Proses Mediasi Dalam Perkara Perceraian

37 besar pada proses mediasi. Seringkali para pihak cemas, curiga kepada pihak lain, khawatir keprihatinan mereka tidak didengarkan, serta tidak memiliki penjelasan mengenai mediasi dan apa yang bias diharapkan dari seorang mediator. Untuk menghindari hal tersebut, seorang mediator harus bmenciptakan rasa aman. Ronald S. Kraybill mengemukakan empat langkah yang dapat ditempuh oleh mediator untuk menciptakan rasa aman, 36 yaitu: a. Berusahalah tiba ditempat yang sudah disepakati sebelum kedatangan para pihak-pihak yang bertikai b. Aturlah tempat agar terasa nyaman dan mendukung interaksi c. Buatlah rencana pengaturan ruang dan, d. Ciptakan rasa aman melalui pengendalian situasi dalam memimpin pertemuan, sehingga tidak menimbulkan keraguan para pihak siapa yang bertanggung jawab pada pertemuan tersebut. 2. Tahap Pelaksanaan Mediasi Pada tahap pelaksanaan mediasi ini dimana para pihak yang bersengketa satu sama lain dipertemukan untuk dilakukan mediasi. Tahap mediasi dalam Pasal 13 ayat 1 PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang proses mediasi di Pengadilan, disebutkan: Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, para pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. Selanjutnya mediator menentukan jadwal pertemuan, dimana para pihak dapat 36 Syahrizal Abbaas, Mediasi, Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011, Cet-2, h. 43 38 didampingi kuasa hukumnya. Proses mediasi pada dasarnya bersifat rahasia dan berlangsung paling lama 40 hari kerja sejak pemilihan atau penetapan penunjukan mediator Pasal 13 ayat 3 dan dapat diperpanjang paling lama 14 hari kerja sejak berakhirnya masa 40 hari tersebut dengan syarat bahwa kesepakatan akan tercapai. 37 Tahap pelaksanaan mediasi merupakan tahap dimana pihak-pihak yang bertikai sudah berhadapan satu sama lain dan memulai proses mediasi. Ada beberapa langkah dalam tahap ini yaitu sambutan pendahuluan mediator, presentasi dan pemaparan kisah para pihak, mengurutkan dan menjernihkan permasalahan, berdiskusi dan negoisasi masalah yang disepakati, menciptakan opsi-opsi, menentukan butir kesepakatan dan merumuskan keputusan, mencatat dan menuturkan kembali keputusan, dan penutup mediasi. 38 Perdamaian dalam sengketa perceraian mempunyai nilai keluhuran tersendiri. Dengan dicapainya perdamaian antara suami istri dalam sengketa perceraian, bukan keutuhan rumah tangga saja yang dapat diselamatkan tetapi juga kelanjutan pemeliharaan anak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Agar fungsi mendamaikan dalam perkara perceraian ini dapat dilakukan oleh hakim secara efektif dan optimal, maka sedapat mungkin hakim menemukan hal-hal yang melatarbelakangi dari persengketaan yang terjadi. 39 37 Nuraningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011 h. 73 38 Syahrizal Abbaas, Mediasi, Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011, Cet-2, h. 44 39 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2000 h. 164 39 Dalam hal sengketa perceraian karena alasan percekcokan pertengkaran secara terus menerus, peranan hakim sangat diharapkan untuk mencari faktor-faktor penyebab dari perselisihan dan pertengkaran itu. Apabila hal ini telah diketahui oleh hakim, maka dengan mudah para hakim tersebut mengajak dan mengarahkan para pihak yang berselisih itu untuk berdamai dan rukun kembali. 40 Dengan dicapai perdamaian antara suami istri dalam sengketa perceraian, bukan hanya keutuhan perkawinan saja yang dapat diselamatkan. Sekaligus dapat diselamatkan kelanjutan pemeliharaan dan pembinaan anak- anak secara normal. Kerukunan antara kedua belah pihak dapat berlanjut. Harta bersama dalam perkawinan dapat lestari menopang kehidupan rumah tangga. Suami-istri dapat terhindar dari gangguan pergaulan sosial kemasyarakatan. Mental dan pertumbuhan kejiwaan anak-anak terhindar dari perasaan terasing dan rendah diri dalam pergaulan hidup. Upaya mendamaikan dalam sengketa perceraian, merupakan kegiatan terpuji dan lebih diutamakan dibanding dengan upaya mendamaikan persengketaan di bidang yang lain. 41 Khusus dalam sengketa perkara perceraian, asas mendamaikan para pihak adalah bersifat imperatif. Usaha mendamaikan para pihak adalah beban yang diwajibkan oleh hukum kepada para hakim dalam setiap memeriksa, 40 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 164 41 Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT. Sarana Bakti Semesta, 1989 h. 49 40 mengadili dan memutuskan perkara perceraian. Oleh karena itu, upaya mendamaikan dalam perkara perceraian atas dasar perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus haruslah dilakukan oleh para hakim secara optimal. 42 Tindakan hakim dalam mendamaikan para pihak yang bersengketa adalah untuk menghentikan persengketaan dan mengupayakan agar perceraian tidak terjadi. Apabila berhasil dilaksanakan oleh hakim yang menyidangkan perkara tersebut, maka gugatan perceraian yang diajukan ke Pengadilan oleh para pihak itu, dengan sendirinya harus dicabut. Terhadap ketentuan ini tidak dibuat akta perdamaian karena tidaklah mungkin dibuat suatu ketentuan yang melarang satu pihak meninggalkan tempat tinggal bersama, melarang salah satu pihak melakukan penganiayaan dan sebagainya. Apabila perjanjian itu disepakati oleh para pihak dilanggar oleh salah satu pihak, maka akta perdamaian itu tidak dapat dieksekusi, karena akibat dari perbuatan itu tidak mengakibatkan putusan perkawinan maka salah satu pihak mengajukan gugatan baru. 43 3. Tahap Akhir Implementasi Hasil Mediasi Tahap ini merupakan tahap di mana para pihak hanyalah menjalankan hasil- hasil kesepakatan, yang telah mereka tuangkan bersama dalam suatu 42 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2000 h. 164 43 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 103 41 perjanjian tertulis. Para pihak menjalankan hasil kesepakatan berdasarkan komitmen yang telah mereka tunjukan selama proses mediasi. 44

D. Mediasi Dalam Hukum Islam

Dalam hukum Islam mediasi lebih dikenal juga istilah islah dan hakam. 45 Ishlah atau Sulhu menurut bahasa adalah perbaikan. 46 Perdamaian dalam syariat Islam sangat dianjurkan. Karena dengan perdamaian akan terhindar dari kehancuran tali silaturahmi dan permusuhan di antara para pihak yang bersengketa dapat diakhiri. Dasar hukum perdamaian dapat dilihat dalam QS. An- Nisa ayat 35 yang berbunyi:                         Artinya : Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimkanlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.Hakam ialah juru pendamai. QS. An-Nisa: 35. Dalam ajaran Islam istilah Ishlah adalah memutuskan suatu persengketaan, sedangkan menurut istilah Ishlah adalah suatu akad dengan 44 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011 h. 53 45 Nuraningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2011, h. 119. 46 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, h. 789 42 maksud mengakhiri suatu persengketaan antara dua orang. Yang maksud disini adalah mengakhiri suatu persengketaan dengan perdamaian karena Allah mencintai perdamaian. Dengan demikian, pertentangan itu apabila berkepanjangan akan mendatangkan kehancuran, untuk itu maka Ishlah mencegah hal-hal yang menyebabkan kehancuran dan menghilangkan hal-hal yang membangkitkan fitnah pertentangan. 47 Kewajiban hakim dalam mendamaikan pihak-pihak yang berperkara adalah sejalan dengan tuntutan ajaran Islam. Ajaran Islam memerintahkan agar menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi diantara manusia sebaiknya diselesaikan dengan jalan perdamaian islah. 48 Peran dalam mendamaikan para pihak-pihak yang bersengketa itu lebih utama dari fungsi hakim yang menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara yang diadilinya. Usaha mendamaikan pihak-pihak yang berperkara itu merupakan perioritas utama dan dipandang adil dalam mengakhiri suatu sengketa, sebab mendamaikan itu dapat berakhir dengan tidak terdapat siapa yang kalah dan siapa yang menang, tetap terwujudnya kekeluargaan dan kerukunan. 49 Tentang hal yang berhubungan dengan perceraian dikemukakan dalam Pasal 65 dan 82 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Pasal 39 Undang- 47 Yayah Yarotul Salamah, Mediasi Dalam Proses Beracara Di Pengadilan Agama, Jakarta: Pusat Studi Hukum Dan Ekonomi, 2010, Cet-1, h. 31 48 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2000 h. 151 49 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 151 43 undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Dalam Pasal-Pasal ini dikemukakan bahwa hakim wajib mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum putusan dijatuhkan. Usaha hakim mendamaikan para pihak-pihak yang berperkara itu dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan. Dalam upaya mendamaikan itu hakim wajib menghadirkan pihak keluarga atau tetangga dekat pihak-pihak yang berperkara untuk didengar keterangannya dan meminta bantuan mereka agar pihak-pihak yang berperkara rukun kembali. 50

E. Mediator

1. Peran dan Fungsi Mediator

Mediator memiliki peran menentukan dalam suatu proses mediasi. Gagal tidaknya mediasi juga sangat ditentukan oleh peran yang ditampilkan mediator. Ia berperan aktif dalam menjembatani sejumlah pertemuan antara para pihak. Desain pertemuan, memimpin dan mengendalikan pertemuan, menjaga keseimbangan proses mediasi dan menuntut para pihak mencapai suatu kesepakatan merupakan peran utama yang harus dimainkan oleh mediator. 51 Mediator sebagai pihak ketiga yang netral melayani kepentingan para pihak yang bersengketa. Mediator harus membangun interaksi dan 50 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Prenada Media, 2005, h. 151 51 Syahrizal Abbaas, Mediasi, Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011, Cet-2, h. 77 44 komunikasi yang positif. Tindakan seperti ini amat penting dilakukan mediator dalam rangka mempertahankan proses mediasi. Komunikasi dan interaksi dapat dilakukan mediator secara terbuka dan dihadiri bersama oleh para pihak. Dalam memimpin pertemuan yang dihadiri kedua belah pihak, mediator berperan mendampingi, mengarahkan dan membantu para pihak untuk membuka komunikasi positif dua arah, karena lewat komunikasi yang terbangun akan memudahkan proses mediasi selanjutnya. Pada peran ini mediator harus menggunakan bahasa-bahasa yang santun, lembut dan tidak menyinggung para pihak, sehingga para pihak terkesan rileks dalam berkomunikasi satu sama lain. 52 Menurut Fuller, mediator memiliki beberapa fungsi yaitu, katalisator, pendidik, penerjemah, narasumber, penyandang berita jelek, agen realitas. Fungsi sebagai katalisator diperlihatkan dengan kemampuan mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi dialog atau komunikasi diantara para pihak dan bukan sebaliknya, yakni menyebar terjadinya salah pengertian dan polarisasi di antara para pihak. Mediator berperan sebagai penerjemah, mediator juga juga harus berusaha dalam menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang lainnya melalui bahasa, atau ungkapan yang enak di dengar oleh pihak lainnya, tetapi tanpa mengurangi maksud dan sasaran yang hendak dicapai. 53 52 Syahrizal Abbaas, Mediasi, Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 78 53 Takdir Rahmadi, Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2011, h. 15