceriaan selama kuliah, sampai jumpa dalam kesuksesan.

12.Teman-teman terbaik (Deden Suhendar, Munajat Sudirman, Makhbub, Heru Abdul Hamid, Syaipul Arifin,Heru Siswoko, Ahmad Fahmi, M. Hartato, Dwi Enggal, Irwan Yulistiawan, Misbahudin, Ka Akhyat, Arafat, Ahmad Haedar, Pak Pudin, Kholik, Titing, Mama Gio, Mama Oca, Mama Dimas) dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas kerjasama, bantuan, doa, dan motivasi.

13.Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat UIN Jakarta, BEMJ IPA,IRMAFA Fathullah UIN Jakarta, Lembaga Psikologi Pesona Laras, BIMBEL Cahaya Pena Situ Gintung, BIMBEL Epsilon, SMP AL-Hidayah Lebak Bulus.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, muda-mudahan bantuan, bimbingan, semangat, dan do’a yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridha dan kasih sayang Allah SWT. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya.

Jakarta, Juni 2011 Penyusun


(10)

v LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 8

A. Deskripsi Teoritis ... 8

1. Konsep Diri ... 8

a) Pengertian Konsep Diri ... 8

b) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 10

c) Pembagian Konsep Diri ... 11

d) Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif ... 20

e) Masa Remaja ... 21


(11)

vi

c) Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran Fisika… ... 30

d) Metode Pembelajaran Inkuiri ... 31

1) Pengertian Pembelajaran Inkuiri... 31

2) Jenis-Jenis Metode Inkuiri ... 32

3) Keunggulan dan Kelemahan Inkuiri ... 33

4) Metode Inkuiri Terstruktur ... 34

3. Hasil Belajar ... 38

a) Pengertian Belajar dan Hasil Belajar ... 38

b) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 40

4. KonsepTekanan ... 45

a) Pengertian Tekanan ... 45

1) Tekanan Pada Zat Padat... . 45

2) Tekanan Pada Zat Cair... 46

3) TekananPada Zat Gas... . 50

5. Hubungan Konsep Diri dan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Pembelajaran inkuiri Pada Konsep Tekanan... 52

B. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 55

C. Kerangka Berpikir ... 59

D. Pengajuan Hipotesis ... 60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 60

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 60

B. Metode Penelitian ... 60

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 60

1. Populasi Penelitian ... 60

2. Sampel Penelitian ... 61

D. Teknik Pengambilan Sampel ... 61


(12)

vii

H. Uji Coba Instrumen Penelitian ... 71

1. Uji Coba Instrumen Konsep Diri ... 71

2. Uji Coba Instrumen Hasil Belajar ... 72

a. Uji Validitas ... 72

b. Uji Reliabilitas ... 73

c. Tingkat Kesukaran ... 73

d. Daya Pembeda ... 74

I. Prosedur Penelitian ... 75

J. Teknik Aalisis Data ... 77

1. Uji Prasyarat Analisi Data ... 77

a. Uji Normalitas ... 77

b. Uji Homogenitas ... 77

c. Uji Linieritas ... 77

2. Pengujian Hipotesis ... 78

a. Uji Korelasi ... 79

b. Uji Signifikansi ... 79

c. Koefisien Determinasi ... 79

3. Interpretasi Data ... 80

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 82

A. Konsep Diri siswa ... 82

B. Hasil Belajar ... 85

C. Hubungan Konsep Diri dengan Hasil Belajar ... 88

1. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 88

a. Uji Normalitas ... 88

b. Uji Homogenitas ... 89


(13)

viii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97


(14)

viii

Tabel 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 11

Tabel 2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gambaran Diri ... 12

Tabel 2.3 Gangguan pada Gambaran Diri ... 13

Tabel 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Gambaran Diri ... 16

Tabel 2.5 Konsep Diri positif dan Konsep Diri Negatif ... 20

Tabel 2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gambaran Diri ... 21

Tabel 2.7 Karakteristik Remaja menurut Hurlock ... 22

Tabel 2.8 Keunggulan dan Kelemahan Inkuiri ... 33

Tabel 2.9 Tahapan Pembelajaran Inkuiri Terstrukutur ... 34

Tabel 2.10 Tahapan Pembelajaran Inkuiri Terstruktur ... 35

Tabel 2.11 Pengajaran Inkuiri Secara Langsung dan Ringan ... 37

Tabel 3.1 Identitas Konsep Diri ... 63

Tabel 3.2 Deskripsi Konsep Variabel Penelitian ... 64

Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 66

Tabel 3.4 Identitas Konsep Diri ... 63

Tabel 3.4 Penskoran Skala Likert Konsep Diri ... 67

Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Konsep Diri ... 68

Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar ... 72

Tabel 3.7 Uji Validitas Ahli ... 73

Tabel 3.8 Interpretasi Product Moment ... 82

Tabel 4.1 Data Konsep diri dan Hasil Belajar Fisika Siswa ... 83

Tabel 4.2 Data konsep diri yang diperoleh dari data yang Terkecil ... 84

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Konsep Diri Siswa ... 85

Tabel 4.4 Distribusi Ketercapaian aspek Konsep diri Siswa ... 86

Tabel 4.5 Hasil Belajar Fisika siswa yang diperoleh dari Data yang Terkecil.. 87

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Fisika Siswa ... 88


(15)

(16)

x

Gambar 2.1 Hubungan Metode Pembelajaran dengan Hasil Pembelajaran .... 37

Gambar 2.2 Bagan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 41

Gambar 2.3 Bejana Berhubungan ... 46

Gambar 2.4 Bejana Berhubungan ... 46

Gambar 2.5 Hukum Pascal ... 48

Gambar 2.6 Hukum Archimedes ... 49

Gambar 2.7 Hukum Toricelli ... 49

Gambar 2.8 Manometer Terbuka ... 50

Gambar 2.9 Manometer Logam ... 50

Gambar 2.10 Hukum Boyle ... 50

Gambar 2.11 Bagan Kerangka Berfikir ... 58

Gambar 4.1 Grafik Distribusi Frekuensi Konsep Diri Siswa ... 83

Gambar 4.2 Grafik Analisis Ketercapaian Aspek Konsep Diri Siswa ... 84

Gambar 4.3 Grafik Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa ... 85

Gambar 4.4 Grafik Analisis Ketercapaian Konsep Tekanan pada Hasil Belajar Siswa ... 86


(17)

xi

Lampiran 2 Rencana Proses Pembelajaran (RPP) ... 106

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 117

Lampiran 4 Kisi-kisi Instrumen Konsep Diri ... 138

Lampiran 5 Angket Sikap Konsep Diri ... 142

Lampiran 6 Lembar Uji Validasi Isi Konsep Diri ... 147

Lampiran 7 Perhitungan Sikap Konsep Diri ... 148

Lampiran 8 Analisis Ketercapaian Aspek Konsep Diri Siswa ... 153

Lampiran 9 Perhitungan Uji Normalitas Konsep Diri ... 161

Lampiran 10 Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar ... 164

Lampiran 11 Instrumen Uji Coba Hasil Belajar Siswa ... 165

Lampiran 12 Hasil Uji Validitas Instrumen Hasil Belajar Siswa ... 208

Lampiran 13 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Hasil Belajar Siswa ... 209

Lampiran 14 Taraf Kesukaran Instrumen Hasil Belajar Siswa ... 211

Lampiran 15 Daya Pembeda Instrumen Hasil Belajar Siswa ... 212

Lampiran 16 Kriteria Uji Coba Instrumen Hasil Belajar ... 218

Lampiran 17 Kisi-kisi Instrumen Setelah Validasi ... 220

Lampiran 18 Instrumen Penelitian Hasil Belajar ... 222

Lampiran 19 Perhitungan Hasil Belajar ... 238

Lampiran 20 Analisis Ketercapaian Konsep Hasil Belajar ... 240

Lampiran 21 Perhitungan Uji Normalitas Hasil Belajar ... 245

Lampiran 22 Uji Homogenitas Konsep Diri dan Hasil Belajar ... 248

Lampiran 23 Uji Linearitas Konsep Diri dan Hasil Belajar ... 251

Lampiran 24 Perhitungan ANAVA Untuk Regresi Linier Sederhana ... 253

Lampiran 25 Perhitungan Korelasi Konsep Diri dan Hasil Belajar ... 255

Lampiran 26 Perhitungan Uji Signifikansi ... 257


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah merupakan pendidikan formal yang merupakan wadah untuk mencetak generasi-generasi penerus bangsa.Pendidikan disekolah diwujudkan melalui berbagai mata pelajaran yang diterima siswa. Sekolah mempunyai tugas untuk mengembangkan dan menumbuhkan pengetahan aspek kognitif, apektif, dan psikomotor. Selain itu sekolah mempunyai tujuan membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Sesuai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3 tentang dasar, fungsi dan tujuan pendidikan yaitu:

Pendidikan nasional berpungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 1

Selain itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyampaikan

harapannya terhadap dunia pendidikan di Indonesia yaitu “Kedepan bangsa ini

harus meningkatkan kemandirian, daya saing, peradaban bangsa, untuk itu pendidikan harus bertujuan mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi serta membentuk nilai dan karakter bangsa yang unggul yang dicirikan antara lain ulet,

sanggup menghadapi tantangan, saling menyayangi, menghormati dan toleransi,” 2

Rendahnya hasil belajar fisika siswa masih menjadi sorotan banyak pihak di masyarakat. Hasil observasi dan analisis terhadap pembelajaran fisika yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa prestasi belajar untuk mata pelajaran fisika belum memenuhi apa yang diharapkan. Salah satu faktor yang dapat mengarah pada penyebab rendahnya hasil belajar fisika siswa adalah penerapan

1

Redaksi Sinar Grafika, UU Sisdiknas 2003, (Jakarta:Sinar Grafika, 2003), hal. 5 2

Aswandi,” Membangun Karakter Bangsa”. Dari www. Pontianakpost.com, 3 Juli 2008


(19)

pengajaran konvensional dalam pembelajaran fisika kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk membangun sendiri struktur kognitifnya, serta kesempatan untuk menumbuhkembangkan minat dan sikap ilmiahnya.3

Pusat Kurikulum menggariskan bahwa tujuan pembelajaran fisika di sekolah adalah memahami konsep-konsep fisika juga dituntut untuk mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi oleh sikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapi.4 S. Karim Karhami yang mengatakan bahwa mata pelajaran fisika merupakan mata pelajaran yang memperluas wawasan pengetahuan tentang materi dan energi, meningkatkan keterampilan ilmiah, menumbuhkan sikap ilmiah dan kesadaran atau kepedulian pada produk teknologi melalui penerapan teori atau prinsip fisika yang sudah diketahui sebelumnya, serta kesadaran pada kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Dan dengan adanya interaksi tersebut, akan timbul sikap dan nilai yang diperlukan dalam penemuan ilmu pengetahuan. Hal yang sama dinyatakan oleh Johari Surif, Yusof Haji dan Hasniza dalam era globalisasi masyarakat Saintifik menjaga kesinambungan peradaban dan memacu ketamadunan sebuah negara. Masyarakat saintifik merupakan teras pembangunan bangsa yang dalam dirinya memiliki ciri-ciri sikap saintifik.5

Manusia dalam kehidupannya mengalami beberapa fase perkembangan, berbeda pengalaman dan perubahan perilaku individu agar dapat berperan dan diterima oleh masyarakat. Fase perkembangan tersebut meliputi masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa usia lanjut batasan usia pada setiap masanya. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa

3

IB Putu Mardana, Intensifikasi Pelaksanaan Kegiatan Laboratorium Dalam Pembelajaran IPA Sebagai Upaya Meningkatkan Minat, Sikap Ilmiah, dan Prestasi Belajar IPA Siswa K elas II SLTP Negeri I Singaraja, (Aneka Widya STKIP Singaraja, No.3 TH.XXXIII Juli 2000), h. 148.

4

Pusat Kurikulum, Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA), (http://www.puskur.net/inc/si/sma/fisika.pdf.15 Juli 2008), h. 443.

5

Johari Surif, Mohammad Yusof Haji Arshad dan Nor Hasniza Ibrahim,

Membangunkan Sikap Saintifik Melaui Proses Inkuiri, makalah disampaikan dalam International Seminar On Development of Value In Mathematics And Science Education, Faculty of Education, University of Malaya, 3 Agustus 2007, h.1.


(20)

kanak. 6 Apa yang dialami di masa kanak-kanak akan mempengaruhi masa remaja sampai dewasa. Dari masa kanak-kanak ke masa remaja, meninggalkan yang bersifat kekanak-kanakan, pola perilaku yang lama seperti perubahan fisik, pola emosi, sosial, minat, moral, dan kepribadian. Pada masa ini terjadi penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya yang cenderung mencari identitas dirinya, peranannya dalam masyarakat, bergaul, mencari informasi dan pengetahuan yang seluas-luasnya. Konsep diri yang ada pada remaja juga akan mengalami perubahan, menentukan perilaku yang akan dilakukan, mempengaruhi kegiatan pembelajaran di sekolah dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa, hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, faktor yang terbentuk melalui pengalaman individu dalam berhubungan dengan orang lain (Ritandiyono dan Retnaningsih, 1996).7 Dalam pencarian identitas diri diharapkan remaja dapat membentuk konsep positif karena akan berpengaruh terhadap pemikirannya, perilakunya, serta pendidikan juga bagaimana pencapaian hasil belajarnya berpengaruh terhadap pendidikan yang dilakukan remaja. Pada remaja konsep diri dan hasil belajar pada remaja berbeda-beda. Bagaimana mengatasi agar konsep diri positif individu perlu bimbingan dari berbagai pihak seperti guru, orang tua, teman serta masyarakat. Konsep diri positif dan hasil belajar lebih tinggi karena ia menerima apapun tentang dirinya baik kelebihan, kekurangan atau baik positif maupun negatif tentang dirinya. Misalnya bakat A dibidang Fisika tidak mampu dibidang Ekonomi merasa gagal tanpa melupakan bersosialisasi pengalaman yang ia miliki serta konsep diri remaja (positif) maka akan menunjang hasil belajar yang tinggi sebaliknya konsep diri negatif hasil belajar rendah karena individu akan merasa cemas terus-menerus, tidak dapat diterimanya dengan baik dan

mengancam konsep dirinya. Siswa Menengah Pertama SMP/MTs merupakan masa

remaja yang perlu mendapat penanganan yang serius sebagai generasi penerus

6

Ilmu Psikologi, http://ilmu-psikologi.blogspot.com/2009/12/ciri-ciri-masa-remaja.html, 21 Juli 2010

7


(21)

bangsa. sebab konsep diri sedang berkembang dan merupakan dasar bagi perkembangan fase dewasa. Seperti yang dikemukakan Erick Erikson dikutip La Sulo yang menyatakan bahwa remaja dihadapkan kepada tugas mengembangkan konsep diri yang dapat diterima, stabil dan fungsional. Mereka yang berhasil akan membangun kesadaran identitas dan yang gagal akan menderita kekacauan peranan (role confusion). 8 Siswa yang konsep diri tinggi akan menggunakan segala potensi dan kemampuannya seoptimal mungkin dengan jalan mengikuti proses belajar mengajar dengan baik, mengadakan hubungan baik dengan teman sekelasnya yang dapat mempengaruhi kegiatan belajarnya. Sebaliknya siswa yang konsep diri rendah tidak akan menggunakan potensi dan kemampuannya dengan optimal karena mereka tidak memahami segala potensinya sehingga mengganggu teman, sengaja mencari perhatian yang dapat mengganggu proses belajar mengajar.

Sains merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. 9 Pendidikan fisika yang merupakan salah satu cabang sains diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah didalam kehidupan sehari-hari, serta dapat mengembangkan ilmu dan teknologi dan memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam.

Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat dikatakan seyogyanya pembelajaran fisika yang diberikan dengan berbagai bentuk hukumnya memberikan sikap kepatuhan juga atas hukum-hukum Tuhan untuk digunakan siswa dalam kehidupannya.

Pembelajaran fisika akan lebih efektif dan menarik bagi siswa. Menjadi penting artinya mengingat tujuan pendidikan adalah membuat siswa mengerti dan

8

---, Menata Kepribadian Anak, http://www.scribd.com/doc/11771514/BK, 21 Juli 2010

9


(22)

percaya. Seiring dengan tujuan peningkatan pembelajaran fisika, berbagai pendekatan dan metode pengajaran kini mulai diperkenalkan dan diterapkan di sekolah-sekolah baik dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Metode dan pendekatan yang banyak mengaktifkan siswa diantaranya ialah metode discoveri, inkuiri, eksperimen, pemecahan masalah, keterampilan proses, penugasan dan diskusi10.

Tuntutan yang tercantum dalam Kurikulum Pelajaran Fisika yaitu pembelajaran yang dilaksanakan secara inkuiri ilmiah, yang diperlukan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar dikelas. Maka metode inkuiri dijadikan salah satu metode yang dianjurkan untuk digunakan dalam pembelajaran fisika.

Menurut Soewarso, bahwa sejak adanya penataran Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) tahun 1979, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah menegaskan kepada guru untuk mengembangkan dan menggunakan metode inkuiri dalam proses belajar-mengajar di kelas.11 Menurut Soerwarso metode inkuiri penting artinya, karena metode inkuiri merupakan suatu cara mengajar yang menarik terutama dengan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar dikelas.

Pengembangan metode pembelajaran ini, penelitian yang berhubungan dengan penerapan pembelajaran inkuiri banyak dilakukan dan dikembangkan.

Wirtha dan Rapi dalam Jurnalnya mengatakan bahwa pembelajaran inkuiri memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap hasil belajar siswa di bandingkan dengan metode pembelajaran konvensional12.

Beberapa hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri memiliki arti penting dalam pengaktifan siswa atau mengambil satu bagian

10

R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h.27.

11

Soewarso, Peranan Metode Inquiry Terhadap Peningkatan Kualitas Pendidikan di Sekolah. (Semarang: Jurnal Lembaran Ilmu Kependidikan, No.2 Tahun XXIX, 2000), h.128.

12

I Made Wirtha dan Ni Ketut Rapi., Pengaruh Pembelajaran dan Penalaran Formal terhadap Penguasaan Konsep Fisika dan Sikap Ilmiah Siswa SMA Negeri 4 Singaraja, (Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008), h.27.


(23)

atas pencapaian mutu pendidikan, karena dari pembelajaran ini dapat menghasilkan pembentukan konsep diri dan hasil belajar yang lebih baik.

Dalam penelitian ini dipilih konsep tekanan. Merupakan salah satu bagian penting karena bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan nyata, namun hasil belajar siswa pada konsep tersebut masih rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam penelitian ini digunakan pembelajaran inkuiri dengan berbagai macam percobaan sederhana sehingga siswa dapat menemukan sendiri aplikasi tekanan pada benda padat, cair, dan gas dalam kehidupan sehari-hari. Pada konsep ini terkandung indikator dan pengalaman belajar yang sama yaitu mengedepankan kerja ilmiah, yang kemudian dari bekerja ilmiah ini terjadi proses pembentukan konsep diri yang baik dan hasil belajar siswa dapat lebih baik. Murmanto, D Melanie dalam jurnalnya mengatakan pembentukan konsep diri siswa di mulai dengan terlibatnya siswa dalam seluruh proses kegiatan belajar, berarti siswa jadi lebih menguasai materi pelajaran dan siswapun akan mendapat pengalaman berharga saat berinteraksi dengan guru dan teman-temannya, sehingga sosialisasi dan konsep diri siswa dapat terbentuk secara positif13.

Berdasarkan uraian diatas penulis bermaksud melakukan studi penelitian lebih lanjut apakah terdapat Hubungan Konsep Diri Dan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Pembelajaran Inkuiri Pada Konsep Tekanan.

B. Identifikasi Masalah

Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal sangat berhubungan pada proses belajar mengajardan hasil belajar.

Dari uraian diatas, beberapa permasalahan yang dapat dikaji adalah: 1. Mengapa hasil belajar fisika siswa masih rendah?

2. Mengapa siswa belum bisa mengembangkan kosep dirinya secara positif?

3. Mengapa pembelajaran fisika tidak menarik?

13

Melanie D. murmanto., Pembentukan Konsep Diri Siswa melalui Pembelajaran Partisipatif (sebuah alternatif pendekatan pembelajaran di sekolah dasar), (Jurnal Pendidikan Penabur-No 08/Th.VI/Juni 2007


(24)

4. Apakah dominanya pembelajaran konvensional mempengaruhi konsep diri dan hasil belajar fisika siswa?

5. Apakah konsep diri dapat mempengaruhi hasil belajar fisika siswa? 6. Seberapa besar konsep diri siswa melalui pembelajaran inkuiri? 7. Apakah metode inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa? 8. Apakah ada hubungan antara konsep diri dan hasil belajar fisika siswa

melalui pembelajaran inkuiri pada konsep tekanan? 9. Seberapa besar hubungan yang terjadi?

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada masalah yang berkaitan antara konsep diri dan hasil belajar Fisika melalui pembelajaran inkuiri pada konsep tekanan kelas VIII MTs Islamiyah Ciputat. Konsep diri siswa yang dijadikan acuan dalam penelitian ini berdasarkan studi psikologi meliputi gambaran diri (body image), ideal diri dan harga diri. Hasil belajar yang diukur adalah kemampuan kognitif siswa pada konsep tekanan melalui pembelajaran inkuiri terstruktur.

D. Rumusan Masalah

Latar belakang, identifikasi dan batasan masalah di atas. maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Apakah terdapat hubungan antara konsep diri dan hasil belajar fisika siswa melalui pembelajaran inkuiri pada konsep tekanan?”

E. Tujuan Operasional Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan hasil belajar fisika siswa melalui pembelajaran inkuiri pada konsep tekanan kelas VIII MTs Islamiyah Ciputat.

F. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat atau kegunaan, antara lain:


(25)

1. Institusi, model pembelajaran ini merupakan masukan yang dapat memperluas wawasan tentang pengembangan model pembelajaran, dengan diterapkannya model alternatif dalam mengajarkan sains

2. Guru, diharapkan dapat menyusun rencana pembelajaran konstruktivisme sehingga dapat mengembangkan konsep diri siswa yang lebih positif.

3. Siswa, dapat membantu belajar sains fisika dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya serta meningkatkan rasa kepercayaan dirinya khususnya dalam pembelajaran fisika.

4. Stakeholder, dapat menjadi upaya inovasi pembelajaran, penelitian ini dapat menjadi masukan untuk mengembangkan model pembelajaran pada pelajaran lain yang jenjang pendidikannya berbeda sesuai dengan tingkat perkembangan usia anak didik.


(26)

BAB II

DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretis 1. Konsep Diri

a. Pengertian Konsep Diri

Menurut Baron dan Byrne mengatakan konsep diri merupakan sekumpulan pungsi yang kompleks yang berbeda yang dipegang oleh seseorang tentang dirinya1. Menurut William D. Broks mendefinisikan konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang kita, yang bersifat psikologi, social, dan fisis 2. Menurut Sulaeman Konsep diri adalah keseluruhan ide-ide dan sikap-sikap seseorang sebagai apa dan siapa dia3. Suryabrata menyatakan kosep diri mempunyai empat aspek yaitu, bagaimana orang mengamati dirinya sendiri, bagaimana orang berfikir tentang dirinya sendiri, bagaimana orang menilai dirinya sendiri, bagaimana berusaha dengan berbagai cara untuk menyampaiakan dan mempertahankan diri4. Calhoun dan Acocela (1990) konsep diri adalah gambaran mental individu yang terdiri dari pengetahuannya tentang diri sendiri, pengharapan bagi diri sendiri, dan penilaian terhadap diri sendiri5. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sudeen, 1998)6. Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Sedangkan

1

Avin Fadilla Helmi, Gaya Kelekatan dan Konsep Diri,Jurnal Psikologi 1999 UGM Hal. 9

2

Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi. Penerbit Rosda Karya, h.99-100

3

Rina oktaviana, Hubungan Antara Penerimaaan Diri Terhadap cara-cara Perkembangan Sekunder dengan Konsep diri pada Remaja Puteri SLTPN 10 Yogyakarta,h.3-4

4

Rina Oktaviana, Ibid, h. 4 5

Lita H Wulandari & Pasti Rola; Konsep Diri dan Motivasi berprestasi Remaja Penghuni Panti Asuhan, Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2004, Volume 3, Nomor 2, hal 81-82

6

---, Modul Pelatihan Resolusi Konflik untuk Pemimpin Desa, Memahami Konsep Diri, Beberapa Terminologi Penting Tentang Konsep diri, Hal.21


(27)

menurut Beck, Willian dan Rawlin (1986) 7 menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual, sosial dan spiritual. Konsep diri didalam Islam, Allah SWT berfirman dalam Qur’an Surat At-Taghabun:16: yang artinya:

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung.

Allah mengetahui keterbatasan manusia berislam. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Allah merahmati orang yang mengetahui kadar kemampuan dirinya. “ Dengan mengetahui kadar kemampuan, bisa memposisikan diri secara tepat dalam berbagai situasi kehidupan. Manusia memiliki 2 ciri keterbatasan:

1) Sifat parsial (artinya kita tidak bisa memiliki/menguasai segala bidang) 2) Dalam lingkar yang sangat parsial kemampuan kita juga terbatas. Misalnya

dalam bidang kedokteran, memiliki kelebihan dibanding lainnya. Dalam konteks keterbatasan Allah mengatakan dalam QS.Al Baqarah 2:286:

”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya.”

Ibadah yang sudah tetap waktu dan kapasitasnya seperti shalat lima waktu, Allah mengukur kemampuan manusia dan pada dasarnya manusia sanggup melakukannya. Sebab perintah yang sifatnya wajib khususnya fardhu ain dan waktunya sudah ditentukan, dalam perhitungan Allah manusia bisa melakukannya. Oleh karena itu perintah-perintah dibuat dalam urutan-urutannya.

Sabda Rasulullah di atas berguna untuk :

1) Menentukan fokus-fokus nilai Islam yang akan diperkuat

2) Memahami diri kita dan membantu dalam menentukan posisi kehidupan sosial.

7

---, Modul Pelatihan Resolusi Konflik untuk Pemimpin Desa, Memahami Konsep Diri, Beberapa Terminologi Penting Tentang Konsep diri, Ibid hal.1


(28)

Kesalahan orang dalam bergaul adalah ketidakmampuan dalam memposiskan dirinya dalam kehidupan sosial merupakan kesalahan umum. Dengan memahami keterbatasan diri adalah bagian dari perintah Islam.

Konsep diri juga membantu bersifat tawadhu. Tawadhu berarti kemampuan memposisikan diri sewajarnya. Bukan berarti tawadhu itu tidak memilki apa-apa. konsep diri juga merupakan salah satu langkah untuk menyerap Islam ke dalam diri.

Ada 3 langkah dalam menyerap Islam, yaitu: 1) Memiliki konsep diri yang jelas

2) Memahami Islam sebagai pengisi wadah tersebut

3) Melakukan pengadaptasian antara konsep diri dengan konsep Islam.

Menurut Ibnul Qayyim ada 2 pengetahuan terpenting dalam pengenalan diri yaitu: ma’rifatullah dan Ma’rifatunafs. Mengetahui Allah berarti mengetahui tujuan hidup, mengetahui diri sendiri berarti mengantar bagaimana sampai ketujuan8.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual, sosial dan spiritual terhadap masyarakat, lingkungan maupun terhadap tuhan yang Maha Esa.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri)9.

8

Aina’s Room, , Konsep Diri dan Menata Visi Hidup.htm, h. 21 Juli 2010 9


(29)

Tabel 2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri

No Konsep Diri Pengaruhnya

1 2 3 Teori Perkembangan Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) Self Perception (persepsi diri sendiri)

Konsep diri berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau, pengenalan tubuh, nama panggilan pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata. Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi

Persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif

Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu. Menurut Stuart dan Sundeen Penilaian tentang konsep diri.dapat di lihat berdasarkan rentang rentang respon konsep diri yaitu respon adaptif, respon maladaptif, aktualisasi konsep diri, harga diri, kekacauan, depersonalisasi diri , dan positif rendah identitas

c. Pembagian Konsep Diri

Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian Konsep diri tersebut di kemukakan oleh Stuart and Sundeen (1991), yang terdiri dari 10:

10


(30)

1) Gambaran Diri (Body Image)

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen, 1991)11. Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan (Keliat, 1992)12. Gambaran diri (Body Image) berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992)13. Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan. Banyak Faktor dapat yang mempengaruhi gambaran diri seseorang, seperti, munculnya Stresor yang dapat menggangu integrasi gambaran diri. Stresor-stresor tersebut dapat berupa:

Tabel 2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gambaran Diri

No Gambaran diri Pengaruhnya

1

2

Operasi.

Kegagalan fungsi tubuh

Seperti: mastektomi, amputsi, luka operasi yang semuanya mengubah gambaran diri. Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik, protesa dan lain –lain.

Balik dengan penggunaan lntensif care dipandang Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu tidak mengkui atau asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi saraf.

Hal. 6

11

Salbiah Ibid Hal.6 12

Salbiah Ibid Hal 6 13


(31)

No Gambaran diri Pengaruhnya

3

4

5

6

7

Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi

tubuh

Tergantung pada mesin.

Perubahan tubuh berkaitan

Umpan balik interpersonal yang negative

Standard sosial budaya

Seperti sering terjadi pada klien gangguan jiwa, klien mempersiapkan penampilan dan pergerakan Seperti: klien intensif care yang memandang imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya tubuh sangat berbeda dengan kenyataan sukar.mendapatkan informasi umpan sebagai gangguan

Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh yang tidak ideal.

Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri.

Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap pada setiap orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu, seperti adanya perasaan minder.

Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukan tanda dan gejala, seperti:

Tabel 2.3 Gangguan pada Gambaran Diri

Gangguan Gambaran Diri Gejala

Syok Psikologis

Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan.syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.


(32)

Gangguan Gambaran Diri Gejala

Menarik diri.

Penerimaan atau pengakuan secara bertahap

Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan, tetapi karenatidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif, tergantung , tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalamperawatannya. Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru

Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu:

a) Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah b) Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh. c) Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri. d) Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.

e) Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang. f) Mengungkapkan keputusasaan.

g) Mengungkapkan ketakutan ditolak. h) Depersonalisasi.

i) Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh. 2) Ideal Diri

Ideal diri iri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu (Stuart and Sundeen ,1991)14.Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai- nilai yang ingin di capai . Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan. Ideal diri mulai berkembang pada

14

Salbiah, Konsep Diri,KDK, dan Sal Program Studi Ilmu Keperawatan, USU Repository 2006. Hal.4


(33)

masa kanak–kanak yang di pengaruhi orang yang penting pada dirinya yang memberikan keuntungan dan harapan pada masa remaja ideal diri akan di bentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Menurut Ana Keliat (1998).15 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu:

a) Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya. b) Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri.

c) Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasan cemas dan rendah diri.

d) Kebutuhan yang realistis.

e) Keinginan untuk menghindari kegagalan . f) Perasaan cemas dan rendah diri.

Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri. Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai (Keliat, 1992 ).16

3) Harga diri .

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri (Stuart and Sundeen,1991)17. Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima penghargaan dari orang lain (Keliat, 1992)18. Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Harga diri tinggi terkait dengam ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi depresi dan

15

Salbiah Ibid Hal. 4 16

Salbiah, Ibid Hal. 5 17

Salbiah Ibid Hal. 5 18


(34)

skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis (negatif self evaluasi yang telah berlangsung lama). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak nyata).

Menurut Stuart and Sundeen dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri, seperti19:

Tabel 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Harga Diri

Gangguan Harga Diri

Faktornya

Perkembangan individu

Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua

Ideal Diri tidak realistis Gangguan fisik dan

mental

Sistem keluarga yang tidak

berfungsi

yang terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.

Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita –cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang padakenyataan tidak dapat dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.

Pengalaman traumatik yang berulang,misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual.

Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan. Individu merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma, mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping yang biasa berkembang adalah depresi dan denial pada trauma.

19


(35)

Gangguan Harga Diri

Faktornya

Penganiayaan

Identitas

Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Keliat, 1992 )20. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (Keliat, 1992)21. Stress peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu banyak.

Identitasadalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and Sudeen, 1991)22. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri. Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya. Identitas diri terus berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Keliat,1992) 23.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di lakukan menurut Stuart and sundeen, 1998 adalah :

a) Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran. b) Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan . c) Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.

d) Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.

e) Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuain perilaku peran.

20

Just For child, Konsep Diri, Ibid, h. 3

21 Just For child, Konsep Diri, Ibid, h. 4 22

Just For child, Konsep Diri, Ibid, h. 4 23


(36)

Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap perannya dipengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu:

a) Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang peran yang diharapkan.

b) Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya. c) Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya.

d) Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan.

Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan transisi peran. Transisi peran tersebut dapat di kategorikan menjadi beberapa bagian, seperti :

(a) Transisi Perkembangan.

Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan harus di lalui individu dengan menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda – beda. Hal ini dapat merupakan stresor bagi konsep diri.

(b) Transisi Situasi.

Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan.

(c) Transisi sehat sakit.

Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua kompoen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri peran dan harga diri. Masalah konsep diri dapat di cetuskan oleh faktor psikologis, sosiologi atau fisiologi, namun yang penting adalah persepsi klien terhadap ancaman. Selain itu dapat saja terjadi berbagai gangguan peran, penyebab atau faktor-faktor ganguan peran tersebut dapat di akibatkan oleh:


(37)

(1). Konflik peran interpersonal. Individu dan lingkungan tidak mempunyai harapan peran yang selaras.

(2). Contoh peran yang tidak adekuat. (3). Kehilangan hubungan yang penting (4). Perubahan peran seksual

(5). Keragu-raguan peran

(6). Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan denganproses menua

(7). Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran (8). Ketergantungan obat

(9). Kurangnya keterampilan sosial (10). Perbedaan budaya

(11). Harga diri rendah

(12). Konflik antar peran yang sekaligus di perankan

Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut. Perasaan dan prilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat ditandai dengan:

(1). Memandang dirinya secara unik

(2). Merasakan dirinya berbeda dengan orang lain

(3). Merasakan otonomi : menghargai diri, percaya diri, mampu diri, menerima diri dan dapat mengontrol diri.

(4). Mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri (5). Karakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari prilaku dan

perasaan seseorang, seperti :

(6). Individu mengenal dirinya sebagai makhluk yang terpisah dan berbeda dengan orang lain

(7). Individu mengakui atau menyadari jenis seksualnya

(8). Individu mengakui dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai dan prilaku secara harmonis

(9). Individu mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan sosialnya

(10). Individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang

(11). Individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan di realisasikan (Meler dikutip Stuart and Sudeen, 1991) 24

24

Salbiah, Konsep Diri,KDK, dan Sal Program Studi Ilmu Keperawatan, USU Repository 2006. Hal.7


(38)

d. Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif

Menurut Calhoun dan Acocela (1990),25 dalam perkembangannya konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

Tabel 2.5 Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif

Konsep Diri Positif Konsep Diri Negatif

1) Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya.

2) Individu dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. 3) Individu yang memiliki konsep diri positif

akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan. Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul siapa dirinya sehingga dirinya menerima segala kelebihan dan kekurangan, evaluasi terhadap dirinya menjadi lebih positif serta mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas

Calhoun dan Acocela (1990)26 membagi konsep diri negatif menjadi dua tipe, yaitu:

Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau cara hidup yang tepat. Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri yang negatif terdiri dari 2 tipe, tipe pertama yaitu individu yang tidak tahu siapa dirinya dan tidak mengetahui kekurangan dan kelebihannya, sedangkan tipe kedua adalah individu yang memandang dirinya dengan sangat teratur dan stabil.

25

Lita H Wulandari & Pasti Rola; Konsep Diri dan Motivasi berprestasi Remaja Penghuni Panti Asuhan, Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2004, Volume 3, Nomor 2, hal 83

26

Pasti Rola, Konsep Diri dengan Motivasi berprestasi Remaja , Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2004, Volume 3, Nomor 2, Hal. 13-14


(39)

e. Masa Remaja 1) Pengertian Remaja

Hurlook (1993) mengartikan remaja (adolescence) berasal dari bahasa latin adolescence yang bearti untuk tumbuh atau kembang menjadi dewasa27. Menurut Piaget secara psikologi masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dirinya dibawah orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak28.

Papalia dan Olds Tidak mendefinisikan pengertian remaja secara ekplisit melainkan ecara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence), masa remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau duapuluh tahun29. Pada masa ini remaja sedang mencari jati dirinya. Hal ini ditandai dengan hubungan yang erat dengan teman sebayanya, mulai menemukan nilai-nilai baru dan adanya perkembangan kepribadian dan terbentuknya identitas diri menjadi seorang dewasa.

Piaget memandang adolescence sebagai suatu fase hidup, dengan perubahan-perubahan penting dalam fungsi inteligensi, tercakup dalam perkembangan aspek kognitif. Erickson mengemukakan keadaan fisik pada masa remaja merupakan sumber pembentukan identitas diri dan konsep diri30. Terbentuknya gaya hidup tertentu sehubungan dengan penempatan dirinya, yang tetap dapat dikenal oleh lingkungannya, walaupun mengalami perubahan pada dirinya maupun kehidupan sehari-hari. Umur 15-20 tahun adalah masa kesempurnaan (adoolescence proper) dan merupakan puncak perkembangan

27

Indri Kemala nasution, Perilaku Merokok Pada Remaja,2007, USU Repository@2008, Hal. 7

28

Indri Kemala nasution, Stres pada Remajas,2007, USU Repository@2008, Hal. 5 29

---, Rumah belajar psikologi, ,

http://file.upi.edu/direktori/a%20%20fip/jur.%20psikologi%20pend%20dan%20bimbingan/nanda ng%20budiman/perkembangan%20remaja%20dan%20permasalahannya%20jadi%20%5bcompati bility%20mode%5d.pdffile.upi.edu/ai.php?dir=direktori/a%20-%20fip/jur.../&file...5. 21 juli 2010

30

Psikologi Remaja, Universitas Kristen Vetra, Library,

http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=15&submit.y=18&submit=next& qual=high&submitval=next&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Feman%2F2006%2Fjiunkpe-ns-s1-2006-31402001-9239-apparel-chapter2.pdf, h.14, 21 Juli 2010


(40)

emosi. Tahap ini terjadi perubahan dari kecenderungan mementingkan diri sendiri kepada kecenderungan memperhatikan kepentingan orang lain dan memperhatikan harga diri dan bangkitnya dorongan seks (Muss,1968:27)31.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah awal masa transisi atau masa peralihan dimana seseorang sedang mengalami penyesuaian diri, baik secara fisik, psikis, emosi, minat maupun lingkungan sosialnya, serta adanya perubahan peran dalam dirinya untuk dapat membentuk identitas diri dan konsep diri.

2) Karakteristik Remaja

Berdasarkan definisi remaja diatas, maka karakteristik remaja menurut Hurlock (1990) adalah:32

Tabel 2.7 Karakteristik Remaja menurut Hurlock

Pengertian Remaja Definisi

Hurlock

1) Ciri-ciri masa remaja menurut ahli psikologi remaja Hurlock (1992). Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.

2) Periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya

Periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.

3) Masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat

31

Psikologi Remaja, Ibid, h. 15 32


(41)

Pengertian Remaja Definisi

Hurlock 4) Masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut.

5) Masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiridan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita. 6) Masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau

kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks.

7) Mereka menganggap bahwa perilaku ini akanmemberikan citra yang mereka inginkan Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab

Dalam pertumbuhan dapat menimbulkan masalah-masalah pada tinmgkah laku. Pertumbuhan yang terlalu cepat juga dapat menimbulkan problem dalam pengajaran juga dalam pergaulan dengan teman sebayanya akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri pada lingkungannya.

Remaja dinamis, artinya bahwa remaja akan mengalami perkembangan atau pertumbuhan yang berkenaan dengan tubuhnya. Tubuh yang mereka miliki tidak lagi seperti pada masa kanak-kanak. Remaja tumbuh semakin cepat membentuk tubuh yang indah atau proposional yang didambakan oleh setiap remaja dan sering menjadi sebuah impian.

Zakiah Daradjat mengatakan remaja adalah usia transisi. Seseorang individu telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat. Banyaknya masa


(42)

transisi ini tergantung keadaan dan tingkat sosial masyarakat dimana dia hidup. Semakin maju masyarakat semakin panjang usia remaja karena ia harus mempersiapkan diri untuk menyesuaikan dalam masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannyat33.

Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Ada dua fase perkembangan yang unik bagi remaja, yaitu fase pra pubertas (13-15 tahun) dan fase pubertas (16-19 tahun). Masa pra pubertas dinamakan juga masa negatif karena kebanyakan ciri-ciri tingkah lakunya mengarah pada tendensi negatif. Ciri-ciri negatif pada pra pubertas akan sedikit berkurang, dan diganti dengan timbulnya ide-ide baru tentang hidup, berdiri sendiri, ingin melepaskan diri dari orang tua, kebebasan dalam memilih jalan hidup sendiri. Yang paling menonjol pada masa pubertas adalah bekerjanya kelenjar seks dengan aktif sehingga dari tampak dari perubahan tingkah lakunya seperti cinta birahi terhadap jenis kelamin lain.

3) Tugas Perkembangan Remaja

Menurut William Kay tugas perkembangan remaja meliputi:34 a) Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

b) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.

c) Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupin kelompok.

d) Menemukan manusia model yang dijadikan identiasnya.

e) Menerima dirinya sendiri dan memilki keprcayaan terhadap kemampuannya sendiri.

33

---, Kenakalan Remaja, http://dapenra2.blogdetik.com/2009/06/11/3/ November 2010

34

Kasturi82: Journal Psychology “Remaja dan pacaran ,(http://kasturi82.blogspot.com/2009/02/journal-psychology-remaja-dan-pacaran.html), h. 4, 21 juli 2010


(43)

f) Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup (Weltanschauung)

g) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanak-kanakan.

h) Menerima keadaan fisiknya

Struktur dan penampilan fisik sudah menetap dan harus diterima sebagaimana adanya. Kekecewaan karena kondisi fisik tertentu tidak lagi terlalu mengganggu dan sedikit demi sedikit mulai menerima keadaan dirinya. Masalah seks yang berkaitan dengan kematangan fisiologik tidak lagi terlalu mengganggu dan mulai bisa diatasi.

i) Memperoleh kebebasan emosional

Seseorang pada masa remaja adalah proses melepaskan diri dari ketergantungan secara emosional dari orang yang dekat dalam hidupnya (orang tua). Kehidupan emosi yang sebelumnya banyak mendominasi sikap dan tindakannya mulai terintegrasi dengan fungsi-fungsi psikis lain., sehingga lebih stabil dan lebih terkendali. Ia mampu mengungkapkan pendapat dan perasaannya dengan sikap yang sesuai dengan lingkungan dan kebebasan emosionalnya.

j) Mampu bergaul

Masa remaja mulai mengembangkan kemampuan mengadakan hubungan sosial yang baik dengan teman sebayanya maupun orang lain, yang berbeda adalah tingkat kematangan sosialnya dengan orang yang lebih tua, ia mampu menyesuaikan dan memperlihatkan kemampuan bersosialisasi dalam tingkat kematangan sesuai dengan norma sosial yang ada.

k) Menemukan model untuk identifikasi

Dalam proses kerah kematangan pribadi, tokoh identifikasi menjadi faktor yang penting untuk diperoleh. Tanpa tokoh identifikasi seringkali timbul kekaburan akan model yang ingin dan yang memberikan penghargaan bagaimana bertingkah laku dan bersikap sebaik-baiknya.


(44)

l) Mengetahui dan menerima kemampuan diri

Pengertian dan penilaian yang objektif mengenai keadaan diri sendiri sedikit demi sedikit akan terpupuk. Kekurangan dan kegagalan yang bersumber pada keadaan kemampuan tidak lagi mengganggu berfungsinya kepribadian dan menghambat prestasi yang ingin dicapai. Bila hal ini dikaitkan dengan remaja, maka remaja yang memiliki konsep diri positif adalah remaja yang dapat memanfaatkan peningkatan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri dan lingkungannya atau dapat mengembangan persepsi positif pada dirinya sendiri.

f. Pembentukan Konsep Diri Remaja

Remaja akhir mempunyai konsep diri yang ideal dan lebih stabil. Pada saat remaja akhir, tingkat kecemasan dan kebingungan lebih rendah pada saat remaja awal. Oleh sebab itu remaja akhir lebih merasa aman dan nyaman akan dirinya.

Remaja awal transisi dari periode anak ke dewasa (menurut allport dalam wirawan, 2005) 35.

1) Pemekaran diri sendiri (Extention of the self) yang ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menganggap orang tau hal lain sebagai bagian dirinya sendiri. Perasaan egoisme berkurang sebaliknya tumbuh perasaan ikut memiliki salah satu tanda yang khas adalah tubuhnya kemampuan untuk mencintai orang lain dan alam sekitarnya. Ciri lain adalah berkembangnya ego ideal berupa cita-cita, idola, dan sebagainya yang menggambarkan bagaimana wujud ego (diri sendiri) di masa depan.

2) Self objetivication. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif di tandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sndiri (self insight) dan menangkap humor (sense of humor) termasuk yang menjadikan dirinya sendiri sebagai sasaran.

3) Unifying philosophy of life. Memiliki falsafah hidup tertentu Orang yang sudah dewasa atau dengan tepat tempatnya dalam rangka-rangka susunan

35

Isna Asyri Syahrina, Psikologi Pekembangan II**, Fakultas Psikologi UPI”YPTK” Padang 2008, h. 1


(45)

objek-objek kedudukannya dalam masyarakat. Ia bertingkah laku dalam kedudukan tersebut dan berusaha mencari jalannya sendiri menuju sasaran yang ia tetapkan sendiri.

Bagi remaja yang telah memiliki konsep diri yang kuat, mampu menghadapi berbagai perubahan tersebut dan bersikap positif terhadap diri lingkungannya. Berbeda dengan halnya yang tidak memiliki konsep diri, diombang ambingkan oleh ketidakpastian, menghadapi perubahan-perubahan dalam dirinya, sehingga memiliki sikaf negatif terhadap dirinya sendiri.

2. Pembelajaran Konstruktivisme

a. Pengertian Pembelajaran Konstruktivisme

Pembelajaran Konstruktivisme merupakan salah satu teori belajar yang berhubungan dengan cara seseorang memperoleh pengetahuan, yang menekankan pada penemuan makna (meaningfulness). Perolehan pengetahuan tersebut melalui informasi dalam struktur kognitif yang telah ada hasil perolehan sebelumnya yang tersimpan dalam memori dan siap dikonstruk untuk mendapatkan pengetahuan baru.36

Menurut paradigma konstruktivistik, ilmu pengetahuan bersifat sementara terkait dengan perkembangan yang dimediasi baik secara social maupun cultural, sehingga cenderung subyektif. Belajar menurut pandangan ini lebih sebagai proses regulasi diri dalam menyelesaikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan interfretasi 37.

“Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan

sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak

sesuai”.38

36

Ahmad Sofyan, Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA/Sains, (Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA 2007) h. 8

37

I Wayan Santyasa, Model-Model Pembelajaran Inovatif, disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas Guru SMP dan SMA Nusa Penida, 29 Juni s.d Juli 2007,

FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha, h. 1 38

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta, Remaja Rosda Karya, 2006) h. 13


(46)

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Para pendukung konstruktivis percaya bahwa anak didik akan belajar banyak tentang sains jika mereka melakukan percobaan sendiri.39

Dasar pemikiran para konstruktivis lebih menekankan pada peran aktif peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna, serta menekankan pada pentingnya membuat kaitan antara gagasan peserta didik dalam pengkonstruksian secara bermakna dan mengaitkan gagasan peserta didik dengan informasi baru dikelas.40 Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang lain.

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. “Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa menginterpretasi pengalaman baru dan memperoleh pengetahuan baru berdasar realitas yang telah

terbentuk di dalam pikiran siswa”.41

Kemudian dalam kelas konstruktivis, guru memotivasi murid untuk menyampaikan pendapat mereka tentang fenomena sains. Anak didik bisa menyanggah pendapat guru jika mereka berbeda pendapat dengan guru, karena

39

---, Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa Dengan Menggunakan Pendekatan Interaktif Pada Konsep Sistem Pernapasan Pada Manusia, http://arymlb.multiply.com/journal, November 2010, h. 29

40

Wawan Setiawan, Pengembangan Mutimedia Interaktif Berbasis Pandangan Pendagogi Materi Subjek, Pendidikan Imu Komputer FPMIPA UPI pik@upi.edu, h. 4

41

Johar Maknun, Penerapan Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dasar Fisika Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), (Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA 2007) h. 29


(47)

apa yang disampaikan dan dipercaya “benar” oleh guru bisa saja “salah”. Guru

dapat memberikan “tangga” agar mereka memperoleh pemahaman lebih baik 42. Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Sehingga memberikan semangat kepada ahli pendidikan untuk menggunakan prinsip-prinsip konstruktivisme dalam pembaharuan pendidikan.

b. Ciri-Ciri Pembelajaran Konstruktivisme

Untuk mewujudkan kelas konstruktivis ternyata harus mempersiapkan kelas dengan baik. “Guru harus menyiapkan perlengkapan dan lembaran kerja

demi mendukung terwujudnya kelas konstruktivis”. Guru hanya sebagai fasilitator atau pencipta kondisi belajar yang memungkinkan peserta didik secara aktif mencari sendiri informasi, mengasimilasi, dan mengadaftasi sendiri informasi dan mengkonstruksinya menjadi pengetahuan yang baru berdasarkan pengetahuan yang dimiliki masing-masing43 Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya dan menggalakkan ide yang dimulai oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran. Menyokong pembelajaran secara kooperatif, mengambil sikap dan pembawaan murid mengenai suatu ide guna menggalakkan dan menerima daya usaha. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid dan guru menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen. c. Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran Fisika

Implikasi model pembelajaran konstruktivisme adalah siswa melakukan proses aktif dalam mengkonstruksi gagasan-gagasan menuju konsep yang bersifat

42

---, Pembelajaran Dalam Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik,

http://luthfiyahnurlaela.wordpress.com, November 2010, h. 36 43

---, Keterampilan Dasar Mengajar, http://badarudinalbanna.wordpress.com/,


(1)

1991), h. 5

61. Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mampengaruhinya, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2003) Cet. Ke-4, h. 54

62. M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), cet. Ke-21, h. 107.

63. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. Ke-21, h. 102

64. Yudhi Munadi, Media Pembelajaran sebuah pendekatan baru, (Jakarta, Gaung Persada Press, 2008), Cet I, h. 24

65.

Yudi Munadi, Ibid, h. 26

66. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), Cet. 3, h.133

67. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. 2, h. 59

68. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. 1, h. 132-138.

69. Yudhi Munadi, Media Pembelajaran sebuah pendekatan baru, (Jakarta, Gaung Persada Press, 2008), Cet I, h. 32

70. Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2002), Cet. 11, h.232

71. Alisuf Sabri, loc.cit., h. 59

72. Yudhi Munadi, Media Pembelajaran sebuah pendekatan baru, (Jakarta, Gaung Persada Press, 2008), Cet I, h. 34

73.

Lita H Wulandari, Ibid Hal. 74-80

74. Rumyati, Korelasi antara Konsep Diri dengan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 4 METRO, Tesis Universitas Lampung, 2004

75. Ridzal Efendi, Korelasi Konsep Diri dengan Hasil Belajar PendidikanAagama Islam kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung


(2)

pendekatan baru, (Jakarta, Gaung Persada Press, 2008), Cet I, h. 34

77. Leonard, Pengaruh Konsep Diri, Sikap Siswa pada Matematika dan Kecemasan Siswa terhadap Hasil Belajar Matematika (survey pada SMP di wilayah DKI Jakarta) Universitas Indraprasta PGR, 2008 78. Yudhi Munadi, Media Pembelajaran sebuah

pendekatan baru, (Jakarta, Gaung Persada Press, 2008), Cet I, h. 34

BAB III 1. S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan,

(Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet. Ke-4, h. 29. 2. Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian

Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 54

3. Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 53.

4. Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 54.

5. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2007), h.118

6. Sukardi, op. cit.,h. 64. 7.

Sugiyono, op. cit., h.61.

8. Yanti Herlanti, Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains, (FITK IPA UIN Syarif Hidayatullah, Maret 2008), h. 24.

9.

Yanti Herlanti, Ibid., h. 28..

10. Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), h.219.

11. Yanti Herlanti, Tanya jawab seputar penelitian pendidikan sains, (Jurusan P.IPA UIN Jakarta: Maret. 2008), h.31.

12.

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara. 2006), h.65. 13. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi


(3)

14.

Lampiran 13, h. 144 – 145. 15.

Suharsimi Arikunto, op. cit.,h. 86.

16. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara. 2006), h.100. 17.

Lampiran 14, h. 146 – 147

18. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara. 2006), h.208. 19. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi

Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara. 2006), h.213. 20. Sugiyono, Statistik untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta,

2007), h.261

21. Sugiyono, Statistik untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2007), h.274.

BAB IV 1. Modul Pelatihan resolusi Konflik untuk Pemimpinj

Desa, Memahami Konsep Diri, Beberapa

Terminologi Penting Tentang Konsep diri, Hal.21 2. Alex Sobur, Psikologi Umum (Bandung: Pustaka

Setia, 2003), h. 359-360

3. Arif Sholahuddin, Pemberdayaan Mata Pelajaran IPA Dalam Upaya Menumbuhkembangkan Sikap Positif Terhadap Lingkungan, (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No.032. Tahun Ke-7, 2001), h.619. 4. Nengsih Juanengsih, Perbandingan Pengaruh

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Dan Inkuiri Terstruktur Terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa Kelas X Pada Konsep Bioteknologi, Jurnal Metamorfosa Vol.1 No 2, Oktober 2006, h.33.

5. Aan Sururi , Pengaruh Model Pembelajaran Memberikan Kontribusi Yang Positif Terhadap Konsep Diri dan Prestasi Belajar Matematika, tesis FKIP UNILA Lampung 2005


(4)

Jakarta, Agustus 2010 Melalui Pembelajaran Puzzle pada Konsep Biologi.(

Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Universitas Terbuka 2007)h.11

7. Pudjiono, Kecerdasan, Konsep Diri, Sikap dan bimbingan terhadap Prestasi Belajar, (studi tahun 1985-1986)Mengenai Siswa SMA Negeri di Kotamadya Surabaya)

8. Rahmawati, Ika (2009) Peran Prestasi Belajar Matematika Terhadap Konsep Diri Akademik Pada Siswa Smp. Skripsi Thesis, Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

9. Alan Colburn, What Teacher Educators Need To Know about Inquiry-Based Instruction.

(http://www.csulb.edu/~acolburn/AETS.htm. 11 Juli 2009), h.2.

10. Emmawaty Sofya dan Ila Rosilawati. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terpimpin Pada Materi Pokok Hidrolisis Garam Siswa Kelas Xi Sma Yp Unila

11. Sriyanti Mustafa, Penerapan Strategi Inkuiri sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Parepare, Pascasarjana UM, 2010

12. Ridzal Efendi, Kontribusi Konsep Diri, Peran Orang Tua, Dan Kemandirian Belajar Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Kelas VIII SMP Al-kautsar Bandar Lampung, Unila 2007

13. Nandang Kosasih Ananda, Motivasi, Sikap Terhadap Mengajar Dan Konsep Diri Mahasiswa,Universitas Lampung tahun 2001

14. Nengsih Juanengsih, Perbandingan Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Dan Inkuiri Terstruktur Terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa Kelas X Pada Konsep Bioteknologi, Jurnal Metamorfosa Vol.1 No 2, Oktober 2006, h. 32.


(5)

Yang Mengesahkan, Pembimbing I

Drs.. Hasian Pohan, M.Si NIP 130 805 861

Pembimbing II

Diah Mulhayatiah M.Pd NIP 197903092008012016


(6)

BIODATA PENULIS

Muhamad Solihin lahir di Rangkasbitung Banten pada tanggal 06 Maret 1984, anak dari pasangan Bapak H. Imam dan Ibu Siti Atiah. Alamat asal. Jln. Cileles-Gunung Kencana KM.2, Kp. Kaum Ds. Cileles Kec. Cileles Kab. Lebak Banten, Kode Pos 42353, HP. 085697647375. Saat ini tinggal di Jl. WR.Supratman Rt.001 Rw.05 No.34 Cempaka Putih Ciputat Tangerang Selatan 15412.

Menamatkan pendidikan dasar di SDN Cileles II pada tahun 1998, lalu melanjutkan di MTs GUPPI Cileles dan lulus pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan menengah di MAN Rangkasbitung dan lulus pada tahun 2004. Dan menamatkan S1 (Sarjana Pendidikan) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan IPA, Program Studi Pendidikan Fisika.