Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
pembelajaran dituntut untuk mempunyai standar kompetensi dan keprofesionalan mengajar yang baik.
Penjaminan mutu guru agar tetap memenuhi standar kompetensi perlu dikembangkan berdasarkan pengkajian yang komprehensif untuk
menghasilkan landasan konseptual dan empirik melalui sistem sertifikasi. Sejalan juga dengan disahkannya UU No 14 tentang Guru dan Dosen segala
konsekuensinya juga mulai diberlakukan. Demikian juga dengan peningkatan kualitas guru dalam mengajar perlu kepemilikan sertifikasi profesi sebagai
upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Meski dengan kuota yang terbatas di beberapa daerah – melalui Dinas Pendidikan setempat – saat ini
sedang menawarkan kepada guru-guru yang dianggap telah memenuhi syarat untuk diajukan sebagai calon peserta sertifikasi.
Dalam Peraturan Departemen Pendidikan Nasional Depdiknas;2008;5 tentang Pedoman Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Melalui
Penilaian Portofolio dan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Permendiknas No. 18 tahun 2007 membagi komponen portofolio menjadi 3
unsur yaitu unsur A, B dan C. Unsur A kualifikasi dan tugas pokok meliputi : 1 kualifikasi akadaemik, 2 pengalaman mengajar 3 perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran. Unsur B pengembangan profesi meliputi : 1 pendidikan dan pelatihan, 2 penilaian dari atasan dan pengawasan 3
prestasi akademik, 4 karya pengembangan profesi. Sedangkan Unsur C pendukung profesi meliputi : 1 keikutsertaan dalam forum ilmiah, 2
pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan 3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Jika kesepuluh komponen tersebut telah dapat terpenuhi secara obyektif dengan mencapai
skor minimum 850 maka yang bersangkutan dipastikan berhak menyandang predikat sebagai guru profesional, beserta sejumlah hak dan fasilitas yang
melekat dengan jabatannya. Untuk memenuhi batas minimal kelulusan 57 ternyata tidak semudah yang dibayangkan banyak permasalahan yang
kemudian terjadi. Permasalahan tidak hanya terjadi pada para guru yang belum memiliki kualifikasi D4S1 saja, yang jelas-jelas tidak dapat
diikutsertakan, tetapi bagi guru yang sudah berkualifikasi D4S1 pun tetap akan menjumpai sejumlah permasalahan.
Masalah yang dihadapi dalam proses sertifikasi menurut Santi Eka Putra http:www.univ-ekasakti-pdg.ac.id, 7 September 2008 antara lain: 1
apakah semua guru telah memiliki kualifikasi S1DIV? ternyata, belum seluruh guru berkualifikasi S-1 atau DIV sebagai salah satu persyaratan
dalam sertifikasi. Akibatnya dalam waktu yang panjang akan terjadi dua macam status guru yaitu yang bersertifikat dan yang tidak bersertifikat. Oleh
karena itu guru-guru yang belum S-1 dan DIV haruslah segera melanjutkan pendidikan apakah ke LPTK atau UT dan sebagainya yang relevan. Namun
tentu saja hal ini tak mungkin lagi dilakukan oleh guru yang hampir mendekati pensiun. Bagi yang masih muda masih bisa melanjutkan pendidikan ke S-1,
bagaimana pula dengan tugas mengajarnya? Apalagi jika tempat tugas dengan tempat kuliah berlainan kota. 2 apakah sudah cocok antara mata pelajaran
yang diajarkan di kelas dengan Program StudiJurusan yang diperoleh guru PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diwaktu mereka kuliah? Ternyata masih ada guru mengajar mata pelajaran yang tidak relevan dengan kompetensinya. Umumnya ini terjadi di daerah-
daerah terpencil akibat kekurangan guru, lebih-lebih sejak reformasi atau otonomi daerah sangat sulit memindahkan guru antarkota atau kabupaten dan
provinsi. 3 sudah mengertikah semua guru apa hakekat sertifikasi, bagaimana proses dan mekanismenya dan apa yang perlu disiapkan? Ternyata
dalam pengisian Portofolio sebagai salah satu instrumen sertifikasi saja, banyak yang tidak lolos. Masalah timbul karena bahan yang akan diisikan
dalam Portofolio itu tidak lengkap, bahkan tak ada, antara lain yang sulit bagi guru adalah komponen RPRPPPP, prestasi akademik, karya pengembangan
profesi yang meliputi penelitian tindakan kelas, publikasi ilmiah dan sebagainya dan semua itu lengkap dengan bukti fisik yang harus dilampirkan.
4 bagi yang tidak lulus dalam penilaian Portofolio karena komponennya tidak terisi dan tidak mencapai angka minimal yang ditetapkan disebabkan
tidak ada kegiatan akademik lain selain mengajar dari pagi sampai sore karena mungkin mengajar di tempat lain atau bisnis kecil untuk menambah
penghasilan atau bukti fisik tidak ada karena tak terbiasa mem-file dukumen atau karangan ilmah tidak ada karena tak terbiasa menulis, atau penelitian
karena tidak bisa karena tamatnya dulu dengan program jalur non skripsi dan sebagainya. Terhadap mereka yang tidak lolos ini diharuskan mengikuti diklat
selama lebih kurang dua minggu yang diakhiri dengan ujian. Jika tidak lulus, mengulang kembali hingga tiga kali, jika pada ujian ketiga tidak lulus maka
akan dikembalikan ke dinas, dan kemungkinan mereka tidak diperbolehkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengajar lagi, dan berubah status menjadi pegawai administrasi. Saat ini keempat komponen tersebut belum sepenuhnya dapat diakses
dan dikuasai oleh setiap guru, khususnya oleh guru-guru yang berada jauh dari pusat kota. Frekuensi kegiatan pelatihan dan pendidikan, forum ilmiah dan
momen-momen lomba akademik relatif masih terbatas. Begitu juga dengan budaya menulis, budaya meneliti dan berinovasi belum sepenuhnya
berkembang di kalangan guru-guru. Semua ini tentu menyebabkan kesulitan tersendiri bagi para guru untuk meraih poin dari komponen-komponen
tersebut. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pelatihan forum ilmiah dan
aneka lomba akademik bagi guru sudah pasti harus menjadi tanggung jawab pemerintah khususnya pemerintah daerah melalui sekolah atau Dinas
Pendidikan setempat. Akan tetapi organisasi profesi, perguruan tinggi dan masyarakat setempat pun dapat turut ambil bagian untuk menyelenggarakan
dan memfasilitasi kegiatan tersebut sebagai wujud nyata dari tanggung jawab dan kepeduliannya terhadap pendidikan.
Di lain pihak sambutan masyarakat tentang sertifikasi guru ini memang luar biasa, para guru sangat antusias untuk mengikuti kegiatan seleksi ini
bahkan para guru yang diberi tambahan tugas sebagai kepala sekolah pun ikut mendaftarkan diri sebagai calon peserta sertifikasi terlepas apakah yang
bersangkutan masih aktif atau tidak dalam menjalankan profesi keguruannya. Barangkali motivasi yang sangat kuat untuk ikut serta dalam program ini
disamping keinginan memperoleh pengakuan sebagai guru profesional PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tentunya juga daya tarik dengan disediakannya berbagai tunjangan profesi dan fasilitas lainnya yang cukup menjanjikan.
Uji sertifikasi guru yang telah dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia melalui penilaian portofolio menunjukkan hasil yang bervariasi.
Hasil persentase ketidaklulusan sertifikasi guru di Unesa, dikemukakan oleh Amirullah http:www.surya.co.id, 10 Oktober 2007 menunjukkan bahwa
kuota 2007 meningkat dibanding hasil kuota 2006. Dalam kuota sebelumnya, ketidaklulusan mencapai 38,20 persen dari 2.244 guru. Sedangkan untuk
gelombang pertama kuota 2007 tercatat 50,28 persen yang tidak lulus dari 3.791 berkas portofolio dari delapan kabupatenkota yang disertifikasi.
Bahkan sebelumnya, dari 330 guru agama hasil pendataan 2006 yang berkas portofolionya diuji oleh 40 tim assesor IAIN Sunan Ampel 19-20 September
lalu, 157 orang atau 52 persen dinyatakan gagal. Jumlah tersebut belum termasuk 29 peserta yang langsung dinyatakan gugur sebelum berkasnya diuji,
karena mengundurkan diri atau berkasnya tidak tercantum dalam berkas portofolio.
Data Depdiknas tantang hasil sertifikasi Depdiknas;2008 menunjukkan bahwa Di Rayon 1 Universitas Syiah Kuala, hasil uji sertifikasi
dari 2.740 guru 51,33 atau sebanyak 1.412 Guru dinyatakan lulus., 9 atau sebanyak 9 guru dinyatakan melengkapi portofolio, dan 48,14 atau sebanyak
1.319 guru dinyatakan harus mengikuti diklat profesi guru. Di Rayon 11 Universitas Negeri Yogyakarta, sertifikasi guru menunjukkan hasil yang
mengejutkan. Dari 4.585 Guru, 65,91 atau sebanyak 3.022 guru dinyatakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lulus, 33,83 atau sebanyak 1.551 guru dinyatakan harus mengikuti diklat, dan 0,26 atau sebanyak 12 guru dinyatakan harus merefisi portofolio.
Hasil uji sertifikasi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta DIY menunjukkan bahwa sebagian besar guru telah memiliki sertifikat pendidik
yang berati bahwa guru telah bekerja secara profesional sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan
SDM guru sebagai tenaga pendidik. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Bantul Drs Sudarman DN MM kepada Kedaulatan Rakyat pada tanggal 1962008
menyatakan bahwa prosentase kelulusan SMA di Kabupaten Bantul sebesar 97,18 dan tertinggi di DIY. Persentase tingkat kelulusan yang tinggi
mencerminkan bahwa kualitas sekolah di Kabupaten Bantul mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Bantul, jumlah sekolah yang tingkat kelulusannya mencapai 100 persen untuk SMA sebanyak 14 sekolah 9 negeri dan 5 swasta dan SMK
sebanyak 2 sekolah. http:www.kr.co.id. Dari berbagai macam problema yang muncul dan tanggapan guru tentang uji sertifikasi guru, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, ’’Kesiapan Guru Dalam Menghadapi Program Sertifikasi Guru Dalam Jabatan’’
hal ini penting untuk dibahas sehingga dapat membantu guru dalam memahami Program
Sertifikasi Guru dalam Jabatan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI