4.4.2 Padang Lamun
Kadang-kadang orang salah mengatakan bahwa seagrass adalah rumput
laut. Seagrass yang dalam bahasa Indonesia berarti lamun adalah tumbuhan air
berbunga Angiospermae yang memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang
hidup terendam dalam laut. Usaha untuk rehabilitasi di kawasan ini masih jarang dilakukan karena menurut renstra BTNKpS 2005-2009 keberadaan dari padang
lamun ini masih belum bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat seperti keberadaan
coral reef. Namun, ekosistem padang lamun secara ekologi merupakan daerah asuhan
nursery ground, spawning ground dan feeding ground bagi berbagai biota. Biota yang khas adalah Dugong dan Penyu, namun
di daerah Kepulauan Seribu saat ini jarang bahkan tidak ditemukan dugong yang sedang bermain di daerah tersebut. Ekosistem padang lamun bukan merupakan
entity yang berdiri sendiri, akan tetapi juga berinteraksi dengan ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang.
Dari 12 Jenis lamun yang terdapat di Indonesia, di kawasan Kepulauan Seribu diketahui ada 6 jenis yang terdiri dari 4 empat jenis yang termasuk famili
Hydrocharitaceae dan 2 jenis dari famili Potamogetoceae.
4.4.3 Mangrove
Kondisi daerah pantai di kawasan Kepulauan Seribu yang tanahnya mengandung pasir dan sedikit lumpur mengakibatkan ekosistem mangrove di
kawasan ini kurang keberadaanya, karena kondisi tersebut kurang dalam
IV-20
mendukung sebagai media tempat mangrove tumbuh. Pada beberapa pulau yang terdapat di Kawasan Kepulauan Seribu, terutama zona inti I dan II terdapat
mangrove yang hidup di atas hamparan pasir laut. Jenis mangrove yang dapat dijumpai di daerah ini diantaranya jenis bakau
Rhozophora marina, Tancana Sonneratia alba, Buta-buta Exoecaria agal-locha dan Jangkar Bruguiera sp.
Ekosistem mangrove, seperti ekosistem-ekosistem lainnya mempunyai kegunaan sebagai
spawning ground, feeding ground, nursery ground berbagai jenis ikan, dan mempunyai fungsi ekologis dalam hal ini melindungi pulau dari
abrasi, intursi air laut, dan lain sebaginya. Untuk itu, Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu melakukan kegaiatan konservasi dengan menanam pohon
mangrove di sekitar pulau-pulau. Pada tahun 2006 tercatat 1,9 juta pohon mangrove sudah di tanam di kawasan TNLKpS dan rencananya pada tahun
2007 akan ditanam sebanyak 4 juta pohon.
IV-21
Untuk melihat sejauh mana kondisi dari perairan Pulau Seribu dilakukan analisis yang berkaitan dengan Driving Force, Pressure, Impact,
State and Response DPISR yang ada, atau kemudian lebih diringkas menjadi Pressure, State, Response PSR Pinter et al, 1999. Driving force
mengandung makna berbagai aktivitas manusia, proses dan pola di wilayah pesisir dan laut yang berbatasan yang berdampak terhadap pembangunan
Kawasan Konservasi Laut KKL Kepulauan Seribu. Sementara Pressure biasanya diklasifikasikan sebagai faktor utama atau forces seperti
pertumbuhan penduduk, konsumsi atau kemiskinan. Pressure pada lingkungan pesisir dan laut yang berbatasan dengan Kawasan Konservasi
Laut dilihat dari perspektif kebijakan, biasanya dianggap sebagai starting point untuk melemparkan issue lingkungan, dan dari sudut pandang indikator,
pressure ini menjadi lebih mudah dianalisis jika diperoleh dari monitoring sosio-ekonomi, lingkungan dan database lainnya. State adalah kondisi
lingkungan yang disebabkan oleh pressure di atas, misalnya level pencemaran, degradasi perairan pesisir dan lain-lain. State dari lingkungan
ini pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan manusia. Response adalah komponen framework PSR yang berhubungan
dengan berbagai tindakan yang dilakukan oleh masyarakat baik induvidual maupun secara kolektif untuk mengatasi dampak lingkungan, mengoreksi
kerusakan yang ada atau mengkonservasi sumber daya alam. Response ini V-1