Pressure KKL Kepulauan Seribu

Wilayah perairan Kepulauan Seribu mengalami pencemaran dalam besaran yang cukup signifikan akibat limbah domestik dari pariwisata dan pelabuhan dan juga sedimentasi dari wilayah hulu, seperti kawasan puncak dan sekitarnya. Secara umum perairan Kepulauan seribu juga telah mengalami degradasi sumber daya alam baik ikan maupun non ikan seperti terumbu karang, mangrove, dan lain-lain yang cukup signifikan. Sampai saat ini penambangan terumbu karang masih ditemukan di kelurahan Pulau Panggang. Terumbu karang digunakan sebagai pondasi bangunan rumah dan juga penahan abrasi pantai. Hasil survey menunjukkan bahwa para penambang melakukan penambangan satu trip selama 7-10 hari dengan hasil sebanyak 1-2 m 3 per trip. Dalam setahun penambang ini melakukan 21-30 kali trip. Harga jual batu karang dari hasil menambang adalah Rp60.000,-m 3 . 5.3. Response Terhadap Kondisi KKL Kepulauan Seribu Dengan kondisi sumber daya alam dan lingkungan seperti diuraikan di atas, diperoleh berbagai response dari masyarakat di sekitar kawasan KKL di Kepulauan Seribu berdasarkan wawancara di lapangan. Secara umum terdapat 4 macam response yang dapat tergali dari penelitian di lapangan, yaitu response langsung yang berkaitan dengan upaya masyarakat memperbaiki kondisi ekonomi mereka berkenaan dengan degradasi lingkungan yang ada dan respons yang tidak langsung juga berkaitan dengan keinginan memperbaiki taraf hidup mereka melalui perbaikan lingkungan. Response langsung yang mereka lakukan adalah 55 responden menyatakan menambah trip melaut, hal ini merupakan feed back mereka V-4 terhadap kondisi semakin sulitnya memperoleh ikan akibat stok yang mengalami penurunan dari tahun ke tahun, yang diakibatkan oleh baik kondisi lingkungan yang buruk juga karena semakin tingginya input yang masuk dalam perikanan tangkap. Penambahan trip dilakukan untuk menangkap ikan lebih jauh sehingga dibutuhkan trip yang lebih lama dan sering. 20 responden nelayan menyatakan membawa serta keluarga mereka untuk melaut, yang artinya juga menambah input dalam hal tenaga kerja, sehingga diharapkan walaupun dalam trip yang lebih sedikit dan jarak yang tidak jauh, mereka akan mendapatkan produksi lebih tinggi. Perbaikan dan peningkatan input juga dicirikan dari response mereka terhadap penggantian alat tangkap 15 responden dan meminta bantuan alat tangkap yang lebih baik 15 responden . Selain itu response juga dilakukan dengan membuat rumpon yang tujuannya adalah untuk mengalokalisir ikan yang ada sehingga dapat berkembang biak di satu tempat dan menjadi kawasan fishing ground yang menguntungkan 40 responden. Kondisi response seperti ini dapat menjadi pisau bermata dua, di satu sisi dapat meningkatkan kesejahteraan bagi nelayan dengan memperoleh lebih banyak tangkapan, namun di lain pihak dapat menjadi bumerang dengan adanya feed back negatif dari sumber daya alam dan lingkungan itu sendiri, karena input yang meningkat dan melebihi kapasitas dari kemampuan daya dukung ikan untuk melakukan regenerasi akan menyababkan penurunan jumlah stok yang secara signifikan akan terus menerus terjadi dan dikhawatirkan kembali menurunkan tingkat kesejahteraan nelayan itu sendiri. Bertolak belakang dengan hal di atas, sebanyak 20 responden menyatakan akan beralih pekerjaan, dan 45 responden V-5