Hubungan Paparan Pestisida dengan Berat Badan Lahir Rendah

Tabel 2.2. Klasifikasi Berat Badan Lahir dan Istilahnya. Istilah Berat Badan Bayi gram Berat badan normal Minimal 2.500 Berat badan rendah Kurang dari 2.500 Berat badan rendah sedang 1.500-2.400 Berat badan sangat rendah Kurang dari 1.500 Berat badan rendah ekstrim Kurang dari 1.000 Prematur Usia gestasi kurang dari dari 37 minggu Sangat Prematur Usia gestasikurang dari 32 minggu Sumber : Joyce A. Martin et al.

2.5.3 Faktor Resiko

Faktor resiko untuk kejadian BBLR bisa berasal dari ibu, kehamilan, dan janin. Faktor ibu meliputi gizi yang kurang saat di dalam kandungan, umur dibawah 20 tahun, umur dia atas 35 tahun. Faktor kehamilan berasal dari jarak kehamilan yang terlalu dekat, kehamilan ganda, hidroamnion. Sedangkan faktor janin meliputi cacat kongenital dan infeksi dalam rahim sistriani dalam alya, 2014. Sedangkan Menurut Reichman 2005 ada beberapa faktor resiko terjadinya BBLR seperti ras dan etnis. Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 di Amerika Serikat, 13 persen bayi yang dilahirkan dari ibu dengan ras kulit hitam memiliki berat badan lahir rendah dan hanya 6.5 persen yang dilahirkan dari seorang ibu ras kulit putih yang memiliki berat badan bayi rendah. Dari penelitian Martin et al. 2002 dalam Reichman 2005 wanita Hispanik memiliki rasio 6,4 persen, Kuban 6,5 persen, Puerto Rico 9.3 persen. Adanya perbedaan tersebut bisa dikarenakan budaya, diet, stres dan gaya hidup dalam suatu kelompok.

2.6 Hubungan Paparan Pestisida dengan Berat Badan Lahir Rendah

Menurut Liang 2012, jalur masuk pestisida kedalam tubuh terutama berasal dari kontak kulit dan pernafasan. Bahkan menurut Loffredo 2001 dichlorodiphenyltrichloroethane DDT lebih mudah masuk kedalam tubuh oleh karena sifatnya yang lipid soluble bahkan lama beredar dalam tubuh karena waktu Universitas Sumatera Utara paruhnya panjang dan tidak mudah dihancurkan. Menurut Setiyobudi 2013 mekanisme keracunan pestisida dapat terjadi farmakokinetik dan farmakodinamik. Secara farmakokinetik inhibitor kolinesterase diabsorbsi secara cepat dan efektif melalui mulut, pernafasan, mata dan kulit. Setelah diabsorbsi sebagian besar dieksresikan dalam urin, hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit. Metabolit dan senyawa aslinya di dalam darah dan jaringan tubuh terikat pada protein. Enzim-enzim hidrolitik dan oksidatif terlibat dalam metabolisme senyawa organofosfat dan karbamat. Selang waktu antara absorpsi dengn ekskresi bervariasi. Secara farmakodinamik yaitu Asetilkolin ACh adalah penghantar saraf yang berada pada seluruh sistem saraf pusat SSP, saraf otonom dan saraf somatik. Setelah masuk ke dalam tubuh, pestisida golongan Organofosfat dan Karbamat akan mengikat enzim asetilkolinesterase AChe sehinga AChe menjadi inaktif dan terjadi akumulasi asetilkolin. Asetilkolin berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. Kondisi ini menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh tubuh dan berdampak luas. Sistem saraf pusat dihubungkan dengan hipofisis melalui hipotalamus, ini adalah hubungan yang paling nyata antara sistem saraf pusat dan sistem endokrin. Kedua sistem ini saling berhubungan baik melalui saraf maupun vaskular. Kelenjar tiroid termasuk dalam salah satu sistem endokrin yang merupakan pengendali utama metabolisme tubuh. Kelenjar ini bertugas menghasilkan, menyimpan, dan melepaskan hormon tiroid ke dalam peredaran darah. Hormon tiroid terdiri dari hormon tiroksin T4 dan tri-iodotironin T3. Hormon-hormon inilah yang memproduksi energi dari zat gizi dan oksigen sehingga mampu mempengaruhi fungsi seluruh sel, jaringan, dan organ dalam tubuh. Agar jumlah hormon yang dihasilkan tidak berlebih atau kurang, kelenjar tiroid bekerjasama dengan hipotalamus dan kelenjar hipofise yang terletak di otak. Hipotalamus merupakan organ penghasil thyrotropin releasing hormone TRH yang merangsang kelenjar hipofise untuk memproduksi thyroid stimulating hormone TSH. TSH ini yang dialirkan lewat peredaran darah menuju kelenjar tiroid dan menstimulasinya untuk memproduksi dan melepaskan T3 dan T4. Apabila ada Universitas Sumatera Utara gangguan pada sistem saraf karena gagalnya enzim kolinesterase memecah asetilkholin maka fungsinya menjadi berjalan tidak sempurna dan akibatnya informasi yang seharusnya sampai pada kelenjar menjadi terganggu dan ini akan mengakibatkan pelepasan hormon-hormon dari kelenjar sasaran menjadi terganggu. Gangguan dalam mekanisme pengaturan ini dapat menyebabkan terjadinya disfungsi tiroid, yaitu hipotiroid dan hipertiroid. Hipotiroid merupakan keadaan dimana kelenjar tiroid tidak menghasilkan cukup banyak hormon tiroid. Sedangkan hipertiroid merupakan kebalikan dari hipotiroid dimana kelenjar tiroid bekerja terlalu aktif sehingga menghasilkan hormon tiroid secara berlebihan. Gangguan tiroid pada ibu hamil bisa karena kekurangan atau kelebihan hormon tiroid. Namun yang paling umum adalah kekurangan hormon tiroid atau hipotiroid. Kurangnya asupan hormon tiroid dalam tubuh wanita hamil akan turut mengganggu proses tumbuh kembang janin. Padahal di usia dini, hormon tiroid sangat bermanfaat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan. Jika hipotiroid dibiarkan dalam jangka panjang, maka bukan tidak mungkin janin yang dilahirkan akan menjadi generasi yang lambat dalam merespons, mengalami keterbelakangan mental, berat badan lahir rendah, bahkan cacat fisik. Secara farmakodinamik, Organofosfat menghambat aksi pseudokolinesterase dalam plasma dan kolinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Penghambatan kerja enzim terjadi karena Organofosfat melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil. Potensiasi aktivitas parasimpatik post-ganglionik, mengakibatkan kontraksi pupil, stimulasi otot saluran cerna, stimulasi saliva dan kelenjar keringat, kontraksi otot bronkial, kontraksi kandung kemih, nodus sinus jantung dan nodus atrio- ventrikular dihambat. Mula-mula stimulasi disusul dengan depresi pada sel sistem saraf pusat SSP sehingga menghambat pusat pernafasan dan pusat kejang. Stimulasi dan blok yang bervariasi pada ganglion dapat mengakibatkan tekanan darah naik atau turun serta dilatasi atau miosis pupil. Kematian disebabkan karena kegagalan pernafasan dan blok jantung. Universitas Sumatera Utara Pada pestisida golongan organofosfat dengan bahan aktif 2,4- dichlorophenoxyacetic acid 2,4-D, toksisitas akut pada manusia dapat menyebabkan neurotoksik pada paparan melalui inhalasi dan oral, serta timbulnya kudis dan dermatitis pada kontak melalui kulit. Toksisitas kronik pada manusia belum terlaporkan, namun toksisitas kronik non kanker pada hewan uji Purba, 2009.

2.7 Lama Paparan Pestisida dengan Kejadian Beat Badan Lahir Rendah